Anda di halaman 1dari 19

KASUS MEDIK

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Ainun Rachmi AR


No. ID dan Nama Wahana :. /
RSUD Lanto Dg Pasewang Kab. Jeneponto
Topik : Hifema OD Grade IV ec. Trauma Tumpul
Tanggal kasus : 25 November 2017
Presenter : dr. Ainun Rachmi AR
Tanggal Presentasi : 17 Januari 2018 Pendamping : dr. Hj. Sri Mulya
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD Lanto Dg. Pasewang Jeneponto
Obyek Presentasi : Anggota Komite Medik, Petugas Kesehatan & Dokter
Internsip RSUD Lanto Dg. Pasewang Jeneponto
◊ Keilmuan ◊ Keterampilan ◊ Penyegaran ◊ Tinjauan Pustaka
◊ Diagnostik ◊ Manajemen ◊ Masalah ◊ Istimewa

◊ Neonatus ◊ Bayi ◊ Anak ◊ Dewasa ◊ Lansia ◊ Bumil
Remaja

◊ Deskripsi :
Terima pasien masuk dengan keluhan nyeri pada mata kanan dialami sejak 30
menit sebelum masuk Rumah Sakit secara tiba-tiba. Penglihatan kabur (+),
silau (+), mata merah (+), air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebihan (-),
rasa berpasir (-). Riwayat memakai kacamata (-). Riwayat trauma pada mata
(+) terkena gagang sendok sampah. BAK biasa, BAB biasa.

◊ Tujuan :
Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien,
menentukan prognosis pasien, pencegahan komplikasi, edukasi pasien dan
keluarganya.

Bahan Bahasan ◊ Tinjauan Pustaka ◊ Riset ◊ Kasus ◊ Audit


◊ Presentasi &
Cara Membahas ◊ Diskusi ◊ E-mail ◊ Pos
Diskusi
Data Pasien ◊ Nama : An. S ◊ No. RM : 155102
Nama Klinik :
UGD RSUD Lanto
Terdaftar sejak : 25/11/2017
Dg. Pasewang Telp. : -
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Pasien datang dalam keadaan sadar dengan
keadaan umum sakit sedang. Tekanan Darah : 120/70 mmHg, Nadi : 82
kali per menit, kuat angkat, Pernapasan: 20 kali per menit, Suhu:
36.3°C
2. Riwayat pengobatan : tidak ada
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
 riwayat keluhan yang sama (-)
 riwayat DM (-)
 riwayat menderita HT(-)
4. riwayat kebiasaan
Merokok (-)
Konsumsi alkohol (-)

5. Riwayat keluarga : -
6. Riwayat pekerjaan : -
7. Lain-lain: -
Daftar Pustaka :
1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www.
Medicinesia.com
2. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta,
2005
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi
3. FKUI: Jakarta. 2005
4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal
2008. Available at URL: www.uod.ac
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th
ed.USA:McGraw-Hill
6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber.
Dalam: Ocular trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.
7. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular
TraumatologyUSA:Springer.2008.
8. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam
Studi Journal og Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
9. Vaughn, Daniel G, MD. Hifema dalam: Oftalmologi Umum, edisi 14,
Widya Medika, Jakarta, 2000, hal. 384-385
10. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
11. Sumarsono, Contusio Oculi. Available at:
http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.
12. Wijana,N; Hifema. Dalam ; Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-5.Jakarta,
1989.
13. dr. Admadi Soeroso, Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat
Rudapaksa (Traumatic Hyphaema) Bagian llmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSU Mangkubumen Surakarta.

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Hifema Oculi Dextra Grade IV ec. Trauma Tumpul
2. Penanganan awal pada pasien hifema oculi dextra grade IV
3. Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penanganan hifema oculi
dextra grade IV

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Terima pasien masuk dengan keluhan nyeri pada mata kanan dialami
sejak 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit secara tiba-tiba. Penglihatan
kabur (+), silau (+), mata merah (+), air mata berlebihan (-), kotoran mata
berlebihan (-), rasa berpasir (-). Riwayat memakai kacamata (-). Riwayat
trauma pada mata (+) terkena gagang sendok sampah. BAK biasa, BAB
biasa.

