Anda di halaman 1dari 6

A.

Contoh Kasus
Bidan Nyambi Aborsi Dibekuk
Jumat, 29/01/2010 11:00 WIB
KLATEN—Praktik aborsi yang dilakukan oleh bidan PNS di salah satu rumah sakit
di Klaten, berhasil dibongkar oleh aparat kepolisian. Dalam kasus tersebut, bidan
PNS, Dwi Wahyu Putri (49), Yunita Endah Setyowati, mahasiswi asal Desa
Sendangrejo Wonogiri dan M Effendi Fauqi Annas asal Desa Gergunung, Klaten
Tengah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya dijerat dengan pasal 346 KUHP
dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pengungkapan kasus itu
berawal dari laporan warga yang curiga terhadap proses pemakaman di alas Ketu,
Wonogiri Sabtu (9/1) sekitar pukul 12.00 WIB.Laporan itu diterima oleh Polres
Wonogiri dan langsung meminta keterangan pada yang bersangkutan, Yunita Endah
S. Diinterogasi secara intensif, Yunita akhirnya mengaku bahwa yang dikuburkan
adalah bayi hasil aborsi beberapa hari sebelumnya. Dia juga mengaku proses
pengguguran dibantu oleh tersangka lain, yaitu Dwi sebagai bidan pelaku
pengguguran dan M Effendi sebagai perantaranya. Praktik aborsi tersebut, seperti
pengakuan tersangka, dilakukan di rumah bidan di Gang Unta No. 4 Kampung
Ngepos Kelurahan Klaten Tengah, Kecamatan Klaten Tengah Kamis (7/1) sekitar
pukul 19.00 WIB. Menindaklanjuti proses hukum kepada tersangka, kasus itu lantas
dilimpahkan ke Polres Klaten. Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santosa melalui
Kasat Reskrim AKP Edy Suranta S mengungkapkan, ketiganya dikenai sanksi pidana
karena dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil tanpa
ketentuan dan menyebabkan mati atau gugurnya bayi.
“Hasil pemeriksaan mengarah pada semua tersangka. Dan pada 21 Januari berhasil
menangkap mereka. Namun Lekso Sembodo yang turut sebagai perantara, berhasil
melarikan diri,” kata Kasat, Kamis (28/1). Di hadapan penyidik, Yunita mengatakan,
dia melakukan hubungan dengan Andika M Saifuddin sejak 2008 lalu dan akhirnya
berbuah kehamilan. Karena sang pacar tidak mau bertanggung jawab, Yunita merasa
depresi dan memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya. Dia meminta kepada
tersangka lain, M Effendi dan Lekso Sambodo mencarikan orang yang mau
menggugurkan kehamilannya hingga mengarah ke tersangka lain, Dwi Wahyu Putri
yang notabene sebagai tenaga bidan di salah satu RS di Klaten. Menurut dugaan
penyidik, praktik aborsi yang dilakukan tersangka Dwi telah lama dilakukan.
Sementara itu, sang pacar, Andika diduga pula memaksa untuk melakukan proses
pengguguran kandungan. “Dugaan itu masih akan kami kembangkan. Untuk sekarang
masih mendalami kasus ini dulu,” terang Kasat. (lim)
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi aborsi?
2. Apa jenis jenis aborsi ?
3. Bagaimana dampak aborsi?
4. Bagaimana menanggapi kasus yang ada berdasarkan prinsip dan asas etik
kebidanan?
C. Pembahasan
1. Pengertian Aborsi
Pengertian aborsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah terpencarnya
embrio yang tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari
kehamilan). Pengertian aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di
Indonesia adalah : 1) Pengeluaran hasil konsepsi pada stadium perkembangannya
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu); 2) Pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (berat kurang dari 500
gram atau kurang dari 20 minggu. Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas
secara tersirat pada pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa
dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Maksud dari ‘tindakan medis
tertentu, yaitu avorsi. Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran
adalah kehamilan berhenti sebelum usia kehamilan 20 minggu yang
mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat sebelum 38 minggu
namun setelah 20 minggu disebut kelahiran premature.
2. Jenis jenis Aborsi
Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia kedokteran, yaitu: Abortus
spontanea Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan.
Aborsi ini dibedakan menjadi 3 yaitu :
a) Abortus imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan
dari uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim
belum melebar (tanpa dilatasi serviks).
b) Abortus insipiens, istilah ini kebalikan dari abortus imminens, yakni pada
kehamilan kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih
didalam rahim, dan ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi
serviks)
c) Abortus inkompletus, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum 20
minggu, namun organ janin masih tertinggal didalam rahim.
Berbeda dengan abortus spontanea yang prosesnya tiba-tiba dan tidak
diharapkan tapi tindakan abortus harus dilakukan. Maka pengertian aborsi atau
abortus jenis provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan,
yakni dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar
tubuh ibu atau kira-kira sebelum berat janin mencapai setengah kilogram.
Abotus provokatus dibagi menjadi 2
a) Abortus provokatus medisinalis/artificialis/therapeuticus. Abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di indinesia yang dimaksud dengan
indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Indikasi medis yang
dimaksud misalnya: calon ibu yang sedang hamil tapi punya penyakit yang
berbahaya seperti penyakit jantung, bila kehamilan diteruskan akan
membahayakan nyawa ibu serta janin, sekali lagi keputusan menggugurkan
akan sangat dipikirkan secara matang.
b) Abortus provokatus kriminalis, istilah ini adalah kebalikan dari abortus
provokatus medisinalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi
medik (ilegal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang
mempertimbangkan srgala kemungkinan apa yang akan terjadi kepada wanita /
calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal. Biasanya pengguguran
dilakukan dengan alat alat atau obat obat tertentu.

3. Dampak Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan
seorang wanita. Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan
aborsi:
a) Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko
yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts
of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1) Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3) Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4) Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5) Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya.
6) Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada
wanita)
7) Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8) Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9) Kanker hati (Liver Cancer)
10) Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat
kehamilan berikutnya.
11) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic
Pregnancy)
12) Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13) Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
b) Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki
dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome”
(Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam
“Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The
Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-
hal seperti berikut ini:
1) Kehilangan harga diri (82%)
2) Berteriak-teriak histeris (51%)
3) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4) Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi
akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-
tahun dalam hidupnya. Rasa bersalah tersebut dapat menyebabkan
stres psikis atau emosional, yaitustres yang disebabkan karena
gangguan situasi psikologis (Hidayat, 2007).

4. Pembahasan Kasus berdasarkan Kode Etik Kebidanan


Dalam kasus ini bidan Dwi telah melanggar ketentuan dari : UU Kesehatan
No 23 tahun 1992 :
a) Pasal 15 :
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut.
2) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.
Dalam kasus tersebut yang seharusnya dilakukan oleh bidan Dwi adalah :
1) Bidan memberikan informasi tentang efek samping dari tindakan aborsi
bagi pasangan tersebut
2) Seharusnya bidan Dwi memberikan suatu alternative penyelesaian
masalah secara kekeluargaan,atau meminta pasangan tersebut untuk
mengkonsultasikannya kepada dokter ahli yang berwenang, sehingga
tidak melakukan tindakan aborsi.
3) Bidan Dwi tidak melakukan tindakan aborsi tersebut karena sudah
merupakan tindakan malpraktik civil yaitu melanggar standar profesi,
melanggar standar kompetensi dan standar kewenangan.
4) Bidan Dwi bukan merupakan tenaga ahli yang mempunyai kewenangan
untuk melakukan tindakan aborsi.
5) Tenaga medis tertentu yang memiliki keahlian dan kewenangan khusus
untuk melakukan aborsipun sebenarnya tidak dapat melakukan tindakan
aborsi tersebut karena dalam kasus diatas kehamilan Yunita tidak
terdapat indikasi kegawat daruratan medis.

Akibat perbuatannya, bidan Dwi diancam mendapatkan hukuman :

a) KUHP Pasal 299


1) Ayat 1 yaitu “ memberi harapan untuk pengguguran diancam 4 tahun
penjara atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.”
2) Ayat 3 yaitu “menggugurkan kandunga orang menjadi suatu profesi atau
pencaharian, maka dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu.”
b) KUHP pasal 349 yaitu “ seorang dokter, bidan, dan apoteker membantu
melakukan kejahatan tersebut dalam pasal 346, 347, dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal tersebut ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut haknya untuk menjalankan mata pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.”

KEPMENKES RI No 900/ MENKES/SK/VII/2002

pasal 42 (c) yaitu “ melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2) dipidana sesuai
dengan ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang
tenaga Kesehatan. ”

UU Kesehatan No 23 tahun 1992

pasal 80 yaitu “ Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis


tertentu pada ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima
ratus juta rupiah).

Anjas Erina Budhi

B.016.012.001

Anda mungkin juga menyukai