Irigasi Pasang Suru1
Irigasi Pasang Suru1
1.2. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian daerah irigasi rawa Pasang Surut
2. Mengetahui pengelolaan daerah irigas rawa Pasang Surut
II. PEMBAHASAN
1.2
0.8
water level [m+MSL]
0.6
0.4
0.2
-0.2
0 48 96 144 192 240 288 336 384 432 480 528 576
time [hrs]
Gambar 2.2. Pembagian zone pada bentang lahan rawa berdasarkan pengaruh
kekuatan pasang dan jangkauan intrusi air laut.
Pada zone II (rawa pasang surut), berdasarkan daya jangkau, kekuatan pasang,
dan hidrotopografi wilayah rawa pasang surut dapat dipilah dalam 4 (empat) tipe
luapan, yaitu tipe luapan A, B, C, dan D. Sementara pada zone III (rawa lebak)
yang bebas dari pengaruh pasang, berdasarkan ketinggian dan lama genangan
wilayah rawa lebak dapat dipilah dalam 4(empat) tipologi, yaitu lebak dangkla,
tengahan, dalam, dan sangat dalam.
Dari segi luasan, ekosistem rawa pantai sangat sempit yang umumnya
berada pada dataran pantai, rawa pasang surut paling luas umumnya berada pada
dataran delta yang berasosiasi dengan lapisan pirit dan pasir kuarsa pada lapisan
bagian bawah, sementara rawa lebak umumnya berada pada daratan pedalaman air
tawar. Luas agroekosistem rawa pantai yang < 1 juta ha, rawa pasang surut
dengan luas sekitar 10,52 juta ha, dan rawa lebak dengan luas sekitar 4,99 juta ha.
Gambut dengan ketebalan > 2 m mencapai 2,817 juta ha. Menurut Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, berdasarkan kesatuan hidrologi dan perlindungan
hutan/lahan gambut yang masuk kawasan dilindungi sekitar 7,04 juta ha,
sementara yang non-lindung mencapai sekitar 25,61 juta ha yang sebagian besar
berada di 3 (tiga) pulau besar Kalimantan (7,37 juta ha), Sumatera (8,38 juta ha)
dan Papua (9,41 juta ha) (KNLH, 2010). Dari 11 daerah konservasi atau lindung
yang ditetapkan pemerintah 5 kawasan diantaranya adalah kawasan gambut, yaitu
Berbak (Jambi), Sentanum (Kalbar), Lorenz (Papua), Rawa Biru (Papua), dan
Sebangau (Kalteng).
Berkenaan dengan tata ruang wilayah, maka ekosistem rawa dapat
dibedakan dalam 3 (tiga) atau 4 (empat) mintakat utama (macro zone), yaitu (1)
zone pengembangan atau budidaya, (2) zone adapatif atau budidaya terbatas, (3)
zone konservasi, dan atau (4) zone pesisir . Faktor-faktor penting dari ekosistem
rawa adalah iklim, bentang lahan, hidrologi, tanah dan air, dan keanekaragaman
hayatinya. Faktor-faktor ekosistem ini akan berubah dengan perubahan
lingkungan baik akibat deraan alami seperti kebakaran atau kekeringan ataupun
rekayasa manusia seperti pembukaan atau reklamasi. Dinamika perubahan yang
terjadi dapat bersifat menguntungkan atau sebaliknya merugikan baik bagi
kepentingan produksi yang dihasilkan maupun kepentingan ekologi sebagai
penyangga (buffer) lingkungan. Lahan gambut selain dapat dimanfaatkan sebagai
kawasan pertanian yang menghasilkan berbagai komoditas (tanaman, ternak,
ikan), juga menghasilkan cemaran berupa emisi gas rumah kaca, khususnya CO2,
CH4 dan N2O (Gambar 2).
Perubahan iklim dan pemanasan global yang sekarang menjadi isu penting ke
depan semakin mendapatkan perhatian serius terkait dengan pembukaan lahan
rawa dan pemanfaatannya untuk pertanian, khususnya lahan gambut. Dalam
pengelolaan lahan rawa, maka pengendalian terhadap tingkat emisi gas rumah
kaca (GRK) mutlak dilakukan. Hal ini juga mengingat komitmen pemerintah yang
mentargetkan untuk penurunan tingkat emisi GRK sebesar 26% atau 41% apabila
dapat dukungan bantuan dari Negara maju sampai tahun 2020. Ekosistem rawa,
khsusunya lahan gambut adalah tempat pemendaman (sequestering) karbon yang
telah berlangsung ribuan tahun. Laju penumpukan karbon rata-rata di lahan rawa
gambut Kalimantan sekitar 0,74 ton. ha-1tahun-1. Ekosistem rawa gambut
berperan penting dalam pengaturan sistem karbon di biosfer.
Str Lingkungan:
Proses: Geomorfologi,
Fisika, Hidrologi,
Kimia, Tanah,
Biologi Flora & Fauna
Fungsi Lingkungan:
Hidrologis
Dinamika Biiogeokimia
Lahan Ekologis
Dinamika Sifat:
Profit Keanekaragaman,
Nilai Sosial
Budaya.
