Anda di halaman 1dari 12

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Manajemen SDM


Dosen : Dr. Drs. H. Alwy Arifin, M.Si

DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN

DISUSUN OLEH

DEWI SARTIKA / A. MAR’ATUL MUTHMAINNAH

K012171154 / K012171005

ADMINISTRASI & KEBIJAKAN KESEHATAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan


adalah merupakan hak asasi manusia. Pada pasal 28 H dinyatakan bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3
dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit
dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Berdasarkan
UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dengan demikian kesehatan selain sebagai hak asasi manusia, kesehatan
juga merupakan suatu investasi.
Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam
keberhasilan pembangunan kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006,
Indonesia termasuk salah satu dari 57 negara yang menghadapi krisis SDM
kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya. Menghadapi
era globalisasi, adanya suatu Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan
yang menyeluruh sangat diperlukan. Salah satu modal dalam pasokan
perdagangan jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia.
Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 - 2025
merupakan rencana jangka panjang dengan maksud memberikan arah dan
acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan dan
pemberdayaan tenaga kesehatan secara komprehensif dan menyeluruh.
Tujuan disusunnya Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011
- 2025 adalah untuk mewujudkan sinergisme dan upaya yang saling

2
mendukung serta melengkapi antara pemerintah dan masyarakat termasuk
swasta yang memiliki kepentingan terhadap pengembangan tenaga
kesehatan.
Penetapan pengembangan sumber daya manusia kesehatan sebagai
salah satu prioritas adalah karena Indonesia masih menghadapi masalah
tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas maupun distribusinya.
Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan
jenis pelayanan yang dibutuhkan, sarana kesehatan, serta jenis dan jumlah
yang sesuai. Perencanaan nasional tenaga kesehatan ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Sebagai turunan dari PP tersebut, telah diterbitkan
beberapa Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes).
Kepmenkes No.850/Menkes/SK/XII/2000 Tahun 2000 (Depkes, 2004)
antara lain mengatur tentang kebijakan perencanaan tenaga kesehatan untuk
meningkatkan kemampuan para perencanan pemerintah, masyarakat dan
semua profesi disemua tingkatan. Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004
Tahun 2004 (Depkes, 2004) antara lain mengatur tentang pedoman
penyusunan perencanaan sumberdaya kesehatan di tingkat provinsi,
kabupaten/kota, serta rumah sakit.
Pada Kepmenkes tersebut disediakan pula menu tentang metode
perencanaan tenaga kesehatan untuk dipilih sesuai dengan kemauan dan
kemampuan. Pada Kepmenkes tersebut dijabarkan jumlah minimal
ketenagaan di puskesmas sebagai berikut :
PendayagunaanTenaga Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah fasilitas
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Untuk
mendukung fungsi dan tujuan Puskesmas diperlukan sumber daya
manusia kesehatan baik tenaga kesehatan maupun tenaga penunjang
kesehatan.
Pada peraturan yang sama di Pasal 16 Ayat 3 disebutkan bahwa
minimal tenaga kesehatan di Puskesmas terdiri dari dokter atau dokter
layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium
medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian. Sedangkan tenaga
penunjang kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional
lainnya.

4
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan Puskesmas dihitung
berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan beberapa
hal, yaitu jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan
persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di
wilayah kerjanya, dan pembagian waktu kerja.
Sebagai contoh, kami menyajikan Data ketenagaan di Puskesmas
Kabupaten Kepulauan Selayar :

KECUKUPAN DOKTER PADA PUSKESMAS


KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
TAHUN 2016

Sumber : Subag Umum dan Kepegawaian, Dinas Kesehatan


Kabupaten Kepulauan Selayar, 2016 4
Pada Puskesmas non rawat inap, minimal jumlah dokter yaitu satu
orang, sedangkan pada Puskesmas rawat inap minimal jumlah dokter dua
orang, baik pada wilayah perkotaan, perdesaan, maupun kawasan terpencil
dan sangat terpencil. Pada Gambar 3.3, diketahui bahwa Puskesmas
Benteng memiliki 3 Tenaga dokter, Puskesmas Bontosunggu 2 Tenaga
Dokter dan sudah memenuhi standard, 5 Puskesmas belum mencukupi
standard, dan masih ada 7 Puskesmas yang belum mempunyai dokter

KECUKUPAN TENAGA KEPERAWATAN PADA PUSKESMAS


KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
TAHUN 2016

Sumber : Subag Umum dan Kepegawaian, Dinas Kesehatan


Kabupaten Kepulauan Selayar, 2016
Perawat pada Puskesmas non rawat inap minimal
berjumlah lima orang sedangkan pada Puskesmas rawat inap
minimal berjumlah delapan orang. Kondisi ini merupakan standar
minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan

6
sangat terpencil. Puskesmas Kabupaten Kepulauan Selayar pada
Tahun 2016, ada 8 Puskesmas memiliki jumlah tenaga perawat lebih
dari standar yang ditetapkan, 1 Puskesmas dengan jumlah tenaga
perawat memenuhi standar, dan 5 Puskesmas kekurangan tenaga
perawat. proporsi terbesar Puskesmas dengan jumlah perawat
berlebih terdapat pada Puskesmas Benteng yaitu 17 orang tenaga
perawat berikut Puskesmas Bontomatene 14 orang, Puskesmas
Bontosunggu 12, orang Proporsi terbesar Puskesmas yang
kekurangan jumlah tenaga perawat yaitu Puskesmas Buki 5 orang
tenaga perawat.

KECUKUPAN TENAGA BIDAN PADA PUSKESMAS


KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
TAHUN 2016

Sumber : Subag Umum dan Kepegawaian, Dinas Kesehatan


Kabupaten Kepulauan Selayar, 2016
Jumlah bidan di Puskesmas non rawat inap minimal empat orang
dan di Puskesmas rawat inap minimal tujuh orang. Kondisi ini merupakan
standar minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan
sangat terpencil. Pada Gambar 3.6, diketahui bahwa ketersediaan Bidan
pada Puskesmas Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2016, Pukesmas
Benteng telah memenuhi syarat ketersediaan tenaga bidan yaitu 7 orang dan
terdapat 13 Puskesmas yang belum memenuhi standard dan ada 4
Puskesmas masih sangat minim yaitu 2 orang tenaga Bidan.
Pendayagunaan tenaga kesehatan adalah upaya pemerataan,
pembinaan, dan pengawasan tenaga kesehatan. Beberapa permasalahan
klasik dalam pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain:
1. Kurang serasinya antara kemampuan produksi dengan pendayagunaan
2. Penyebaran tenaga kesehatan yang kurang merata
3. Kompetensi tenaga kesehatan kurang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan
4. Pengembangan karir kurang berjalan dengan baik
5. Standar profesi tenaga kesehatan belum terumuskan dengan lengkap
6. Sistem penghargaan dan sanksi tidak berjalan dengan semestinya.
Dalam hal pendayagunaan dan penempatan tenaga dokter tercatat
paling tidak tiga periode perkembangan kebijakan. Pada periode tahun 1974-
1992, tenaga medis harus melaksanakan kewajiban sebagai tenaga Inpres,
diangkat sebagai PNS dengan golongan kepangkatan III A atau dapat
ditugaskan sebagai tenaga medis di ABRI. Masa bakti untuk PNS Inpres
selama 5 tahun di Jawa, dan 3 tahun di luar Jawa. Pada periode ini berhasil
diangkat sekitar 8.300 tenaga dokter dan dokter gigi dengan menggunakan
formasi Inpres dan hampir semua Puskesmas terisi oleh tenaga dokter.
Periode 1992-2002 ditetapkan kebijakan zero growth personel.
Dengan demikian hampir tidak ada pengangkatan tenaga dokter baru.
Sebagai gantinya pengangkatan tenaga medis dilakukan melalui program

8
pegawai tidak tetap (PTT) yang didasarkan atas Permenkes No.
1170.A/Menkes/Per/SK/VIII/1999. Masa bakti dokter PTT selama 2 sampai 3
tahun. Dalam periode ini telah diangkat sebanyak 30.653 dokter dan 7.866
dokter gigi yang tersebar di seluruh tanah air. Pada perode mulai tahun 2005
pengangkatan dokter dan dokter gigi PTT mempunyai ciri semua provinsi
terbuka untuk pelaksanaan PTT sesuai kebutuhan. Kebijakan ini berpotensi
menimbulkan permasalahan kompensasi gaji yang tidak cukup menarik dan
peminatan cenderung ke provinsi yang besar dan kaya (misalnya Jabar,
Jateng, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, dan Kaltim). Provinsi-provinsi di
kawasan timur Indonesia pada umumnya kurang peminat karena adanya
alternatif pilihan di provinsi lain.
Dalam hal penempatan dokter spesialis, sampai dengan Desember
2004 jumlah dokter spesialis (PNS) di seluruh wilayah Indonesia sebanyak
11.057 orang. Jumlah RS vertikal dan Daerah sebanyak 420 RS. Jumlah
dokter spesialis yang bertugas di RS milik Pemerintah sebanyak 7.461 orang,
terdapat kekurangan sebanyak 3.868 orang. Rata-rata produksi dan
penempatan tenaga dokter spesialis per tahun sebanyak 509 orang.
Sejak diterapkannya otonomi daerah, penempatan dokter spesialis
harus terlebih dulu ditawarkan melalui pejabat pembina kepegawaian (PP
No.9 Tahun 2003). Pada akhir tahun 1999 diberlakukan kebijakan penundaan
masa bakti bagi dokter spesialis yang langsung diterima pendidikan spesialis.
Dengan adanya pengurangan masa bakti bagi dokter spesialis bagi daerah
tertentu, misalnya di provinsi NAD cukup menarik minat untuk bertugas di
daerah.
Tenaga kesehatan lainnya yang cukup penting adalah bidan, sebagai
tenaga yang diharapkan berperan dalam penurunan angka kematian bayi
dan kematian ibu melahirkan. Seperti halnya dengan dokter, pengangkatan
tenaga bidan menggunakan sistem PTT dengan karakteristik kebijakan
sebagai berikut:
1. Penugasan selama 3 tahun di daerah biasa dan 2 tahun di daerah terpencil
2. Penugasan dapat diperpanjang dua kali di desa yang sama dan
dimungkinkan untuk diangkat kembali sebagai bidan PTT sesuai
kebutuhan.
Sampai dengan bulan April 2005 keberadaan Bidan PTT di seluruh
tanah air sebanyak 32.470 orang, berarti kurang dari 50 % dari jumlah desa.
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan Bidan PTT antara lain pada
umumnya mereka berharap dapat diangkat sebagai PNS (peningkatan
status), kompensasi gaji relatif tidak memadai, dan besaran gaji antara
daerah terpencil dengan sangat terpencil relatif kecil sehingga tidak menarik.

Isu Strategis Pengembangan Tenaga Kesehatan


Menilik perkembangan tenaga kesehatan sebagaimana telah diuraikan
diatas, dewasa ini dan ke depan masih dihadapi isu strategis atau masalah
pokok dalam pengembangan tenaga kesehatan sebagai berikut:
1. Pengembangan tenaga kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan untuk pelayanan/pembangunan kesehatan. Tenaga
kesehatan terus membaik dalam jumlah, kualitas dan penyebarannya,
namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
di seluruh wilayah terutama pada daerah tertinggal, terpencil, perbatasan
dan kepulauan. Mutu tenaga kesehatan belum memiliki daya saing dalam
memenuhi permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri.
2. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan dan
belum didukung dengan sistem informasi tenaga kesehatan yang
memadai. Rencana kebutuhan tenaga kesehatan yang menyeluruh belum
disusun sesuai yang diharapkan, sehingga belum sepenuhnya dapat
dipergunakan sebagai acuan dalam pengadaan/pendidikan tenaga
kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, serta pembinaan dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan.

10
3. Dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan
tenaga kesehatan yang berkualitas masih kurang, utamanya di daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan dan daerah yang kurang
diminati. Hal ini disebabkan oleh disparitas sosial ekonomi, budaya
maupun kebijakan pemerintah daerah termasuk kondisi geografis antar
daerah mengurangi minat tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah
tersebut. Selain itu pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan
karir, sistem penghargaan dan sanksi belum dilaksanakan sesuai yag
diharapkan. Pengembangan profesi yang berkelanjutan (Continue
Professional Development= CPD), sertaTraining Need Assesment
(TNA) masih perlu dikembangkan.
Dari analisis perencanaan kebutuhan tenaga, secara umum dapat
dikatakan tenaga kesehatan di Indonesia baik dari segi jumlah, jenis,
kualifikasi, dan mutu dan penyebarannya masih belum memadai.
Beberapa jenis tenaga kesehatan yang baru masih diperlukan
pengaturannya. Beberapa jenis tenaga kesehatan masih tergolong langka,
dalam arti kebutuhannya besar tetapi jumlah tenaganya kurang karena
jumlah institusi pendidikannya terbatas dan kurang diminati.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81/ Menkes / SK / I / 2004 Tentang


Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Di
Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas

Dinas Kesehatan Kabupaten Kepualauan Selayar, 2017, Profil Kesehatan


Kabupaten Kepulauan Selayar. Benteng

12

Anda mungkin juga menyukai