Blok 26 Makalah
Blok 26 Makalah
Pendahuluan
Skenario-6
Pada saat rapat koordinasi dengan camat dan BKKBN dilaporkan bahwa wilayah kerja
puskesmas mengalami kenaikan jumlah kelahiran yang signifikan dibandingkan 2 tahun lalu.
Disepakati untuk menggalakan KB di wilayah tersebut. Prioritas program yang dilaksanakan
adalah peningkatan cakupan IUD dan pemasangan susuk KB. Yang menjadi hambatan adalah
adanya anggapan bahwa KB masih menjadi tabu bagi masyarakat sekitar. Tingkat pendidikan
masyarakat juga umumnya rendah (80% tidak tamat smp).
Keluarga Berencana
1
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Tujuan:
Umum:
Khusus:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat/keluarga dalam penggunaan alat
kontrasepsi.
2. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
3. Meningkatnya kesehatan masyarakat masyarakat/keluarga dengan cara
penjarangan kelahiran.1,2
Demografi
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk
melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama
dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk dan reproduksi manusia.
2
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi
dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak,
bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak
yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka
disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu
peristiwa kelahiran.
Salah satu masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan
distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih spesifik, yaitu
angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak
menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat dengan kenyataan bahwa
kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban daripada
modal pembangunan. Logika seperti itu secara makro digunakan sebagai landasan kebijakan
untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk
memberikan justifikasi mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan
pembatasan jumlah anak.
Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah kependudukan, dan
treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini
sangat jelas dari target atau sasaran di awal program keluarga berencana dilaksanakan di
Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi separuhnya sebelum tahun
2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila program keluarga berencana di Indonesia lebih
diwarnai oleh target-target kuantitatif. Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi
keberhasilannya.
Indikasi keberhasilan tersebut sangat jelas, misalnya terjadinya penurunan TFR yang
signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai dengan 1994 – 1997 . Selama periode tersebut
TFR mengalami penurunan dari 5,605 menjadi 2,788 (SDKI 1997). Atau dengan kata lain
selama periode tersebut TFR menurun hingga lima puluh persen. Bahkan pada tahun 1998
angka TFR tersebut masih menunjukkan penurunan, yaitu menjadi 2,6.
3
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Salah satu contoh kebijakan kependudukan yang sangat populer dalam bidang kelahiran
(fertilitas) adalah program keluarga berencana. Program ini telah dimulai sejak awal tahun
1970an. Tujuan utama program KB ada dua macam yaitu demografis dan non-demografis.
Tujuan demografis KB adalah terjadinya penurunan fertilitas dan terbentuknya pola
budaya small family size, sedangkan tujuan non-demografis adalah meningkatkan
kesejahteraan penduduk yang merata dan berkeadilan. Keluarga berencana merupakan contoh
kebijakan langsung dibidang fertilitas dan migrasi.
Pemakaian kontrasepsi merupakan salah satu dari sekian banyak variabel yang secara
langsung berpengaruh terhadap tingkat fertilitas. Sementara itu kontribusi pemakaian
kontrasepsi terhadap penurunan angka kelahiran tidak saja ditentukan oleh banyaknya
pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
kualitas pemakaiannya. Terkait dengan itu, selama ini program KB nasional memberikan
prioritas pada pemakaian jenis kontrasepsi yang mempunyai efektivitas atau daya lindung
tinggi terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Selain itu sasaran pemakaian kontrasepsi
juga lebih difokuskan pada pasangan usia subur muda (usia di bawah 30 tahun) dengan
paritas rendah (jumlah anak paling banyak dua orang). Dengan meningkatnya pemakaian
kontrasepsi yang efektif dan mempunyai daya lindung yang tinggi bagi pasangan usia subur
muda paritas rendah diharapkan kontribusi pemakaian kontrasepsi terhadap penurunan angka
kelahiran di Indonesia juga akan menjadi semakin besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dengan tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh program KB terhadap fertilitas dan aspek kependudukan yang
sekaligus pengaruhnya pada tahapan keluarga dan juga kepadatan penduduk di negara ini.3
Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan
isteri), sedangkan kelahiran hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Masalah yang lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua perempuan
mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapat
pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.
