Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT

PIELONEFRITIS

DOSEN PEMBIMBING : Ns. LELA AINI, S.Kep, M.Bmd

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. NURUL IFTIKHOTUL M NIM : A21612056


2. RIZKA ZAHRO NIM : A21612059
3. TRI ARIF WAHYUDI NIM : A21612069
4. VELLY ALMIRA L NIM : A21612070

TUGAS : SISTEM PERKEMIHAN

PRODI : S1 KEPERAWATAN / VB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SITI KHADIJAH PALEMBANG

T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah penulis ucapkan atas kehadiran allah SWT serta nikmat ilmu
dan limpahan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “asuhan keperawatan penyakit pielonefritis ”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama kepada dosen pengajar mata kuliah sistem perkemihan dan anggota
kelompok yang sangat kompak dan saling membantu untuk menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Palembang, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................3

LAPORAN PENDAHULUAN .....................................................................4

A. Definisi ................................................................................................4
B. Etiologi ................................................................................................4
C. Anatomi fisiologi…………………………………………………….4
D. Manifestasi klinis…………………………………………………....6
E. Patofisiologi ………………………………………………………...7
F. Klasifikasi …………………………………………………………..8
G. Pemeriksaan penunjang……………………………………………..8
H. Komplikasi .........................................................................................9
I. Penatalaksanaan …………………………………………………….9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................11

A. Pengkajian ..........................................................................................11
B. Diagnosa ............................................................................................13
C. Intervensi……………………………………………………………13
D. Implementasi ......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................17
Laporan Pendahuluan

A. Definisi

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila
pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang
disebut dengan pielonefritis kronis.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

B. Etiologi

1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia


coli merupakan penyebab 85% dari infeksi.

2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat

3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam
ureter.

4. Kehamilan

5. Kencing Manis

6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Anatomi Fisiologi

Ginjal adalah sepassang organ retroperitoneal yang integral dengan hemostasis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan,termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal
menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan
darah,serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan
menyesuaikan ekskresi airdan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh ,asiditas, dan
elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairanyang normal.

Ginjal terletak dibelakang peritoneum perital (retro-peri-toneal), pada dinding abdomen


posterior. Ginjal juga terdapat di kedua sisi aorta abdominal dan venaa kava inferior. Hepar
menekan ginjal kanan kebawah sehingga ginjalkanan lebih rendah dari pada ginjal kiri.
Setiap ginjal ddikelilingi dengan lemak perinefritik yang dapat melindungi ginjal dari trauma.
Di bagian atas setiap ginjal terdapat kalenjer adrenal. Renal fasia dan organ sekitar
membantu mempertahankanginjal di tempatnya.pada bagian medial setiap ginjal, terdapat
cekungan yang di sebut hilum. Arteri renal dan saraf memasuki ginjal melalui hilum,
sedangkan vena renal ,saluran limfa,dan ureter keluar dari ginjal juga melalui hilum. Jika
ginjal membelah membujur, akan tanpak korteks dan medula. Sebagian besr nefron (unit
fungsional ginjal) terdapatpada korteks. Bagian tengah ginjal adalah renal medula yang
terdiri atas 8-10 piramid.
Sebelum basuk ginjal, ureter melebar dan membentuk pelvis gginjal. Kemudian, pelvis
ginjal bercabang danmembentuk 2-3kaliks mayor. Setiapkaliks mayor bercabang menjadi
beberapa kaliks minor. Kaliks minor inilah yang mmengumpulkan urine yang kkeluar dari
tubulus koligentes.
Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Setiap ginjal berisisi sekitar satuu juta nefron.
Terdapat dua nefron , yaitu kortikal dan juksta medular.delapan puluh limaa persen dari
semua nefron terdiri atasnefron kortikal, sedangkan 15% terdiri atas juksta medular. Kedua
macam nefron ini diberi nama sesuai dengan letak glumerulinya dalam renal parenkim.
Nefron kortikal berperan dalam konsentrasi dan dilusi urine.struktur nefron yang berkaitan
dengan proses pembentukan urine adalah korpus,tubulus renal, dan tubulus
koligentes.korpus ginjal terdiri ata glomerulus dan kapsul bowman yang membentuk
ultrafiltrat dari darah.tubulus renal terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan
tuubulus kontortus distal. Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi
dengan mengubah volume dan komposisi ultrafiltrat shingga terbentuk produk akhir,yaitu
urine.

