Pembuatan Pulp Secara Non Konvensional P
Pembuatan Pulp Secara Non Konvensional P
(PROSES ORGANOSOLV)
(Makalah Teknologi Pulp dan Kertas)
Oleh
Kelompok 5
Selain itu, perkembangan teknologi yang berkenaan dengan pulp dan kertas
semakin pesat dan lebih memperhatikan aspek lingkungan. Sejarah dimulai ketika
tahun 3000 SM, mulai diperkenalkan sebuah alat tulis berbentuk lembaran –
lembaran yang dibuat dengan menyatukan bagian–bagian tipis dari Bambu Mesir
yang disebut dengan pipirus. Pada tahun 250 SM, Meng Teen dari Cina membuat
bulu–bulu unta menjadi semacam kain dan digunakan sebagai alat untuk menulis.
Pada tahun 105 SM, Tsui lau dari Cina membuat lembaran–lembaran tipis dari
Kayu Rame dan kulit kayu. Rame dan kulit kayu ini ditumbuk dengan abu
sehingga menjadi semacam bubur dan kemudian dikenal sebagai pulp. Bubur ini
kemudian dikeringkan dalam bentuk lembaran–lembaran tipis yang dikenal
dengan kertas. Pada tahun 1867, Benyamin Chef Tilgham mencoba membuat pulp
dengan menggunakan proses sulfit, ternyata pulp mempunyai rendemen yang
tinggi dan warnanya lebih cerah. Tahun 1874, berdiri sebuah pabrik kertas
pertama menggunakan proses sulfit di Swedia. Bahan kimia yang digunakan
adalah Magnesian Bisulfit (Mg (HS)3)2) (Harsini, dan Susilowati, 2010).
Tahun 1884, Jerman meneliti pulp dengan lebih baik. Proses ini menggunakan
perbaikan dari proses soda. Proses ini dikenal dengan proses Sulfat atau kraft,
yang berarti kuat, maka pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang sangat
tinggi dibandingkan dengan proses lainnya. Proses ini mulai berkembang pada
tahun 1926 dan dikenal dengan proses semi kimia. Proses kraft diakui mempunyai
banyak segi positif, antara lain mampu mengolah semua jenis bahan baku dengan
berbagai macam kualitas dan dapat menghasilkan pulp dengan kualitas yang
sangat prima. Dilain pihak, proses konvensional ini juga mempunyai beberapa
kelemahan, salah satunya adalah konstribusi terhadap pencemaran lingkungan
(Harsini dan Susilowati, 2010).
Selain itu, Dewi dkk, (2009), juga menyatakan bahwa pemanfaatan biomassa
secara efisien dapat dilakukan dengan menerapkan konsep biomassrefining yaitu
pemrosesan dengan menggunakan pelarut organik (organosolv processes), dengan
cara melakukan fraksionasi biomasas menjadi komponen-komponen utama
penyusunnya: selulosa, hemiselulosa dan lignin, tanpa banyak merusak ataupun
mengubahnya. Ia juga mengungkapkan kelebihan dari proses organosolv
dibandingkan dengan proses konvensional adalah:
Beberapa jenis pelarut organik yang dapat digunakan dalam pembuatan pulp
secara non konvensional atau metode organosolv antara lain etanol, metanol dan
asam asetat. Berikut adalah penjelasan dari aplikasi pelarut organik tersebut.
A. Etanol
Pada pembuatan pulp berbahan baku jerami padi oleh Dewi, dkk (2009), dengan
meningkatnya konsentrasi etanol yang digunakan pada larutan pemasak, maka
kandungan lignin yang hilang dari pulp semakin banyak. Sedangkan selulosa tetap
tidak terdegradasi sampai konsentrasi tertinggi yaitu 40%. Bertambahnya
konsentrasi etanol maka rendemen pulp yang dihasilkan akan semakin rendah.
Rendemen pulp tertinggi adalah 52,27% pada konsentrasi etanol 10%, sedangkan
rendemen pulp terendah adalah 42,41% pada konsentrasi etanol 40%.
Penambahan konsentrasi etanol mengakibatkan semakin besarnya konsentrasi ion
OH- yang ada pada larutan pemasak sehingga kemampuan delignifikasi semakin
baik. Dengan kata lain semakin banyak lignin yang terlarut, sehingga rendemen
semakin rendah.
B. Metanol
Metanol murni, pertama kali berhasil diisolasi tahun 1661 oleh Robert Boyle,
yang menamakannya spirit of box, karena ia menghasilkannya melalui distilasi
kotak kayu. Metanol adalah salah satu senyawa hidrokarbon dari golongan
alkohol(CnH2n+2O) dengan gugus alkil hidroksil (-OH). Alkohol memiliki
keisomeran fungsi dengan eter. Rumus umum metanol adalah CH4O atau sering
ditulis CH3-OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan
atmosfer metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna,
mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada
etanol). Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh
bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.
Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan
bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Metanol adalah salah
satu produk pemanfaatan CO2 yang dapat diubah menjadi bahan bakar
hidrokarbon cair melalui teknologi konversi yang tersedia pada saat ini. Metanol
juga merupakan salah satu produk kimia utama yang dalam jumlah besar
digunakan sebagai bahan baku pada berbagai industri seperti formaldehida,
klorometana, amina asetat dan juga sebagai alternatif energi baru yang ramah
lingkungan.
C. Asam Asetar
Pelarut organik yang banyak dikembangkan para peneliti salah satunya adalah
asam asetat, baik digunakan dengan katalis maupun tanpa katalis dapat
memisahkan secara selektif sellulosa, hemisellulosa dan lignin dari berbagai
biomasa. Misalnya pada ampas tebu, kayu lunak dan kayu keras. Untuk
menghasilkan pulp yang baik yang perlu diperhatikan disamping tipe dan macam
pelarut organik yang digunakan adalah: Delignifikasi berlangsung semaksimal
mungkin serta menghindari terjadinya reaksi-reaksi repolimerisasi lignin yang
telah larut. Degradasi polisakarida dijaga agar hanya terjadi pada hemisellulosa
dan tidak sampai terjadi pada sellulosa.
Pada penelitian, asam asetat dengan konsentrasi 90% dan pada suhu pemasakan
100°C selama 60 menit, memberikan pulp dengan kadar alfa selulosa sebesar
84,6% dan lignin sebesar 23,6628. Jika dibandingkan dengan pulp yang
dipersyaratkan oleh pabrik kertas yang mengandung kadar alfa selulosa sebesar
86% dan lignin 19,2041. Kadar alfa selulosa pulp dari alang-alang tersebut masih
lebih rendah, sedangkan untuk lignin masih lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pemilihan jenis bahan baku dan jenis proses pemasakan
yang digunakan. Umumnya pabrik menggunakan bahan baku berjenis hardwood
yang mengandung kadar alfa selulosa dan lignin yang lebih besar dari nonwood,
tetapi jenis proses pemasakan pada pabrik yang umumnya memakai proses kraft
memberikan kadar alfa selulosa dan degradasi lignin yang lebih baik.
III FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN PULP DENGAN
PROSES ORGANOSOLV
A. Konsentrasi Pelarut
Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali, akan semakin banyak selulosa yang
larut. Larutan NaOH dapat berpengaruh dalam pemisahan dan penguraian serat
selulosa dan nonselulosa.
D. Temperatur Pemasakan
E. Lama Pemasakan
Lama pemasakan yang optimum pada proses delignifikasi adalah sekitar 60- 120
menit dengan kandungan lignin konstan setelah rentang waktu tersebut. Semakin
lama waktu pemasakan, maka kandungan lignin di dalam pulp tinggi, karena
lignin yang tadi telah terpisah dari raw pulp dengan berkurangnya konsentrasi
NaOH akan kembali menyatu dengan raw pulp dan sulit untuk memisahkannya
lagi. Dengan semakin lamanya waktu pemasakan akan menyebabkan reaksi
hidrolisis lignin makin meningkat. Namun, waktu pemasakan yang terlalu lama
akan menyebabkan selulosa terhidrolisis, sehingga hal ini akan menurunkan
kualitas pulp.
F. Ukuran Bahan Baku
Ukuran bahan baku yang berbeda menyebabkan luas kontak antar bahan baku
dengan larutan pemasak berbeda. Semakin kecil ukuran bahan baku akan
menyebabkan luas kontak antara bahan baku dengan larutan pemasak semakin
luas, sehingga reaksi lebih baik.
IV PENUTUP
Pembuatan pulp berbahan baku jerami padi diperoleh konsentrasi etanol terbaik
adalah 40% dengan temperatur 95oC dan lama pemasakan 75 menit. Hal ini
karena karena kandungan selulosa tertinggi dan kandungan lignin terendah.
Sedangkan pada pelarut metanol, pembuatan pulp menggunakan bahan baku kulit
buah kakao menunjukkan hasil semakin bertambahnya konsentrasi metanol juga
berpengaruh terhadap terurainya alpha sellulosa. Kadar metanol terbaik pada 40
%, dengan kondisi waktu pemasakan 2,5 jam pada suhu 50oC, akan diperoleh
kadar pulp tertinggi. Selanjutnya, penelitian pembuatan pulp dan kertas dari
alang-alang menggunakan metode organoslv asam asetat. Pada penelitian ini,
asam asetat dengan konsentrasi 90% dan pada suhu pemasakan 100 °C selama 60
menit, memberikan pulp dengan kadar alfa selulosa terbesar dan lignin terendah.
Faktor- faktor yang berpengaruh dalam pembuatan pulp antara lain konsentrasi
pelarut, perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku, kecepatan
pengadukan, temperatur pemasakan, lama pemasakan dan ukuran bahan baku.
DAFTAR PUSTAKA
Bowyer, J.L., R., Schmulsky, J. G. Haygreen. 2007. Forest Products and Wood
Science : An Introduction. 5th Ed. Iowa State Press. USA
Dewi, T. K., , A. Wulandari dan Romy. 2009. Pengaruh Temperatur, Lama
Pemasakan, dan Konsentrasi Etanol pada Pembuatan Pulp Berbahan
Baku Jerami Padi dengan Larutan Pemasak NaOH-Etanol. Jurnal Teknik
Kimia, Vol. 16, No. 3: 11—20
Harsini, T. dan Susilowati. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah
Perkebunan Kakao sebagai Bahan Baku Pulp dengan Proses Organosolv.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol.2, No. 2 :80-89
Jahan, M. S., R., Chowdhury, A., Islam, M.K. 2007. Pulping of Dhaincha
(Sesbania aculeata). Celluse Chem. Technol 41. 413 – 421
Shatalov, A.A. dan H. Pereira. 2006. Papermaking Fibers From Giant Reed
(Arundo donax L) Advanced Ecologically Friendly Pulping and Bleaching
Technologies. Bioresources Journal 1 (1) 2006. 45 – 61