Anda di halaman 1dari 11

A.

Kasus (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan (PK)
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan) (Townsend, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Sari, 2015).
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan
adalah:
1) Teori biologis
a) Neurologic faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif. Lobus frontalis memegang
peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang berarti dan
pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat
interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Mukhripah, 2012).
b) Genetic faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif). Dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif
yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki
oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
c) Cycardian rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada
jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih
mudah bersikap agresif.
d) Faktor biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya
epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila
ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen
dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma
Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori psikogis
a) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang rendah. Perilaku
agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan.
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan
perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan
individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan pada boneka dengan
reward positif ( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain
diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium
boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah).
Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya
c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap
individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain. Stresor
tersebut dapat merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun
internal dari individu.
Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan
kehilangan dan kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan
kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti
serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang
terlalu ribut, atau putusnya hubungan sosial/kerja/sekolah.
3. Manifestasi klinis
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kkekerasan menurut Mukhripah (2012):
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir
Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya gejala sebaga berikut
menurut Sari (2015):
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa
tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung
dengan hasil observasi.
a. Data Subjektif:
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/ melukai
b. Data Objektif:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain
4. Rentang respon
Adaptif Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif amuk/PK


Keterangan :
a. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi: Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.
c. Pasif: Individu tidak dapat mengungkapkan peasaannya.
d. Agresif: Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan: Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
control.
5. Akibat
Menurut Townsend (2009)perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan
yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat
mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan
perilaku:
a. Data Subyektif
1) Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
2) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
b. Data Obyektif
1) Wajah tegang merah
2) Mondar mandir
3) Mata melotot, rahang mengatup
4) Tangan mengepal
5) Keluar banyak keringat
6) Mata merah
7) Tatapan mata tajam
8) Muka merah
6. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain menurut Mukhripah (2012):
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk
suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek
lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan
misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu
,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan diantaranya menurut Eko (2014):
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer
bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi.
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga
agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan
sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengtasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan
primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga
derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatik
Terapi somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif
dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi
adalah perilaku pasien.
C. Pohon Masalah
Efek Risiko mencederai orang lain/lingkungan

Core Problem Perilaku kekerasan

Etiologi Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Masalah keperawata
a. Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
D. Rencana tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan, dilakukan
terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas
dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu
sebelum menemui pasien. Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi
masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui
pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih satu cara untuk mengatasi masalah yang
dialami pasien.
Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih
perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat. Setelah perawat selesai
melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih
keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh
perawat.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan,
minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga mampu
mengatasi resiko perilaku kekerasan.
a. Tindakan keperawatan untukpasien risiko perilaku kekerasan
Tujuan agar pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menjelaskan penyebab marah
3) Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
4) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
5) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
6) Melatih kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
7) Memakan obat secara teratur
8) Melatih bicara yang baik saat marah
9) Melatih kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah
Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Perkenalkan diri: nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan
nama dan nama panggilan pasien yang disukai
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
f) Tunjukkan sikap empati
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu.
3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
b) Patuh minum obat
c) Sosial/verbal: bicara yang baik: meminta, menolak dan mengungkapkan
perasaan
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

Anda mungkin juga menyukai