Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LATAR BELAKANG

Ginjal merupakan organ yang penting dalam mengatur cairan tubuh,

keseimbangan elektrolit, pembuangan sisa metabolit, dan merupakan jalur eksresi

obat dari dalam tubuh menuju ke luar tubuh. Farmakokinetika obat sangat

dipengaruhi oleh ginjal, sehingga apabila terdapat kerusakan atau degradasi pada

ginjal profil farmakokinetika obat dapat berubah. Penyebab umum suatu ginjal

mengalami kerusakan meliputi gagal ginjal, keracunan obat dan akibat adanya

cedera (Shargel, et al., 2012).

Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya uremia, gangguan

filtrasi pada glomerulus sehingga dapat menyebabkan akumulasi yang berlebih dari

cairan dan produk nitrogen darah dalam tubuh. Uremia secara umum dapat

menyebabkan penurunan eksresi obat lewat ginjal sehingga mengakibatkan waktu

paruh eliminasi obat menjadi lebih panjang. Selain mengubah eliminasi ginjal

secara langsung, uremia dapat mempengaruhi penurunan fungsi ginjal

menyebabkan gangguan dalam kesetimbangan elektrolit dan cairan. Sehingga pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan pertimbangan penyesuaian

dosis obat (Shargel, et al., 2012).

Penyesuaian dosis obat pada pasien dengan gangguan ginjal dilakukan

berdasarkan kreatinin atau laju filtrasi glomerular, penyesuaian dosis dapat


dilakukan dengan cara penurunan dosis, memperpanjang interval obat atau dapat

dengan keduanya (Shargel, et al., 2012).

Antimikrobakterial golongan aminoglikosida salah satunya yaitu

gentamisin. Turunan aminoglikosida yang diisolasi dari Micromonospora purpurea.

bersifat bakterisida, dan efektif terhadap gram positif dan gram negatif (Katzung

Basic and Clinical Pharmacology 11th edition p.952). Pada pasien dengan

gangguan ginjal kronis yang sedang diberikan terapi dengan menggunakan

antimikrobial perlu dilakukan penyesuaian dosis, hal ini disebabkan karena agent

antimikrobial dieliminasi melalui ginjal.

Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna, sehingga harus

diberikan secara parenteral untuk infeksi sistemik. Ekskresi utama melalui ginjal

dan terjadi akumulasi pada gangguan fungsi ginjal. Efek samping utama yaitu

ototoksik dan nefrotoksisitas yang biasa terjadi pada lansia atau pasien dengan

gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan gangguan ginjal memerlukan pengukuran

kadar aminoglikosida yang lebih awal dan lebih sering (BPOM, 2015).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Gangguan Ginjal

Penurunan fungsi ginjal dapat mengubah farmakokinetika dan

farmakodinamika suatu obat. Gangguan ginjal dapat mengubah distribusi obat

sebagai akibat dari perubahan dalam keseimbangan cairan, ikatan obat protein, atau

faktor lain yang dapat menyebabkan perubahan dalam volume distribusi (Shargel

5th ed, 2012), sehingga pasien uremia mempunyai pertimbangan pendosisan khusus.

Nilai GFR dapat membantu dalam menentukan dosis yang tepat dari obat

yang mengalami eliminasi di ginjal. Nilai GFR pada individu dengan fungsi ginjal

normal berkisar dari sekitar 90 sampai 120 mL/menit. Karena GFR sulit untuk

diukur secara langsung, maka dapat dilakukan pengukuran langsung klirens

kreatinin. Pengukuran langsung klirens kreatinin (Creatinine Clearence; CrCl)

membutuhkan pengumpulan urin dengan interval waktu yang panjang (biasanya 24

jam) dengan pengukuran volume urin, kreatinin urin konsentrasi, dan kreatinin

serum konsentrasi (Dipiro et al 2008).

Tabel 2.1 klasifikasi gangguan ginjal berdasarkan klirens kreatinin (Shargel

5th ed, 2012)

Kelompok Deskripsi Klirens Kreatinin


(ml/menit)
1 Fungsi Ginjal Normal 80 mL/menit

2 Gangguan Ginjal Ringan 50 – 80 mL/menit


3 Gangguan Ginjal Sedang 30 – 50 mL/menit

4 Gangguan Ginjal Berat < 30 mL/menit

Gangguan Ginjal Terminal


5 Memerlukan dialysis
a
(GGT )

2.2 Tinjauan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria dan

wanita dengan berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis dan episode. ISK

sering menyebabkan morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas.

Walaupun saluran kemih normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri, bakteri yang

umumnya naik dari rektum dapat menyebabkan terjadinya ISK. Ketika virulensi

meningkat atau pertahanan inang menurun, adanya inokulasi bakteri dan kolonisasi,

maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi (Ikatan Ahli Urologi Indonesia,

2015).

Mikroorganisme bisa mencapai saluran kemih dengan penyebaran secara

hematogen atau limfatik, tetapi terdapat banyak bukti klinis dan eksperimental yang

menunjukkan bahwa naiknya mikroorganisme dari uretra adalah jalur yang paling

umum mengarah pada ISK, khususnya organisme yang berasal dari enterik (misal

: E. coli dan Enterobacteriaceae lain). Hal ini memberikan sebuah penjelasan logis

terhadap frekuensi ISK yang lebih besar terhadap wanita daripada pria, dan

peingkatan resiko infeksi setelah karakterisasi atau instrumentasi kandung kemih

(Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015).


Konsep virulensi atau patogenitas bakteri dalam saluran kemih diduga

bahwa tidak semua spesies bakteri bersama-sama mampu dalam menginduksi

infeksi. Semakin baik mekanisme pertahanan alami tubuh, semakin kecil virulensi

dari strain bakteri maupun untuk menginduksi bakteri (Ikatan Ahli Urologi

Indonesia, 2015).

2.3 Furosemide

Furosemide merupakan obat golongan diuretic loop yang dapat mencegah

tubuh untuk menyerap lebih banyak garam dan membantunya untuk dikeluarkan

melalui urin. Furosemide dapat digunakan untuk mengatasi edema pada individu

dengan gagal jantung, hati, atau masalah ginjal. Furosemide dapat digunakan

melalui rute intravena atau melalui rute oral. Apabila menggunakan rute intravena,

mula kerjanya akan berlangsung setelah 5 menit sedangkan apabila penggunaan

secara oral biasanya akan mulai memberikan efek terapetik setelah 1 jam kemudian

(Saad A.,2018).

Furosemide juga memiliki beberapa efek samping, terutama pada pasien

gangguan ginjal kronis dan hipertensi.Untuk meningkatkan keefektifan dari

furosemide, maka faktor-faktor farmakokinetik dan farmakodinamiknya serta efek

sampingnya harus diketahui. Apabila pada dosis tertentu, furosemide memberikan

efek samping, maka dosisnya harus diturunkan, namun apabila dalam

penggunaannya tidak timbul efek samping dari furosemide, maka dapat dilakukan

penyesuaian dosis agar efek samping furosemide tidak timbul pada pasien dengan

gangguan ginjal kronis (Saad A.,2018).


FARMAKOKINETIK

Protein binding : 91-99 %

Volume distribusi : 0,07-0,2 L/kg

Half-life – normal/ ESRF : 0,5-2/9,7 jam

Terekskresi dalam bentuk tak berubah di urin 80-90%

(Renal Drug Handbook, 2009)

2.4 Gentamisin

Gentamisin merupakan prototip golongan aminoglikosida (Katzung dkk,

2009). Gentamisin memiliki waktu paruh 2-3 jam dan kemungkinan akan

memanjang pada neonates dan pasien dengan kerusakan ginjal. Gentamisin juga

hampir tidak terdeteksi pada hasil metabolisme yang diekskresikan melalui urin.

Gentamisin dan aminoglikosida lainnya muncul akumulasi pada jaringan,

khususnya pada ginjal. Gentamisin memiliki berat molekul sekitar 500 dan Vd yang

relative rendah (rata-rata 0,32 L / kg), dan sekitar 10% terikat pada protein,

(Sweetman, 2009). Efek samping dari gentamisin >10% terhadap ginjal dapat

menimbulkan nefrotoksisitas dan penurunan klirens kreatinin. Berikut dosis

gentamisin pada ginjal normal maupun pada gagal ginjal :

A. Dosis pada Ginjal Normal

a) Satu kali sehari : 5-7 mg/kg, dosis dapat disesuaikan sesuai dengan

tingkat keparahan

b) Endocarditis : 1 mg/kg setiap 8 jam

c) Intrathecal : 1-5 mg sehari


B. Dosis pada Gagal Ginjal

GFR (mL/min)

a. 30-70 : 3-5 mg/kg sekali sehari dan dimonitor level GFR

b. 10-30 : 2-3 mg/kg sekali sehari dan dimonitor level GFR

c. 5-10 : 2 mg/kg setiap 48-72 jam mengikuti level GFRnya. (Renal

Drug Handbook 3ed)

CrCl (mL/min)

a. Clcr 60 mL/minute: diberikan setiap 8 jam

b. Clcr 40-60 mL/minute: diberikan setiap 12 jam

c. Clcr 20-40 mL/minute: diberikan setiap 24 jam

d. Clcr<20 mL/minute: Loading dose, kemudian monitoring kadar

e. Hemodialysis: Dialyzable; penghilangan oleh hemodialysis: 30%

aminoglikosida hilang terjadi selama 4 jam HD; dosis diberikan setelah

dialisis dan monitoring kadarnya.(DIH, 22nd)

C. Dosis pada Pasien dengan Renal Replacement Therapy

a. CAPD : Dialisa. Clearance CAPD sekitar 3 mL/min.

Dosisnya sama dengan GFR 5-10 mL/min.

Monitor level GFRnya.

b. HD : Dialisa. Dosis sama dengan GFR 5-10 mL/min.

berikan setelah proses dialisa. Alternatif penyesuaian 1-1,7 mg/kg IV

pada akhir setiap dialisis (jika dosis sebelumnya kadar plasmanya

memenuhi rentang yang diinginkan, biasanya ≤1 mg/L) (Renal


Pharmacotherapy Dosage Adjustment of Medications Eliminated by the

Kidneys, 2013)

c. HDF/High Flux : Dialisa. Dosis sama dengan GFR 5-10 mL/min.

berikan setelah proses dialisa

d. CAV/VVHD : Dialisa. Dosisnya sama dengan GFR 30-70 mL/min

tergantung pada tingkat keparahan infeksi, dan

diukur level GFRnya

D. Cara Pemberian

Sediaan rekonstitusi

a) Rute Pemberian : IV, IM, IP, Intrathecal

b) Laju Pemberian

• IV Bolus : kurang dari 3 menit

• Infus : 20-30 menit

• Infus sekali sehari : lebih dari 30 – 60 menit

c) Kompatibel dengan larutan

Dapat ditambahkan dengan NaCl 0,9%, Glukosa 5%, dan Glukosa-

NaCl

2.5 Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang berkontribusi besar terhadap

pengaturan tekanan onkotik kapiler sehingga digunakan sebagai terapi akibat

terjadinya gangguan keseimbangan tekanan onkotik dan rangkaian

penyakit/kelainan yang ditimbulkan (RSU Dr Soetomo, 2003).

Infus albumin tersedia dalam bentuk dan kekuatan dosis:


• 50mg/mL (5%)

• 250mg/mL (25%)

Aturan dosis inisial 25 g (5% atau 25%) infus intravena, diulangi 15-30

menit jika tidak memadai. Tidak melebihi 250 g / dua hari. Pilihan 5% vs 25%

tergantung pada apakah pasien membutuhkan terutama volume (5%) atau terutama

tekanan onkotik (25%)

Larutan 25%

• Nefrosis akut • Dialisis ginjal

• Kerusakan liver akut • Syok hypovolemic

• Sindrom distres pernapasan • Penyakit hemolitik pada bayi

akut baru lahir

• Luka bakar • Pembedahan/transpantasi hati

• Hipoproteinemia

Larutan 5%

• Syok hipovolemic • Cardiopulmonary bypass

• Luka bakar • Penyakit hati akut

• Hipoproteinemia

Efek yang tidak diinginkan, Frekuensi Tidak ditentukan

• Anafilaksis • Takikardia

• Presipitasi CHF, Edema • Bronkospasme

• Hipertensi / hipotensi • Edema paru

• Hypervolemia • Retensi garam dan air


• Menggigil Demam • Pruritus

• Sakit kepala • Ruam

• Mual / muntah • Urtikari

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap produk albumin yang tersedia secara komersial;

diduga hipersensitivitas terhadap perflutren, darah, produk darah atau albumin

Anemia berat, gagal jantung

Solusi 25% dalam prematur (risiko IVH)

Perhatian

Reaksi cardiopulmonary serius, termasuk kematian; selalu memiliki

peralatan resusitasi dan personil terlatih yang tersedia. Insufisiensi ginjal kronis,

anemia kronis, cadangan jantung rendah, albumin plasma normal. Tidak efektif

pada nefrosis kronis atau hipoproteinemia karena sirosis kronis, malabsorpsi,

enteropatik, insufisiensi pankreas, atau kekurangan gizi. JANGAN gunakan air

steril sebagai pengencer. Hindari penggunaan konsentrasi 25% pada bayi prematur

karena risiko tinggi perdarahan intraventrikular. Gunakan hati-hati pada pasien

dengan pembatasan natrium. Semua formulasi komersial mengandung 130-160

mEq / L natrium. Pantau pasien untuk tanda-tanda hipervolemia, seperti, edema

paru.

Farmakologi

Mekanisme aksi: Penggantian protein plasma; meningkatkan tekanan onkotik

intravaskular, memobilisasi cairan dari interstitial ke ruang intravaskuler.


Distribusi

Kompartemen plasma: 30-40%

Kompartemen ekstravaskuler: 67%

Setengah hidup, distribusi: 16 jam; berbanding terbalik dengan konsentrasi albumin

plasma

Metabolisme

Minim di hati; situs utama tidak diketahui

Eliminasi

Eliminasi paruh waktu: 15-20 hari

Ekskresi: Mukosa usus, bukan melalui ginjal

Penyimpanan

Simpan di <30 ° C (86 ° F); jangan membeku

Jangan digunakan jika solusi keruh atau mengandung deposit; gunakan dalam 4 jam

botol yang terbuka; buang sisa yang tidak terpakai.


BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 ILUSTRASI KASUS

Data pasien :

Nama : Tn. Gagah

Usia : 47 tahun

Jenis kelamin : Pria

Berat Badan : 73 kg

Tinggi Badan : 161 cm

Clkr pasien : 10 mL/menit

Pasien masuk RS dengan keluhan mual, muntah dari pemeriksaan dokter terdapat

tanda edema pada wajah, ekremitas, dan paru. Antibiotik gentamisin diberikan pada

pasien untuk infeksi saluran kemih (ISK) yang diderita pasien. Pasien harus

melakukan hemodialisis. Dengan informasi :

Q (aliran darah masuk ke mesin) :300 mL/menit

Ca (kadar gentamisin dalam plasma yang masuk mesin) :15 mg/L

Cv (kadar gentamisin dalam plasma saat keluar mesin) :5 mg/L

pasien memiliki Vd = 0,25kgL/kg BB, kadar albumin darah pasien 2,7 mg/dL.

Dokter memberikan infus albumin. Setelah albumin dalam darah mencapai

3,3mg/dL, dokter memberikan furosemide 2 ampul untuk mengatasi edema.


