Anda di halaman 1dari 12

A.

BERITA
Senin , 16 Oktober 2017, 21:31 WIB

Puluhan Pelajar Terjaring Razia karena


Bolos Sekolah
Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Andi Nur Aminah
antara

pelajar bolos sekolah terjaring razia

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sedikitnya 30 pelajar di Kota Cirebon terjaring razia


karena ketahuan membolos pada saat jam sekolah, Senin (16/10). Mereka dirazia saat asyik
bermain billiar maupun game online di warnet di sejumlah lokasi di Kota Cirebon.
Melihat polisi datang, sejumlah pelajar langsung berusaha kabur maupun bersembunyi.
Namun, aparat dengan sigap berhasil mengamankan para pelajar yang masih mengenakan
seragam sekolah masing-masing tersebut. Para pelajar itu pun digiring ke Mapolres Cirebon
untuk dilakukan pembinaan.
Di Mapolres, para pelajar itu diperintahkan untuk //push up dan dijemur untuk
memberikan efek jera. Selain itu, bagi pelajar yang berambut gondrong apalagi diberi warna,
langsung dicukur rambutnya oleh petugas kepolisian.
Hal itu salah satunya dialami oleh MS, siswa kelas XII SMK Islamic Centre Cirebon.
Dia tampak pasrah saat anggota polisi mencukur rambut di atas kepalanya dengan potongan
yang tampak asal-asalan.
"Saya ikut arak-arakan Nadran (pesta laut, Red) Gunung Jati Cirebon. Rambut memang
dimerah-merah, belum sempat saya hitamkan lagi," tutur MS.
Kasat Shabara Polres Cirebon Kota,AKP Indra menjelaskan, puluhan pelajar itu
diminta untuk menandatangani pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan mereka.
"Kami juga akan memanggil pihak sekolah mereka," kata Indra.

B. LATAR BELAKANG
Pada masa perkembangan individu yang berada pada masa yang bermasalah, siswa harus
tetap dalam bimbingan orang tua dan guru ketika mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa.
Berbagai permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan ini banyak diakibatkan oleh
ketidakmampuan individu dalam mengendalikan diri. Tawuran antar pelajar, mengambil hak
milik orang lain (mencuri, merampok, korupsi), vandalism, penyalahgunaan obat terlarang,
penyimpangan perilaku seperti membolos sekolah merupakan contoh perilaku yang timbul
karena ketidakmampuan dalam mengendalikan diri (self control).
Bolos sekolah adalah orang atau siswa yang tidak masuk untuk mengikuti mata pelajaran
baik satu mata pelajaran ataupun tidak masuk selama seharian penuh. Devinisi lebih menggarah
pada suatu kondisi dimana seseorang atau siswa secara sengaja tidak masuk sekolah dan tidak
mengikuti mata pelajaran pada hari tersebut. Kata “bolos” sangat populer dikalangan pelajar
atau siswa baik di sekolah dasar atau di tingkat menengah. Dari beberapa survei, jumlah siswa
yang membolos pada jam efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang
tidak membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi
institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek, tidak tertutup
kemungkinan yang kecil akan menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan
terus menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Terkait dengan bolos “andesi mengemukakan bahwa membolos biasanya identik dengan
siswa nakal sebab siswa yang rajin nilainya bagus, biasanya jadi siswa manis dan tidak neko-
neko di sekolah”. Tapi ternyata tidak juga, Membolos tidak hanya menyelinap keluar dari area
sekolah tanpa izin guru saat jam pelajaran masih berlangsung, namun absen diluar dengan
alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, juga disebut membolos. “(Fajri dan sanja,
2007:167) mengemukakan bahwa membolos artinya tidak masuk sekolah karena lalai”.
Perilaku membolos yang dilakukan oleh beberapa siswa termasuk pelanggaran terhadap
norma-norma sosial yang merupakan salah satu bentuk wujud bahwa manusia juga merupakan
makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Namun manusia tidak hanya sebagai
makhluk sosial melainkan juga merupakan makhluk individu dan makhluk berkebudayaan.
Oleh karena itu, pada tugas Ilmu Sosial Budaya Dasar ini akan membahas tentang bagaimana
pandangan “KEBIASAAN MEMBOLOS SISWA” dalam kajian manusia sebagai makhluk
individu, sosial, dan kebudayaan.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBOLOSAN


SISWA
Faktor-faktor yang menyebabkan siswa bolos itu diakibatkan karena siswa memiliki atau
mempunyai kesempatan untuk bolos dari sekolah atau kondisi lingkungan sekitar yang
mendukung sehingga perilaku membolos itu seringkali terjadi. Ria Puspitasari (2011)
menggemukakan adapun faktor-faktor pendukung dari siswa bolos yang dikelompokan
menjadi 2 kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari siswa berupa :
 Perilaku dan kebiasaan siswa yang memang tidak suka belajar. Sekolah hanya di
jadikan tempat mangkal karena kalau di rumah nanti disuruh kerja dan tidak dapat
jajan sekolah.
 Tidak ada motivasi belajar. Siswa sepertinya tidak ada dorongan untuk maju entah
bercita-cita menjadi apa, sehingga ia tidak merasa perlu untuk sekolah secara baik.
2. Faktor eksternal berasal dari luar :
 Dipengaruhi oleh teman yang suka bolos, hal ini bisa terjadi misalnya karena ia
punya teman yang suka bolos dan bermain seperti di taman, internet dan lain-lain.
 Tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah, artinya siswa tidak mampu
menguasai pelajaran tertentu sehingga menyebabkan ia malas belajar/bolos.
 Tidak mengerjakan PR, artinya bahwa siswa yang bersangkutan mempunyai tugas
dari guru yang belum di selesaikan, sehingga ia takut masuk nanti dimarahi guru.
 Peraturan sekolah longgar. Peraturan dan pengawasan sekolah yang longgar kurang
begitu memperhatikan anak didiknya dengan alasan tertentu juga bisa menjadi
penyebab siswa gampang bolos karena pihak sekolah tidak pernah
menindaklanjutinya.
 Suasana belajar tidak menarik. Hal ini bisa terjadi kalau guru yang mengajar kurang
memperhatikan suasana belajar di kelas bagaimana agar siswa merasa senang
setiap mengikuti pelajaran di sajikan.
 Hukuman yang tak setimpal atas kesalahan/pelanggaran yang dilakukan siswa.
Kadangkala ada guru yang tak mampu menahan emosi karena pelanggaran yang
berulang-ulang dilakukan oleh siswa sehingga hukuman yang di berikan melebihi apa yang
seharusnya.
1. Faktor sekolah, yaitu beresiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada
remaja antara lain; kebijakan mengenai pembolosan tidak konsisten, interaksi yang
minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru yang tidak supportif, tugas-
tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
2. Faktor personal (diri sendiri), muncul nya membolos sekolah antara lain; motivasi
belajar atau minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran atau karena
kenakalalan remaja, konsumsi alkohol atau minuman keras.
3. Faktor keluarga, meliputi pola asuh orang tua,kurangnya partisipasi orang tua dalam
pendidikan anak.
“Dini Hidayati (2011:57) penyebab siswa membolos, dapat dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam diri siswa
bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat
mangkal dari rutinitas-rutinitas yang membosankan di rumah. Sementara faktor eksternal:
faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan sekolah yg tidak berdamai dengan
kepentingan siswa, guru yang tidak profesional, fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium
dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga
mempengaruhi proses belajar di sekolah”.

D. PEMBAHASAN
a. Kajian Literatur
Masa remaja adalah masa yang ditandai perubahan – perubahan yang sangat cepat dan
berarti. Perubahan – perubahan terjadi dalam segi fisiologis, emosional, sosial dan intelektual.
Lebih jauh lagi remaja tersebut digambarkan seperti orang yang tidak menentu,emosional,
tidak stabil dan sukar diramalkan yang mana biasa disebut sebagai masa strom and stress
(Hurlock,2009). Perilaku yang sering ditampakkan dengan sebutan kenakalan remaja.
Kenakalan remaja bukanlah hal baru lagi akan tetapi masalah ini sudah ada sejak berabad –
abad yang lampau. Kenakalan remaja setiap generasi berbeda ini karena pengaruh lingkungan
budaya dan sikap mental masyarakat pada masa itu. Tingkah laku yang baik pada saat ini belum
tentu dianggap baik oleh masyarakat dahulu.
Salah satu bentuk kenakalan remaja yang berada di sekolah adalah perilaku membolos
yang dilakukan oleh siswa. Perilaku membolos ini dapat ditinjau dari sisi manusia sebagai
makhluk individu dan sosial dan manusia sebagai kebudayaan. Manusia sebagai makhluk
individu memiliki karakteristik yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya
dikarenakan didalam tubuh manusia terdapat hati nurani dan juga merupakan hasil dari faktor
fenotip yang ada dalam tubuh manusia itu sendiri. Untuk kajian manusia sebagai makhluk
sosial, diketahu bahwa manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya, interaksi yang
dilakukan manusia memiliki peraturan yang di sebut dengan norma-norma. Pelanggaran norma
yang terjadi dalam diri manusia bisa disebabkan oleh faktor diri sendiri dan faktor lingkungan.
Faktor diri sendiri yang dimaksud adalah faktor kebutuhan yang ada dalam diri
manusia.Sedangkan kajian manusia sebagai makhluk kebudayaan yaitu kebudayaan sendiri
sebagai pedoman hidup dan petunjuk dalam bergaul dengan masyarakat.

b. Analisis
Salah satu bentuk kenakalan remaja yang berada di sekolah yaitu perilaku membolos
siswa. Kebiasaan membolos merupakan tingkah laku yang disebabkan karena kurangnya
pengendalian tingkah laku oleh dirinya sendiri, yang di pengaruhi oleh ego dan super ego.
Sedangkan super ego yang terdiri atas hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi itu tidak
mungkin terbentuk dan berkembang tanpa manusia itu bergaul dengan manusia lainnya. Hati
nurani manusia mencerminkan tindakan atau tingkah laku manusia yang mempengaruhi
kepribadian seseorang. Jika segumpal hati nurani yang ada dalam setiap dada manusia baik,
maka segala tingkah lakunya juga baik. Namun, jika segumpal hati tersebut tidak baik, maka
tingkah laku dari manusia tersebut juga menjadi tidak baik. Namun, manusia juga merupakan
perpaduan antara 2 faktor, yaitu faktor genotip dan faktor fenotip. Faktor genotip adalah faktor
yang dibawa individu sejak lahir, sedangkan faktor fenotip merupakan faktor lingkungan.
Faktor frnotip berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari individu itu sendiri.
Istilah lingkungab merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Oleh karena itu,
apabila manusia bergaul dengan lingkungan yang kurang baik, dan dalam diri manusia itu
sendiri kurang adanya pengendalian mengenai tingkah lakunya. Maka, manusia tersebut akan
melakukan hal-hal yang tidak baik seperti membolos sekolah.
Untuk kajian manusia sebagai makhluk sosial, dimana kenyataannya manusia sebagai
inividu tidak akan mampu hidup sendiri, dia harus dan mutlak secara sosial dengan manusia
lain. Abraham Maslow seorang ahli psikologi berpendapat bahwa kebutuhan manusia dalam
hidup dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman dan
perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi
diri. Dari kelima kebutuhan tersebut memiliki hubungan dengan kebiasaan membolos yang
dilakukan oleh siswa, yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial sendiri meliputi kebutuhan
akan dicintai, diakui sebagai anggota kelompok, dan rasa setia kawan. Banyak dari siswa yang
membolos hanya dikarenakan rasa setia pada kawan satu kelompoknya, dan juga raasa ingin
diakui sebagai anggota kelompoknya, apabila siswa tersebut tidak ikut membolos maka siswa
tersebut tidak diakui sebagai anggota kelompoknya.
Dalam lingkungan bermasyarakat juga memerlukan norma yang merupakan patokan
untuk hidup. Diantaranya adalah norma sosial. Norma sosial adalah kebiasaan umum yang
menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya,
sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas
dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat
memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah
terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat
dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma sosial tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak
bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh
hukuman.
Diketahui bahwa kebiasaan membolos merupakan salah satu perilaku yang melanggar
norma. Menurut Kartono (dalam Damayanti, 2013) bahwa membolos merupakan perilaku yang
melanggar norma-norma sosial sebagai akibat dari proses pengkondisian lingkungan yang
buruk. Kebiasaan membolos sekolah merupakan pelanggaran sosial dikarenakan seharusnya
sebagai seorang pelajar yang bermasyarakat maka sebaiknya pelajar tersebut melakukan
tindakan sesuai dengan aturan sekolah. Namun kebiasaan membolos merupakan kebiasaan
yang melanggar aturan sekolah dan juga melanggar aturan sosial. Oleh karena itu, siswa yang
melakukan pembolosan sekolah, dan apabila diketahui oleh pihak sekolah. Maka, siswa
tersebut akan mendapat hukuman dari sekolahnya.
Untuk kajian manusia sebagai kebudayaan, namun sebelumnya kebudayaan mempunyai
kegunaan yang sangat besar bagi manusia, bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi
masyarakat dengan pengorbanan seperti kekuatan alam dan kekuatan lain yang tidak selalu
baik. Manusia juga memerlukan kepuasan yaitu berupa kepuasan spiritual dan kepuasan
material. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersumber pada
masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu kebudayaan mempunyai peran sebagai pedoman
terhadap hubungan antara manusia individu dengan individu lain, sebagai petunjuk bagaimana
manusia bertindak dan berperilaku dalam pergaulan, dan sebagai pengatur agar manusia dapat
mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya jika
berhubungan dengan orang lain.
Berbagai uraian diatas menegaskan bahwa hakekat manusia merupakan makhluk
berbudaya. Diketahui bahwa membolos merupakan suatu perilaku melanggar aturan norma
yang sudah berlaku, norma yang dimaksud adalah norma yang sudah ada di lingkungan
bermasyarakat. Dengan demikian, peran kebudaayaan sebagai petunjuk bagaimana bertindak
dan berperilaku dalam pergaulan tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan kebudayaan adalah
blueprint atau pedoman menyeluruh bagi kehidupan sebuah masyarakat yang memiliki
kebudayaan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, peran kebudayaan belum dapat
berperan dengan baik sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat, dikarenakan masih ada
sebagian siwa yang melakukan pembolosan sekolah.

E. UPAYA PENCEGAHAN KEBIASAAN MEMBOLOS DALAM


SISWA
Dari paparan tentang remaja (siswa) kenakalannya di atas, dalam kaitan ini perlu ada
upaya nyata baik di lingkungan keluarga (orang tua), sekolah dan masyarakat guna
menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Berbekal dari teori pengetahuan tentang remaja
tersebut, berusaha untuk lebih membantu para orang tua, para guru di sekolah dan para tokoh
masyarakat dalam membina dan mencegah kenakalan remaja. Mengenai upaya pembinaan
remaja, menurut Sofyan S. Willis (2005:142) dimaksudkan ialah:
1. Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah,
sekolah dan masyarakat. Pembinaan seperti ini sebagai upaya menjaga jangan sampai
terjadi kenakalan remaja.
2. Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami sesuatu hukuman karena
kenakalannya, hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi
kenakalannya.
Sedangkan upaya pencegahan (preventif) adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul (Willis,
2005:128). Berdasarkan pengertian pembinaan dan pencegahan (preventif) kenakalan remaja
di atas, maka dimensi pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja dalam konteks penelitian
ini, yaitu upaya yang dilakukan di sekolah. Orang yang paling bertanggung jawab dalam
melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja di sekolah adalah guru.
Selain mengajar dan mendidik, guru berperan dalam mengembangkan karakter dan
kepribadian peserta didiknya (siswa), disamping tugas dan tanggung jawab orang tua di rumah.
Biasanya di sekolah, guru dipandang serba tahu dan serba mampu dalam memberikan
bimbingan oleh murid-muridnya. Begitu besarnya kepercayaan 25 peserta didik (siswa)
terhadap guru, tentu peranan guru sangat penting dalam mempengaruhi pembentukan karakter
dan perkembangan kepribadian siswa.
Keberadaan guru di sekolah selain melakukan tugas mengajar juga mendidik para
siswanya, berarti guru sudah mengemban tugas moral, yaitu tugas moral sebagai orang yang
dianggap dapat memberikan keteladanan dan memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi
siswa. Oleh karena itu, pencitraan guru di mata siswa sangat diharapkan, karena guru juga
sebagai pengganti orang tua di sekolah. Seperti dikemukakan Maryam Rudyanto G. (dalam
Gunarsa, 1986:111), guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak di sekolah
dan memperkembangkan anak agar mencapai kedewasaan.
Oleh karena itu, hal pertama-tama harus diperhatikan guru untuk dapat menarik minat
murid ialah penampilan dan sikapnya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah
pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja perlu diintegrasikan dalam materi pelajaran pada
seluruh mata pelajaran yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum berbasis
kompetensi yang dipergunakan di sekolah. Artinya, pembinaan dan pencegahan kenakalan
remaja terutama remaja yang duduk di bangku sekolah, tidak dilakukan melalui satu mata
pelajaran khusus, missal PKn dan/atau pendidikan agama dengan alokasi jam pelajaran
tertentu, akan tetapi terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran yang diajarkan dan nilai-nilai
yang dipraktikkan atau ditanamkan oleh guru di sekolah melalui seluruh tindak tanduknya, baik
di dalam maupun di luar kelas. Hal ini mengingat terbentuknya karakter dan kepribadian yang
baik merupakan tujuan utama dari pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, peningkatan
pertimbangan sikap perilaku dan nilai moral yang juga 26 merupakan bagian dari usaha atau
upaya pembentukan karakter dan kepribadian yang baik kepada siswa, merupakan upaya
pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja yang dilakukan atau diajarkan di sekolah.
Untuk keperluan meningkatkan keberhasilan belajar para siswa dalam membentuk
mental dan moralitas guna pembentukan karakter dan kepribadiannya, maka dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan dalam pembelajaran di sekolah. Syarkawi (2008:114-115)
menawarkan lima pendekatan yang dapat dipergunakan dalam membentuk mental dan
moralitas siswa di sekolah, yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) Pendekatan ini mengusahakan
agar siswa mengenal agar dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung
jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara
yang dapat digunakan pada pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif
dan negatif, simulasi, dan bermain peran.
2. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach)
Pendekatan ini menekankan pada tercapainya tingkat pertimbangan moral yang tinggi
sebagai hasil belajar. Guru dapat menjadi fasilitator dalam menerapkan proses
pemikiran moral melalui diskusi dilemma moral, sehingga anak tertantang untuk
membuat keputusan tentang moralitasnya. Mereka diharapkan mencapai tingkat
pertimbangan moral yang lebih tinggi sebagai hasil pemikiran moralnya. Tingkat
pertimbangan moral itu terstruktur dari yang rendah 27 pada yang tinggi, yaitu takut
hukuman, melayani kehendak sendiri, menuruti peranan yang diaharapkan, menaati
atau menghormati aturan atau norma, berbuat baik untuk orang banyak, bertindak
sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan sesuai nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat
universal. Cara yang dapat digunakan dalam menerapkan pendekatan ini antara lain:
melakukan diskusi kelompok dengan topic dilemma moral, baik yang factual maupun
yang abstrak (hipotetikal).
3. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) Pendekatan ini menekankan agar
siswa dapat menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisis
masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Selain itu, siswa dalam
menggunakan proses berpikir rasional dan analitis dapat menghubungkan dan
merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri. Cara yang dapat dipergunakan
dalam pendekatan ini antara lain: diskusi terarah yang menuntut argumentasi,
penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat dan penelitian.
4. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) Pendekatan ini bertujuan
untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu,
pendekatan ini juga membantu siswa untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur
dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu siswa
dalam menggunakan kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai
perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang dapat dimanfaatkan dalam
pendekatan ini antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai
sendiri, 28 aktivitas yang bertujuan mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar
kelas, dan diskusi kelompok.
5. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) Pendekatan ini bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan siswa seperti pada pendekatan analisis dan
klasifikasi nilai. Selain itu, pendekatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong siswa untuk
melihat diri sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan
masyarakat. Cara yang dapat digunakan pada pendekatan ini, selain cara-cara yang
digunakan pada pendekatan analisis dan klasifikasi nilai, juga metode proyek atau
kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi, praktik hidup bermasyarakat, dan
berorganisasi.
Metode pendekatan sebagaimana dikembangkan oleh Syarkawi di atas, dapat
dipergunakan dan dikembangkan oleh para guru di sekolah dalam proses pembentukan karakter
dan kepribadian siswa. Pengembangan dan penerapan model pendekatan ini tentu perlu
disesuaikan dengan karakteristik dan kompetensi dasar dari materi mata pelajaran yang
diberikan, serta disesuaikan dengan karakteristik pengembangan individu siswa. Dengan
demikian melalui proses pendidikan dan pengajaran karakter dan kepribadian yang diberikan
kepada siswa di sekolah merupakan upaya pencegahan secara dini atau sebagai upaya
mengurangi kenakalan remaja terutama di kalangan pelajar (siswa).

F. KESIMPULAN DAN SARAN


Kebiasaan membolos terjadi karena manusia sebagai makhluk individu memiliki hati
nurani dan super ego. Sehingga perilaku yang ada dalam kepribadian manusia dipengaruhi oleh
lingkungan manusia tersebut bergaul. Di dalam diri manusia merupakan gabungan antara 2
faktor, yaitu faktor genotip dan faktor fenotip. Faktor fenotip yang ada dalam diri manusia juga
di pengaruhi oleh lingkungan. Contohnya, apabila siswa tersebut bergaul dengan siwa yang
kurang baik tingkah lakunya, maka ia akan mengikuti tingkah laku dari anggota kelompoknya
apabila siswa tersebut tidak dapat mengendalikan perilaku dirinya sendiri. Namun, manusia
sebagai makhluk sosial juga memiliki peran penting dalam kepribadian seorang siswa.
Diantaranya adanya rasa setia kawan dan ingin diakui oleh anggota kelompoknya sehingga ia
melakukan tindakan pembolosan tersebut. Tetapi, rasa setia kawan dan rasa ingin diakui
sebagai anggota kelompok disalah artikan oleh siswa. Tindakan membolos yang didasari rasa
setia kawan dan rasa ingin diakui sebagai anggota kelompok merupakan pelanggaran norma
yang terjadi. Kebudayaan juga memiliki peran penting dalam pedoman hidup bermasyarakat,
dengan adanya kebiasaan membolos oleh siswa maka dapat diketahui bahwa kebudayaan
beulm berperan dengan baik sebagai pedoman hidup dan juga sebagai petunjuk bagaimana
manusia bertindak dan berperilaku dalam bergaul.
DAFTAR PUSTAKA

Afrimetty Timoera, SH, MH Dwi, Dra. Herawati, MPd,dkk. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar,
Jakarta: UPT MKU UNJ
Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.
Mulyono, B. 1995. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Republika. 2017. Puluhan Pelajar Terjaring Razia karena Bolos Sekolah . Dalam pemberitaan
Harian Republika, 16 Oktober 2017: p.5.

Anda mungkin juga menyukai