Keunikan,
Ilmu pengetahuan
Jasa Lingkungan:
Mencegah banjir Hasil Produk:
Menjaga mutu air Kayu, Burung,
Keanekaragaman Hayati Ikan, Tanaman
Regulasi Iklim Emisi GRK
Gambar 2. Ekosistem lahan gambut (Malty dan Immirzy dalam Noor, 2001)
2.4. Tipologi Lahan
Berdasarkan sifat tanah dan kendalanya dalam pengembangan pertanian,
lahan rawa dibagi dalam 4 (empat) tipologi lahan, yaitu (1) lahan
potensial, (2) lahan sulfat masam, (3) lahan gambut, dan (4) lahan salin.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh marin, ketebalan
lapisan gambut, adanya potensi sulfat masam/pirit, serta intensitas dan
lama genangan, maka lahan di wilayah rawa dapat dikelompokkan dalam
beberapa tipologi lahan utama, sebagai berikut:
1. Lahan Potensial : Merupakan lahan yang lapisan atasnya 0 - 50 cm,
mempunyai kadar pirit < 2% dan kedalaman pada > 50 cm, dan belum
mengalami proses oksidasi, dengan demikian hal ini memiliki resiko atau
kendala kecil untuk pengusahaan tanaman.
2. Lahan Sulfat Masam : Merupakan lahan yang tanahnya memiliki lapisan
pirit atau sulfidik pada kedalaman < 50 cm dan semua tanah yang memiliki
horison sulfurik, walau kedalaman lapisan piritnya > 50 cm. Lahan sulfat
masam dibedakan atas
a) Lahan sulfat masam aktual menunjukkan adanya lapisan sulfurik
b) Lahan sulfat masam potensial yang tidak/belum mengalami proses
oksidasi pirit.
3. Lahan Gambut : Merupakan lahan rawa yang mempunyai lapisan gambut
dari berbagai ketebalan, yaitu mulai dari dangkal/tipis (50 - 100 cm),
sedang (100 - 200 cm), dalam/tebal (200 - 300 cm), sampai dengan sangat
dalam/tebal (> 300 cm). Lahan dengan lapisan gambut tipis < 50 cm
disebut lahan bergambut (peaty soil).
4. Lahan Salin : Merupakan lahan pasang-surut payau/salin. Bila lahan ini
mendapat intrusi atau pengaruh air laut lebih dari 4 bulan dalam setahun
dan kandungan Na dalam larutan 8-15%, lahan ini disebut lahan salin
Disebut lahan potensial karena mempunyai kendala lebih ringan
dibandingkan dengan lahan sulfat masam atau lahan gambut, antara lain
kemasaman tanah sedang (pH tanah > 4,0-4,5), lapisan pirit ada pada
kedalaman > 50 cm, kadar aluminium, dan besi rendah. Disebut lahan
sulfat masam karena mempunyai kendala lebih berat karena pirit berada
pada kedalaman antara < 50 cm, pH tanah 4,0-4,5 yang apabila teroksidasi
menurunkan pH menjadi < 3,5. Selain itu, tipologi lahan sulfat masam ini
juga mempunyai kadar aluminium dan besi yang cukup tinggi.
Berdasarkan kedalaman pirit dan tingkat intensitas oksidasi yang terjadi,
lahan sulfat masam dibagi dalam 2 (dua) tipologi yaitu (1) lahan sulfat
masam potensial dan (2) lahan sulfat masam aktual. Sedangkan disebut
lahan gambut karena adanya lapisan gambut pada lapisan atas setebal > 50
cm dengan kadar bahan organik > 20%. Berdasarkan ketebalannya, lahan
gambut dibagi dalam 4 (empat) tipologi lahan, yaitu gambut dangkal
(apabila tebal gambut > 50-100 cm), gambut sedang (tebal gambut 101-
200 cm), gambut dalam (tebal gambut 201-300 cm), dan gambut sangat
dalam (tebal gambut > 300 cm). Lahan gambut mempunyai sifat tersendiri
berbeda dengan tipologi lainnya antara lain adanya lapisan gambut dengan
kerapatan lindak (bulk density) < 0,1 g/cm3 sehingga daya dukung lahan
terhadap beban sangat rendah, Selain itu, sifat kahas lainnya yaitu kahat
(defisiency) hara mikro, terutama Cu dan Zn. Adapun disebut lahan salin
karena mempunyai kendala berupa salinitas akibat pengaruh intrusi air laut
dan umumnya tekstur pasiran karena berada pada dataran pantai (coastal
plain).
Daerah Irigasi Pasang surut sangatlah dipengaruhi oleh permukaan air laut, lahan
rawa pasang surut digolongkan sebagai daerah yang dipengaruhi oleh adanya
luapan pasang (spring tide) dan surut (neap tide) dari sungai atau laut baik
langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan pengaruh luapan pasang,
khususnya pada musim hujan, daerah rawa pasang surut dibagi dalam 4 (empat)
wilayah tipe luapan, yaitu tipe luapan A, B, C dan D. Dalam satuan kawasan rawa
pasang surut terdapat sekitar 10-20% wilayah tipe luapan A, 20-30% wilayah tipe
luapan B dan D, dan 60-70% wilayah tipe luapan C. Lahan rawa lebak adalah
rawa yang dipengaruhi oleh adanya genangan dengan waktu lamanya genangan >
3 bulan dan tinggi genangan > 50 cm. Berdasarkan lama dan tingginya genangan
daerah rawa lebak dibagi dalam 4 (empat) tipe, yaitu lebak dangkal, lebak
tengahan, lebak dalam dan lebak sangat dalam. Dalam satu daerah rawa lebak
dapat terdiri atas wilayah lebak dangkal sekitar 40-60%, lebak tengahan 30-50%,
dan lebak dalam, 10-30% dan lebak sangat dalam antara 5-10%.