INFORMATION

Therapeutic level of Gentamicin:

Peak (urinary tract infection) = 4-6 mcg/mL (Drug Information Handbook 26th

ed, p.1073, 2017)

Perhitungan VD (Volume Distribusi)

Vd = 0,25 L Kg/ BB

= 0,25 L Kg x 73 Kg

= 18,25 L

3.2 DATA FARMAKOKINETIK

• Perhitungan ketetapan laju eliminasi (K)

❖ Perhitungan tetapan laju eliminasi (k)

K renal normal → Gentamisin termasuk dalam kelompok k pada

tabel nomogram.

Kn (ginjal normal) = 0,30 /jam (Shargel, p.691). Klirens renal normal diambil dari

tabel tetapan laju eliminasi dari berbagai obat dengan metode nomogram

(Shargel, p.691).
𝐾𝑢
(%) (untuk Clt = 10 mg/L) = 15% = 0,15
𝐾𝑛

Ku = 0,15 x Kn

= 0,15 x 0,3

= 0,045/jam
❖ Dosis Obat Untuk Uremia

DN = 5 – 7 mg/Kg BB /hari (Renal Drug Handbook 3rd ed, p. 345)

𝑘𝑢 7𝑚𝑔
𝐷𝑢 = 𝑥 𝐷𝑁 = 0,15 𝑥 5 − 𝐵𝐵
𝑘𝑛 𝑘𝑔

= 0,75 - 1,05 mg / Kg BB

Jumlah obat yang diberikan Du x BB

D0 = 0,75 - 1,05 mg / Kg BB x 73 Kg

= 54,75 mg – 76,65 mg → 55 mg – 77 mg/hari

• Menghitung Interval Pemberian

Diketahui: MEC gentamisin pada pasien ISK : 4-6 mikrogram/mL Cp max yang

digunakan = 5 μg/mL, karena gentamisin memiliki PAE (Post Antibiotic Effect),

sehingga pada pemberian 6 μg/mL dapat menyebabkan toksik (Gallangher dan

MacDougall, 2014 ).

Cp max yang digunakan = 5 μg/mL

𝑐𝑝 𝑚𝑎𝑥 1
= −𝑘𝜏
𝑐𝑝 𝑚𝑖𝑛 𝑒

5 1
= −0.045𝜏
4 𝑒

τ = 4,9587 jam → (pemilihan τ = 6 atu τ = 8 jam)

Pengecekkan

1. τ pada 6 jam

𝐶𝑝 𝑚𝑎𝑥 1
= −𝑘𝜏
𝐶𝑝 𝑚𝑖𝑛 𝑒

𝐶𝑝 𝑚𝑎𝑥 1
= −0,045.6
4 𝑒
Cp max = 5,2399 mg/L (masuk MEC)

2. τ pada 8 jam

𝐶𝑝 𝑚𝑎𝑥 1
= −𝑘𝜏
𝐶𝑝 𝑚𝑖𝑛 𝑒

𝐶𝑝 𝑚𝑎𝑥 1
= −0,045.8
4 𝑒

Cp max = Cp max = 5,7333 mg/L (masuk MEC) → yang dipilih 8 jam

Alasan : Interval pemberian 8 jam, maka dosis yang diberikan dalam 1 hari adalah

3 kali, sedangkan pada inteval pemberian 6 jam, dosis yang diberikan dalam 1 hari

adalah 4 kali. Sehingga dengan mempertimbangkan kondisi pasien, maka dipilih

interval pemberian tiap 8 jam.

𝐹. 𝐷0 1
𝐶𝑝 max = ( )
𝑉𝑑 1 − 𝑒 −𝑘𝜏

1 x Do 1
5,7333 mg/L = ( )
18,25 L 1 − e−0,045.8

Do = 31,6329 mg (dosis gentamisin)

Dalam pemberian gentamisin perlu dilakukan pengkonversian ke gentamisin sulfat

hal tersebut dikarenakan di pasaran gentamisin dalam bentuk gentamisin sulfat.