Gambar 1.1
Ginjal berubah organ yang sangat vaskular (kaya pembulu darah) dan mampu menerima
20% curah jantung dalam keadaan istirahat .ginjal mendapat suplai darah arteri dari
ortaabdominal. Arteri renalis bercabang kemudian membentuk arteri lobaris yang memberi
suplai darah pada setiap piramid. Arteri lobaris ini kembali bercabang agar darah dapat
bergerak dengan efisien melalui setiap nefron. darah masuk kedalam glumerulus melalui
arteriol aferen dan keluar melalui arteri eferen. Kemudian, darah mengalir melalui kapiler
peritubular yang mengelilingi tubula nefron. Akhirnya, darah dalam kapiler peritubular
masuk ke dalam venula dan darah di kembalikan kedalam sisitem sirkulasi sistem vena
ginjal.
Kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis ginjal dan membawa urine ke dalam
kandung kemih, khususnya ke area yang trigon.trigon adalah area segitiga atas
lapisanmembran mukusyang dapat berfungsi sebagia katub untuk menghindari refluks urine
ke dalam ureter ketika kandung kemih berkontraksi.
 Fungsi ginjal
1. Mengatur volume dan osmolalitascairan tubuh.
2. Mengatur keseimbangan elektrolit.
3. Mengatur keseimbangan asam basa.
4. Mengeskresi sisa metabolik,toksin,dan zat asing.
5. Memproduksi dan menyekresi hormon. (Mary baradero, 2009. Klien Gangguan ginjal,
hal 1-5)

D. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai
menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga
menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi
berkemih yang meningkat.

Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan
oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi
pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi
kuat.

Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi
hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.
Pathway

PYELONEFRITIS

Reaksi
Aktivasi Gangguan
Menekan inflamasi
Makrofag fungsi
saraf vagus
ginjal
Iritasi
Makrofagm saluran Hematuria
enghasilkan Mual dan muntah kemih iysuria
pyrogen piuria
endogen Kekurangan
Nafsu makan
volume cairan
turun Ginjal
Membesar
Melepaskan Gangguan
prostagladin eliminasi urin
di Ketidak Nyeri
hypotalamus seimbangan
nutrisi kurang
dari
Peningkatan kebutuhan
jumlah
protagladin

Demam

Hipertermi

F. Patofisiologi

Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra.
Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E.
coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.

Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim.
Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan
berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis
muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan
degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang
menjadi gagal ginjal.

D. Klasifikasi

Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :

• Pielonefritis kronis

• Pyelonefritis akut

1) Pyelonefritis akut

Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu
setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut
antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.KronisPielonefritis kronis
juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran
kemih dan refluk urin.

2)Pyelonefritis kronis

Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi
yang berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal
ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.Pembagian
PielonefritisPielonefritis akutSering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan
hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Whole blood

2. Urinalisis

3. USG dan Radiologi

4. creatinin
5. serum electrolytes

G. Komplikasi

Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum
& Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):

• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam
jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti


trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-
Banthine)

• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.

• Monitor Vital Sign

• Melakukan pemeriksaan fisik

• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.

• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

• Memantau input dan output cairan.


• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)

• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan.

I. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

• Pemeriksaan IVP

• Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur

• Cystoscopy

• cultur urin

• biopsi ginjal.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1.1 Identitas

Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, agama,
suku bangsa pasien dan keluarga penanggung jawabnya.

a.Usia : Wanita memiliki lapisan pelindung terhadap mikroorganisme yang bersifat


antimikroba yakni adanya pembentukan mukus dependen estrogen yang membungkus
kandung kemih. Proteksi ini menurun pada wanita menopause yang memiliki kadar estrogen
yang berangsur-angsur berkurang.

b.Jenis Kelamin: Faktor risiko lebih tinggi pada anak perempuan dan wanita. Hal ini
dikarenakan panjang uretra wanita lebih pendek dari pria sehingga memungkinkan
mikroorganisme masuk dan langsung menginvasi saluran kemih. Kebiasaan menahan
kencing juga lebih banyak dilakukan oleh anak perempuan dan wanita (terutama wanita
hamil dengan relaksasi otot polos oleh progesteron) dan infeksi yang terjadi atau iritasi kulit
lubang uretra saat melakukan hubungan seksual membuat risiko mengalami infeksi saluran
kemih meningkat.

1.2 Riwayat Kesehatan

a.Keluhan Utama: Pada kondisi akut terjadi demam dan mengggigil, nyeri pinggang,
nyeri tekan sudut kostovertebral, vomitting, disuria dan sering berkemih.

b.Riwayat Penyakit Sekarang: Klien datang ke pusat tenaga kesehatan karena adanya
gejala akut Pielonefritis.

c.Riwayat Penyakit Dahulu: Batu ginjal atau batu kandung kemih, Diabetes Mellitus,
disfungsi neuropati kandung kemih, ISK (Infeksi Saluran Kemih) sebelumnya, stasis, refluks,
striktur, retensi, neurogenic bladder, kehamilan, BPH, PMS, kanker kandung kemih.

d.Riwayat Pengobatan : Penggunaan antibiotik, antikolinergik, dan antispasmodic

e.Riwayat Pembedahan : Katerisasi, sistiskopi, pembedahan.

f.Riwayat Penyakit Keluarga : Batu ginjal atau batu kandung kemih, diabetes mellitus.

2. Pemeriksaan Fisik

1) B1 (Pernafasan)

Pada pemeriksaan sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan adanya masalah


keperawatan.
2) B2 (Kardiovaskuler)

Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler biasanya pasien mengalami hipertermi saat


akut dan pada pielonefritis kronis biasanya pasien sakit kepala dan timbul hipertensi.

3) B3 (Persyarafan)

Pada pemeriksaan sistem persyarafan biasanya pasien mengalami penurunan Hb yang


berakibat pada konjungtiva yang anemis pada pielonefritis kronis, dan pada pielonefritis akut
biasanya pasien masih tampak kompos mentis.

4) B4 (Perkemihan)

Pada pemeriksaan sistem perkemihan biasanya didapatkan permasalahan disuria,


frekuensi, dan urgensi, piuria pada pielonefritis akut. Serta adanya nyeri pinggang, nyeri
tekan kostovertebral. Pada pielonefritis kronis pasien sering poliuria yang menandakan
adanya gagal ginjal.

5) B5 (Pencernaan)

Pada pemeriksaan sistem pencernaan pasien biasanya mual dan muntah, turgor kulit
buruk dan anoreksia pada pielonefritis akut. Sedangakan pada pielonefritis kronis nafsu
makan menurun, adanya penurunan BB, dan haus yang berlebihan.

6) B6 (Muskuloskeletal dan Integumen)

Pada pemeriksaan sistem muskuloskeletal pasien terhihat pucat serta sering


mengalami kelelahan/ keletihan saat beraktivitas khususnya pada pielomanefritis kronis.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pielografi antegrad dan retrograde

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive dan
mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu dilakukan pada refluks
vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih berulang untuk mencari factor predisposisi
infeksi saluran kemih.

b. CT-scan

Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada parenkim ginjal,
termasuk mikroabses ginjal. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya
infeksi pada penyakit ginjal.

c. DMSA scanning

Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat dilakukan
dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc) dimercaptosuccinicacid (DMSA).
Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk anak – anak dengan infeksi saluran kemih akut
dan biasanya ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali lebih
sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.

d. Pielografi intravena (PIV)

Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi system
pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode infeksi saluran kemih
yang pertama dialami).

2. Diagnosis Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria.
2) Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
3) . kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat.
4) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
5) . Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran
mukosa, kurang nafsu makan

3. Intervensi

DX. 1 : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria.

