Anda di halaman 1dari 7

JIMVET.

01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN NILAI HEMATOKRIT PADA


AYAM BANGKOK, AYAM KAMPUNG DAN AYAM PERANAKAN

Total of Erythrocytes, hemoglobin levels, and hematocrit value of


bangkok chicken, kampung chicken and crossbreeding chicken

Alfian , Dasrul , Azhar


1 2 3

1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3

E-mail: alfianpian02@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit darah ayam bangkok, ayam kampung, dan ayam peranakan. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional, menggunakan 18 ekor ayam jantan berumur 10-15 bulan yang terdiri dari 3 kelompok ayam,
kelompok 1 (P1) 6 ekor ayam bangkok, kelompok 2 (P2) 6 ekor ayam kampung, dan kelompok 3 (P3) 6 ekor ayam
peranakan. Sampel darah diambil melalui vena branchialis dengan menggunakan spuit steril, selanjutnya diamati
jumlah eritrosit menggunakan kamar hitung neubaur, kadar hemoglobin dihitung dengan metode Sahli dan nilai
hematoktrit diukur dengan mikro hematokrit. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis of variance
(ANOVA) dari rancangan acak lengkap pola searah dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil analisis statistik
menunjukkan rata rata (± SD) jumlah eritrosit pada kelompok P1=3,70 ±0,88 x106/mm3, P2=3,56 ±0,44 x106/mm3
dan, P3=3,94 ±0,90 x106/mm3, Kadar hemoglobin (g/dl) P1=11,85 ± 0,67 g/dl, P2=11,65 ±0,56 g/dl dan P3=12,17
±1,99 g/dl, dan Nilai hematokrit (%) pada P1=42,50 ± 5,09 %, P2=37,83 ± 4,54% dan P3=46,00 ± 4,56%. Hasil uji
analisis statistik menunjukkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tidak berbeda secara nyata (P>0,05),
sedangkan nilai hematokrit menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) diantara ketiga kelompok ayam. Kesimpulan
tidak terdapat perbedaan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin, namun nilai hematokrit menunjukkan perbedaan
antara ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan.
Kata kunci: Ayam jantan, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit.

ABSTRACT
This research aims to determine difference blood of erythrocytes amount, hemoglobin level and hematocrit
value of Bangkok chicken , kampung chicken, and crossbreeding chicken. This research was observational, using
18 male chiken age 10-15 months consisting of 3 group of chiken 1 group (P1) 6 Bangkok, group 2 (P2) 6 kampung
chiken and 3 (P3) 6 crossbreeding chiken. The blood was collected through Vena brachialis using steril spuit, next
see the eritrosit level using neubauer counting chamber, hemoglobin level was counted with sahli method, and
hematocrit value measured with micro hematocrit. Data which obtained was analysed with analysis of variance
(ANOVA) and continued with Duncan test. The results of statistic analyse show the average (±SD) of amount of
eritrosit on group P1=3,70 ±0,88 x106/mm3, P2=3,56 ±0,44 x106/mm3 and, P3=3,94 ±0,90 x106/mm3. Hemoglobin
level (g/dl) P1=11,85 ± 0,67 g/dl, P2=11,65 ±0,56 g/dl and P3=12,17 ±1,99 g/dl, Hematocrit value (%) on
P1=42,50 ± 5,09 %, P2=37,83 ± 4,54% and P3=46,00 ± 4,56%. The results of statistic analyse test show amount of
erythrocytes and hemoglobin levels not significally different (P>0,05), meanwhile hematocrit value show the real
difference (P<0,05) between the 3 types of chickens. Conclusion, there was no difference in the amount of
erythrocytes and hemoglobin levels, but the hematocrit value shows the difference between the Bangkok chicken,
kampung chicken and crossbreeding chicken.
Keywords: Rooster, erytrocyt amount, hemoglobin levels, hematocrit value

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk yang terus berjalan dan disertai dengan meningkatnya
kesadaraan masyarakat mengenai pentingnya gizi dari protein hewani, menuntut penyediaan
bahan pangan yang lebih besar. Salah satu sumber protein hewani yang sangat penting bagi
kesehatan masyarakat adalah berasal dari unggas. Ayam merupakan jenis unggas yang biasa
dipelihara dan dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia. Selain harganya relatif murah, telur
dan daging ayam merupakan sumber protein yang baik, karena mengandung asam amino
essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik (Muchtadi dan Sugiyono,
1989).