2. Obyektif:
 Status Present:
Sakit Sedang / Gizi baik / Compos mentis
BB= 55 kg; TB= 167 cm; IMT= 19,72 kg/m2
Tanda Vital:
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 82 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
o
Suhu : 36.5 C (axial)
 Kepala:
Ekspresi : Meringis
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Telinga:
Inspeksi : lesi kulit (-)
Pendengaran dan keseimbangan : Kesan normal
Nyeri tekan di processus mastoideus : (-)

 Mata
A. INSPEKSI
PEMERIKSAAN OD OS
1. Palpebra Edema (+) Edema (-)
2. Aparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
3. Silia Kesan Normal Kesan Normal
4. Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)
5. Mekanisme Muskular
- ODS
- OD
- OS
6. Kornea Udem (+) Jernih
7. BMD tampak darah Normal
menutupi seluruh
BMD
8. Iris SDN Coklat, kripte (+)
9. Pupil SDN Bulat,sentral, RC
(+)
10. Lensa SDN Jernih
B. PALPASI
PALPASI OD OS
1. Tensi Okuler Tn+1 Tn
2. Nyeri tekan (-) (-)
3. Massa tumor (-) (-)
4. Glandula preaurikuler Tidak ada Pembesaran Tidak ada Pembesaran
C. VISUS
VOD : 1/300
VOS : 6/6

D. Light Perception
OD OS
+ +
+ + + +
+ +

 Hidung:
Perdarahan: (-)
Sekret : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)

 Leher:
Kel. Getah Bening: Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Pembuluh Darah : Bruit (-)
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
 Paru:
Palpasi:
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri Tekan : (-)
Perkusi:
Paru Kiri : Sonor
Paru Kanan : Sonor
Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
Batas Paru Belakang Kanan : Vertebra thorakal IX
Batas Paru Belakang Kiri : Vertebra thorakal X
Auskultasi:
Bunyi Pernapasan : Vesikuler
 Bunyi Tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

 Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan:
linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea midclavicularis
sinistra)
Auskultasi :
BJ I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
Perut:
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremites : edem (-)

 Rectum/Anal:
Rectal toucher : sfingter cekat, mucosa licin, Ampulla kosong, nyeri (-
), prostat kesan membesar, tidak ada nodul, konsistensi kenyal.
Sarung tangan : feses (-), darah (-), lendir (-).

 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)


o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/+- Wh -/-
o Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
- Superior : refleks fisiologis (+) dextra et sinistra tidak
meningkat, refleks patologis (-/-), edema, deformitas dan atrofi
tidak ada.
- Inferior :
Refleks fisiologis (+/+), reflex patologis (-/-), edema (+/+)
3. Assesment
Hifema merupakan suatu keadaan dimana di dalam bilik mata depan
ditemukan darah yang biasanya berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar
yang pecah, dapat terjadi akibat trauma tumpul, dapat juga pendarahan ini terjadi
spontan. Darah dalam bilik mata depan ini dapat mengisi seluruh bilik mata depan
atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.8
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis didapatkan Mata kanan terasa nyeri dirasakan pasien sejak 30 menit
sebelum masuk rumah sakit hal ini diakibatkan oleh pukulan oleh gagang sendok
sampah. Lalu pasien merasa matanya nyeri dan mata terasa kabur secara tiba-tiba
dan pasien tidak dapat melihat benda-benda yang jauh, disertai silau dan mata
merah. Pada pemeriksaan fisik mata kanan didapatkan visus mata kanan 1/300,
adanya edema palpebral, konjungtiva hiperemis, terdapat injeksi konjungtiva serta
terdapat hifema di seluruh bilik mata depan, tekanan intra ocular agak tinggi.8
Akibat adanya riwayat Trauma tumpul pada mata terutama kornea atau
limbus dapat menimbulkan menimbulkan perdarahan pada bilik mata depan yang
berasal dari robekan pada kornea, sklera, sudut iridokornea, badan siliar. Akibat
langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat
mengakibatkan tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera
anterior oleh darah..9
Beratnya hifema dinilai dari banyak nya darah dalam bilik mata depan.
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA
Hifema mempunyai 2 jenis, yaitu :
- Hifema primer, yaitu hifema yang langsung terjadi setelah trauma
- Hifema sekunder, yaitu hifema yang biasanya muncul pada hari kelima
setelah terjadinya trauma. Pendarahan yang terja dibiasanya lebih hebat dari
pada hifema primer.
Pada pasien ini dikategorikan sebagai hifema primer grade IV karena
terjadi langsung setelah trauma dan pendarahan hanya mengenai seluruh bilik
mata depan.
Penanganan pada pasien ini adalah dengan membatasi aktivitas pasien,
melakukan penutupan mata pasien dengan eye patch atau eye over, melakukan
elevasi kepala 30-45° yang bertujuan membuat darah mengumpul di bagian
inferior dari COA sehingga dapat mengurangi tekanan darah pada pembuluh
darah iris dan juga mempermudah dalam evaluasi harian COA.10,11

