Anda di halaman 1dari 5

SINDROM TEROWONGAN KARPAL (CARPAL TUNNEL SYNDROME)

I. Definisi
Sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) adalah nyeri pada sindroma
terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome, CTS) berupa kesemutan, rasa terbakar, dan baal
di jari tangan I,II,III dan setengah bagian lateral jari IV terutama malam atau dini hari akibat
jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar
ke lengan atas dan atrofi otot tenar.
Kriteria diagnostik dan klasifikasi STK masih belum seragam, baik yang diajukan oleh The
Rochester, Minnesota epidemiologic study(1988), maupun oleh The National Institute of
Occupational safety and Health (NIOSH, 1989) mendapat tantangan dari berbagai penulis. Bahkan
Katz et al (1991) mengemukakan 38% pasien yang diklasifikasi secara salah oleh NIOSH.
Juga pengukuran KECEPATAN HANTAR SARAF (KHS/NCV) yang oleh banyak
penyelidik dianggap sebagai “gold standard”, masih mendapat tantangan dari berbagai penulis
(Rosenbaum et al, 1993).
Pembagian oleh Rosenbaum adalah :
Klas 0 : asimptomatik: tanpa gejala, tanpa tanda gejala klinis
Klas 1 :simptomatik intermiten: secara intermiten ditemukan gejala, dengan tes provokasi
seringkali positif, namun defisit neurologis negatif.
Klas 2 : simptomatik persisten ; gejala kontinu + atau –
Defisit neurologis kadang-kadang positif.
Klas 3 : berat : gejala +, neurologis + dengan gangguan aksonal.

II. Epidemiologi
STK merupakan lesi saraf perifer oleh penyebab mekanisme nontraumatis yang tersering di
jumpai (45% dari 1574 pasien). STK diperkirakan terjadi pada 3,8% dari populasi umum, dengan
angka insiden 276 per 100.000 penduduk pertahun.
STK terjadi 2x lebih banyak pada wanita daripada pada pria. Lima puluh tujuh (57) % kasus
terjadi pada usia 40-60 tahun. Tujuh puluh enam (76) % kasus terjadi pada usia 40- 70 tahun
(Phalen, 1966,1972). Lebih sering terjadi pada klimakterium, juga selama atau segera setelah
kehamilan, juga pada penambahan berat badan. Lebih sering terjadi pada tangan yang dominan,
namun seringkali juga bisa terjadi pada kedua sisi. (Reinstein,1981). Bendler et al (1977)
menemukan STK bilateral pada 61% dari 440 pasien STK.

III. Etiologi
Walaupun sebagian besar STK disebabkan oleh suatu tekanan mekanis non traumatis akibat
jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal yang umumnya berhubungan dengan suatu
pekerjaan tangan tertentu, namun kompresi khronis pada terowongan karpal bisa juga
disebabkan oleh kausa-kausa lain:
• perubahan-perubahan pada pergelangan tangan: setelah fraktur, atau tbc dari tendon,
gout, fasilitis eosinofilik, tendomiopati, ganglion, perineural angioma, setelah infeksi
pada telapak tangan, hematoma setelah terapi antikoagulasi, dll.
• Poliartritis khronis primer: STK terjadi pada 23% pasien.
• Gangguan sirkulasi oleh kompresi n medianus yang persisten atau trombosis arteri.
• Hemodialisis: mekanisme multifaktor: iskemi, polineuropati uremik, tendosinovitis
granulomatosa dengan deposit amiloid. STK terjadi pada 75% pasien hemodialisis.
• Gangguan metabolik: mieloma multipel, amiloidisis, multipolisakharidosis menyebabkan
menyempitnya terowongan karpal, karena deposit bahan-bahan asing. Juga terjadi pada
diabetes mellitus, akromegali dan hipotiroidisme.
• Familial : menebalnya lig carpi transversum = flexor retinaculum (Mumenthaler et al.
1991)

IV. Patofisiologi
Gejala klinik STK khas dengan 2 golongan gejala, yaitu:
* nyeri dan parestesi, yang timbul khas pada malam hari dan pagi-pagi hari sekali.
Gejala-gejala ini yang timbul terlebih dahulu.
* gejala neurologis berupa gangguan sensori-motoris.
Setelah operasi dekompresi, maka gejala2 golongan pertama secara cepat membaik, namun
gejala-gejala golongan kedua baru hilang kemudian secara perlahan-lahan.

Patogenesis kedua golongan gejala yang disebut di atas itu ternyata berbeda, karena nyeri
dan parestesi lebih disebabkan oleh iskemi n medianus, sedangkan gangguan sensori-motoris
merupakan akibat dari penekanan mekanis dari n.medianus.
Pada suatu kompresi akut suatu saraf perifer terjadi suatu kerusakan pada mielin dan akson,
sehingga secara cepat terjadi suatu gangguan transmisi saraf dan gangguan neurologis. Pada suatu
kompresi yang khronis seperti pada STK, maka perubahan-perubahan baru terjadi dalam fase yang
lebih lanjut.
Terowongan karpal dibatasi oleh dinding-dinding yang keras sehingga dalam ruangan
anatomis itu terjadi suatu tekanan/tegangan yang disebabkan oleh berbagai sistem, yaitu: tekanan
dalam arteri2 dalam epineurium, tekanan dari kapiler-kapiler dalam fasikel saraf, tekanan
intrafasikuler, tekanan dalam vena epinerium dan akhirnya tekanan dalam terowongan karpal
sendiri. Bila tekanan dalam terowongan karpal meninggi, akan terjadi suatu reaksi berantai, yaitu
kompresi pada vena, yang lalu menyebabkan suatu hiperemi, lalu bendungan, sehingga
menyebabkan suatu perlambatan aliran darah dalam epinerium dan fasikel.
Akibat selanjutnya adalah dilatasi kapiler, peninggian tekanan intrafasikuler dengan akibat
tertekannya serabut-serabut saraf. Serabut saraf yang pertama-tama terkena adalah yang
mempunyai sarung mielin yang tebal. Nyeri dan parestesi pada malam hari atau pagi-pagi hari
sekali disebabkan oleh memburuknya peredarahan darah balik (pada vena).
Pada perbaikan sirkulasi dengan jalan menggerakan tangan dan lengan secara kuat
(memompa vena), maka gejala-gejala akan menghilang.
Bahwa gejala-gejala di atas disebabkan oleh iskemi,diperkuat oleh bukti, bahwa hal-hal
tersebut akan bertambah pada tes torniket, sehingga memang benar ada faktor penyebab vaskuler
dari gejala-gejala subyektif tersebut.
Karena n medianus di proksimal ligamen carpi transversum terletak lebih dipermukaan,
sedangkan di bagian distal letaknya lebih dalam, maka oedem dapat terlihat sebagai suatu
pembengkakan di bagian proksimal, tepat proksimal dari letak ligamen carpi transversum.
Bila tekanan pada n medianus berlanjut, maka terjadi proliferasi fibroblast ke dalam oedem,
sehingga terjadi suatu fibrosis interfasikuler dan epineural yang ireversibel dengan kerusakan-
kerusakan pada serabut saraf.Perineum yang telah mengalami fibrosis akan meng kerut dengan
akibat fasikel dan saraf yang menipis.
Akhirnya terjadi suatu circulus vitiosus: kompresi venula, stase kapiler dan anoksia,
kerusakan endotel, oedem endoneural, infiltrasi fibroblast, kerusakan pada epineural dan
endoneural dengan akibat terjadinya kerusakan ireversibel pada serabut-serabut saraf. Namun lesi
pada serabut bukan merupakan akibat langsung dari iskemi, namun lebih disebabkan oleh
penekanan mekanis pada sarafnya sendiri. (Tackmann et al, 1989).

V. Manifestasi Klinis
Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome, CTS) berupa
kesemutan, rasa terbakar, dan baal di jari tangan I,II,III dan setengah bagian lateral jari IV
terutama malam atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada
keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar ke lengan atas dan atrofi otot tenar.

 Gejala2 subyektif :
Brachialgia paresthetica nocturna merupakan gejala yang klasik dengan parestesi pada
malam hari, namun sebetulnya tidak patognomonis untuk suatu tekanan khronis mekanis pada
n medianus. Pada malam hari pasien terbangun dengan perasaan tebal atau bengkak pada
tangan.
Gerakan2 jari sukar dan lambat dan nyeri yang menarik dapat terasa di sepanjang lengan.
Kadang-kadang terasa nyeri sampai di pundak, bahkan sampai daerah punggung.
Dengan jalan mengebaskan tangan (Flick sign) dan lengan secara kuat dan juga dengan
memijat-mijat tangan, keluhan-keluhan akan berkurang, namun belakangan akan timbul
kembali, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya tidur.
Pada pagi hari, karena jari-jari yang kaku dan tebal, maka pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilakukan di rumah pada pagi hari sering kali terganggu, dan kadang-kadang hal ini juga dapat
terjadi sepanjang hari. Sesuai persarafannya, maka seringkali gangguan tsb terjadi terutama
pada jari ke 1 – 4. Pekerjaaan yang berat seperti mencuci pakaian dan menyapu dapat
menambah gejala2 tsb
.
 Gejala obyektif :
Pada fase permulaan seringkali tak dijumpai gejala, selain nyeri tekan pada n medianus
diatas terowongan karpal. Kadang2 terlihat pembekakan hingga pada bagian volar pergelangan
tangan, yang menyerupai suatu tendofascitis tendon otot flexor. Baru pada kompresi saraf yang
lama, seringkali setelah bertahun2 terlihat paresis dan atrofi otot pangkal jempol (thenar)
dengan atau tanpa gangguan sensibilitas. Kadang2 dijumpai hanya gangguan sensibilitas saja.

VI. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gejala klinis. Beberapa tes/pemeriksaan
penunjang dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis :
1. Tanda dari LUTHY (Luthy’s sign/ Tanda Botol (Bottle sign ):
Penderita diperintahkan untuk menggenggam botol dengan melingkarkan ibu jari dan
telunjuknya pada benda tsb. Kelemahan abduksi jempol menyebabkan penderita tak dapat
memegang botol dengan tangan dengan baik, dimana lipatan kulit antara jempol dan
telunjuk tak dapat menyentuh / meliputi permukaan botol dengan baik dan jempol tak dapat
abduksi dengan baik untuk memegang botol tsb. (Bottle sign +).

2. Hoffman-Tinel sign:
Ketokan pada n. medianus di tempat kompresi menimbulkan perasaan terkena aliran
listrik yang menjalar dari tempat ketokan ke jari2.
3. TES PHALEN:
Dengan tes2 provokasi, gejala2 obyektif yang khas dapat ditimbulkan, misalnya
dengan dorsoekstensi atau volarfleksi dari pergelangan tangan, yang dipertahankan selama
kira2 1 menit (tes Phalen). (Mumenthaler et al, 1991).

4. TES TURNIKET GILLIAT-WILSON:


Tes provokasi lain ialah dengan tes torniket Gilliat-Wilson, selama1-2 menit, pada
orang normal akan timbul parestesi yang diffus pada lengan, sedangkan pada STK akan
terjadi parestesi dan nyeri pada jari 1 – 2 – 3 yang menyerupai keluhan2 pada malam hari.
Umumnya tes Phalen dan Tinel dianggap sangat sensitif untuk mendiagnosa STK.
Sedangkan tes torniket kurang sensitif (Tackman et al, 1989).

5. Pemeriksaan elektrodiagnosis
Pada pemeriksaan konduksi saraf didapatkan pemanjangan latensi distal motoric dan
sensorik nervus medianus., perlambatan kecepatan hantar saraf motorik dan sensorik nervus
medianus. Dengan EMG pula dapat ditentukan ada-tidaknya anomali pada n medianus dan
n ulnaris berupa anastomosis Martin-Gruber. (Mumenthaler et al, 1991).

