Askep Pyelenoritis
Askep Pyelenoritis
PIELONEFRITIS
PRODI : S1 KEPERAWATAN / VB
T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulilah penulis ucapkan atas kehadiran allah SWT serta nikmat ilmu
dan limpahan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “asuhan keperawatan penyakit pielonefritis ”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama kepada dosen pengajar mata kuliah sistem perkemihan dan anggota
kelompok yang sangat kompak dan saling membantu untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................3
A. Definisi ................................................................................................4
B. Etiologi ................................................................................................4
C. Anatomi fisiologi…………………………………………………….4
D. Manifestasi klinis…………………………………………………....6
E. Patofisiologi ………………………………………………………...7
F. Klasifikasi …………………………………………………………..8
G. Pemeriksaan penunjang……………………………………………..8
H. Komplikasi .........................................................................................9
I. Penatalaksanaan …………………………………………………….9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................11
A. Pengkajian ..........................................................................................11
B. Diagnosa ............................................................................................13
C. Intervensi……………………………………………………………13
D. Implementasi ......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................17
Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila
pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang
disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
B. Etiologi
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam
ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
C. Anatomi Fisiologi
Ginjal adalah sepassang organ retroperitoneal yang integral dengan hemostasis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan,termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal
menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan
darah,serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan
menyesuaikan ekskresi airdan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh ,asiditas, dan
elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairanyang normal.
Gambar 1.1
Ginjal berubah organ yang sangat vaskular (kaya pembulu darah) dan mampu menerima
20% curah jantung dalam keadaan istirahat .ginjal mendapat suplai darah arteri dari
ortaabdominal. Arteri renalis bercabang kemudian membentuk arteri lobaris yang memberi
suplai darah pada setiap piramid. Arteri lobaris ini kembali bercabang agar darah dapat
bergerak dengan efisien melalui setiap nefron. darah masuk kedalam glumerulus melalui
arteriol aferen dan keluar melalui arteri eferen. Kemudian, darah mengalir melalui kapiler
peritubular yang mengelilingi tubula nefron. Akhirnya, darah dalam kapiler peritubular
masuk ke dalam venula dan darah di kembalikan kedalam sisitem sirkulasi sistem vena
ginjal.
Kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis ginjal dan membawa urine ke dalam
kandung kemih, khususnya ke area yang trigon.trigon adalah area segitiga atas
lapisanmembran mukusyang dapat berfungsi sebagia katub untuk menghindari refluks urine
ke dalam ureter ketika kandung kemih berkontraksi.
Fungsi ginjal
1. Mengatur volume dan osmolalitascairan tubuh.
2. Mengatur keseimbangan elektrolit.
3. Mengatur keseimbangan asam basa.
4. Mengeskresi sisa metabolik,toksin,dan zat asing.
5. Memproduksi dan menyekresi hormon. (Mary baradero, 2009. Klien Gangguan ginjal,
hal 1-5)
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai
menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga
menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi
berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan
oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi
pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi
kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi
hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.
Pathway
PYELONEFRITIS
Reaksi
Aktivasi Gangguan
Menekan inflamasi
Makrofag fungsi
saraf vagus
ginjal
Iritasi
Makrofagm saluran Hematuria
enghasilkan Mual dan muntah kemih iysuria
pyrogen piuria
endogen Kekurangan
Nafsu makan
volume cairan
turun Ginjal
Membesar
Melepaskan Gangguan
prostagladin eliminasi urin
di Ketidak Nyeri
hypotalamus seimbangan
nutrisi kurang
dari
Peningkatan kebutuhan
jumlah
protagladin
Demam
Hipertermi
F. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra.
Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E.
coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim.
Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan
berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis
muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan
degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang
menjadi gagal ginjal.
D. Klasifikasi
• Pielonefritis kronis
• Pyelonefritis akut
1) Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu
setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut
antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.KronisPielonefritis kronis
juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran
kemih dan refluk urin.