Diberikan pula Asam tranexamat, vit C, vit K dan adona diberikan sebagai
anti perdarahan terutama untuk kasus hifema dimana terjadi perdarahan pada
pembuluh darah iris dan badan siliar. Kemudian Asam mefenamat diberikan
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pada mata. 10,11

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah peningkatan tekanan intraocular


yakni suatu trauma traumatic, atrofi optic, pendarahan sekunder, sinekia anterior
dan posterior. Prognosis hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam
penglihatan pasien. Fungsi penglihatan harus menjadi goal dalam
penalatalaksanaan pasien dengan hifema. Dalam menentukan kasus hifema perlu
dipertimbangkan yaitu kerusakan struktur mata lain, perdarahan sekunder, dan
komplikasi lain : glaucoma, corneal blood staining, serta atrofi optic. 10,11,13

4. Plan
Diagnosis
Pasien ini didiagnosis dengan Hifema OD Grade IV ec. Trauma Tumpul
Pengobatan
Pada pasien ini diberikan terapi:
- Bebat mata
- Elevasi Kepala 30-45°
- Ivfd Rl + Coctail ( as.tranexamat 1 amp + Vit C 1 amp + Vit K 1
amp + Adona 1 Amp ) 16 tpm
- Ranitidin 1 Amp/ 12j/ iv
- Asam Mefenamat 3 x 1 tab ( Jika nyeri )
- Rawat perawatan mata
Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi ke bagian mata. Konsultasi
ini merupakan upaya diagnosis lebih lanjut, dan diberikan penanganan
lebih lanjut yaitu diberikan obat topical berupa Polidemisin ED 6 dd 1 gtt
OD, Tim Ophtal ED 2 dd 1 gtt OD, Asam Tranexamat tab 3 x 1 tab,
IVFD RL + Coctail stop jika telah habis 1 kolf kemudian lanjut IVFD
RL 16 tpm
Rujukan (+)
Pasien dianjurkan untuk dirujuk ke RSP Unhas Bag. Mata untuk
memantau perkembangan dan penanganan lebih lanjut terhadap kondisi
pasien.

Kontrol

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan


Penanganan Saat masuk Pasien dapat merasakan
rasa nyeri yang
berkurang.
Konsul ke bagian mata Saat masuk Diagnosis ditegakkan
dengan KU yang mulai
membaik.

