Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

No. ID dan Nama Peserta : dr. Ainun Rachmi AR


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Lanto Dg Pasewang Kab. Jeneponto
Topik : Hifema OD Grade IV ec. Trauma Tumpul

Tanggal kasus : 25 November 2017

Presenter : dr. Ainun Rachmi AR Pendamping :


Tanggal Presentasi : 11 Januari 2018
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD Lanto Dg. Pasewang Jeneponto
Obyek Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak  Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
Terima pasien masuk dengan keluhan nyeri pada mata kanan dialami sejak 30 menit sebelum masuk
Rumah Sakit. Penglihatan kabur (+), silau (+), mata merah (+), air mata berlebihan (-), kotoran mata
berlebihan (-), rasa berpasir (-). Riwayat memakai kacamata (-). Riwayat trauma pada mata (+)
terkena gagang sendok sampah. BAK biasa, BAB biasa. Riwayat HT (-). DM (-).
□ Tujuan:
Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien, menentukan prognosis
pasien, pencegahan komplikasi, edukasi pasien dan keluarganya.
Bahan bahasan: □ Tinjauan Pustaka □ Riset  Kasus □ Audit
Cara □ Diskusi  Presentasi dan diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas:
Data pasien: Nama: An. S No. registrasi: 17107782
Nama Klinik: UGD RSUD Lanto Telp: - Terdaftar Sejak: 25/11/2017
Dg. Pasewang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Seorang anak masuk RS dibawa oleh ibunya dengan keluhan bengkak seluruh tubuh yang dialami
sejak 4 minggu yang lalu. Awalnya bengkak berawal dari daerah wajah terkhusus kelopak mata,
kemudian bengkak menjalar ke daerah perut, ekstreitas bawah dan kantong buah zakar sejak 2
minggu terakhir. Demam (-) riwayat demam (-) batuk (-), sesak (-), mual (-) muntah (-), bak
warna kuning keruh, darah (-), BAB dalam batas normal.
2. Riwayat Pengobatan:Tidak pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Anak tidak pernah masuk rumah sakit sebeumnya
4. Riwayat keluarga:Tidak ada riwayat penyakit yang serupa dalam keluarga
5. Riwayat imunisasi : Imunisasi lengkap
6. Lainnya : -
Daftar Pustaka:
1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com
2. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI: Jakarta.
2005
4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at URL:
www.uod.ac
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th ed.USA:McGraw-Hill
6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma
principles and practice. New York:Thieme.2002.
7. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.
8. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal og
Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
9. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
10. Sumarsono, Contusio Oculi. Available at:
http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio


1. Subjektif:
Seorang anak masuk RS dibawa oleh ibunya dengan keluhan bengkak seluruh tubuh yang dialami
sejak 4 minggu yang lalu. Awalnya bengkak berawal dari daerah wajah terkhusus kelopak mata,
kemudian bengkak menjalar ke daerah perut, ekstreitas bawah dan kantong buah zakar sejak 2
minggu terakhir. Demam (-) riwayat demam (-) batuk (-), sesak (-), mual (-) muntah (-), bak warna
kuning keruh, darah (-), BAB dalam batas normal.
2. Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Vitalis
Sakit sedang/gizi baik/compos mentis
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36,8 oC
BB : 25 Kg
BB koreksi : 25 – (30%x25) = 17,5 Kg
B. Status Generalis
Kepala
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterus (-/-)
Bibir : tidak ada sianosis, kering (-)
Gusi : perdarahan (-)
Muka : Sembab Edema (+) minimal
Mata
Pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+, Palpebra edema (+/+)
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
Deviasi trakea : tidak ada

Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi intercostal (+), supraclavicular (+)
Palpasi : nyeri tekan sulit dinilai, massa tumor (-), fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor kanan sama dengan kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 reguler,murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi :Perut membesar (+), ascites (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesannormal, metallic sound (-)
Palpasi :Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : Edema pretibial (+/+)
Palpasi : Akral hangat
C. Laboratorium

Hematologi Rutin 3/07/2017 Nilai Rujukan


WBC 6,1 x 103/mm3 4.0-10.0
RBC 4.85 x 106/mm3 3.5-5.0
Hb 11,7 g/dl 11.0-15.0
HCT 38,1 % 37.0-47.0
PLT 259 x 103/mm3 100-300
Kimia Darah
Ureum 42 15-43
Creatinin 0,54 0.60-1.10
Albumin 2,1 3,5 – 5,0
D. Kontrol Urin rutin :

Urin rutin 3/07/2017 7/07/2017 10/07/2017 Nilai Rujukan


Warna Kuning Kuning Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih Jernih Jernih
pH 6,0 6,2 7,0 6,0 – 7,5
Berat Jenis 1.030 1.008 1,010 1,003 – 1,030
Kimia Urin
Glukosa Negatif Negatif Negatif Negatif
Protein +3 +2 Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal Normal Normal
Blood +1 Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif
leukosit Negatif Negatif Negatif Negatif

E. Foto Klinis
(Tanggal 3 Juli 2017)
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa
segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi
benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.Meskipun demikian, mata dan struktur di
sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan
atau mata harus diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan
menilai fungsi penglihatan.1
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan
penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan
hilangnya penglihatan unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang
sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera,
kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di
dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang
serius dan harus segera ditangani.2
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema,
80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah 17-
20/100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun dan
pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang dilakukan
di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus
hifema. Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma benda
tumpul.3
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut
dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi
karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari
badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4
Pada gejala klinik pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Pengelihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat penumpukan
darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan. 4,5
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas dua yaitu hifema primer: terjadi
langsung setelah trauma, dapat sedikit dapat pula banyak. Hifema sekunder: biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat dari pada yang primer.
Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan sekunder yang
lebih hebat dari pada perdarahan primer. Perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20% kasus
dalam 2-3 hari.6
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa
dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak, dan iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung
pada tingginya hifema.7,8
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema
yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma
tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai
1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah buruk kerena dapat menyebabkan
kebutaan.7,8

II. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang.
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien akan
sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.2,3

III. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema
IV. Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan
flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari
conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai
gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.5,6,7,8
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang
bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.5,6,7,8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan
tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi
akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera
anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan
kornea.5,6,7,8

V. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih
banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 5,6:
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Perawatan Konservatif
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas
bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45 o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya.
Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan
pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.5,6

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para
ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit. 5,6

3. Pemakaian obat-obatan
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema yang baru dan terisi darah
segar diberi obat anti fibrinolitik sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan
pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan
demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri.
Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan
komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian
midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.5,6
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6

Peserta, Pendamping,

dr. Andi M. Irsyad Sulkifli MB.dr. Hj. Subaedah, Sp.A

Anda mungkin juga menyukai