Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

TINEA KORPORIS

Oleh:

Fadrian Herjunio 1110313056


Vidya Hamzah 1110313019
Wiwi Hermi Putri 1110312010

Preseptor:
dr.Fiona Putria

ROTASI II
PUSKESMAS LUBUK BEGALUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang

1
disebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit).Tinea
korporis merupakan infeksi jamur dermatofit didaerah inguinal, bokong, perut
bagian bawah, perineum dan perianal. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.1,3

1.2 Epidemiologi
Tinea lebih sering dijumpai pada daerah beriklim tropis/subtropis, dimana
Indonesia merupakan Negara tropis yang beriklim panas dengan kelembapan yang
tinggi yang mempermudah timbulnya infeksi tinea korporis sehingga infeksi
jamur ini banyak ditemukan.6,7
Tinea lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Biasanya
mengenai penderita usia 18-60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia
antara 18-25 tahun serta antara 40-50 tahun. Tinea mempunyai angka
kekambuhan yang cukup tinggi yaitu 20-25%.8

1.3 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan lokasi :
1. Tinea kapitis
Merupakan dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe
Merupakan dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea korporis
Merupakan dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum
Merupakan dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium
Merupakan dermatofitosis pada kuku jari kaki dan tangan.
6. Tinea korporis
Merupakan dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk
bentuk 6 tinea diatas.

1.4 Patofisiologi
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau

tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.4,9 Transmisi

dermatofit kemanusia dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi

secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit.2,10,11

2
Tipe dermatofita berdasarkan transmisi
Kategori Transmisi Tampilan klinis
Antropofilik Manusia ke manusia Ringan, tanpa inflamasi, kronik
Zoofilik Hewan ke manusia Inflamasi hebat (mungkin
pustula dan vesikel), akut.
Geofilik Tanah ke manusia atau hewan Inflamasi sedang

Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam


perkembangan klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi
langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan
umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan
kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi
juga berpengaruh.5-7
Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan
keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat
ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi,
benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan
terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam
jaringan epidermis dan merusak keratinosit.5-7
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon
jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm,
yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian
aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan
skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan
bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan
tubuh (imunitas) seluler.Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum
korneum, kadang-kadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier,
dermatofit pada kulit yang normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau
kultur.8

1.5 Gejala
Pruritus merupakan gejala yang umum, bisa terdapat nyeri jika daerah
yang terinfeksi terkena maserasi atau terjadi infeksi skunder. Lesi berbatas tegas,

3
tepi meninggi yang dapat berupa papulovesikel eritematosa, atau kadang terlihat
pustule. Bagian tengah menyembuh berupa daerah coklat kehitaman berskuama.
Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.10

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada
kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis.
Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat.1-4
Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan
merupakan pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk
mendiagnosis infeksi jamur.Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal
yang paling penting untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung
dibawah mikroskop dimana terlihat hifa diantara material keratin.11-12
Pada tinea korporis, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil
dengan mengerok tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang
berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk bahan
pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik (dengan menggunakan mikroskop) secara
langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksi
dermatofita.13

1.7 Diagnosis
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk
melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi
spesies jamur penyebab yang lebih akurat.3,6,8
Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui
infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini
diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur.10

1.8 Diagnosis Banding

4
1.9 Penatalaksanaan
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan
daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.11-12
a. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup
pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia
dalam berbagai formulasi dan semuanya memberikan keberhasilan terapi
(70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu
tergantung agen yang digunakan.Topikal azol dan allilamin menunjukkan
angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan :
1) Topical azol terdiri atas :
a) Econazol 1 %
b) Ketoconazol 2 %
c) Clotrinazol 1%
d) Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-
dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
a. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur.(10) yaitu aftifine 1 %, butenafin 1%
Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan
hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
b. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal
dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
c. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada
regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya
diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.
b. Terapi sistemik

5
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada
kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas,
infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun
intoleran terhadap OAJ topikal.

1) Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap
baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton,
Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat
mitosis pada stadium metafase.
2) Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol.Absorbsi optimum bila suasana asam.
3) Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
4) Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik
maupun jamur dematiacea.Absorbsi maksimum dicapai bila obat
diminum bersama dengan makanan.
5) Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh
Streptomyces nodosus.Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan
menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai
obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa
dan tidak sembuh dengan preparat azol.