Jeneponto, 16 Januari 2018

Peserta, Pendamping,

dr. Ainun Rachmi AR dr. Hj. Sri Mulya


NIP. 196706202006042009
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera.
Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat.
Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda
asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.
Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan
akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus
diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan
menilai fungsi penglihatan.1
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering
dijumpai adalah trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata
tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor
yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral. Suatu
benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan
merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera, kornea dan
lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di
dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan
masalah yang serius dan harus segera ditangani.2
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius
menimbulkan hifema, 80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian
di Amerika utara adalah 17-20/100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien
yang berumur kurang dari 20 tahun dan pertengahan 30 tahun. Perbandingan
antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus hifema.
Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma benda
tumpul.3
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan
tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada
sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,
antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri
koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4
Pada gejala klinik pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai dengan
epifora dan blefarospasme. Pengelihatan pasien kabur dan akan sangat menurun.
Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya
cukup banyak. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah
bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. 4,5
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas dua yaitu hifema primer:
terjadi langsung setelah trauma, dapat sedikit dapat pula banyak. Hifema
sekunder: biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya
lebih hebat dari pada yang primer. Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit,
karena ditakutkan terjadi perdarahan sekunder yang lebih hebat dari pada
perdarahan primer. Perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3
hari.6
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah
perdarahan sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi
traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak, dan
iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung pada tingginya hifema.7,8
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai
glaukoma, prognosisnya baik karena darah akan diserap kembali dan hilang
sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah
mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah buruk
kerena dapat menyebabkan kebutaan.7,8

II. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik
mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang
terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Pengihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2,3

III. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma
pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi
menjadi:
 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total
hyphema, blackball atau 8-ball hyphema
IV. PATOFISIOLOGI
Trauma merupaka penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema
sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau
limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang
singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan
jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan-perenggangan
dan robekan pada kornea, sklera, sudut iridokornea, badan siliar yang dapat
menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi
dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat
waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan
lagi.2,9

Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan


primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan
sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme
pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih
buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor
pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan karena
terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah . Pada proses
penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan
iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang
dapat berlebihan di dataran depan iris.2,3

Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin . Bila terdapat


hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan
pigmen ini ke dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan
kornea terutama di bagian sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea
menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.2,3

Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya,
namun bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke
dalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.12

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi
sebagian bilik mata depan
Gambar hifema, pada gambar yang kanan menunjukkan darah hampir
memenuhi seluruh seluruh bilik mata depan, dan gambar yang sebelah kiri
menunjukkan gambar hifema spontan.

V. Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA
(dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia
(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,
midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu
letargic, disorientasi atau somnolen.5,6,7,8
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang
terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil
tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.5,6,7,8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara
langsung dapat mengakibatkan tekanan intra okuler meningkat akibat
bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intra okuler ini
disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa
darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada
di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea.5,6,7,8

VI. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
adalah 5,6:
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Perawatan Konservatif
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler).
Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari
banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang
harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder.5,6
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat
di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu
untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 5,6

3. Pemakaian obat-obatan
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema
yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik sehingga bekuan
darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk
memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan
terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi,
tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.5,6
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)
secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokuler.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi
komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi
dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido
dialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.13

1. Perdarahan sekunder. Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai
keenam. Sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen.
Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau
merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.
2. Glaukoma sekunder. Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic hyphaema
disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan
darah. Residensinya 20 persen.
3. Hemosiderosis cornea. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada
perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler.
Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tapi kadang-
kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun). Insidensinya
1-10 persen.

VIII. PROGNOSIS
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di
dalam bilik mata depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah
ini akan hilang dan jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari
setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosis buruk yang akan disertai
dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan
memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan dengan hifema sebagian.3

Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan


dapat dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat
trauma tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema
sekunder yang terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma, biasanya lebih masif
dibanding dengan hifema primer dan dapat memberikan rasa sakit sekali.3
Dapat terjadi keadaan yang disebut hemoftalmitis atau peradangan
intraokular akibat adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi
siderosis akibat hemoglobin atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.3

Prognosa dari hifema sangat bergantung pada:3

o Tingginya hifema
o Ada/tidaknya komplikasi dari perdarahan/traumanya
o Cara perawatan
o Keadaan dari penderitanya sendiri1

Anda mungkin juga menyukai