Dalam teori fertilitas, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :
4
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
1. Angka laju fertilitas menunjukkan dua pilihan jangka waktu, yaitu jumlah kelahiran
selama jangka waktu pendek (biasanya satu tahun), dan jumlah kelahiran selama jangka
waktu panjang (selama usia reproduksi).
2. Suatu kelahiran disebut “lahir hidup” (liva birth) apabila pada waktu lahir terdapat
tanda-tanda kehidupan, misalnya menangis, bernafas, jantung berdenyut. Jika tidak ada
tanda-tanda kehidupan tersebut disebut “lahir mati” (still birth) yang tidak
diperhitungkan sebagai kelahiran dalam fertilitas.
3. Pengukuran fertilitas lebih rumit daripada pengukuran mortalitas karena:
1. Seorang wanita dapat melahirkan beberapa kali, sedangkan ia hanya meninggal satu
kali.
2. Kelahiran melibatkan dua orang (suami-isteri), sedangkan kematian melibatkan satu
orang saja.
3. Tidak semua wanita mengalami peristiwa melahirkan, mungkin karena tidak kawin,
mandul, atau sebab-sebab yang lain.
5
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Tingkat fertilitas kasar yang telah dibicarakan sebagai ukuran fertilitas masih
terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Kita mengetahui bahwa penduduk yang mengetahui resiko
hamil adalah perempuan dalam usia reproduksi (15-49 tahun). Dengan alasan
tersebut ukuran fertilitas ini perlu diadakan perubahan yaitu membandingkan
jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun).
Jadi sebagai penyebut tidak menggunakan jumlah penduduk pertengahan tahun
umur 15-49 tahun. Tingkat fertilitas penduduk yang dihasilkan dari perhitungan ini
disebut Tingkat fertilitas Umum (General Fertility Rate atau GFR) yang ditulis
dengan rumus :
𝐵
𝐺𝐹𝑅 = 𝑥1.000
𝑃𝑓
Dimana :
GFR = Tingkat fertilitas Umum
B = Jumlah kelahiran hidup dalam suatu periode tertentu
Pf (15-49) = jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada
pertengahan tahun
6
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
d. Tingkat Fertilitas menurut urutan kelahiran (Birth Order Spesific Fertility Rate)
7
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Dimana
BOSFR = Birth Order Specify Fertility rate
Boi = jumlah kelahiran
Pf(15-49) = jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun
K = bilangan konstanta = 1000
𝐺𝐹𝑅
∑ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
= 𝑥 1.000
∑ 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎 𝑢𝑚𝑢𝑟 15 − 49 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
8
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
9
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
terjadi perubahan visi program KB nasional dari keluarga kecil bahagia dan sejahtera menjadi
keluarga berkualitas pada tahun 2015 (Anonym 2004). Kebijakan pengelolaan/pengendalian
pertumbuhan penduduk, penurunan IMR dan MMR, dan peningkatan kualitas program KB
tercantum dalam UU No 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional
Indonesia telah mengalami bonus demografi yang ditandai dengan menurunnya rasio
ketergantungan mulai tahun 1971 hingga mencapai angka terendah pada tahun 2015-2020
yang merupakan jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk melakukan investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia. Bonus demografi sebenarnya sudah mulai
kelihatan sejak akhir tahun 2000 dimana beban ketergantungan yang diukur dari ratio
penduduk usia anak-anak dan tua per penduduk usia kerja, telah menurun tajam, dari sekitar
85-90 per 100 di tahun 1970 menjadi sekitar 54-55 per 100 di tahun 2000.
Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau
mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang
mencukupi. Oleh karenanya bonus demografis yang sudah dialami Indonesia ini belum
memberi makna yang berarti karena kualitas penduduk Indonesia sangat rendah. Karena
tingkat pendidikan penduduk yang rendah, tidak bersekolah dan tidak bekerja, dengan
jumlahnya yang membengkak sangat besar, sebenarnya bonus demografi yang mulai muncul
dewasa ini telah berubah menjadi penyebab beban ketergantungan menganggur yang sangat
tinggi. Kondisi tersebut menghilangkan dampak positif bonus demografi sebagai akibat dari
proses transisi demografi yang berkembang dengan baik.3
10
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
11
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
HANLON KUANTITATIF
Tujuan:
1. Identifikasi faktor-faktor luar yang dapat diikutsertakan dalam proses
penentuan masalah.
2. Menggelompokkan faktor-faktor yang ada dan memberikan bobot terhadap
kelompok faktor tersebut.
3. Memungkinkan anggota untuk mengubah faktor dan nilai sesuai dengan
kebutuhannya.
12
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
1 2 3 4 5
Hasil consensus yang dicapai pada langkah ini memberikan nilai rata-rata
sebagai berikut (kelompok terdiri dari 7 orang):
3 + 4 + 3 + 2 + 4 + 3 + 2 21
𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑋 = = =3
7 7
4 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 + 3 25
𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑌 = = = 3,6
7 7
2 + 3 + 3 + 2 + 3 + 4 + 3 20
𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑍 = = = 2,8
7 7
Penetapan Nilai:
Setelah nilai kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut:
13
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
C. Pemecahan Masalah
14
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
D. Pengembangan alternatif
Setelah diketahui sasaran apa yang dilakukan maka dikembangkan alternatif kegiatan.
E. Pengambilan keputusan
Setelah kita mengembangkan berbagai alternative untuk pemecahan, maka kegiatan
selanjutnya berupa penyaringan kegiatan dengan menggunakan pertimbangan (syarat
mutlak) berupa input dan output dan pertimbangan keinginan berupa proses kegiatan.
Untuk pengambilan keputusan ini dapat dilakukan dengan metoda kualitatif.
1) Definisi Pengambilan Keputusan: ialah teknik memilih cara terbaik
(kegiatan/program) untuk mencapai tujuan/ sasaran yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien.
16
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
17
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu cara sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksudkan dengan
PUSKESMAS ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal
dalam suatu wilayah tertentu.4
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor
kepadatan penduduk, luas daerah. Keadaan geografikdan keadaan infrastruktur lainnya
merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas
merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja
Puskesmas ditetapkan oleh bupati KDH, dengan saran teknis dari kepala kantor Departemen
Kesehatan Kabupaten/Kodya yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang
disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling.
Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja
Puskesmas bisa meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah
18
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan “Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi. Pelayanan
kesehatan yang diberikan di Puskesmas ialah pelayanan kesehatan yang meliputi
pelayanan.4,5
Kuratif (pengobatan)
Preventif (upaya pencegahan)
Promotif (peningkatan kesehatan)
Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongan
umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
program kesehatan lain (lintas program), tetapi juga dengan program dari sektor lain
(lintas sektoral). Dengan dilaksanakannya atas keterpaduan ini, berbagai manfaat akan
dapat diperoleh. Bagi Puskesmas dapat menghemat sumberdaya, sedangkan bagi
masyarakat, lebih mudah memperoleh pelayanan kesehatan.
4. Asas rujukan
Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan asas
rujukan. Artinya, jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus
merujuknya ke sarana kesehatan yang lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran
jalur rujukannya adalah berbagai ‘kantor’ kesehatan.
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan
Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini
disebabkan karena peranan dan kedudukan Puskesmas di Indonesia adalah amat unik.
Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka Puskesmas kecuali
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran. Adapun fungsi
Puskesmas adalah sebagai berikut :5
Oleh sebab itu, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
1. Wilayah puskesmas
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur
lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas.
Puskesmas merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah
kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati KDH, dengan saran teknis dari Kepala Kantor
Departemen Kesehatan Kabupaten/Kodya yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan Propinsi. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas
rata – rata 30.000 penduduk setiap puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan
20
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayan kesehatan yang lebih
sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Khusus untuk Kota
Besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja puskesmas bilsa meliputi
satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau
lebih, merupakan “Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi
puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
2. Pelayanan kesehatan menyeluruh
Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas ialah pelayan kesehatan yang meliputi
pelayanan :
- Kuratif (pengobatan)
- Preventif (upaya pencegahan)
- Promotif (peningkatan kesehatan)
- Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongan
umur, sejak pembuatan dalam kandungan sampai tutup usia.
3. Pelayanan kesehatan integrasi (terpadu)
Sebelum ada puskesmas, pelayanan kesehatan di dalam satu satu kecamatan terdiri
dari Balai Pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, Usaha Hygiene Sanitasi
Lingkungan, Pemberantasan Penyakit Menular dan lain sebagainya. Usaha – usaha tersebut
masing – masing bekerja sendiri sdan langsung melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati
II. Petugas Balai Pengobatan tidak tahu menahu apa yang terjadi di BKIA, begitu juga
petugas BKIA tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh Petugas Hygiene Sanitasi dan
sebaliknya. Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas), maka berbagai kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu
koordinasi dan satu pimpinan.
21
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Kedudukan puskesmas
22
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
23
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Konsep umum yang dapat digunakan untuk mengkaji program pokok Puskesmas meliputi
tujuan program/kegiatan, target, sasaran dan ruang lingkup kegiatan program Puskesmas,
sumber daya (staf, logistic, waktu, keuangan, metode dan sebagainya), dan
pencatatan/pelaporan program. Tujuan umum program pokok Puskesmas ditetapkan oleh
24
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Depkes. Tujuan umum setiap program harus dijabarkan lagi oleh Puskesmas agar menjadi
tujuan operasional masing-masing program sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan
dan faktor-faktor risiko yang berkembang di wilayah kerjanya.
Dari batasan yang seperti ini segera terlihat bahwa untuk dapat melakukan pekerjaan
pengawasan dengan baik ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Ketiga hal yang dimaksud
ialah :
1. Objek pengawasan
Yang dimaksud objek pengawasan disini ialah hal-hal yang harus diawasi dari
pelaksanaan suatu rencana kerja.
2. Metoda pengawasan
Yang dimaksud dengan metoda pengawasan disini ialah teknik ata cara melakukan
pengawasan terhadap objek pengawasan yang telah ditetapkan.
3. Proses pengawasan
Yang dimaksud dengan proses disini ialah langkah-langkah yang harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga pengwasan tersebut dapat dilakukan.
Jika pengawasan dapat dilakukan dengan cermat, akan diperoleh beberapa manfaat. Manfaat
yang dimaksud antara lain :6
25
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
dikenal dengan prinsip “strategic point control”. Hal yang bersifat pokok tersebut
banyak macamnya, termasuk misalnya hanya mengawasi penyimpangan-
penyimpangan saja (exception).
2. Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah pengawasan harus mampu melaporkan
setiap penyimpangan yang terjadi secara tepat, cepat dan benar. Dengan demikian
dalam pengawasan harus ada umpan balik (feed back) yang dapat dimanfaatkan
dengan segera.
3. Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa depan
Syarat ketiga yang harus dipenuhi pada pengawasan ialah pengawasan tersebut
harus fleksibel serta berorientasi pada kepentingan masa depan. Yang dimaksud
dengan fleksibel disini ialah harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi.
Pengawasan yang terlalu kaku tidak akan memberikan hasil yang optimal.
4. Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah pengawasan tersebut harus
mencerminkan keadaan organisasi (organizational suitability).
2. Umpan balik Laporan (feedbeck) laporan cakupan selama setahun dari Dinas
Kesehatan kabupaten /kota dari laporan rekapitulasi puskesmas yang dikirm setiap
bulan di Dinas Kabupaten/kota.
Tujuan Program KB
Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu
membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di
masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.
26
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung,
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia Subur
(PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan
kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan
pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas,
keluarga sejahtera.
27
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Strategi tiga dimensi dibagi dalam tiga tahap pengelolaan program KB sebagai berikut:
a. Tahap perluasan jangkauan
Pola tahap ini penggarapan program lebih difokuskan lebih kepada sasaran :
1) Coverage wilayah
Penggarapan wilayah adalah penggarapan program KB lebih diutamakan
pada penggarapan wilayah potensial, seperti wilayah Jawa, Bali dengan
kondisi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan yang besar
2) Coverage khalayak
Mengarah kepada upaya menjadi akseptor KB sebanyak-banyaknya. Pada
tahap ini pendekatan pelayanan KB didasarkan pada pendekatan klinik
b. Tahap pelembagaan
28
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Tahap ini untuk mengantisipasi keberhasilan pada tahap potensi yaitu tahap
perluasan jangkauan. Tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi luar
Jawa Bali. Tahap ini inkator kuantitatif kesertaan ber-KB pada kisaran 45-65 %
dengan prioritas pelayanan kontrasepsi dengan metode jangka panjang, dengan
memanfaatkan momentum-momentum besar
c. Tahap pembudayaan program KB
Pada tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi seluruh Indonesia.
Sedangkan tahap coverage khalayak diperluas jangkauan sisa PUS yang menolak,
oleh sebab itu pendekatan program KB dilengkapi dengan pendekatan Takesra dan
Kukesra.
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis misalnya:
bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi
dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA
dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil
rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk menentukan
puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat
propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan.
Tujuan :
29
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Berupaya menurunkan angka kematian ibu bersalin, angka kematian bayi dan angka
kematian balita dengan meningkatkan cakupan K1, K4 serta persalinan Nakes serta
imunisasi pada bayi
Pelayanan deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang balita Melaksanakan Rujukan
masalah kesehatan ibu dan anak serta pelayanan Akseptor KB dengan masalahnya
30
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Pelayanan Terpadu
Seluruh rangkaian kegiatan manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terpadu dan
berkesinambungan.
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan strategis berarti kemampuan memberikan respons yang tepat dan cepat
terhadap turbulensi perubahan lingkungan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas, termasuk
perubahan sosial, ekonomi, demografi, ekologi, dll. Kepemipinan Puskesmas perlu memiliki
kemampuan mengidentifikasi resiko-resiko kesehatan serta dampak kebijakan pembangunan
terhadap kesehatan penduduk serta merumuskan intervensi strategis untuk mengatasi resiko
dan dampak tersebut.
B. Manajemen Program
1. Perencanaan
32
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
2. Pelaksanaan Pengendalian
a. Pengorganisasian
pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja. Dengan
perkataan lain, dilakukan pembagian tugas seluruh program kerja dan seluruh
wilayah kerja kepada seluruh petugas Puskesmas dengan mempertimbangkan
kemampuan yang dimilikinya. Penentuan para penanggung jawab ini dilakukan
melalui penggalangan tim pada awal tahun kegiatan.
b. Penyelenggaraan
2) Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang telah disusun. Beban kegiatan Puskesmas harus terbagi
habis dan merata kepada seluruh petugas.
34
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
c) Kendali mutu
d) Kendali biaya
c. Pemantauan
1) Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai baik secara
internal maupun eksternal.
35
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Telaahan eksternal yaitu telaahan tribulanan terhadap hasil yang dicapai oleh
sarana pelayanan kesehatan primer serta sektor lainnya yang terkait di
wilayah kerja Puskesmas. Telaahan eksternal ini dilakukan dalam forum
Lokakarya Mini Tribulan Puskesmas.
d. Penilaian
Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran dengan cara Penilaian
Kinerja Puskesmas yang diukur menggunakan indikator kinerja Puskesmas. Kegiatan
tersebut mencakup :
Peningkatan kinerja kinerja lintas sektoral koordinasi bidang kesehatan penting untuk
dilakukan dalam rangka meningkatkan akses masyarakat menggunakan layanan
kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas, Polindes, Poskesdes, Posyandu dan
sebagainya dimana hal ini terkait dengan upaya membangun kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan yang akan mendorong tumbuhnya perilaku hidup sehat masyarakat
yang tinggi.
Sementara menurut Lowler & Porter (dalam Umar, 2001) ukuran untuk melihat
kinerja lintas sektoral koordinasi bidang kesehatan dapat dilihat dari dimensi dan
indikator berikut:
1. Ability, dengan indikator: kualitas kerja, profesionalitas, dan kreatifitas
2. Work effort, dengan indikator: motivasi kerja, etiket kerja, dan prestasi kerja
36
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
POSYANDU
Menurut Effendy (1998), Posyandu merupakan forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat, dari oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu adalah pusat
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan
oleh masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
norma keluarga kecil bahagia sejahtera.
Tujuan Posyandu
Tujuan pokok dari Posyandu menurut Effendy (1998), antara lain untuk :
Kegiatan Posyandu
Terdapat berbagai jenis kegiatan yang dilakukan pada Posyandu antara lain meliputi 5
kegiatan posyandu dan 7 kegiatan posyandu (sapta krida posyandu):
Beberapa kegiatan pada pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan
usia subur antara lain :
38
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Menurut Muninjaya (1999), sistem kerja Posyandu merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi input, proses dan output.
Input adalah ketersedianya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan
posyandu, yang meliputi antara lain:
39
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
proses dan hasil kegiatan. Adanya kejelasan tugas dan alur kerja yang jelas serta
dipahami oleh kader posyandu,
2. Pelaksanaan kegiatan posyandu yang mencakup pendaftaran, penimbangan,
pencatatan penyuluhan, pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Program pokok
yang minimal harus dilaksanakan meliputi lima pelayanan yaitu kesehatan ibu dan
anak, gizi, keluarga berencana, penanggulangan diare dan imunisasi
3. Pembinaan dan pemantauan petugas yang mencakup adanya rencana kegiatan
pembinaan dan pemantauan yang jelas dan tertulis, ada jadwal yang terencana dengan
baik, siapa yang menjadi sasaran, cara pembinaan, pemantauan dan pemecahan
masalah,
4. Pelaksanaan kunjungan rumah oleh kader untuk membina kesehatan dan gizi
masyarakat terutama pada keluarga sasaran. Proses pelaksanaan kunjungan harus
direncanakan siapa sasaran, kapan dilaksanakan, siapa yang melaksanakan dan hasil
dicatat dalam kegiatan kader
5. Pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan setiap bulan. Di tingkat posyandu
dilaksanakan setelah selesai kegiatan pelayanan yang melibatkan kader, aparat desa,
pembinaan kesejahteraan keluarga dan petugas pembina. Sedangkan di tingkat
kecamatan dilaksanakan melalui pertemuan lintas sektor di kecamatan lain yang
berkaitan dengan kesehatan dan perbaikan gizi serta keluarga berencana
6. Umpan balik tentang hasil kegiatan posyandu, hasil pembinaan dan evaluasi
disampaikan melalui pertemuan rutin yang telah direncanakan. Umpan balik berasal
dari aparat desa, tokoh masyarakat dan kelompok kerja personal baik tingkat desa,
kecamatan maupun kabupaten
7. Imbalan (reward) bagi kader, sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian kader
dalam melaksanakan tugasnya, dan harus dipikirkan, karena dengan imbalan tersebut
diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan motivasi kerja kader.
40
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Evaluasi Program
Jenis Evaluasi
Analisis Sistem
Keluarga Berencana (KB) menjadi gerakan global sejak 1968 di tengah ancaman ledakan
penduduk dunia (lihat tulisan Paul Ehrlich The Population Bomb [1968] dan Gareth Hardin,
Tragedy of the Commons [1968]). Kenapa KB? Seperti diketahui, di luar faktor mobilitas,
41
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
pertumbuhan penduduk dihitung dari selisih antara fertilitas dan mortalitas. Membiarkan
mortalitas tetap tinggi untuk tujuan demografis menekan laju pertumbuhan penduduk sudah
barang tentu bukanlah solusi yang manusiawi. Sementara itu peningkatan kesejahteraan
masyarakat akan selalu berakibat pada turunnya angka mortalitas. Karena itu pengendalian
pertumbuhan penduduk hanya dapat dilakukan dari sisi fertilitasnya, dalam hal ini melalui
sosialisasi teknologi pengendalian kehamilan (kontrasepsi). Inilah KB yang pada umumnya
kita pamahi. Pandangan seperti inipun masih tetap relevan untuk konteks Indonesia saat ini.
Tren fertilitas yang cenderung stagnan pada angka 2,3 (SDKI 2002-3 dan 2007 setelah
dikoreksi Hull & Mosley [2008]) cukup membuat banyak orang khawatir akan kemungkinan
terjadinya ledakan penduduk jilid dua. Karena itu revitalisasi program KB menjadi suatu
pilihan yang tidak terelakkan.
Keluarga Berencana adalah gerakan revolusioner tidak hanya dalam arti demografis
(mengubah pola fertilitas dan struktur penduduk secara mendasar), tetapi juga dalam arti
kultural (mengubah sikap hidup masyarakat secara mendasar dari fatalisme—hamil dan
mempunyai anak adalah takdir—menjadi positivisme—manusia mempunyai otonomi atas
tubuhnya sendiri dan mampu memutuskan secara mandiri dan rasional kapan hamil dan
mempunyai anak berapa). Inilah dimensi kemanusiaan dan moral dari gerakan KB yang
tidak boleh diabaikan. Setiap individu apapun latar belakang ekonomi, sosial, agama,
etnisitas, gender, atau status perkawinannya, harus diakui, dihormati, dan dipenuhi hak-hak
dasarnya untuk mengontrol tubuhnya sendiri untuk mencapai situasi kesehatan reproduksi
yang ideal, termasuk dalam membuat pilihan tentang kehamilan, kelahiran, jumlah anak, dan
penggunaan kontrasepsi. Dimensi kemanusiaan atau moralitas dari gerakan KB ini tidaklah
cukup diletakkan sebagai alat atau cara (means) untuk tujuan demografis yang sewaktu-
42
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
waktu bisa ditinggalkan demi tujuan demografis tersebut, tetapi harus diletakkan sebagai
suatu tujuan yang berdiri sendiri dan tidak dapat dilanggar (inviolable goal).
Sayangnya di Indonesia keluarga berencana lebih berhasil mencapai tujuan
demografisnya, kurang pada tujuan-tujuan kemanusiaan dan moralnya. Indonesia termasuk
negara yang mampu menorehkan sejarah emas keluarga berencana dengan menurunkan
angka fertilitas secara sangat signifikan dari 5,6 di awal program (1970) menjadi 2,3 (hasil
SDKI 2007 menurut perhitungan Hull & Mosley).
Namun dalam banyak kasus keberhasilan itu (terutama di era Orde Baru) dicapai melalui
cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan kemanusiaan yang menjadi
landasan dari gerakan KB tersebut (berbagai bentuk pemaksaan oleh aparat pemerintah
kepada warga [PUS] untuk menjadi akseptor atau menggunakan kontrasepsi tertentu).
Kesimpulan
Keluarga berencana merupakan perencanaan kehamilan yang merupakan salah satu dari
enam program wajib puskesmas yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah
penduduk dengan tujuan pembangunan nasional. Keluarga Berencana memiliki tujuan umum
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS) serta tujuan khusus untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat/keluarga dalam penggunaan alat kontrasepsi,
menurunkan jumlah angka kelahiran bayi, dan meningkatkan kesehatan masyarakat/ keluarga
dengan cara penjarangan kelahiran.
43
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
Daftar Pustaka
1. Pedoman kerja puskesmas. Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1990/1991. h. D1-
D28.
2. Pedoman praktis pelaksanaan kerja di puskesmas. Magelang: Podorejo Offset; 2000. h.
71-80, 156-160.
3. Mulyo, Tri. S.Pd., M.Pd, Demografi Kependudukan, CV. Artaguna, Boyolali, 2011.
4. Azwar A. Pengantar adminitrasi kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010. h. 200-
206
5. Pedoman pengelolaan promosi kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008. h. 9,
11-7, 19-19-21.
6. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. h.144-50.
7. Hasibuan, 2006. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : Bumi Aksara.
44
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas| BLOK 26
45