6
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis Penyakit (Disease)

1. Keluhan Utama : Bercak merah pada pada kedua ketiak yang terasa gatal
sejak dua hari yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Bercak merah pada pada kedua ketiak yang terasa gatal sejak dua
hari sebelum berobat ke puskesmas
 Bercak awalnya tidak disadari. Dan disadari setelah bercak besar
dan semakin gatal.
 Bercak dirasakan bertambah gatal jika pasien berkeringat.
 Riwayat menggunakan pakaian berlapis-lapis ada
 Pasien mandi 2 kali sehari.
 Riwayat menggunakan handuk bersama tidak ada.
 Tidak memiliki riwayat kontak dengan binatang peliharaan seperti
anjing dan kucing.
 Riwayat berkebun atau kontak dengan tanah tidak ada.
 Keluhan kuku dan rambut tidak ada
 Pasien belum memakai obat apa-apa.
3. Riwayat penyakit dahulu
 Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
 Pasien memiliki riwayat alergi ikan asin.

7
 Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi dan diabetes
mellitus.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan gatal seperti pasien.
 Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit jantung, hipertensi
dan diabetes mellitus
5. Riwayat Personal Sosial
 Pendidikan terakhir SD dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga.
 Suami pasien menderita diabetes melitus, penyakit jantung, asma
dan pembesaran prostat.

2.2 Anamnesis Pengalaman Sakit (Illness)

Pengalaman Sakit Pasien

1. Pikiran : bercak merah yang terasa sangat gatal pada ketiak.


2. Perasaan : tidak ada
3. Efek pada fungsi :
4. Harapan : keluhan gatal hilang.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 87x/ menit
Nafas : 18x/menit
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 37,2 0C
BB : 72 Kg
TB : 156 cm
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik

Thorax

Paru :

Inspeksi : simetris kiri =kanan

Palpasi : fremitus kiri =kanan

Perkusi : sonor

8
Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan: LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Ekstremitas : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, edem tungkai -/-
Status Dermatologikus :
Lokasi : Pada axilla dextra et sinistra
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Lentikuler sampai plakat

Efloresensi :Plak eritem, papul eritem, skuama, pinggir aktif dengan


central healing

2.4 Pemeriksaan Anjuran

1. Pemeriksaan KOH 10%


2.5 Diagnosis Klinis

a. Differential Diagnosis:

b. Diagnosis Kerja: Tinea Korporis

9
2.6 Data Anggota Keluarga Inti (Keluarga Asal)

No. Nama Jenis Tanggal Pekerjaan No. HP Status


Kelamin Lahir/Umur Kesehatan

1. Suami Laki-Laki 75 tahun Supir DM,


Jantung,
Hipertensi,
Asma,
Prostat

2. Istri Perempuan 64 Tahun IRT Tinea,


Alergi ikan
asin

3. Anak I Perempuan DM

4. Anak II Laki-Laki Asma

5. Anak III Laki-Laki Sehat

6. Anak IV Perempuan Sehat

2.7 Data Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah

No. Nama Jenis Tanggal Pekerjaan No. HP Status


Kelamin Lahir/

10
Umur Kesehatan

1. Suami Laki-Laki 75 tahun Supir DM,


Jantung,
Hipertensi,
Asma,
Prostat

2. Istri Perempuan 64 Tahun IRT Tinea,


Alergi ikan
asin

3. Orang tua Perempuan Sehat


dari istri

4. Kakak Perempuan Sehat


dari istri

2.8 Instrumen Penelaian Keluarga (Family Assesment Tools)

1. Genogram Keluarga (Family Genogram)

Keterangan:

X : DM

: Asma

X : DM, Asma, Jantung, Prostat

2. Peta Keluarga (Family Map)

Anak
Relig I
i
11
Anak II

Menantu

Anak III

Saudar
a
Tetangga Anak
IV

3. APGAR Keluarga (Family APGAR)

No. APGAR Keluarga Hampir Kadang- Hampir


selalu (2) kadang (1) tidak pernah
(0)

1. Saya merasa puas karena saya dapat


meminta pertolongan kepada keluarga
saya ketika saya menghadapi
permasalahan.

2. Saya merasa puas dengan cara keluarga


saya membahas berbagai hal dengan
saya dan berbagi masalah dengan saya.

3. Saya merasa puas karena keluarga saya


menerima dan mendukung keinginan-
keinginan saya untuk memulai kegiatan
atau tujuan baru dalam hidup saya.

4. Saya merasa puas dengan cara keluarga


saya mengungkapkan kasih sayang dan
menanggapi perasaan-perasaan saya,
seperti kemarahan, kesedihan, dan
cinta.

5. Saya merasa puas dengan cara keluarga


saya dan saya berbagi waktu bersama.

12
4. SCREEM Keluarga (family SCREEM)
( Social-Cultural-Religious-Educational-economic-Medical)

Aspek SCREEM

Social Cukup dekat dengan tetangga, hubungan dengan


keluarga baik, hubungan pasien dengan anak dan
suami baik, sering ikut senam di sekitar rumah

Cultural Pasien bersuku bangsa minangkabau

Religious Pasien beragama Islam , masih sholat dan mengaji

Educational Pendidikan tamatan SD/ sederajat

Economic Suami pengusaha angkot

Pasien memiliki kartu KIS untuk berobat

Medical Pasien memilikibperilaku kesehatan yang kurang


baik, hanya mandi 1x sehari.

5. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line )

Usia
Tahun (tah Life events / Crisis Severity of Illness
un)

13
J. RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR

1. Kondisi Rumah : rumah milik pribadi, lokasi di parak laweh, dinding


beton, lantak keramik, atap seng, kebersihan cukup baik, pencahayaan
bagus, ventilasi baik, sumber air bersih PDAM.

2. Lingkungan Sekitar Rumah: sampah dibakar, saluran pembuangan air ke


selokan, halaman cukup luas, jarak antar satu rumah dengan rumah lain,
sekitar 3 meter

K. I NDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)


No Indikator PHBS Jawaban

Ya Tidak

1 Persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan ˅

2 Pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 0-6 bulan ˅

3 Menimbang berat badan balita setiap bulan ˅

Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat ˅


4
kebersihan

5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun ˅

6 Menggunakan jamban sehat ˅

Melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah ˅


7
dan lingkungan nya sekali seminggu

8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari ˅

9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga ˅

10 Tidak merokok di dalam rumah ˅

14
Kesimpulan : kurang nya perilaku hidup bersih dan sehat

L CATATAN TAMBAHAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH


No
Tanggal Catatan Kesimpulan dan rencana tindak lanjut
kunjungan

1 25-2- Kesimpulan: Lingkungan rumah dan kelayakan tempat


2017 tinggal cukup baik akan tetapi higiene dari pasien dan
keluarga yang kurang baik.

Rencana: pemberian penyuluhan dan pengetahuan


kepada pasien dan keluarga mengenai penting nya
menjaga higiene dari pasien dan keluarga.

BAB 3
DISKUSI

A. Menetapkan masalah kesehatan dalam keluarga


- Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit tinea
korporis (penularan, pengobatan dan penceegahan).
- Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai pola hidup bersih
dan sehat dalam rumah tangga.

15
- Kurangnya kesadaran pasien dan anggota keluarga untuk berobat ke pusat
pelayanan kesehatan jika sakit.
- Lingkungan rumah pasien kurang tertata rapi.

B. Rekomendasi solusi sesuai dengan masalah kesehatan keluarga melalui


pendekatan komprehensif dan holistik
a. Preventif :
- Menjaga kebersihan badan dengan mandi minimal 2x sehari,
menggunakan sabun dan air bersih.
- Tidak memakai pakaian terutama pakaian dalam yang belum dicuci
berulang-ulang.
- Mengganti pakaian setiap kali mandi dengan pakaian yang bersih.
- Memakain handuk, alat mandi, dan pakaian tidak bergantian dengan
anggota keluarga lain.
- Sering mengganti pakaian jika lembab dan berkeringat.
- Memakai pakaian terutama pakaian dalam yang menyerap keringat
- Hindari pemakaian pakaian yang berlapis-lapis.
- Hindari pemakain pakaian yang ketat.
- Jika berkeringat banyak, segera mandi dan mengganti pakaian.
- Menggunakan pakaian yang dicuci bersih, dijemur dibawah sinar
matahari sampai kering dan disetrika.
- Mengganti sprei secara teratur minimal 1 kali per minggu.
- Selalu memakai alas kaki tiap keluar rumah.
- Memotong kuku dan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci
tangan pakai sabun dengan air mengalir setelah BAK dan BAB,
sebelum makan.
- Menyimpan alat mandi ditempat yang bersih.
- Tetap membuka jendela sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan
yang masuk cukup.
- Mengurangi kontak dengan anggota keluarga yang sehat selama masih
ada keluhan gatal-gatal dan bercak merah.
- Olahraga teratur seperti jogging 2-3 kali/minggu masing-masing
selama 30 menit.
- Istirahat yang cukup 6-8 jam sehari
- Tidak merokok dan minum minuman beralkohol

a. Promotif :
- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa penyakit
gatal-gatal dan bercak merah diselangkangan kanan dan kiri serta
kedua bokong yang dideritanya disebabkan oleh infeksi jamur yang