Konversi gentamisin ke gentamisin sulfat:

𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛
𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛

643,6207
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 𝑥 31,6329 mg
547,6207

Dosis gentamisin sulfat = 37,1783 mg


Produk di pasaran :

Mengandung bahan aktif gentamisin sulfat 80 mg/2 mL (Salticin). Dosis yang

diperlukan adalah 37,1783 mg gentamisin sulfat, sehingga sediaan yang diambil

sebanyak = 37,1783 mg/ 80 mg x 2 mL = 0,74 mL ~ 0,7 mL (dengan menggunakan

spuit 1 mL).

Pengecekan ulang jika digunakan 0,7 ml maka :

kandungan gentamisin sulfat = 0,7 ml/2ml x 80 mg = 28 mg (gentamisin sulfat

28 mg gentamisin sulfat setara dengan 28,4083 mg gentamisin.

Maka Cp maks, Cp min, Cp av yang didapatkan adalah :

𝐹.𝐷0 1
𝐶𝑝 max = (1−𝑒 −𝑘𝜏 )
𝑉𝑑

1x 28,4083 mg 1
= ( −0,045.8
)
18,25 L 1−e

= 5,1488 mg/L ( masuk rentang MEC)

Cp min = Cp maks x e−kτ

= 5,1488 mg/L x e−0,045 x 8 jam

= 3,5922 mg/L (tidak masuk MEC)


𝐹 𝑥 𝐷𝑜
Cp av = 𝑉𝑑𝑥 𝐾𝑥 𝜏

1 𝑥 28,4083 𝑚𝑔
= 18,25 𝐿 𝑥 0,045 𝑥 8 𝑗𝑎𝑚

= 4,3239 mg/L (masuk MEC)


Kesimpulan: Meskipun Cp min tidak memenuhi theraupetic level, tetapi

Cp max dan Cp av memenuhi theraupetic level, sehingga pada terapi sebelum

dialisis untuk maintenence dose diberikan Gentamisin Sulfat 28 mg dalam 0,7

ml tiap 8 jam dan diencerkan dengan infus NS 0,9% atau D5W (Pedoman

Pemberian Obat Injeksi, 2018).

Perhitungan dosis gentamisin saat hemodialisis :

❖ Klirens pasien saat dialisis

Clkr pasien = 10 ml/menit

Q (aliran darah ke mesin) = 300 ml/menit (18 L/jam)

Ca (kadar gentamisin yang masuk ke mesin) = 15 mg/L

Cv (kadar gentamisin yang keluar dari mesin) = 5 mg/L

𝑄 (𝐶𝐴 −𝐶𝑣)
Klirens dialisis = 𝐶𝐴

300 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡(15−5)
= 15

= 200 ml/menit

Clcr (Cl sebelum dialisis) = 10 mL/menit (0,6 L/jam)

Cl pasien saat dialisis = 200 mL/menit + 10 mL/menit

= 210 mL/menit = 12,6 L/jam

𝑪𝒂𝒗 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒅𝒊𝒂𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝑪𝒂𝒗 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒅𝒊𝒂𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔

𝐶𝑙𝐷
𝐷𝑜 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 = × 𝐷𝑜
𝐶𝑙𝑐𝑟

12,6
= × 28,4083 𝑚𝑔
0,6

= 596,574 𝑚𝑔
K pasien saat dialisis = Cl / Vd

= 12,6 L/jam / 18,25 L/jam

= 0,69 L/jam

Dosis saat dialisis

Gentamisin sulfat dapat dikeluarkan dari tubuh pasien saat hemodialysis

berlangsung, sehingga kadar gentamisin dalam tubuh akan turun. Oleh karena

itu, gentamisin sulfat diberikan setelah pasien menjalani proses hemodialysis

(Sweetman, 2009). Hemodialisis yang direncanakan akan berlangsung selama 4

jam (dari t = 5 sampai t = 8), pada saat tersebut k pasien akan berubah menjadi

k pasien saat dialisis yaitu k = 0,869/jam.Pada saat dialisis, dosis gentamisin

tidak dihitung.

Dosis sesudah dialisis

Cp obat dalam plasma pada awal hemodialysis setelah 4 jam pemberian


gentamisin

Cp obat dalam plasma pada akhir hemodialisis 4 jam

Cp = 6,0851 x e-0,69 x 4 = 0,3834 mg/L

Jumlah obat yang hilang setelah dialisis

= Cp sebelum dialisis – Cp setelah dialisis x Vd


= (6,0851 – 0,3834) x 18,25 = 103,5632 mg (gentamisin)

𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛
𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛

643,6207
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 𝑥 103,5632 mg
547,6207
Dosis gentamisin sulfat = 121,7182 mg
Kebutuhan dosis penggantian gentamisin sulfat yang diberikan:

80 mg = 2 mL

100,4941 mg = ? mL

121,7182 mg
Do gentamisin sulfat = x 2 mL = 3,04 mL
80 mg

Langkah-langkah untuk membuat prediksi dosis dan interval pemberiannya

Perhitungan Dosis Gentamisin Infus Intravena Intermitten

𝑅
R𝐮𝐦𝐮𝐬 𝐈𝐧𝐟𝐮𝐬 𝐊𝐞− = Cp (1 − 𝑒 −𝑘𝜏 )
𝑉𝑑 𝑥 𝐾

𝐷𝑜/𝑡
= Cp (1 − 𝑒 −𝑘𝜏 )
𝑉𝑑 𝑥 𝐾

Rumus pada ssat dihentikan = Cp = Co x e-k . t

Infus intravena intermitten selama 60 menit

𝐷𝑜/𝑡
𝐈𝐧𝐟𝐮𝐬 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥 = Cp = (1 − 𝑒 −𝑘𝜏 )
𝑉𝑑 𝑥 𝐾

Cp setelah penghentian infus = Cp = Co x e-k . t

Loading dose

Gentamisin dapat direkonstitusi dengan NS (Pedoman Pemberian

Obat Injeksi, 2018)

t1/2 = 0,693/k

= 0,693/0,045 = 15,4 jam

*t90%= 3,32 x t1/2 = 3,32 x 15,4 jam = 51,128 jam


→ dibutuhkan loading dose karena untuk mencapai waktu onset of action

dibutuhkan waktu sangat lama.

Perhitungan loading dose

DL = C av x Vd

DL = 4,3239 mg/ L x 18,25 L

DL = 78,9117 mg (gentamisin)

𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛
𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛

643,6207
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 𝑥 78,9117 mg
547,6207

Dosis gentamisin sulfat = 92,7446 mg

Produk yang tersedia di pasaran:

mengandung bahan aktif gentamisin sulfat 80 mg/ 2 ml, kebutuhan DL nya

adalah 92,7446 mg gentamisin sulfat,

92,7446 mg
Sediaan yang diambil sebanyak = 𝑥 2 mL
80 𝑚𝑔

= 2.3186mL ~ 2 ml ( 1 ampul )

Pengencekan ulang: kandungan gentamisin sulfat = 80 mg setara dengan

Gentamisin sebanyak ∶ Do gentamisin =

𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛
𝑀𝑟 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛

643,6207
Dosis gentamisin sulfat = 𝑥 80 mg
547,6207
= 68,0675 mg

Maka, Cp yang didapatkan adalah :

DL
Cp = (1 − 𝑒−𝑘𝜏 )
Vd

68,0675 mg
Cp = (1 − 𝑒−0,045.0 ) = 0
18,25 L

Jadi diberikan Gentamisin Sulfat mg sebanyak 2 ml sebagai loading

dose dan diberikan dengan injeksi IV bolus. Berdasarkan perhitungan di atas

jadi jumlah ampul yang diberikan adalah 1 ampul (@2ml) yaitu: Untuk

pemberian sebelum hemodialisis dan maintenance (pre dialisis) digunakan 0,7

ml Gentamisin Sulfat (diambil dari 1 ampul → sisa 1,3 ml) Untuk pemberian

loading dose digunakan (1,3 ml dari sisa ampul diatas + 0,7 ml dari 1 ampul

baru 2ml, sisa 1,3 ml).

Penyesuaian dosis gentamisin

Q (aliran darah ke mesin) = 300 ml/menit (18 L/jam)

CA (kadar gentamisin yang masuk ke mesin) = 15 mg/L

CV (kadar gentamisin yang keluar dari mesin) = 5 mg/L

Q(ca − cv)
𝐶𝑙𝑑𝑖𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 =
ca

300(15 − 5)
=
15

= 200mL

( − )
Clcr (Cl sebelum dialisis) = 10 mL/menit (0,6 L/jam) Cl pasien saat dialisis

= 200 mL/menit + 10 mL/menit

= 210 mL/menit = 12,6 L/jam

Cl dialisis
dosis saat dialisis = 𝑥 𝐷𝑜
Clcr

12,6
= 𝑥 28,4083mg = 596,5743mg
0,6

K pasien saat dialisis = Cl / Vd

= 12,6 L/jam / 18,25 L

= 0,69041jam

Dosis sesudah dialisis


Cp obat dalam plasma pada akhir hemodialysis 4 jam

Cp = 6,0851 x e-0,896 x 4 = 219,1690 mg/L

Jumlah obat yang hilang setelah dialisis = Cp sebelum dialysis – Cp setelah

dialysis x Vd = (6,0851 – 0,896) x 18,25 = 94,7010 mg (gentamisin)

643,6207
Do gentamisin = 𝑥 94,7010 = 111,3024 𝑚𝑔 (𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛)
547,6207

Kebutuhan dosis penggantian gentamisin sulfat yang diberikan:

80 mg = 2 mL

111,3024mg = ? mL

Do gentamisin sulfat = (111,3024mg / 80 mg) x 2 mL = 2,7825 mL


Monitoring

Meskipun penyesuaian dosis dan toksisitas obat adalah masalah umum

pada pasien dengan penyakit gagal ginjal, hal tersebut harus dimonitoring untuk

mencegah efek toksik yang dihasilkan oleh obat yang diberikan (Olyaei &

Bennett, 2009).

Gentamisin merupakan obat golongan aminoglikosida yang dapat

terakumulasi dalam jaringan seperti telinga bagian dalam dan tubulus ginjal.

Toksisitas aminoglikosida dapat terjadi setelah dosis tunggal, selain itu

aminoglikosida memiliki indeks terapi sempit, optimasi terapi untuk

menminimalkan resiko toksik terhadap ginjal residual sangat penting untuk

pasien dengan gagal ginjal (Rao-Nayak,2010) karena itu, gentamisin sulfat

diberikan setelah pasien menjalani proses hemodialysis (Sweetman, 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Ashley, C., Currie, A., 2009. The Renal Drug Handbook 3rd ed., Radcliff Publishing:
Oxford, New York. p. 338

Dipiro, J.T., et.Al. (2008), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh


Edition. Mc-Graw Hill.268.

Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih
dan Genitalia Pria. Jakarta

Katzung, G. Bertram., Masters, Susan., Trevor, Anthony. 2012. Basic And Clinical
Pharmacology 12 ed. Mc Graw Hill Professional.

Saad, Ali. 2018. Journal of Formulation Science and Bioavailability: Pharmacological


Parameters Study on Loop Diuretic Drug-Furosemide. Mansourah University. Egypt. p.1

Shargel L, Wu-pong S, Yu ABC, 2012, Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan, Pusat


Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga, Surabaya, 677, 681.

Sweetman S. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th Edition. London: The
Pharmaceutical Press.

RSU Dr Soetomo, 2003, Pedoman Penggunaan Infus Albumin, 2 nd ed, RSU Dr.
Soetomo, Surabaya.

https://reference.medscape.com/drug/formulary/albuminar-alba-albumin-iv-
342425#0

Anda mungkin juga menyukai