Anda di halaman 1dari 13

TUGAS SEJARAH WAJIB

MAKALAH
PEMBERONTAKAN G30S PKI

Disusun Oleh Kelompok 2:


1. Roberto C. Nega (Ketua)
2. Ratih Samay (Sekretaris)
3. Safia La Dolo (Anggota)
4. Rifki Rifandi (Anggota)
5. Roni Naguasai (Anggota)

KELAS: XII – SOSIAL 2

SMA NEGERI 1 KAIMANA


TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya telah menyelesaikan tugas ini dengan lancar dan sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh bapak Drs.Aswin selaku guru Sejarah.

Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas di bidang mata pelajaran Sejarah
kami yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang “G30S/PKI”. Makalah ini
berisikan tentang informasi Pemberontakan G 30S/PKI yang terjadi pada masa PKI
merajalela di Indonesia dan usaha penumpasannya. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pemberontakan PKI ini.

Dengan terselesaikannya tugas makalah saya ini, maka saya berharap telah
memenuhi tugas Sejarah dan mendapatkan nilai yang baik. Serta bermanfaat bagi
teman-teman sekalian. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh darisempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.

Kaimana, Agustus 2018


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……................................................................................
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………
A. Latar belakang……………………………………………………………
B. Rumusan masalah……………………………………………….............
C. Tujuan penulisan…………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………......
A. Peristiwa G30S/PKI………………………………………………….......
B. Pelaksanaan G30S/PKI………………………………………………......
C. Penumpasan G30S/PKI…………………………………………………..
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………………….....
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI
AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI
AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI.

B. Rumusan masalah
1. Apa sebab terjadinya G30S/PKI?
2. Bagaimana proses terjadinya peristiwa G30S/PKI?
3. Bagaimana proses Penumpasan G 30S/PKI?
4. Bagaimana Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui sebab terjadinya G30S/PKI.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan G30S/PKI dan proses penumpasan
G30S/PKI.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang G30S/PKI.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peristiwa G30S/PKI
PERISTIWA G30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa
pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di
Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal
dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan
Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan
kepada pancasila dan UUD 1945.
Sebab-sebab G30S/PKI
a. PKI merupakan partai terbesar di Indonesia
Dengan melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik
anggota cukup besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah mencapai 3,5 juta.
Hal ini membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI melakukan beberapa cara untuk mengembangkan diri, antara lain :
- Melakukan gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapaganda-prapaganda
menyesatkan.
- Melakukan gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
- Membentukan pekerja intensif dikalangan ABRI.
- Menyusup ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan organisasi PKI.
- Mendekati Presiden Soekarno.
b. Politik luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur
Pada masa demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO, sehingga PKI
dapat memperoleh dukungan dari Cina dan Unisoviet.
c. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama, Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di Indonesia, sehingga PKI
memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.

Sejarah singkat pemberontakan PKI


PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau
situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa
ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal
18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia
dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun
Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun,
baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat
dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa
PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru
(dan sebagian pelaku Orde Lama).

Tawaran bantuan dari Belanda


Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan
bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh
pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan,
Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total
terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk
Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi
Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul
berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan
golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai
Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain
Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk,
Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil
seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan
militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono,
Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan
Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi
Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung
Samsuri.
Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso,
kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan
segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak
politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir
Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak
menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi,
pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan
dibunuh.
Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM
Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang
tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi
dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak
lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi
yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun
Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk
Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika
Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry
S. Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman
menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka
negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya
dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi
komunis di seluruh dunia.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan
melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-
Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada
waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru
terutama di buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan
PKI Madiun.

B. Pelaksanaan G30S/PKI
PELAKSANAAN G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam
jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang
disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada
PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi
Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan
terhadap gerakan tersebut.Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan
bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di
masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok
Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya
merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia
Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai
ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun
undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga
menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang
takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan
backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain
peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai
‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk
membersihkannya. Keributan antara PKI dan islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan
Persis dan Muhammadiya) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di
Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal
demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka
akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa
seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).

Isu Dewan Jenderal


Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan
Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan Darat tidak puas
terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno
memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk
diadili. Namun secara tak terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal
tersebut terbunuh.

Isu Dokumen Gilchrist


Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew
Gilchrist. Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen
ini oleh beberapa pihak dianggap pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant
dari KGB Rusia, dokumen ini menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang
mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat.
Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada
tentara untuk "ditindaklanjuti".

Isu Keterlibatan Soeharto


Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima
Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.

Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
- Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf
Komando Operasi Tertinggi)
- Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang
Administrasi)
- Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD
bidang Perencanaan dan Pembinaan)
- Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang
Intelijen)
- Brigjen TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang
Logistik)
- Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari
upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan
ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
- Bripka Karel Satsuin Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri
II dr.J.Leimena)
- Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
- Letkol Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang
dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai dua
sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor
Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan
pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi
anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.
Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung
Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel
Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala
Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.
Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan
Revolusi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit
menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan
berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan
nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya untuk
penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan
semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi
Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata.

C. Penumpasan G30S/PKI
PENUMPASAN G30S/PKI 1965 Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua
anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan
simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan
petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk
disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan
Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah
orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif
menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga
orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana
enam bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-
kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor
NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal,
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas
di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai
itu "terbendung mayat". Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota
dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu
lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan
pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji.

Peringatan
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian
tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada
tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara
bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur
bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi
bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang
dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan
untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di
berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka
memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia,
acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi,
Murad Aidit, Haryo Sasongko, Sasuke, dan Putmainah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang
dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para
Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan
Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan
kepada pancasila dan UUD 1945. Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia
telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat
Indonesia yaitu Dampak politik dan Dampak Ekonomi. Setelah supersemar
diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi. Kepemimpinan
Soekarno kehilangan supermasinya. MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno
untuk mempertanggung jawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan
G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan
pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang
menyangkut peristiwa G30S/PKI.
DAFTAR PUSTAKA

· Drs. C.T.R.Kansil,SH. 1992. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta


:Erlangga
· http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
· http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-baru/
· http://soeharto.co/mengungkap-fakta-g-30-spki
· http://www.kumpulansejarah.com/2012/11/sejarah-peristiwa-g30s-pki.html
· http://integralkuadrat.blogspot.com/2011/04/sejarah-dan-kronologis-peristiwa-g-
30.html

Anda mungkin juga menyukai