Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah “Pengelolaan Pendidikan” dalam bentuk makalah, Sholawat serta salam semoga
senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad, SAW.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul “Pengambilan Keputusan Dalam
Mengelola Pendidikan” ini, masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami
berharap dari makalah yang kami susun ini dapat bermamfaat dan menambah wawasan bagi
kami maupun pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Bandung, September 2018

Penulis

i
KATA MUTIARA

Life teaches you that you need to make decisions in the right time-not
to early, not to late
I made decisions that I regret, and I took them as learning
experiences. I am human, not perfect, like anybody else.
When your values are clear to you, making decisions become easier.
When you wake up everyday, its like a new birthday. Its a new chance
to be great again and make great decisions.

“Berpikirlah sebelum anda berkemauan (merencanakan)”

Ice breaking
Everybody mingkem
Mmmm
Everybody mangap
Aaaa
Everybody mongap
M aaaa m aaam m aaa m
Guru Indonesia
Kece kreatif ok !

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


KATA MUTIARA ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4
A. Definisi Pengambilan Keputusan Dalam Mengelola Pendidikan ............................... 4
B. Unsur-Unsur Dan Prinsip Pengambilan Keputusan Dalam Mengelola Pendidikan .... 5
C. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan ............................................................................. 6
D. Gaya Pengambilan Keputusan ..................................................................................... 7
E. Model Pengambilan Keputusan ................................................................................... 7
F. Manfaat Pengambilan Keputusan Dalam Mengelola Pendidikan ............................... 9
G. Ruang Lingkup Pengambilan Keputusan .................................................................... 9
H. Landasan-Landasan Yang Digunakan Pada Pengambilan Keputusan....................... 11
I. Masalah dan Solusi dalam Pengambilan Keputusan ................................................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 14
B. Saran .......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Betapun terdapat banyak kritis yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap
pendidikan, atau tepatnya praktek pendidikan. Namun hampir semua pihak sepakat
bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada
kontribusi pendidikan. Shane (1984), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang
dapat memberikan kontribusi pada kebudaayaan di hari esok. Dengan demikian, sebagai
intuisi, pendikan pada prinsipnya memikul amanah “etika masa depan”. Etika masa
depan timbul dan dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap anak mungkin akan menjalani
sisa hidupnya di masa depan bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya yang ada di
bumi. Hal ini berarti bahwa, di satu pihak, etika masa depan menuntut manusia untuk
tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap perbuatan yang
dilakukannya sekarang ini. Sementara itu pihak lain manusia, dituntut untuk mampu
mengantisipasi, merumuskan nilai-nilai, dan menetapkan prioritas-prioritas dalam
suasana yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari
proses yang semakin tidak terkendali di zaman mereka dikemudian hari. Dalam konteks
etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari kesadaran
bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena sesungguhnya
masa depan itulah mengharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang seharusnya
menyikapinya. Visi ini tentu saja menyaratkan bahwa, sebagai intuisi, pendidikan harus
solid. Idealnya, pendidikan yang solid adalah pendidikan yang steril dari berbagai
permasalahan. Namun hal ini adalah suatu kemustahilan. Suka atau tidak suka,
permasalahan akan selalu ada di manapun dan kapanpun, termasuk dalam institusi
pendidikan.
Oleh karena itu, persoalannya bukanlah usaha menghindari permasalahan, tetapi
justru perlunya menghadapi permasalahan itu secara cerdas dengan mengidentifikasi dan
memahami substansinya untuk kemudian dicari solusinya.
Makalah ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan
pendidikan di Indonesia. Permasalahan-permasalahan pendidikan dimaksud
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu pemasalahan eksternal dan permasalahan
internal. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalahan eksternal dan internal tersebut,
terlebih dahulu disajikan uraian singkat tentang fungsi pendidikan. Uraian yang disebut
terakhir ini dianggap penting, karena permasalahan pendidikan pada hakekatnya terkait
erat dengan realisasi fungsi pendidikan.
Fungsi pendidikan pasal 3 UU No 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rumusan pasal 3
UU No 20/2003 ini terkandung empat fungsi yang harus diaktualisasi oleh pendidikan
yaitu fungsi mengembangkan kemampuan peserta didik, fungsi membentuk watak
bangsa yang bermartabat, fungsi mengembangkan peradaban bangsa yang bermartabat,
dan fungsi mencerdaskan kehidupan bangsa. Noeng Muhadjir (1987) menyebutkan
sebagai intuisi pendidikan mengemban tiga fungsi. Pertama, pendidikan berfungsi