6. Ultrasonografi
USG dapat digunakan pada kasus STK disebabkan adanya penebalan nervus
medianus, pemipihan nervus medianus di terowongan dan pembengkokan fleksor
retinakulum.

7. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih unggul untuk mengethui penyebab
STK yang jarang seperti ganglion, hemangioma maupun deformitas tulang. Adanya
berbagai penyebab tersebut akan mengganggun

Diagnosa banding STK adalah gangguan pleksus (pleksopati brachialis/trunkus superior),


radiks (radikulopati C6-C7) dan medulla spinalis servikal atau jaringan lain di sekitar saraf,
seperti sendi, tulang, tendon dan jaringan lunak, neuropati nervus medianus bagian proksimal
(setinggi pronator teres), thoracic outlet syndrome, kelainan saraf pusat (multiple sclerosis,
small serebral infarction).

VII. Tatalaksana
Penatalaksanaan STK terbagi menjadi 2 yaitu konservatif atau pembedahan. Terapi
konservatif diperuntukkan bagi pasien dengan keluhan ringan sampai sedang. Terapi konservatif
meliputi terapi medikamentosa dan rehabilitatif. Obat yang sering digunakan adalah NSAID untuk
meredakan rasa nyeri. Pemberian kortikosteroid oral maupun injeksi bisa diberikan, namun
mengingat berbagai efek samping, maka belum ada kesepakatan untuk rekomendasi. Kumta et al
(1993) telah mengemukakan manfaat metilkobalamin pada 60 kasus STK. Fisioterapi juga
memberikan manfaat yang baik, karena juga akan memperbaiki vaskularisasi pergelangan tangan.
Terapi rehabilitatif terutama splinting dalam posisi netral. akan mengurangi tekanan di dalam
terowongan karpal.
Terapi pembedahan bertujuan untuk memperluas ruangan terowongan karpal, sehingga
mengurangi tekanan di dalam terowongan karpal. Pada umumnya dilakukan pemotongan
ligamentum carpi tranversum. Pembedahan dilakukan bila terapi konservatif gagal dalam waktu 6
bulan atau nyeri membandel.

VIII. Prognosis
Terapi konservatif pada kasus-kasus ringan umumnya memberikan prognosis yang baik.
Tindakan operatif umumnya prognosis juga baik, bila dilakukan pada waktu yang tepat. Karena
operasi umumnya hanya dilakukan pada kasus2 berat/lama maka penyembuhan terjadi bertahap.
Mula2 nyeri menghilang, lalu diikuti perbaikan sensibilitas, terakhir baru perbaikan motorik
dan membaiknya atrofi otot, sehingga seluruh proses penyembuhan bisa memakan waktu 18 bulan.
Bila terapi operasi tidak memberikan perbaikan, mungkin penyebabnya adalah:
- salah diagnosis (jebakan terjadi ditempat yang lebih proksimal)
- n medianus telah rusak sehingga tak ada regenerasi lagi.
- timbul STK yang baru karena komplikasi operasi misalnya oedema atau perlengketan.

Perlu disebutkan juga, bahwa dengan terapi konservatif maupun operatif kadang-kadang
STK kambuh lagi. Keterangan dan informasi yang baik harus diberikan kepada pasien, untuk
menghindari jenis pekerjaan2 tangan yang dapat menyebabkan STK, sehingga menghindari
rekurensi timbulnya STK. Namun harus diwaspadai pula keluhan2 pada pekerja yang mendapat
ganti rugi, karena mendapat keuntungan dari keluhan-keluhannya.

IX. Referensi
1. Kolegium Neurologi Indonesia. Buku Modul Induk : Gangguan Saraf Perifer, Gangguan
Saraf Otonom, Gangguan saraf-Otot, 2009
2. Mirawati DK. Neurologi untuk Dokter Umum, Carpal Tunnel syndrome, UNS Press,
Surakarta, 2014

Anda mungkin juga menyukai