533
JIMVET. 01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

Beberapa jenis ayam yang banyak diternakkan untuk produksi daging adalah ayam
kampung, ayam bangkok dan ayam peranakan. Ayam kampung merupakan ayam asli indonesia
yang paling banyak ditemukan dan menyebar di seluruh Indonesia. Ayam ini banyak dipelihara
dan sangat disukai karena dapat dimanfaatkan sebagai ayam petelur sekaligus ayam pedaging
(Yaman, 2010). Ayam bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan
dikenal sebagai ayam petarung. Ayam bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi
karena mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan perubahan iklim, memiliki
bentuk badan yang besar, kompak dan susunan otot yang baik serta daging ayam bangkok
banyak digemari oleh masyarakat (Wibowo dan Setyo, 1996). Ayam peranakan merupakan
ayam lokal Indonesia hasil persilangan ayam bangkok dengan ayam kampung. Ayam peranakan
memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan sebagai ayam pedaging baik sebagai usaha
peternakan komersial maupun konservasi (Sarwono dan kholis, 2013).
Upaya peningkatan produktivitas ayam tidak cukup hanya dengan perbaikan pakan dan
manajemen pemeliharaan, tetapi perlu dilakukan peningkatan mutu genetiknya dengan
mempertahankan sifat-sifat khas fisiologi tubuh ayam tersebut. Salah satu parameter fisiologis
tubuh yang mencerminkan kondisi ternak unggas (ayam) adalah gambaran darah. Darah
merupakan komponen yang mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pengaturan fisiologis
tubuh dan media transport yang paling penting hampir semua fungsi tubuh. Darah juga sangat
berperan di dalam memelihara keseimbangan antar sel di dalam tubuh dan antara sel–sel tubuh
dengan lingkungan luarnya (smith dkk., 1980).
Menurut Jain (1993) pemeriksaan hematologis pada hewan berfungsi sebagai screening
test untuk menilai kesehatan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi, untuk evaluasi
status fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa. Menurut Salim (1987),
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran darah (jumlah eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit) diantaranya adalah umur, jenis kelamin, aktivitas kerja, ras,
status nutrisi, laktasi, ketinggian tempat, dan temperatur lingkungan. Meskipun penelitian
mengenai gambaran darah pada ternak unggas telah banyak dilakukan, namun perbandingan
gambaran darah pada ayam khususnya ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan
belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji
perbandingan gambaran darah khususnya tentang jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit ayam bangkok, ayam kampung, dan ayam peranakan berjenis kelamin jantan.

MATERIAL DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan Rancangan


Acak Lengkap (RAL) pola searah yang terdiri dari 3 kelompok ayam yaitu ayam bangkok (P1),
ayam kampung (P2) dan ayam peranakan (P3). Penelitian ini menggunakan 18 ekor ayam jantan
dewasa, berasal dari 3 kelompok ayam yang berbeda yaitu ayam jantan bangkok sebanyak 6
ekor, ayam kampung sebanyak 6 ekor, dan ayam peranakan sebanyak 6 ekor dengan sistem
pemeliharaan semi intensif.
Pengambilan sampel darah pada ayam masing-masing kelompok dilakukan pada vena
brachialis, darah tersebut dimasukkan ke dalam vaccum tube EDTA-K2. Sampel darah tersebut
langsung dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke Laboratorium Fisiologi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.
Data jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit yang diperoleh pada
masing-masing kelompok perlakuan dianalisis dengan menggunakan Analisis of Variance
(ANOVA) pola satu arah, apabila memperlihatkan perbedaan maka data selanjutnya diuji dengan
uji Duncan (Sudjana, 1995), dengan bantuan Sofware Statistical Product and Solutions (SPSS)
16.0 for windows.