16
menyerang kulit yaitu tinea korporis. Penyakit ini terutama
menyerang daerah-daerah yang lembab dan banyak berkeringat
oleh karena itu disarankan untuk mengganti pakaian ketika
berkeringat banyak, tidak menggunakan pakaian berlapis-lapis,
tidak menggunakan pakaian ketat, membuka jendela sehingga
sirkulasi udara dan pencahayaan yang masuk cukup dan
lingkungan tidak menjadi lembab.
- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa gatal-
gatal dan bercak merah yang dideritanya mudah menular melalui
kontak langsung atau pun tidak langsung misalnya melalui benda-
benda yang terkontaminasi jamur seperti pakaian, handuk, alat
mandi atau sprei.
- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa tinea ini
dapat ditularkan melalui manusia, binatang, maupun tanah yang
mengandung elemen jamur, oleh sebab itu pasien dilarang untuk
menggaruk kulitnya karena elemen jamur tersebut bias menempel
di kulit sehingga dapat menularkan ke bagian tubuh yang lain.
Selain itu beritahukan kepada pasien bahwa penggunaan pakaian
dan handuk bersamaan dengan pasien tinea dapat menularkan
tinea. Untuk binatang, diterangkan bahwa penularannya pada
binatang peliharaan seperti anjing, kucing yang mempunyai
kelainan kulit dengan gambaran bulu-bulu rontok dan ada bintik-
bintik pada kulit atau kurap. Untuk tanah, diterangkan untuk
menggunakan sandal atau alas kaki jika berjalan ditanah atau jika
mempunyai hobi berkebun, anjurkan untuk menggunakan sarung
tangan dan setelah berkebun cuci tangan dengan sabun.
- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa gatal-
gatal dan bercak merah yang dideritanya sangat berhubungan
dengan faktor kebersihan diri maupun lingkungan, sehingga
diperlukan untuk menjaga kebersihan diri dengan cara mandi
minimal 2 kali sehari, tidak menggunkan pakaian kotor berulang-
ulang, mencuci pakaian yang digunakan secara bersih dan dijemur
dibawah sinar matahari hingga kering serta disetrika, memakai alas

17
kaki tiap keluar rumah. Menjaga kebersihan lingkungan dengan
membuang sampah ditempat pembuangan sampah, tidak
menggantung banyak pakaian di dinding rumah.
- Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk-garuk bagian
yang gatal, diusahakan hanya ditepuk-tepuk atau ditekan-tekan
bagian yang gatal, karena dengan menggaruk bisa menyebabkan
timbul luka yang baru dan menjadi tempat masuk kuman sehingga
pengobatan bisa lebih lama.
- Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa untuk pengobatan
penyakit kulit yang dideritanya memerlukan waktu yang lama 2
sampai 4 minggu dan kontrol teratur.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi berhubungan dengan
keturunan, sehingga selain ibu pasien, pasien juga perlu untuk
mulai mengatur pola hidup dengan menjaga agar berat badan
normal, peningkatan konsumsi sayur dan buah-buahan,
mengurangi konsumsi garam dan olahraga teratur.

b. Kuratif :
- Griseofulvin tablet diminum 1 kali sehari sebanyak 4 tablet sekali
minum, diminum menggunakan air susu setelah makan malam.
- CTM diminum 3 kali sehari sebanyak 1 tablet tiap kali minum.
- Salep AAV DOEN dioleskan 2 kali sehari pagi dan sore, setelah
mandi, 3 cm diluar batas lesi.
- Vitamin B Complex diminum 3 kali sehari sebanyak 1 tablet tiap
kali minum.
c. Rehabilitatif :
- Kontrol ke puskesmas 5 hari lagi untuk melihat perkembangan
penyakit setelah minum obat.
- Kontrol ke puskesmas apabila keluhan menetap atau bertambah.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah B, Tinea Korporis dalam: Dermatologi Pengetahuan Dasar dan


Kasus di Rumah Sakit. Hal 74 – 76
2. Budimulja U, Kuswadji, Basuki S, dkk. Tinea Korporis dan Korporis
dalam: Diagnosis dan penatalaksanaan Dermatomikosis. FKUI. Jakarta. Hal
47-52.
3. Mansjoer, A.dkk. Tinea Korporis dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid
2. Jakarta: Medis Aesculapius. 2005. Hal 99-100.
4. Harahap, M. 2008. Tinea Korporis dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates. Hal 78.
5. Siregar, R.S. Tinea korporis dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit
edisi 2 Jakarta: EGC: 2004. Hal 29-30.
6. Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, dkk. Obat Anti Jamur dalam:
Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta. Hal: 108-116.
7. Wolff, K. dkk. Tinea Cruris: Fitzpatricks’s DERMATOLOGI IN
GENERAL MEDICINE. Seventh edition. United state of America: 2008. Page
1845-1857.
8. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin
Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
9. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrison’s

19
principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p.
1463-80.
10. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.
11. Bickley LS. Bate’s Guide to physical examination and history taking. 8 th
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
12. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor.
Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2004.p.160-83.
13. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of
Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004

20

Anda mungkin juga menyukai