1
menumbuhkan kreativitas peserta didik. Kedua, pendidikan berfungsi mewariskan nilai-
nilai kepada masyarakat. Dan ketiga, pendidikan berfungsi meningkatkan kemampuan
kerja produktif peserta didik . Kalau dibandingkan dengan fungsi pendidikan yang
termaktup dalam dalam rumusan pasal 3 UU No 20/2003 diatas, fungsi pertama yang
dikemukakan Noeng Muhadjir secara substantive sama dengan fungsi keempat menurut
UU No 20/2003. Sedangkan fungsi pendidikan ketiga yang dikemukakan Noeng Muadjir
pada dasarnya sama dengan fungsi pertama menurut UU No 20/2003. Sementara itu,
Vebrianto, seperti dikutip M Rusli Karim (1999) menyebutkan empat fungsi pendidikan.
Keempat fungsi yang dimaksud adalah transisi kultura pengetahuan, sikap, nilai dan
norma, memilih dan menyiapkan peran sosial bagi peserta didik, menjamin integrasi
nasional, dan mengadakan inovasi-inovasi sosial.
Terlepas dari adanya perbedaan rincian dalam perumusan fungsi pendidikan seperti
tersebut diatas, namun satu hal yang pasti ialah bahwa fungsi utama pendidikan adalah
membantu manusia untuk meningkatkan taraf hidup dan martabat kemanusiaannya.
Permasalahan eksternal pendidikan masa kini permasalah eksternal pendidikan di
Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan
kompleksnya dimensi-dimensi eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi
eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga
dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti
dua permasalahan yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.
Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend
abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sektor kehidupan, termasuk pada
sektor pendidikan. Sedangkan permasalahan perubahan sosial adalah masalah klasik bagi
pendidikan, dalam arti ini selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan
karenanya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang
harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi
(amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.
Permasalahan internal pendidikan masa kini seperti halnya permasalahan eksternal,
permasalahan internal pendidikan di Indonesia masa kini adalah sangat kompleks. Daoed
Joesoef (2001) misalnya, mencatat permasalahan internal pendidikan meliputi
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan strategi pembelajaran, peran guru
dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan tersebut sebenarnya masih ada jumlah
permasalahan lain, seperti permasalahan yang berhubungan dengan sistem kelembagaan,
sarana dan prasarana, manajemen, anggaran operasional, dan peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi pengambilan keputusan menurut beberapa ahli?
2. Unsur-unsur dan prinsip apakah yang harus ada dalam pengambilan keputusan?
3. Apa manfaat pengambilan keputusan dalam mengelola pendidikan?
4. Bagaimana ruang lingkup pengambilan keputusan?
5. Landasan-landasan apa saja yang digunakan pada pengambilan keputusan?
6. Bagaimanakah contoh masalah dan solusi dalam pengambilan keputusan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi pengambilan keputusan menurut beberapa ahli
2. Untuk mengetahui unsur-unsur dan prinsip apakah yang harus ada dalam pengambilan
keputusan
2
3. Untuk mengetahui manfaat pengambilan keputusan dalam mengelola pendidikan
4. Untuk mengetahui ruang lingkup pengambilan keputusan
5. Untuk mengetahui landasan-landasan yang digunakan pada pengambilan keputusan
6. Untuk mengetahu contoh masalah dan Solusi dalam Pengambilan Keputusan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pengambilan Keputusan Dalam Mengelola Pendidikan


Keputusan (decision) secara harfiah berate pilihan (choice). Pilihan yang dimaksud
ialah dari dua sisi atau kemungkinan, atau dapat dikatakan pula sebagai keputusan dicapai
setelah dilakukan pertimbangan dengan memilih satu kemungkinan pilihan. Pengambilan
keputusan merupakan hal yang sangat urgen bagi setiap orang terutama bagi para
pimpinan atau manajer. Eksistensi seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dapat
dilihat dari berbagai bentuk kebijakan dan keputusan yang diambilnya. Seorang pimpinan
atau manajer yang efektif adalah pimpinan atau manajer yang mampu membuat kebijakan
dan mengambil keputusan yang relevan. Menurut Drummond (1993) pengambilan
keputusan adalah usaha untuk menciptakan kejadian-kejadian masa depan. Adapun
Menurut para ahli lainnya , pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai :
1. George R. Terry
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu
dari dua atau lebih alternatif yang ada.
2. Sondang P. Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat
alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan
merupakan tindakan yang paling cepat.
3. James A.F Stoner
Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu
tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
4. Harrisson
Pengambilan keputusan adalah proses mengevaluasi berbagai alternatif yang
berhubungan dengan tujuan individi atau organisasi.
5. Robins
Pengambilan keputusan ialah memilih dua alternative atau lebih untuk melakukan
suatu tindakan tertentu baik secara pribadi maupun kelompok
Selanjutnya Drummond mengatakan bahwa keputusan yang baik terjadi jika
pengambil keputusan sepenuhnya mengerti latar belakang, tujuan dan sasaran, alternatif
penyebab tindakan, serta konsekuensikonsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan.
Namun keputusan yang dibuat dengan baik belum tentu menjadi keputusan yang efektif.
Menurut Vroom dan Jago sebagaimana dikutip Hoy dan Miskel (2014) keputusan yang
efektif bergantung pada tiga hal yaitu kualitas keputusan, penerimaan bawahan, dan
ketepatan waktu. Keputusan dikatakan berkualitas jika mampu memecahkan masalah
yang dihadapi seseorang atau organisasi. Keputusan yang efektif juga ditunjukkan dengan
tidak adanya resistensi pada pelaksana dan pihak-pihak yang terkait langsung dengan
keputusan. Akhirnya keputusan yang efektif terjadi bila dekat dengan waktu terjadinya
permasalahan yang akan dipecahkan. Artinya keputusan yang efektif adalah keputusan
yang dibuat dengan baik dan dapat diimplementasikan dengan baik pula.

4
Pengambilan keputusan erat kaitannya dengan upaya untuk memecahkan masalah
atau potensi masalah yang sedang dihadapi seseorang atau organisasi. Sehingga dapat
diartikan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu cara yang digunakan untuk
memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan
cara/tekhnik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.
Dasar pengambilan keputusan itu bermacam-macam, tergantung dari
permasalahannya. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata-mata, dapat
pula keputusan dibuat berdasarkan rasio. Selain tergantung kepada permasalahannya,
pengambilan keputusan juga tergantung kepada individu yang membuat keputusan. Atas
dasar hal ini, Terry (dalam Syamsi, 2000: 16-17) mengemukakan beberapa dasar
pengambilan keputusan, yaitu: (1) pengambilan keputusan berdasarkan intuisi, (2)
pengambilan keputusan berdasarkan rasional, (3) pengambilan keputusan berdasar-kan
fakta, (4) pengambilan keputusan berdasar-kan pengalaman dan (5) pengambilan
keputusan berdasarkan wewenang.
B. Unsur-Unsur Dan Prinsip Pengambilan Keputusan Dalam Mengelola Pendidikan
Setiap proses pengambilan keputusan merupakan suatu system tindakan karena ada
beberapa komponen di dalamnya. Menurut Pradjudi (1997), kerangka kerja atau unsur
yang ada di dalam system pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Posisi orang yang berwenang dalam mengambil keputusan;
2. Problema (penyimpangan dari apa yang dikehendaki dan diremcanakan atau dituju);
3. Situasi si pengambil keputusan itu berada;
4. Kondisi si pengambil keputusan (kekuatan dan kemampuan menghadapi problem)
5. Tujuan (apa yang diinginkan atau dicapai dengan pengambilan keputusan)
Unsur-unsur yang disebutkan di atas merupakan kesatuan yang harus ada dalam
system kerja pengambilan keputusan manajerial. Hal ini sangat penting artinya, sebab
pengambilan keputusan adalah sentral bagi tugas seseorang manajer dalam
mengoordinasikan tugas-tugas dan usaha organisasi untuk mencapai sasaran. Di sini
aktivitas pengambilan keputusan menjadi inti tugas seorang manajer, ia menembus
seluruh pelaksanaan fungsi manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan seluruh aktivitas oragnisasi.
Selain unsur-unsur yang disebutkan di atas, pembuatan keputusan juga mengenal
berbagai prinsip dasar, sehingga baik dalam tahapan perumusan maupun
implementasinya pembuatan keputusan tersebut memenuhi syarat sebagai alat
manajemen yang dapat memberikan panduan bagi anggota dalam bertindak dan
berprilaku. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keputusan pada dasarnya ditujukan untuk memechkan masalah, karena itu setiap
alternative solusi hendaknya tepat untuk masalah yang dituju.
2. Setiap keputusan hendaknya merupakan alternative terbaik dengan risiko yang amat
minimal.
3. Keputusan hendaknya sudah mempertimbangkan lingkup dan risiko secara sistematik
dan sistemik.
4. Keputusan hendaknya tidak berada di luar zona of acceptance manusia.
5. Keputusan yang efektif adalah keputusan yang dapat dilaksanakan.
6. Keputusan hendaknya memecahkan masalah yang generic bukan masalah yang
operasional teknis.
5
7. Pembuatan keputusan terdiri dari tahap perumusan keputusan dan implementasi
keputusan.
8. Pembuatan keputusan hendaknya menghasilkan suatu hasil yang dapat diukur.
9. Keputusan tidak selalu harus dimulai dari data, tapi dari judgement.
Keseluruahn di atas dapat dijadikan dasar dalam setiap pengambilan keputusan.
Dengan menerapkan prinsip tersebut, pengambilan keputusan dapat terhindar dari
berbagai kesalahan dalam menggunakan pembuatan keputusan. Ini mengandung arti
bahwa kekacauan manajemen yang acap kali disebabkan oleh pengambilan keputusan
yang tdak didasarkan kepada prinsip yang tepat dapat dihindari.
C. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan
Berdasarkan jenisnya pengambilan keputusan dibedakan kedalam beberapa jenis,
yaitu:
1. Stuktur
Dilihat dari segi struktur, ruang lingkup dan tingkat pembuatan keputusan, maka
keputusan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama keputusan terprogram,
yaitu keputusan rutin atau keputusan repertitif yang ditangani melalui proses standart
dan optimasi untuk mendapatkan hasil yang ideal dan yang kedua, keputusan tidak
terprogram, yaitu keputusan satu kali, tidak terstruktur, ditangani melalui pemecahan
masalah yang umum dan dengan optimasi yang efektif.
2. Pembuatan Keputusan
Ditinjau dari pembuatan keputusan, dibedakan menjadi keputusan terprogram dan
keputusan tidak terprogram. Keputusan terprogram biasanya dibuat oleh individu
dengan rencana-rencana yang sudah dibuatnya, dan sebaliknya keputusan-keputusan
besar yang tidak terprogram dan yang mempunyai dampak luas terhadap orang lain
atau disebut juga dengan keputusan strategik, umumnya dibuat oleh individu dengan
tingkatan pemikiran yang tinggi. Semakin tinggi kedudukan pengambilan keputusan,
semakin luas ruang lingkup keputusan yang dibuatnya, yang juga berarti semakin luas
dampaknya terhadap organisasi dan masyarakat.
3. Waktu dan keterampilan
Dari segi waktunya banyak para ahli membagi keputusan kedalam tiga macam
keputusan: pertama, Keputusan jangka Panjang, kedua, Keputusan jangka menengah
dan ketiga, keputusan jangka pendek. Selanjutnya dilihat dari segi kemampuan atau
keterampilan keputusan terstruktur lebih mudah dan lebih cepat; sedangkan keputusan
yang tidak terstruktur memerlukan kecakapan, pengalaman, waktu yang lebih panjang
dan lama
4. Jenisnya
Dilihat dari segi jenisnya menurut Mangkusubroto dan Trisnadi, keputusan dapat
dibagi menjadi: Keputusan strategik, yaitu proses melihat ke depan untuk
mengarahkan organisasi agar jalannya tidak goyah di tengah-tengah masalah dan
krisis yang muncul seketika dari kegiatan setiap hari. Keputusan taktis, yaitu
keputusan yang dibuat bukan hanya untuk tujuan terbatas tetapi juga berguna untuk
jangka panjang dan keputusan operasional, yaitu keputusan yang dibuat oleh
manajemen bawah. Keputusan ini biasanya diputuskan tanpa meminta pendapat dari
pimpinan terlebih dahulu, jadi langsung diputusankan saat itu juga..
6
D. Gaya Pengambilan Keputusan
Ada empat gaya pengambilan keputusan: direktif, analitik, konseptual, dan perilaku:
1. Gaya Direktif, pembuat keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada
ambiguitas, dan berorientasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini
cenderung lebih efisien, logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah.
Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala
sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada tindakan, cenderung mempunyai
fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan
menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Gaya Analitik, pembuat keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi
untuk ambiguitas dan tugas yang kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka
menganalisis situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung terlalu menganalisis
sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif darpada pembuat
keputusan direktif. Mereka juga memerlukan waktu lama untuk mengambil
kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak menentu dengan baik. Mereka
juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan otokratis.
3. Gaya Konseptual, pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi
untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka
berpandangan luas dalam memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak
pilihan dan kemungkinan masa mendatang. Pembuat keputusan ini membahas sesuatu
dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian
mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan. Pembuat keputusan konseptual
juga berani mengambil risiko dan cenderung bagus dalam menemukan solusi yang
kreatif atas masalah. Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu
mengembangkan pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan
keputusan.
4. Gaya Perilaku, pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas
yang rendah, orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan
cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan
dalam pertukaran pendapat. Mereka cenderung menerima saran, sportif dan
bersahabat, dan menyukai informasi verbal dari pada tulisan. Mereka cenderung
menghindari konflik dan sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang lain.
Akibatnya, pembuat keputusan mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada
orang lain, dan mereka tidak membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil
keputusan akan membuat orang sedih.
E. Model Pengambilan Keputusan
Biasanya, pendekatan yang digunakan seorang manajer tatkala mengambil keputusan
jatuh ke dalam tiga kategori : Model Klasik, Model Administratif, dan Model Politik.
Pilihan atas setiap model bergantung pada pilihan personal tiap manajer, apakah
keputusan Terprogram atau Tidak Terprogram, dan karakter situasi seperti risiko,
ketidakpastian, atau ambiguitas.
1. Model Klasik
Model ini didasarkan atas asumsi bahwa individu seharusnya membuat
keputusan-keputusan yang masuk akal yang sekaligus merupakan kepentingan
ekonomi terbaik bagi orang yang dapat terpengaruh. Model ini berdasarkan atas 4
asumsi (anggapan dasar) yaitu:
a. Pembuat keputusan bertindak untuk memenuhi tujuan yang diketahui dan
disetujui. Masalah diformulasikan dan didefinisikan secara tepat.
7
b. Pembuat keputusan menghadapi situasi kepastian, beroleh informasi lengkap.
Seluruh alternatif dan pemetaan hasil dapat dikalkulasi.
c. Kriteria pengevaluasian alternati diketahui. Pembuat keputusan memilih alternatif
yang akan memaksimalkan hasil ekonomi bagi orang lain.
d. Pembuat keputusan bercorak rasional dan menggunakan logika dalam
menghadapi nilai-nilai, meminta pilihan, mengevaluasi alternatif, dan membuat
keputusan yang akan memaksimalkan pencapaian tujuan orang lain.
Model Klasik juga disebut model normatif karena menjelaskan bagaimana
pembuat keputusan seharusnya membuat keputusan. Ia bukan menjelaskan bagaimana
individual sesungguhnya membuat keputusan. Guna dari model klasik ini adalah
kemampuannya membantu individual untuk membuat manajer bersikap rasional atau
lebih rasional lagi, karena banyak individual cenderung membuat keputusan
berdasarkan intuisi dan pilihan pribadi.
2. Model Administratif
Model ini menjelaskan bagaimana individu sesungguhnya membuat keputusan
dalam situasi yang dicirikan oleh keputusan Tidak Terprogram, ketidakpastian, dan
ambiguitas. Model ini muncul karena banyak keputusan manajerial bukanlah
bercorak Terprogram dan manajer tidak mampu membuat keputusan yang rasional
secara ekonomi kendatipun mereka menginginkannya. Model Administratif dalam
pembuatan keputusan didasarkan atas karya Herbert Alexander Simon. Simon
mengajukan dua konsep yang dapat digunakan dalam membentuk model
administratif: Rasionalitas Terbatas dan Pemuasan.
a. Rasionalitas Terbatas adalah konsep bahwa orang hanya punya waktu dan
kemampuan kognitif (mengetahui) yang terbatas dalam memproses informasi
yang mendasari suatu keputusan. Keterbatasan seorang manajer untuk memproses
informasi organisasi yang rumit dan terbatasnya waktu yang mereka miliki adalah
dasar dari Rasionalitas Terbatas.
b. Pemuasan adalah pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang
memuaskan kriteria keputusan yang minimal. Ketimbang mempelajari seluruh
alternatif untuk menjawab satu permasalahan, manajer akan memilih solusi
pertama yang muncul guna menjawab permasalahan, kendati pada alternatif
lainnya solusi yang lebih baik mungkin akan ditemui. Manajer tidak dapat
mengendalikan waktu dan biaya untuk menganalisis seluruh alternatif jawaban.
Asumsi Model Administratif adalah:
1) Tujuan keputusan kerap konfliktual dan kurang konsensus di antara para
manajer. Manajer kerap kurang tanggap atas masalah dan peluang yang ada
dalam organisasi.
2) Prosedur rasional tidak selalu digunakan, yang kendatipun ada, mereka
dianggap pandangan yang simplistik atas masalah yang tidak mampu
menangkap kerumitan organisasi yang sesungguhnya.
3) Pencarian manajer atas alternatif terbatas akibat hambatan manusia, informasi,
dan sumber daya.
4) Sebagian besar manajer cenderung pada solusi pemuasan ketimbang maksimal,
sebagian akibat mereka hanya punya informasi terbatas dan sebagian karena
mereka hanya mengenali kriteria yang mereka pahami saja.
Model Administratif juga menggunakan intuisi. Intuisi adalah pengenalan instant
atas situasi keputusan berdasar pengalaman manajer sebelumnya tetapi tanpat

8
pemikiran yang sadar. Pembuatan keputusan secara intuitif bukanlah irasional karena
ia didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun dan penanganan langsung atas
masalah oleh seorang manajer.
3. Model Politik
Model ini berguna untuk membuat keputusan Tidak Terprogram dengan kondisi
ketidakmenentuan, terbatasnya informasi, dan manajer saling berbantahan seputar
tujuan yang hendak dicapai atau tindakan apa yang harus dibuat. Dalam organisasi,
kerap masing-masing manajer mengejar tujuan yang berbeda dan mereka harus bicara
satu sama lain untuk sharing informasi dan meraih kesepakatan.Untuk membangun
kesepakatan dan mengejar tujuan, para manajer membangun koalisi. Koalisi adalah
aliansi informal di antara para manajer yang mendukung tujuan spesifik yang sama.
Model Politik paling mendekati situasi pembuatan keputusan yang sesungguhnya.
Asumsi yang mendasari model ini adalah:
a. Organisasi terdiri atas sejumlah kelompok yang beda kepentingan, tujuan, dan
nilai-nilai. Para manajer menunjukkan kondisi saling tidak setuju, punya prioritas
sendiri-sendiri, dan mungkin tidak saling memahami berbagai tujuan dari
pengambilan keputusan tersebut.
b. Informasi bersifat ambigu dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional dibatasi oleh
kerumitan dari sejumlah masalah seperti halnya dengan hambatan-hambatan
personal dan keorganisasian.
c. Manajer tidak punya waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk
mengidentifikasi seluruh dimensi masalah dan memproses infomasi-informasi
yang relevan. Manajer saling bicara satu sama lain dan bertukar sudut pandang
guna memperoleh informasi dan mengurangi ambiguitas.
d. Manajer terlibat dalam tarik ulur perdebatan untuk memutuskan tujuan
pengambilan keputusan seraya mendiskusikan alternatif keputusan. Keputusan
yang dihasilkan adalah hasil tawar menawar dan diskusi di antara anggota koalisi.
F. Manfaat Pengambilan Keputusan Dalam Mengelola Pendidikan
1. Secara Teoritis: pengkajian dan pengembangan ilmu manajemen pendidikan,
khususnya menyangkut kepemimpinan dan pengambilan keputusan.
2. Secara Praktis: peningkatan kualitas kepemimpinan baik sebagai pengelola maupun
sebagai penyelenggara pendidikan.
G. Ruang Lingkup Pengambilan Keputusan
Simon (1993) dalam jurnal Education Administrasion Quarterly menggunakan istilah
yang sangat luas untuk mencakup 3 bidang cakupan masalah dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
1. Menemukan masalah yang menarik perhatian dan yang menyertai masalah tersebut.
Sebagai manusia dan makhluk hidup kita senantiasa menghadapi banyak persoalan
sejak bangun tidur hingga pergi kembali ke tempat tidur di malam hari. Dengan
menemukan dan menghadirkan problem, kemudian disusun prioritas-prioritas yang
cocok. Putuskan apa yang akan kita lakukan dengan baik sebagai individu maupun
organisasi dalam menangani masalah krusial melalui proses pengambilan keputusan.
2. Bagian dari proses pengambilan keputusan. Kita mengetahui masalah apa yang kita
hadapi. Kita mulai memikirkan berbagai alternative apa, apa saja solusinya yang
mungkin kita lakukan dalam menangani masalah. Solusi harus ditetapkan sebagai
pedoman tindakan. Kita tidak menerima begitu saja daftra solusi. Berbagai alternative
9
harus diteliti sepanjang faktanya untuk menangani masalah. Semua yang kita hasilkan
sungguh-sungguh dengan memanfaatkan waktu, perluasan alternative, dan membuat
solusi yang mungkin terhadap masalah yang diputuskan sebagai prioritas.
3. Masalah evaluasi terhadap solusi dan pemilihan terhadap berbagai solusi. Tetapi jika
dua pekerjaan pertama dilakukan dengan baik, yaitu memutuskan apa yang dihadirkan
untuk dilakukan sebagai pekerjaan yang baik sebagaimana dirancang, kemudian dalam
berbagai cara proses evaluasi dan pemilihan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Mondy dan Premeaux (1995) menegaskan bahwa
pengambilan keputusan merupakan proses pada saat ada sejumlah langkah yang harus
dilakukan dan pengevaluasian alternative untuk membuat keputusan dari semua
alternative yang ada.
Adapun Pengambilan keputusan menurut George R.Terry dan Brinckloe mencakup
beberapa dasar pendekatan yang dapat digunakan yaitu :
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi atau perasaan memiliki sifat
subjektif sehingga mudah terkena pengaruh.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan
sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan
dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam
membuat keputusan, namun peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang
akan terjadi.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang
sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambilan
keputusan dapat lebih tinggi sehingga orang-orang dapat menerima keputusan yang
dibuat dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan
terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang
lebih rendah kedudukannya.
5. Logika/Rasional
Pengambilan keputusan berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional
terhadap semua unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan.
Keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk
memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu sehingga dapat
dikatakan mendekati kebenaran.
Menurut Vroom dan Jago, keputusan yang efektif bergantung pada tiga hal, yaitu
kualitas keputusan, penerimaan bawahan, dan ketepatan waktu. Keputusan dikatakan
berkualitas jika mampu memecahkan masalah yang dihadapi seseorang atau organisasi.
Keputusan yang efektif jjuga ditentukan dengan tidak adanya resistensi pada pelaksana
dan pihak yang terkait langsung dengan keputusan. Keputusan yang efektif terjadi bila
dekat dengan waktu keputusan yang dibuat dengan baik dan dapat diimplementasikan
dengan baik pula.
10
Proses pengambilan keputusan yang efektif menurut Harrison dilihat dalam gambar
berikut :

Gambar 2.1 proses pengambilan keputusan

Dalam studi dalam pengambilan keputusan, terdapat tiga teori menurut Harrison,
yaitu teori probabillitas didasarkan pada peluang hasil bila dalam periode waktu tertentu
suatu kejadian diulang-ulang. Teori utilitas didasarkan pada seberapa besar manfaat yang
diperoleh dari sebuah kejadian yang dipillih. Sedangkan teori permainan digunakan
apabila seorang pengambil keputusan tidak mengetahui situasi dan kondisi yang riil, dan
biasanya digunakan dala situasi konflik.
H. Landasan-Landasan Yang Digunakan Pada Pengambilan Keputusan
1. Landasan Teologis
Islam menggariskan kepada pemimpin untuk mengambil keputusan secara
bermusyawarah, lemah lembut, bersiap dan memaafkan. Apabila keputusan telah
diambil maka harus patuh (committed) dalam menjalankannya (QS. Ali Imran: 159):

ْ‫عو ُكمْْفِيْأُخرا ُكمْْفأثاب ُكمْْغ ًّماْبِغمْْ ِلكيلْْتحزنُوا‬ ُْ ‫سو‬


ُ ‫لْيد‬ َّ ‫إِذْْتُص ِعدُونْْولْْتل ُوونْْعلىْأحدْْو‬
ُ ‫الر‬
‫ّللاُْخبِيرْْ ِبماْتعملُون‬
َّْ ‫علىْماْفات ُكمْولْْماْأصاب ُكمْْو‬
"(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul
yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah
menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati
terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
2. Landasan Teori
Teori pembuatan keputusan ada yang dikaitkan dengan teori kepemimpinan
seperti teori kepemimpinan situsional, teori kepemimpinan Managerial dan teori
11
Contingency Model. Teori kepemimpinan itu melahirkan suatu pendekatan atau styles
kepemimpinan yang mencoba menjabarkan kepentingan anggota dalam proses
pembuatan keputusan sehingga keputusan yang dihasilkan oleh anggota dengan
optimal. Karena berbagai factor yang inherent pada anggota atau needs dijabarkan
dalam bentuk partisifasi dalam berbagai jenis serta tingkat hingga pembuatan
keputusan itu efektif baik dalam arti perumusan keputusan maupun implementasi
keputusan tersebut. Melalui teori kepemimpinan, proses pembuatan keputusan dapat
dijabarkan dalam perilaku kepemimpinan dan peran anggota dalam proses interaksi
prilaku anggota dan prilaku pemimpin dalam proses manajemen.
Adapun teori kepemimpinan antara lain sebagai berikut:
a. Pendekatan sifat/ bawaan: Pemimpin mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu.
b. Pendekatan Perilaku: menekankan kepada fungsi-fungsi yang dilakukan
pemimpin dalam kelompoknya, baik fungsi yang berhubungan dengan tugas
(task-related) dan fungsi pemeliharaan kelompok (group-maintanance).
c. Pendekatan Situasional: pemimpin menjalankan kepemimpinannya, terutama
dalam mengambil keputusan, sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu
3. Landasan Psikologis
a. Pengambilan keputusan berhubungan dengan dua hal: perilaku pemimpin dan
perilaku yang dipimpin (pengikut).
b. Perilaku pemimpin tercermin dari gaya kepemimpinan yang dijalankan. Gaya itu
dilatarbelakangi oleh sifat atau watak dari pemimpin. Perilaku dan watak sangat
berkaitan dengan psikologis pemimpin. Dalam hubungannya dengan pengambilan
keputusan, gaya kepemimpinan yang baik adalah gaya yang mampu memecahkan
berbagai persoalan dengan tepat.
c. Pengambilan keputusan secara partisipatif dipandang efektif (Likert, 1976).
d. Likert memandang manajer yang efektif adalah manajer yang berorientasi pada
bawahan yang bergantung pada komunikasi untuk tetap menjaga agar semua
orang bekerja sebagai suatu unit. Semua anggota kelompok, termasuk manajer
atau pemimpin, menerapkan hubungan suportif di mana mereka saling berbagi
kebutuhan, nilai-nilai aspirasi, tujuan, dan harapan bersama.
e. Dalam konteks pendidikan mikro, kepala sekolah sebaiknya melibatkan para guru,
staf karyawan dan komite sekolah dalam pengambilan keputusan, sebagai bentuk
keputusan partisipatif.
I. Masalah dan Solusi dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam rangka
pendidikan nasional. Esensi dari MPMBS (Managemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah) adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai
sasaran mutu sekolah (depdiknas, 2000). Begitujuga dalam organisasi kependidikan,
keputusan pendidikan merupakan faktor esensial dalam menentukan kebijakan-kebijakan
pendidikan. Oleh karena itu, sebuah keputusan pendidika perlu ditentukan melalui proses
pengambilan keputusan.
Dalam era desentralisasi, sekolah memiliki otonomi yang seluas-luasnya yang
menuntut peran serta masyarakat secara optimal. Bentuk nyata dari otonomi pendidikan
dan otonomi sekolah adalah managemen berbasis sekolah. MPMBS atau school based
management merupakan pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan
12
secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang
terkait dengan sekolah (stake holders) secara langsung dalam pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam rangka pendidikan nasional. Otonomi
dalam sistem dan pengelolaan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. Konsep ini merupakan suatu bentuk
pengelolaan sekolah yang menjamin sekolah memiliki otonomi yang luas dalam
mengelola pembelajaran, sumber dayanya, menentukan kebijakan yang sesuai dengan
keinginan lembaga dan masyarakat, serta dalam pengelolaannya melibatkan orang tua
dan masyarakat dan tidak mengabaikan kebijakan nasional.
Melalui kebijakan yang dipaparkan diatas, pihak sekolah memiliki keleluasan dalam
pengambilan keputusan tentang pengelolaan sumber daya, kurikulum, dan peningkatan
dan peningkatan profesionalisme guru dan staff. Hal ini, tentu menuntut keleluasan guru
dan karyawan dalam berapresiasi dan berinovasi sesuai dengan kondisi lingkungan yang
ada, tanpa harus terikat dengan aturan-aturan yang ketat. Dalam penentuan pengambilan
keputusan tentang pengelolaan sumber daya dan kebijakan sekolah lainnya dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan problem yang dihadapi.
2. Menganalisa problem tersebut.
3. Menetapkan sejumlah alternatif.
4. Mengevaluasi alternatif.
5. Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan.
Berbagai macam permasalahan dalam pengambilan keputusan sering disebabkan
kesalahan dalam mengidentifikasi atau kurang adanya pengoptimalan terhadap jenis
masalah yang dihadapi. Jenis-jenis masalah tersebut memberikan pemahamam kepada
para individu untuk menentukan terlebih dahulu keputusan apa yang akan diambil. Bila
keputusan itu sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat maka sebaiknya dalam
mengambil keputusan secara musyawarah.
Di sisi lain, Kriteria suatu alternatif pemecahan sangat sulit dikembangkan secara
pasti, karena sangat bergantung pada kondisi dan visi pembuat dan pelaksana keputusan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Namun demikian kriteria umum dapat
diungkap seperti di bawah ini :
1. Alternatif solusi itu harus tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
2. Alternatif solusi itu harus jelas dampak, resiko dan peluang yang mungkin diciptakan
Alternatif solusi itu harus membawa perubahan bagi organisasi menuju yang lebih
baik dari keadaan sekarang.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang sangat menentukan salah satunya
pada proses pengelolaan pendidikan. Pengambilan keputusan merupakan esensi dari/inti
dari kepemimpinan. Pengambilan keputusan erat kaitannya dengan upaya untuk
memecahkan masalah atau potensi masalah yang sedang dihadapi seseorang atau
organisasi. Sehingga dapat diartikan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu cara
yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu
masalah dengan cara/tekhnik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.
Pengambilan keputusan dapat dipandang dan dilandasi oleh agama, filsafat,
psikologis dan sosiologis. Berdasarkan landasan agama, seorang pemimpin dianjurkan
dalam pengambilan keputusan mengambil jalur musyawarah. Dalam kepemimpinan
pendidikan, tentu saja musyawarah melibatkan berbagai stakeholder, terutamam guru.
Secara psikologis, pelibatan stakeholder dalam musyawarah akan meningkatkan
motivasi, gairah, dan tanggung jawab untuk turut serta melaksanakan keputusan secara
bersama-sama.
Pengambilan keputusan merupakan inti dari kepemimpinan pendidikan. Oleh karena
itu, pemimpin pendidikan dalam pengambilan keputusan disarankan dilakukan secara
musyawarah dengan melibatkan bawahan atau para stakeholder yang berkepentingan.
Kepemimpinan pendidikan sangat ideal apabila menjalankan gaya kepemimpinan
pasrtisipatif agar sering sejalan dengan hakikat musyawarah dalam pengambilan
keputusan.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan mengenai masalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anzizhan, Syafarudin.2004.Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan.Jakarta:Grasindo.


Drummond, H.1993.Effective Decision Making: A Practical Guide for Management. London:
Kogan Page Limited.
Harrison, E.F.1992.The Managerial Decision-Making Process. Boston: Houghton Miffin
Company.
Hoy, W.K dan Miskel, C.G.2014.Administrasi Pendidikan: Teori, Riset, dan Praktik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salusu.2015.Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi
Nonprofit.Jakarta:Gramedia.

15

Anda mungkin juga menyukai