DISUSUN OLEH
K012171154 / K012171005
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN
2
mendukung serta melengkapi antara pemerintah dan masyarakat termasuk
swasta yang memiliki kepentingan terhadap pengembangan tenaga
kesehatan.
Penetapan pengembangan sumber daya manusia kesehatan sebagai
salah satu prioritas adalah karena Indonesia masih menghadapi masalah
tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas maupun distribusinya.
Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan
jenis pelayanan yang dibutuhkan, sarana kesehatan, serta jenis dan jumlah
yang sesuai. Perencanaan nasional tenaga kesehatan ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Sebagai turunan dari PP tersebut, telah diterbitkan
beberapa Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes).
Kepmenkes No.850/Menkes/SK/XII/2000 Tahun 2000 (Depkes, 2004)
antara lain mengatur tentang kebijakan perencanaan tenaga kesehatan untuk
meningkatkan kemampuan para perencanan pemerintah, masyarakat dan
semua profesi disemua tingkatan. Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004
Tahun 2004 (Depkes, 2004) antara lain mengatur tentang pedoman
penyusunan perencanaan sumberdaya kesehatan di tingkat provinsi,
kabupaten/kota, serta rumah sakit.
Pada Kepmenkes tersebut disediakan pula menu tentang metode
perencanaan tenaga kesehatan untuk dipilih sesuai dengan kemauan dan
kemampuan. Pada Kepmenkes tersebut dijabarkan jumlah minimal
ketenagaan di puskesmas sebagai berikut :
PendayagunaanTenaga Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah fasilitas
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Untuk
mendukung fungsi dan tujuan Puskesmas diperlukan sumber daya
manusia kesehatan baik tenaga kesehatan maupun tenaga penunjang
kesehatan.
Pada peraturan yang sama di Pasal 16 Ayat 3 disebutkan bahwa
minimal tenaga kesehatan di Puskesmas terdiri dari dokter atau dokter
layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium
medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian. Sedangkan tenaga
penunjang kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional
lainnya.
4
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan Puskesmas dihitung
berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan beberapa
hal, yaitu jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan
persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di
wilayah kerjanya, dan pembagian waktu kerja.
Sebagai contoh, kami menyajikan Data ketenagaan di Puskesmas
Kabupaten Kepulauan Selayar :
6
sangat terpencil. Puskesmas Kabupaten Kepulauan Selayar pada
Tahun 2016, ada 8 Puskesmas memiliki jumlah tenaga perawat lebih
dari standar yang ditetapkan, 1 Puskesmas dengan jumlah tenaga
perawat memenuhi standar, dan 5 Puskesmas kekurangan tenaga
perawat. proporsi terbesar Puskesmas dengan jumlah perawat
berlebih terdapat pada Puskesmas Benteng yaitu 17 orang tenaga
perawat berikut Puskesmas Bontomatene 14 orang, Puskesmas
Bontosunggu 12, orang Proporsi terbesar Puskesmas yang
kekurangan jumlah tenaga perawat yaitu Puskesmas Buki 5 orang
tenaga perawat.
8
pegawai tidak tetap (PTT) yang didasarkan atas Permenkes No.
1170.A/Menkes/Per/SK/VIII/1999. Masa bakti dokter PTT selama 2 sampai 3
tahun. Dalam periode ini telah diangkat sebanyak 30.653 dokter dan 7.866
dokter gigi yang tersebar di seluruh tanah air. Pada perode mulai tahun 2005
pengangkatan dokter dan dokter gigi PTT mempunyai ciri semua provinsi
terbuka untuk pelaksanaan PTT sesuai kebutuhan. Kebijakan ini berpotensi
menimbulkan permasalahan kompensasi gaji yang tidak cukup menarik dan
peminatan cenderung ke provinsi yang besar dan kaya (misalnya Jabar,
Jateng, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, dan Kaltim). Provinsi-provinsi di
kawasan timur Indonesia pada umumnya kurang peminat karena adanya
alternatif pilihan di provinsi lain.
Dalam hal penempatan dokter spesialis, sampai dengan Desember
2004 jumlah dokter spesialis (PNS) di seluruh wilayah Indonesia sebanyak
11.057 orang. Jumlah RS vertikal dan Daerah sebanyak 420 RS. Jumlah
dokter spesialis yang bertugas di RS milik Pemerintah sebanyak 7.461 orang,
terdapat kekurangan sebanyak 3.868 orang. Rata-rata produksi dan
penempatan tenaga dokter spesialis per tahun sebanyak 509 orang.
Sejak diterapkannya otonomi daerah, penempatan dokter spesialis
harus terlebih dulu ditawarkan melalui pejabat pembina kepegawaian (PP
No.9 Tahun 2003). Pada akhir tahun 1999 diberlakukan kebijakan penundaan
masa bakti bagi dokter spesialis yang langsung diterima pendidikan spesialis.
Dengan adanya pengurangan masa bakti bagi dokter spesialis bagi daerah
tertentu, misalnya di provinsi NAD cukup menarik minat untuk bertugas di
daerah.
Tenaga kesehatan lainnya yang cukup penting adalah bidan, sebagai
tenaga yang diharapkan berperan dalam penurunan angka kematian bayi
dan kematian ibu melahirkan. Seperti halnya dengan dokter, pengangkatan
tenaga bidan menggunakan sistem PTT dengan karakteristik kebijakan
sebagai berikut:
1. Penugasan selama 3 tahun di daerah biasa dan 2 tahun di daerah terpencil
2. Penugasan dapat diperpanjang dua kali di desa yang sama dan
dimungkinkan untuk diangkat kembali sebagai bidan PTT sesuai
kebutuhan.
Sampai dengan bulan April 2005 keberadaan Bidan PTT di seluruh
tanah air sebanyak 32.470 orang, berarti kurang dari 50 % dari jumlah desa.
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan Bidan PTT antara lain pada
umumnya mereka berharap dapat diangkat sebagai PNS (peningkatan
status), kompensasi gaji relatif tidak memadai, dan besaran gaji antara
daerah terpencil dengan sangat terpencil relatif kecil sehingga tidak menarik.
10
3. Dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan
tenaga kesehatan yang berkualitas masih kurang, utamanya di daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan dan daerah yang kurang
diminati. Hal ini disebabkan oleh disparitas sosial ekonomi, budaya
maupun kebijakan pemerintah daerah termasuk kondisi geografis antar
daerah mengurangi minat tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah
tersebut. Selain itu pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan
karir, sistem penghargaan dan sanksi belum dilaksanakan sesuai yag
diharapkan. Pengembangan profesi yang berkelanjutan (Continue
Professional Development= CPD), sertaTraining Need Assesment
(TNA) masih perlu dikembangkan.
Dari analisis perencanaan kebutuhan tenaga, secara umum dapat
dikatakan tenaga kesehatan di Indonesia baik dari segi jumlah, jenis,
kualifikasi, dan mutu dan penyebarannya masih belum memadai.
Beberapa jenis tenaga kesehatan yang baru masih diperlukan
pengaturannya. Beberapa jenis tenaga kesehatan masih tergolong langka,
dalam arti kebutuhannya besar tetapi jumlah tenaganya kurang karena
jumlah institusi pendidikannya terbatas dan kurang diminati.
DAFTAR PUSTAKA
12