534
JIMVET. 01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian


Ayam yang digunakan adalah ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan
berjenis kelamin jantan berumur antara 10 – 15 bulan. Rataan bobot ayam bangkok adalah 3,0 –
4,5 kg, ayam kampung adalah 1,50 – 3,0 kg, dan ayam peranakan adalah 3,0 – 4,0 kg. Selama
penelitian ayam-ayam tersebut dipelihara secara semitradisional dan dikandangkan pada kandang
terbuka dengan atap yang terbuat dari seng. Kandang terbuka merupakan kandang yang bagian
sisi-sisinya terbuka sehingga udara bebas bergerak keluar masuk kandang dan relatif sulit
dikendalikan. Kisaran suhu pemeliharaan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 1

Tabel 1. Kisaran suhu kandang pemeliharaan ayam percobaan selama penelitian


Waktu Suhu (oC)
Pagi (06.00 WIB) 24-25
Siang (12.00 WIB) 34-35
Sore (18.00 WIB) 29-30

Ayam membutuhkan suhu lingkungan 18-25 oC. Pada saat penelitian berlangsung, setiap
hari ayam berada pada suhu lingkungan yang panas (diluar suhu nyaman), sedikitnya selama 12
jam (dari jam 06.00- 18.00). Lingkungan yang panas bisa meningkatkan potensi terjadinya stres
pada ayam. Tingkah laku yang diperlihatkan ayam yang mengalami stres karena panas adalah
meningkatnya frekuensi pernafasan atau panting.
Selama penelitian ketiga jenis ayam percobaan diberi pakan dan minum dilakukan secara
ad libitum, dimana pakan dan air minum ditempatkan dalam tempat yang tersedia pada kandang.
Pakan yang diberikan merupakan campuran padi sebanyak 30 %, jagung 20 %, bungkil kedelai
20 % dan dedak kasar 30 %. Jumlah pakan diberikan sebanyak 100 gr/hari yang dibagi 2 kali
sehari (pukul 7.00 pagi dan pukul 5.00 sore).
Jumlah Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah mengandung hemoglobin yang berperan sebagai alat
transportasi oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari sel ke paru-paru.
Rata-rata jumlah eritrosit ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan berjenis kelamin
jantan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan ± SD jumlah eritrosit (106/mm3) pada ayam jantan bangkok, ayam kampung,
dan ayam peranakan.
Kelompok x̄ ± SD

P1 (ayam Bangkok) 3,56 ±0,44a

P2 (ayam Kampung) 3,70 ±0,88a

P3 (ayam peranakan) 3,94 ±0,90a


Superskrip huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05)

Hasil analisis statistik menggunakan analisis of variance (ANOVA) pola satu arah
menunjukkan rata-rata jumlah eritrosit ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan
berjenis kelamin jantan tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Hasil ini membuktikan bahwa jenis

535
JIMVET. 01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

ayam tidak berpengaruh terhadap jumlah eritrosit. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang
dilaporkan oleh Salim (1987) bahwa jumlah eritrosit ayam berbeda antar jenis ayam.
Tidak berbedanya jumlah eritrosit pada ketiga jenis ayam pada penelitian ini kemungkinan
disebabkan oleh nutrisi yang diberikan dan suhu lingkungan kandang pemeliharaan relatif sama.
Hal ini sesuai dengan hasil pernyataan Piliang dan Djojosoebagio (2006) bahwa faktor yang
dapat mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah kecukupan nutrisi. Pada penelitian ini ketiga
jenis ayam-ayam percobaan mendapatkan nutrisi yang sama yaitu padi, jagung, bungkil kedelai
dan dedak dengan takaran seimbang. Pakan tersebut banyak mengandung unsur-unsur
pendukung pembentukan sel darah merah dalam jumlah yang cukup. Nutrisi tersebut di
antaranya adalah protein, zat besi, vitamin B9 dan vitamin B12. Protein dan zat besi terlibat
dalam pembentukan hemoglobin, sedangkan vitamin B9 dan vitamin B12 berperan dalam
pematangan eritosit. Selain itu suhu lingkungan pemeliharaan sama yaitu berkisar antara 24 – 25
o
C pada pagi hari, 34 sampai 35 oC pada siang hari dan 29 – 30 oC pada sore hari. Kusnadi
(2008) menyatakan bahwa suhu lingkungan berperan penting terhadap jumlah sel darah merah
pada unggas. Temperatur tubuh yang tinggi menyebabkan proses metabolisme menjadi semakin
meningkat, dan mengakibatkan kinerja eritrosit lebih tinggi pula, sehingga sel darah merah cepat
mati (Isroli dkk., 2009).
Meskipun secara statistik jumlah eritosit berbagai jenis ayam tidak memperlihatkan
perbedaan yang nyata, namun ada suatu kecenderungan jumlah eritosit ayam peranakan adalah
3,94 ±0,90 x106/mm3 lebih tinggi dari pada jumlah eritosit ayam bangkok (3,70 ±0,88
x106/mm3) dan ayam kampung (3,56 ±0,44 x106/mm3). Hal ini kemungkinan disebabkan karena
perbedaan fisiologis tubuh masing-masing jenis ayam. Sebagaimana dilaporkan oleh Sturkie
(1976), apabila perubahan fisiologis terjadi pada tubuh hewan, maka gambaran total sel darah
merah juga ikut mengalami perubahan. Rata-rata jumlah eritrosit pada ayam bangkok, ayam
kampung serta ayam peranakan pada penelitian ini, lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran
normal ayam kampung yang dilaporkan oleh Dharmawan (2002) berkisar antara 2,3 -3,5
x106/mm3. Adanya perbedaan jumlah eritrosit ini kemungkinan disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya pakan, umur, pola pemeliharaan, temperatur lingkungan, ketinggian dan faktor
iklim lainnya.

Kadar Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen eritrosit berisi darah yang tersusun atas protein konjugasi dan
protein sederhana. Protein hemoglobin adalah globulin berupa sel, dan warna merah adalah heme
yang berupa atom besi. Rata-rata kadar hemoglobin (g/dl) darah ayam bangkok, ayam kampung
dan ayam peranakan berjenis kelamin jantan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan ± SD kadar hemoglobin (mg/dl) ayam bangkok, ayam kampung dan ayam
peranakan.
Kelompok x̄ ± SD

P1 (ayam Bangkok) 11,85 ±0,67a


P2 (ayam Kampung) 11,65 ±0,56a
P3 (ayam Peranakan) 12,17 ±1,99a
Superskrip huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05)

Hasil analisis statistik menggunakan analisis of variance (ANOVA) pola satu arah
menunjukkan rata-rata kadar hemoglobin darah ayam bangkok, ayam kampung dan ayam
peranakan tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Hasil ini membuktikan bahwa jenis ayam tidak
berpengaruh terhadap kadar hemoglobin. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan

536
JIMVET. 01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

oleh beberapa peneliti terdahulu bahwa kadar hemoglobin dipengaruhi oleh spesies dan jenis
kelamin (Frandson, 2009).
Meskipun secara statistik kadar hemoglobin darah berbagai jenis ayam tidak
memperlihatkan perbedaan yang nyata, namun ada suatu kecenderungan kadar hemoglobin darah
ayam peranakan adalah 12,17 ±1,99 g/dl lebih tinggi dari pada kadar hemoglobin ayam
bangkok (11,85 ±0,67 g/dl) dan ayam kampung (11,65 ±0,56 g/dl). Lebih tingginya kadar
hemoglobin dalam darah ayam peranakan kemungkinan disebabkan karena perbedaan jumlah
eritrosit yang dikandung. Kadar hemoglobin berkorelasi positif dengan jumlah eritrosit. Pada
hewan normal, kadar hemoglobin berhubungan dengan jumlah eritrosit dan nilai hematokrit
(Swenson, 1993).
Rata-rata kadar hemoglobin darah berbagai jenis ayam yang diperoleh dalam penelitian
ini relatif sama dengan kisaran normal darah ayam yang dilaporkan Dharmawan (2002) yaitu
kisaran 7,0-13,0 g/dl, namun lebih tinggi dari yang dilaporkan Swenson (1993) yaitu kadar
hemoglobin normal unggas berkisar antara 6,5-9 g/dl Adanya perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan fisiologis hewan (umur dan aktivitas), lingkungan (suhu dan
kelembapan), dan komposisi pakan (Swenson 1993; Wahyuni dkk., 2012 ). Selain itu juga dapat
disebabkan oleh kondisi kandang yang terbuka sepanjang hari menyebabkan ayam mendapatkan
oksigen yang cukup sehingga kadar hemoglobin meningkat. Menurut Weiss dan Wardrop (2010)
kadar hemoglobin dipengaruhi oleh kadar oksigen dan jumlah eritrosit sehingga ada
kecenderungan jika jumlah eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan rendah dan jika
oksigen dalam darah tinggi, maka tubuh terangsang meningkatkan produksi eritrosit dan
hemoglobin. Kandungan protein dalam ransum yang rendah menyebabakan penurunan kadar
hemoglobin. Selanjutnya Hall dan Guyton (2015) menyatakan protein, terutama asam amino,
glisin, dan mineral Fe merupakan komponen pembentukan hemoglobin.
Selain itu adanya perbedaan nilai hemoglobin juga disebabkan perbedaan aktivitas
sehari-hari ayam, dimana ayam bangkok dan ayam peranakan lebih aktif daripada ayam
kampung. Hal ini sesuai dengan pendapat Swenson (1993) kadar hemoglobin darah ditentukan
oleh aktivitas tubuh, makin tinggi aktivitas tubuh makin tinggi pula kadar hemoglobinnya.

Nilai Hematokrit
Nilai hematokrit atau packed cell volume adalah suatu istilah yang artinya persentase
(berdasar volume) dari darah yang terdiri dari sel darah merah. Pada hewan normal, nilai
hematokrit berhubungan dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Swenson 1993). Rata-
rata nilai hematokrit darah ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan berjenis kelamin
jantan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan ± SD nilai hematokrit (%) ayam bangkok, ayam kampung, dan ayam peranakan.
Kelompok x̄ ± SD

P1 (ayam Bangkok) 42,50 ± 5,09ab

P2 (ayam Kampung) 37,83 ± 4,54b

P3 (ayam Peranakan) 46,00 ± 4,56a


Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil analisis statistik terhadap nilai hematokrit darah ayam bangkok, ayam kampung dan
ayam peranakan berjenis kelamin jantan menggunakan analisis of variance (ANOVA) pola satu
arah menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa nilai hematokrit
darah dipengaruhi oleh jenis ayam. Selanjutnya hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai
hematokrit darah ayam peranakan (P3) lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan

537
JIMVET. 01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

ayam kampung (P2), namun tidak berbeda secara nyata (P>0,05) dibandingkan dengan ayam
bangkok (P1). Sedangkan nilai hematokrit darah ayam bangkok (P1) tidak berbeda secara nyata
(P>0,05) dibandingkan dengan ayam kampung (P2). Hasil ini menunjukan bahwa nilai
hematokrit darah ayam peranakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
hematokrit ayam kampung, namun tidak berbeda dibandingkan dengan ayam bangkok.
Lebih tingginya nilai hematokrit darah ayam peranakan dan ayam bangkok dibandingkan
dengan ayam kampung pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan jumlah
eritrosit yang dikandung masing-masing ayam. Jumlah eritrosit ayam peranakan dan ayam
bangkok pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dari ayam kampung. Nilai hematokrit berkaitan
erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Selain itu perbedaan nilai hematokrit
ini juga dapat diakibatkan oleh nutrisi, jumlah air yang diminum dan suhu lingkungan.
Sebagaimana dilaporkan oleh Strakova dkk. (2001) variasi nilai hematokrit dan eritrosit pada
darah dapat diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain strain ayam, perkandangan, pakan,
jumlah air yang diminum dan lain-lain. Peningkatan jumlah eritrosit disebabkan oleh aktivitas
metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga diperlukan sel darah dalam jumlah yang lebih
banyak untuk mentransportasikan O2 yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Jumlah sel
darah yang meningkat akan meningkatkan nilai hematokrit. Nilai hematokrit secara umum juga
menjadi indikator penentuan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen (O2) yang biasa
dikenal dengan istilah Oxygen Carrying Capacity. Nilai hematokrit dalam tubuh ternak dapat
mengalami penurunan dan peningkatan yang disebabkan oleh kondisi tubuh ayam itu sendiri
atau yang biasa disebut homeostatis (Davey dkk., 2000).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan
jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin, namun nilai hematokrit berbeda diantara ayam bangkok,
ayam kampung dan ayam peranakan. Nilai hematokrit ayam peranakan lebih tinggi daripada
ayam bangkok dan ayam kampung.

DAFTAR PUSTAKA

Davey, C., A. Lill, and J. Baldwin. 2000. Variation during breeding in parameters that influence
blood oxygen carrying capacity in shearwaters. Aust. J. Zool. 48:347-356.
Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner (Hematologi Klinik). Cetakan III.
Pelawa Sari, Denpasar.
Frandson, R.D., W.L. Wike, and A.D. Fails. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animals, 7th
Ed. Wiley-Blackwell, Iowa States USA.
Hall, J.E. dan A.C. Guyton. 2015. Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
Isroli., S. Susanti, W. Widiastuti, T. Yudiarti, dan Sugiharto. 2009. Observasi beberapa variable
hematologis ayam kedu pada pemeliharaan intensif. Seminar Nasional Kebangkitan
Peternakan 2009. Fakultas dipenogoro, Semarang.
Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea and Febriger, Philadelphia.
Muchtadi, D dan Sugiono T.R. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi, Vol. 2. Institut Pertanian Bogor
Press, Bogor.
Salim, B. 1987. Fisiologi Hewan Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Sarwono, B dan S. Kholis, 2013. Ayam Elba, Kampung Petelur Super. Penebar Swadaya Grup.

538
JIMVET. 01(3): 533-539 (2017) ISSN : 2540-9492

Sudjana. 1995. Metode Statistik. Tarsito, Bandung.


Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology Third Edition. Springer Verlag. New York.
Strakova, E., V. Vecerek, P. Suchy, and P. Kresala. 2001. Red and white blood-
cell analysis in hens during the laying period. Czech J. Anim. Sci., 46,
388–392.
Smith, H.A., T.C. Jones, and R.H.V. Pathology. 1966. Lysosome function in the regulation of
the secretory process in cells of the anterior pituitary gland. J. Cell Biol, 31, 319-347.
Swenson, M.J. 1993. Physiological Properties and Celluler and Chemical Constituent of Blood
in Dukes Physiology of Domestic Animals, 11th Ed. Comstock Publishing Associates a
Division of Cornell University Press Ithaca and London, New York.
Wahyuni, N.Y., N. Mayasari, dan Abun. 2012. Pengaruh penggunaan ekstrak kulit jengkol
(Pithecellobium jiringa) dalam ransum terhadap nilai hematologi ayam broiler. Student
E-J. 1(1):1-5.
Weiss, D.J and K.J. Wadrop. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed. Blackwell
Publishing Ltd, Oxford.
Wibowo dan Setyo. 1996. Beternak Ayam Buras. Gramedia, Jakarta.
Yaman, M.A. 2010. Ayam Pedaging Unggul, 6 Minggu Panen, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

539

Anda mungkin juga menyukai