2)Pyelonefritis kronis
Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi
yang berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal
ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.Pembagian
PielonefritisPielonefritis akutSering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan
hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
4. creatinin
5. serum electrolytes
G. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum
& Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam
jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-
Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.
2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Pemeriksaan IVP
• Cystoscopy
• cultur urin
• biopsi ginjal.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, agama,
suku bangsa pasien dan keluarga penanggung jawabnya.
b.Jenis Kelamin: Faktor risiko lebih tinggi pada anak perempuan dan wanita. Hal ini
dikarenakan panjang uretra wanita lebih pendek dari pria sehingga memungkinkan
mikroorganisme masuk dan langsung menginvasi saluran kemih. Kebiasaan menahan
kencing juga lebih banyak dilakukan oleh anak perempuan dan wanita (terutama wanita
hamil dengan relaksasi otot polos oleh progesteron) dan infeksi yang terjadi atau iritasi kulit
lubang uretra saat melakukan hubungan seksual membuat risiko mengalami infeksi saluran
kemih meningkat.
a.Keluhan Utama: Pada kondisi akut terjadi demam dan mengggigil, nyeri pinggang,
nyeri tekan sudut kostovertebral, vomitting, disuria dan sering berkemih.
b.Riwayat Penyakit Sekarang: Klien datang ke pusat tenaga kesehatan karena adanya
gejala akut Pielonefritis.
c.Riwayat Penyakit Dahulu: Batu ginjal atau batu kandung kemih, Diabetes Mellitus,
disfungsi neuropati kandung kemih, ISK (Infeksi Saluran Kemih) sebelumnya, stasis, refluks,
striktur, retensi, neurogenic bladder, kehamilan, BPH, PMS, kanker kandung kemih.
f.Riwayat Penyakit Keluarga : Batu ginjal atau batu kandung kemih, diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Pernafasan)
3) B3 (Persyarafan)
4) B4 (Perkemihan)
5) B5 (Pencernaan)
Pada pemeriksaan sistem pencernaan pasien biasanya mual dan muntah, turgor kulit
buruk dan anoreksia pada pielonefritis akut. Sedangakan pada pielonefritis kronis nafsu
makan menurun, adanya penurunan BB, dan haus yang berlebihan.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive dan
mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu dilakukan pada refluks
vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih berulang untuk mencari factor predisposisi
infeksi saluran kemih.
b. CT-scan
Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada parenkim ginjal,
termasuk mikroabses ginjal. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya
infeksi pada penyakit ginjal.
c. DMSA scanning
Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat dilakukan
dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc) dimercaptosuccinicacid (DMSA).
Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk anak – anak dengan infeksi saluran kemih akut
dan biasanya ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali lebih
sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.
Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi system
pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode infeksi saluran kemih
yang pertama dialami).
2. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria.
2) Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
3) . kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat.
4) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
5) . Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran
mukosa, kurang nafsu makan
3. Intervensi
DX. 1 : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria.
Intervensi :
Intervensi Rasionalisasi
1. Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang Rasa sakit yang hebat menandakan adanya
memperberat atau meringankan nyeri infeksi
2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan Klien dapat istirahat dengan tenang dan
tingkat aktivitas yang dapat di toleran. dapat merilekskan otot – otot
3. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak Untuk membantu klien dalam berkemih
ada kontra indikasi
5.
6. Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan
1. 5.Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena
volume ekspender (contoh albumin)selama hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi
dialisa sesuai indikasi tinggi digunakan untuk membuang cairan
ekstraseluler dan cairan toksik. Volume
ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah
hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba
Intervensi Rasional
1. Ukur dan catat urine setiap kali 1. Untuk mengetahui adanya perubahan warna
berkemih serta karakteristik urine dan untuk mengetahui input/out put
2.
3. Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine
2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 dalam vesika urinaria.
jam
6 6
3. Berikan makanan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik/menurunnya paristaltik
4. implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC:
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8 Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta