Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Pembahasan
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan ……………………..………………………………………. 18
B. Saran …………………………………………………………………….. 18
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya, sehingga makalah yang bejudul “HAM dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara” dapat selesai sebagaimana mestinya. Tak lupa
kami ucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ahmad Sahide, S.I.P
.,M.A. yang telah memberikan kesempatan pada kelompok kami untuk
menyampaikan materi yang telah dibeikan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang
berguna bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini untuk itu kami pun membutuhkan kritik serta saran dari pembaca
sekalian sehingga makalah ini dapat direvisi menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
Sekian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf apabila masih banyak
kekurangan dalam makalah ini.
Terimakasih.
Penyusun
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dasar dari semua hak asasi manusia adalah bahwa setiap manusia
harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat
dan cita-citanya.
Latar belakang perjuangan untuk memperoleh hak-hak tersebut dirintis
oleh dunia barat. Selanjutnya perjuangan demi perjuangan ini melahirkan
sebuah naskah yang bernilai penting bagi perkembangan hidup dan
kehidupan manusia dalam berbangsa.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah HAM dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara:
1. Apa yang dimaksud dengan HAM?
2. Apa dasar hukum HAM di Indonesia?
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam upaya
penegakan HAM?
4. Apa saja upaya pemerintah dalam penegakan HAM di Indonesia?
5. Bagaimana sikap kita sebagai warga Negara dalam melaksanakan
HAM?
C. TUJUAN
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya,berdasarkan latar belakang
dan rumusan masalah di atas,maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui pemahaman tentang HAM
3. Untuk meningkatkan kesadaran kita akan pentingnya HAM
4. Untuk dapat menerapkan HAM dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
3
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi. Konsepsi HAM yang pada awalnya menekankan pada hubungan
vertikal, terutama dipengaruhi oleh sejarah pelanggaran HAM yang
tertutama dilakukan oleh negara, baik terhadap hak sipil dan politik maupun
hak ekonomi, sosial dan budaya.
Sebagai konsekuensinya, disamping karena sudah merupakan tugas
pemerintahan, kewajiban utama perlindungan dan pemajuan HAM ada
pada pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari rumusan-rumusan dalam
DUHAM, Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta
Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Hak dasar yang dimiliki oleh manusia antara lain adalah:
a. Hak untuk hidup, adalah suatu prinsip moral yang didasarkan pada
keyakinan bahwa seorang manusia memiliki hak untuk hidup dan,
terutama, tidak seharusnya dibunuh oleh manusia lainnya.
b. Hak untuk beragama. Dasar hukum yang menjamin kebebasan
beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.”
c. Hak untuk berkumpul, Kebebasan berkumpul adalah kehendak beberapa
orang untuk membahas suatu maksud dalam suatu tempat tertentu, baik
terbuka maupun tertutup, dengan tidak ada kewajiban untuk terikat
sebagai anggota.
d. Hak untuk berpendapat. Pendapat secara umum diartikan sebagai buah
gagasan atau buah pikiran. Mengemukakan pendapat berarti
mengemukakan gagasan atau mengeluarkan pikiran. Dalam kehidupan
negara Indonesia, seseorang yang mengemukakan pendapatnya atau
4
mengeluarkan pikirannya dijamin secara konstitusional. Menyampaikan
pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manuasia
yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 menentukan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan Undang-Undang”.
Kewajiban dan tanggung jawab negara dalam kerangka pendekatan
berbasis hak asasi manusia dapat dilihat dalam tiga bentuk:
a. Menghormati : merupakan kewajiban negara untuk tidak turut campur
mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Dalam hal
ini, negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan
yang akan menghambat pemenuhan dari seluruh hak asasi.
b. Melindungi : merupakan kewajiban negara agar bertindak aktif bagi
warga negaranya. Negara agar bertindak aktif untuk memberi jaminan
perlindungan terhadap hak asasi warganya dan negara berkewajiban
untuk mengambil tindakan-tindakan mencegah pelanggaran semua hak
asasi manusia oleh pihak ketiga.
c. Memenuhi : merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara untuk
bertindak aktif agar hak-hak warga negaranya terpenuhi. Negara
berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif,
hukum, anggaran, dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan
secara penuh hak-hak asasi manusia.
Dari ketiga bentuk kewajiban dan tanggung jawab negara tersebut,
masing-masing mengandung unsur kewajiban untuk bertindak yaitu
mensyaratkan negara melakukan langkah-langkah tertentu untuk
melaksanakan pemenuhan suatu hak, dan kewajiban untuk berdampak
yaitu mengharuskan negara untuk mencapai sasaran tertentu guna
memenuhi standar substantif yang terukur.
Selain ketiga bentuk kewajiban utama tersebut dalam pelaksanaan hak
asasi manusia, negara pun memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-
langkah (to take step), untuk menjamin (to guarantee), untuk meyakini (to
ensure), untuk mengakui (to recognize), untuk berusaha (to undertake), dan
untuk meningkatkan/memajukan (to promote) hak asasi manusia. (Journal
HAM VOLUME 3 NOMOR 2, Desember 2012 -ISSN : 1693-8704).
5
B. Dasar Hukum HAM Indonesia
Saat kita lahir dan muncul pertama kali melihat dunia ini, kita sudah
mempunyai HAM. HAM yang mempunyai singkatan yaitu Hak Asasi
Manusia ini adalah merupakan mengandung prinsip moral dan norma-
norma yang menggambarkan dari perilaku manusia, dan dilindungi secara
hak-hak hukum dan hak-hak internasional. Hak Asasi Manusia yang sudah
dimiliki dari lahir yang dia sudah punya, tidak bisa diambil oleh orang
siapapun.
Hak Asasi Manusia adalah merupakan hak dasar dan hak pokok dari
sebuah kehidupan bagi seseorang sendiri. HAM yang mempunyai hak
fundamental, yang berarti tidak bisa dicabut atau diambil dimana saja
selama manusia itu masih ada dan berada dimana saja. Oleh karena itu
pemerintah menetapkan dasar hukum HAM yang terdapat pada undang-
undang dasar 1945. Selain itu ada yang mendasari dari suatu hukum Hak
Asasi Manusia yang ada di Indonesia sebagai berikut:
1. Pancasila
Pancasila yang mempunyai dasar-dasar sebagai pelindung hukum
dalam Hak Asasi Manusia sebagai berikut:
Pengakuan pancasila dalam HAM mempunyai harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pengakuan pancasila dalam HAM mengetahui bahwa kita sederajat
dan sama dalam mengembangkan kewajiban dan memiliki hak yang
sama serta menghormati sesama manusia tanpa membedakan
menurut keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
social, warna kulit, suku dan bangsa.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, sikap
tenggang rasa, dan sikap tidak sewenang-wenang terhadap orang
lain.
Selalu bekerja sama, hormat menghormati dan selalu berusaha
menolong sesama.
Mengembangkan sikap berani kepada diri sendiri dan kepada
sesama membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia
Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.
2. Pembukaan UUD 1945
6
Dalam pembukaan Indonesia yang bertuliskan “kemerdekaan itu
adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu penjajahan diatas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan.” Pernyataan ini adalah kalimat yang merupakan suatu
unsur pernyataan universal karena semua bangsa ingin merdeka.
Bahkan, didalam bangsa Indonesia yang merdeka, juga ada rakyat
yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa,
kelompok atau manusia lainnya.
3. Batang Tubuh UUD 1945
Selain dasar hukum Hak Asasi Manusia terhadap dalam
pembukaan, didalam batang tubuh UUD 1945 juga terdapat dasar HAM,
sebagai berikut:
Persamaan kedudukan warga Negara dalam hukum dan
pemerintahan (pasal 27 ayat 1) yaitu berbunyi: “Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
yaitu berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28) yaitu berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.”
Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28): “(1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama
dan kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2) yaitu berbunyi: “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.”
7
Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1) yang
berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.”
BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang nomor 39 yang mempunyai dasar perlindungan
hukum dalam Hak Asasi Manusia yang mempunyai isi sebagai berikut:
Bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar
dan tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara
timbal balik.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia
Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin
pelaksanaan HAM serta memberikan perlindungan, kepastian, keadilan,
dan perasaan aman kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu
pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.
6. Hukum Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi Negara RI
Hak Asasi Manusia yang mempunyai pengakuan dari hukum
internasional yang telah mendapatkan ratifikasi dari negara Indonesia
sebagai berikut:
Undang- undang republik Indonesia No 5 Tahun 1998 tentang
pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, ridak manusiawi, atau merendahkan
martabat orang lain.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 (Declaration
Universal of Human Rights).
C. Masalah Yang Dihadapi Dalam Upaya Penegakan HAM
Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR,
beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting
sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat
maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak
berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang
8
berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27
Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM,
setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak
kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949.
Kemajuan yang sama, secara konstitusional juga berlangsung
sekembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya UUDS
1950 dengan dicantumkannya tiga puluh delapan pasal di dalamnya. Pada
masa berlakunya UUDS 1950 tersebut, penghormatan atas HAM dapat
dikatakan cukup baik. Patut diingat bahwa pada masa itu, perhatian bangsa
terhadap masalah HAM masih belum terlalu besar. Di masa itu, Indonesia
menyatakan meneruskan berlakunya beberapa konvensi Organisasi Buruh
Internasional (InternationalLabor Organization/ILO) yang telah diberlakukan
pada masa Hindia Belanda oleh Belanda dan mengesahkan Konvensi Hak
Politik Perempuan pada tahun 1952.
Sejak berlakunya kembali UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, bangsa
Indonesia mengalami kemunduran dalam penegakan HAM. Sampai tahun
1966, kemunduran itu terutama berlangsung dalam hal yang menyangkut
kebebasan mengeluarkan pendapat. Kemudian pada masa Orde Baru lebih
parah lagi, Indonesia mengalami kemunduran dalam penikmatan HAM di
semua bidang yang diakui oleh UUD 1945. Di tataran internasional, selama
tiga puluh dua tahun masa Orde Baru, Indonesia mengesahkan tidak lebih
dari dua instrumen internasional mengenai HAM, yakni Konvensi tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979) dan
Konvensi tentang Hak Anak (1989).
Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasarkan
Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993, yang bertujuan untuk membantu
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan
meningkatkan perlindungan HAM “guna mendukung tujuanpembangunan
nasional”. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga mandiri yang memiliki
kedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang dibentuk itu dinyatakan bersifat
mandiri karena para anggotanya diangkat secara langsung oleh presiden,
besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan bangsa
9
dan negara serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang
otoriter dan represif, pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu
berarti karena pelanggaranHAM masih terjadi di mana-mana.
Sejak runtuhnya rezim otoriter dan represif Orde Baru, gerakan
penghormatan dan penegakan HAM, yang sebelumnya merupakan gerakan
arus bawah, muncul ke permukaandan bergerak secara terbuka. Gerakan
ini memperoleh impetus dengan diterimanya Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM. Pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai
“perangkat lunak” berlanjut dengan diundang-undangkannya UU No. 26
tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang memungkinkannya dibentuk
pengadilan HAM guna mengadili pelanggaran HAM yang berat yang terjadi
sebelum UU tersebut dibuat.
Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak
disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan
dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang
keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional),
administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan
politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial),
dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian,
perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice
karena memang merupakan salah satu aspek transitional justice yang
berdampak langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari
pihak korban maupun dari pihak pelaku pelanggaran HAM tersebut.
Disamping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice merupakan
elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada
kenyataannya sedang diupayakan.
Upaya penegakan transitional criminal justice umumnya dilakukan
melalui dua jalur sekaligus, yaitu jalur yudisial (melalui proses pengadilan)
dan jalur ekstrayudisial (di luar proses pengadilan). Jalur yudisial terbagi
lagi menjadi dua, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc.
Pengadilan HAM ditujukan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi
setelah diundangkannya UU No. 26 tahun 2000, sedangkan Pengadilan
HAM Ad Hoc diberlakukan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang
terjadi sebelum disahkannya UUNo. 26 tahun 2000.
10
Sedangkan jalur ekstra yudisial melalui Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi Nasional (KKRN) ditempuh untuk penyalahgunaan kekuasaan
dan pelanggaran HAM pada masa lampau danpelanggaran HAM berat
yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 tahun 2000. Upaya
penyelesaian melalui jalur demikian haruslah berorientasi pada kepentingan
korbandan bentuk penyelesaiannya dapat menunjang proses demokratisasi
dalam kehidupanberbangsa dan bernegara serta merupakan upaya
penciptaan kehidupan Indonesia yangdemokratis dengan ciri-ciri utamanya
yang berupa berlakunya kekuasaan hukum dandihormatinya hak asasi dan
kebebasan fundamental. (Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia. Jurnal Politik, Pradono Budi Saputro.)
13
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan
keberadaan, tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan serta
tugas dan wewenang Komnas HAM.
Disamping kewenangan tersebut, menurut UU No. 39 Tahun
1999, Komnas HAM juga berwenang melakukan penyelidikan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan
dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2000 tantang Pengadilan Hak
Asasi Manusia. Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga yang
berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk
tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia dan unsur
masyarakat.
Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)
KontraS, yang lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus tugas
yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh
masyarakat. Gugus tugas ini semula bernama KIP-HAM yang telah
terbentuk pada tahun 1996. Sebagai sebuah komisi yang bekerja
memantau persoalan HAM, KIP-HAM banyak mendapat pengaduan
dan masukan dari masyarakat, baik masyarakat korban maupun
masyarakat yang berani menyampaikan aspirasinya tentang problem
HAM yang terjadi di daerah. Pada awalnya KIP-HAM hanya
menerima beberapa pengaduan melalui surat dan kontak telefon dari
masyarakat. Namun lama kelamaan sebagian masyarakat korban
menjadi berani untuk menyampaikan pengaduan langsung ke
sekretariat KIP-HAM.
Dalam perumusan kembali peran dan posisinya, KontraS
mengukuhkan kembali visi dan misinya untuk turut memperjuangkan
demokrasi dan hak asasi manusia bersama dengan entitas gerakan
civil society lainnya. Secara lebih khusus, seluruh potensi dan energi
yang dimiliki KontraS diarahkan guna mendorong berkembangnya
ciri-ciri sebuah sistim dan kehidupan bernegara yang bersifat sipil
serta jauhnya politik dari pendekatan kekerasan. Baik pendekatan
14
kekerasan yang lahir dari prinsip-prinsip militerisme sebagai sebuah
sistem, perilaku maupun budaya politik.
Komisi Nasional Perempuan
Komisi Nasional Perempuan merupakan komisi nasional yang
dibentuk oleh pemerintah dalam melakukan upaya penegakan hak
asasi manusia khususnya pada hak asasi perempuan. Komisi ini
lahir dari tuntutan masyarakat di Indonesia khusunya kaum wanita
sebagai bentuk perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam
menanggapi contoh konflik sosial dalam masyarakat yang ditujukan
kepada kaum wanita di Indonesia.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan komisi
yang dibentuk oleh pemerintah untuk melindungi dan menegakkan
hak-hak yang oleh dimiliki seluruh anak di Indonesia tanpa
terkecuali. Komisi ini didirikan pada 20 Oktober 2002 atas desakan
para masyarakat sebagai orangtua yang merasa bahwa hak-hak
anaknya tidak terpenuhi dengan baik.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya, komisi ini memiliki
tugas pokok yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya
perlindungan anak yang di Indonesia baik di dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun pendidikan. Selain itu, KPAI juga
menekankan kepada setiap orangtua tentang pentingnya pentingnya
pendidikan anak usia dini agar anak nantinya dapat
mengembangkan keterampilannya dalam kehidupan bermasyarakat.
15
Penegakan hak asasi manusia juga dapat dilakukan melalui proses
pendidikan, baik itu dalam pendidikan formal, informal, maupun non
formal. Proses penegakan yang dilakukan melalui proses pendidikan
merupakan penanaman konsep tentang HAM itu sendiri kepada peserta
didik yang ikut di dalam proses pendidikan. Jika penegakan itu dilakukan
dalam pendidikan formal yaitu sekolah, penegakan HAM tentang
penanaman konsep HAM kepada peserta didik dapat dilakukan melalui
tujuan dari mata pelajaran PPKn dan agama.
16
Kegiatan ini merupakan bentuk dukungan terhadap korban
pelanggaran HAM serta untuk menekan aparat hukum agar dalam
proses peradilan HAM tidak terjadi pelanggaran HAM lagi.
BAB 3
PENUTUP
A. Penutup
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi,
tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau
menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran
17
HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi
atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara
peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM, dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-
injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain. Dan
kita juga harus membantu negara dalam mencari upaya untuk mengatasi
atau menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
18
https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kronologi-hilangnya-marsinah-hingga-
ditemukan-tewas.html
http://www.kontras.org/home/index.php?id=3&no=4&parent_id=1&module=content
https://www.komnasham.go.id/index.php/publikasi/2016/12/20/64/jurnal-ham.html
19