Intervensi :
Intervensi Rasionalisasi

1. Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang Rasa sakit yang hebat menandakan adanya
memperberat atau meringankan nyeri infeksi

2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan Klien dapat istirahat dengan tenang dan
tingkat aktivitas yang dapat di toleran. dapat merilekskan otot – otot

3. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak Untuk membantu klien dalam berkemih
ada kontra indikasi

4. Pantau haluaran urine terhadap perubahan Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan


warna, bau dan pola berkemih, masukan atau penyimpangan dari hasil yang di
dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil harapkan
urinalisis ulang

5. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan Meningkatkan relaksasi, menurunkan


punggung, lingkungan istirahat tegangan otot
Dx. : Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu klien (derajat/pola), 1. tanda vital dapat menandakan adanya
perhatikan mengigil/diaforesis perubahan di dalam tubuh.
2.
2. Pantau suhu lingkungan 3. Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah
untuk mempertahankan suhu mendekati normal
4.
3. Dapat membantu mengurangi demam.
3. Berikan kompres hangat Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu
secara aktual.

4. Berikan selimut dingin 5. Digunakan untuk mengurangi demam


umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada
waktu terjadi kerusakan/ gangguan otak
6.
5. Digunakan untuk mengurangi demam dengan
5. Berikan antipiretik, misalnya ASA
aksi sentralnya pada hipotelamus. Meskipun
(aspirin), asetaminofen (tylenol)
demam mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme. Dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi

Dx . kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat.


Intervensi:
Intervensi Rasional
1. 2. Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan
1. Ukur dan catat urine setiap kali untuk mengetahui input/output
berkemih 3.
2. Pastikan kontinuitas kateter pirau/akses2. Terputusnya pirau/ akses terbuka akan
memungkinkan eksanguinasi
3. Tempatkan pasien pada posisi 3. Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi
telentang/tredelenburg sesui kebutuhan hipotensi

4. Pantau mambran mukosa kering, torgor4. Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan


kulit yang kurang baik, dan rasa haus memperkuat tanda-tanda dehidrasi

5.
6. Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan
1. 5.Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena
volume ekspender (contoh albumin)selama hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi
dialisa sesuai indikasi tinggi digunakan untuk membuang cairan
ekstraseluler dan cairan toksik. Volume
ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah
hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba

Dx : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi pada ginjal.

Intervensi Rasional
1. Ukur dan catat urine setiap kali 1. Untuk mengetahui adanya perubahan warna
berkemih serta karakteristik urine dan untuk mengetahui input/out put
2.
3. Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine
2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 dalam vesika urinaria.
jam

3. Retensi urin dapat terjadi menyebabkan


3. Kaji keluhan kandung kemih penuh distensi jaringan (kandungan kemih/ginjal).

4. Observasi perubahan status mental: 4. Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan


perilaku atau tingkat kesadaran. elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan
saraf pusat.
5. Bantu klien mendapatkan posisi 5.
berkemih yang nyaman 5. Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

6 6

DX Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan


Intervensi Rasionalisasi

Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan


1. Pantau / catat permasukan diet kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala
uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan
rasa) dan pembatasan diet multiple
mempengaruhi pemasukan makanan.

Membran mukosa menjadi kering dan pecah.


Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan
membantu menyegarkan rasa mulut yang sering
2. Tawarkan perawatan mulut sering/cuci tidak nyaman pada uremia dan membatasi
dengan larutan (25%) cairan asam pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat
asetat. Berikan permen karet, permen membantu menetralkan amonea yang dibentuk
keras, penyegar mulut diantara makan oleh perubahan urea.

3. Berikan makanan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan kebutuhan


nutrisi dalam pembatasan,dan mengidentifikasi
4. Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung rute paling efektif dan produknya, contoh
nutrisi tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk


mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut,
5. Batasi kalium, natrium dan pemasukan khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian
fosat sesuai indikasi pengobatan, dan atau selama fase
penyembuhan.

4. implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC:
Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8 Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai