Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

KOMUNIKASI DATA

Pengkodean (Encoding), Kompresi (Compression) dan Pulse Code Modulation

Dosen:
Heru Arbianto, ST., MT

Oleh:
Aulia Fikri Saputra
15223770

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2018
LATAR BELAKANG
Di era globalisasi ini, manusia sangat bergantung dengan informasi. Informasi merupakan
hasil pengolahan data yang disajikan sedemikian rupa agar dapat memberi arti atau persepsi
tertentu kepada para pembaca. Oleh karena besar ketergantungan menusia terhadap informasi,
makakualitas informasi harus selalu ditingkatkan.

Beberapa faktor penentu kualitas informasi adalah keakuratan, ketepatan waktu, relevansi,
dan kemudahan untuk memperolehnya. Komputer merupakan alat bantu pengolahan data yang
dapat diandalkan. Tidak hanya kecepatannya, melainkan juga keakuratan dan daya tahannya
untuk melakukan pemrosesan data dalam jumlah yang besar. Komputer juga dapat menyimpan
informasi dalam rangakaian bit 0–1 dalam sebuah string biner. Keterbatasan media penyimpanan
dan kemampuan transmisi data berukuran besar yang relatif lambat.

1. PENGKODEAN (ENCODING)
Pengkodean adalah suatu teknik yang dilakukan untuk memberikan penegasan pada proses
yang terlibat (data dan pensinyalan) transmisi data .Dalam proses tersebut perlu diperhatikan
pula fasilitas-fasilitas komunikasi dan media yang tersedia.

Fungsi Pengkodean Data


 Menjadikan tiap karakter (mempunyai arti) dalam sebuah informasi.
 Dapat membantu pada pengubahan kode dari bahasa manusia ke bahasa mesin.

a. High-Density Bipolar-3 (HDB3)


Suatu kode dimana menggantikan string-string dari 4 nol (0) dengan rangkaian yang
mengandung satu atau dua pulsa atau disebut kode violation, jika pelanggaran (violation)
terakhir positif maka violation ini pasti negatif dan sebaliknya.
 Kepadatan tinggi Bipolar 3 zeros
 Didasarkan pada bipolar-AMI
 String pada empat zero digantikan dengan satu atau dua pulsa

Kegunaan kode HDB3 adalah untuk membatasi jumlah zero pada runtun yang panjang tiga.
Sehingga mempermudah ekstraksi clock pada penerima. Runtun yang panjang yang memiliki
lebih dan tiga zero dicegah dengan penepatan kembali satu atau dua zero dengan pulsa
berdasarkan aturan yang telah telah ditentukan. Aturan ini memastikan penerima menerima palsa
pulsa tersebut dan tidak ambigu dengan pulsa kode.

Aturan pengkodean HDB3 dituliskan sebagai berikut:


1. Invers setiap detik 1 sepanjang maksimum tiga zero yang berurutan
2. Bila jumlah zero yang berurutan melebihi tiga, set pulsa violasi pada posisi pada
keempat. Pulsa violasi ditujukan untuk melanggar aturan AMI.
3. Setiap pulsa violasi alternatif seharusnya berganti polaritas. Bila aturan ini tidak dapat
diterapkan, set 1 berdasarkan aturan AMI pada posisi zero pertama di runtun.

Kelebihannya adalah:
 Untuk Telekomunikasi jarak jauh.
 Kemampuan sinkronisasi yang lebih baik.
 Tidak adanya DC komponen.
 Kemampuan mendeteksi error.
 Bandwidth relatif bagus.

b. B6ZS (Bipolar 8-Zero Substitution)


B6ZS atau Bipolar with 6 Zero Substitution (North American T2) ada pada rate 6.312
Mbit/s. Ketentuannya yaitu dengan pola 0VB0VB. B6ZS digunakan untuk memastikan bahwa
sinkronisasi data dapat dipertahankan. B6ZS mengacu pada Kode Jalur T-carrier di mana bipolar
violation sengaja dimasukkan jika data pengguna berisi sebuah string 6 atau lebih berturut-turut
nol. Setiap pola 000000 digantikan oleh 0VB0VB. Sekali lagi, seperti dalam kasus sebelumnya
V dan B adalah positif atau negatif, dan dipilih untuk memenuhi kondisi bipolar.
B6ZS digunakan pada link transmisi T2 AMI.

Kedua kode ini berdasarkan pada penggunaan AMI encoding dan cocok untuk transmisi
dengan data rate tinggi.

c. B8ZS (Bipolar 8 Zero Substitution)


Pengkodean B8ZS (Bipolar 8 Zero Substitution) dikenal sebagai pengkodean bipolar dengan
8 nol tertukar sedangkan skema pengkodean di dasarkan pada bipolar AMI. Kelemahan
pengkodean ini adalah panjang string (deretan) nol dapat menyebabkan hilangnya sinkronisasi
saat transmisi.

Kedua pengkodean ini di bangun untuk menghilangkan deretan bit’0’ yang mungkin muncul
dalam suat pengiriman data. B8ZS digunakan untuk menggatikan deretan bit ‘0’ lebih dari 8
buah.

Aturan pengkodean B8ZS diperlihatkan pada gambar dibawah, kedelapan bit nol digantikan
dengan bit-bit tertentu yang polaritasnya tergantung dari polaritas bit sebelumnya. Bit- bit
penganti bit nol tersebut di sebut sebagai bit violasi (violation code).

d. Manchester Encoding
Manchester Encoding adalah jenis pengkodean digital yang digunakan dalam data transmisi.
Manchester Encoding (pertama kali diterbitkan pada 1949) adalah teknik pengkodean
sinkronisasi jam yang digunakan oleh fisik layer (lapisan) untuk mengkodekan jam dan data dari
sinkronisasi arus bit. Dalam telekomunikasi, kode Manchester (juga dikenal sebagai Fase
Encoding, atau PE) adalah kode baris pengkodean di mana setiap data bit setidaknya memiliki
satu transisi dan menempati waktu yang sama.
Manchester merupakan kode dimana ada suatu transisi pada setengah dari periode. Tiap bit:
transisi low ke high mewakili ‘1’ dan high ke low mewakili ‘0’.
 Transisi di tengah untuk tiap periode bit
 Perpindahan transisi sebagai clock dan data
 Rendah ke tinggi menggambarkan 1
 Tinggi ke rendah menggambarkan 0
 Digunakan oleh IEEE 802.3

Aturan pengkodean Manchester dirangkum di bawah ini:

Data Asli Nilai Terkirim

Logika 0 0-1 (bit ke atas transisi di pusat)

Logika 1 1-0 (ke bawah sedikit transisi di pusat)

2. KOMPRESI DATA
Kompresi berarti memampatkan/mengecilkan ukuran Kompresi data adalah proses mengkodekan
informasi menggunakan bit atau informationbearing unit yang lain yang lebih rendah daripada
representasi data yang tidak terkodekan dengan suatu sistem enkoding tertentu.

Contoh kompresi sederhana yang biasa kita lakukan misalnya adalah menyingkat kata-kata yang
sering digunakan tapi sudah memiliki konvensi umum. Misalnya: kata “yang” dikompres
menjadi kata “yg” Pengiriman data hasil kompresi dapat dilakukan jika pihak pengirim/yang
melakukan kompresi dan pihak penerima memiliki aturan yang sama dalam hal kompresi data.

Pihak pengirim harus menggunakan algoritma kompresi data yang sudah baku dan pihak
penerima juga menggunakan teknik dekompresi data yang sama dengan pengirim sehingga data
yang diterima dapat dibaca/di-decode kembali dengan benar. Teknik kompresi bisa dilakukan
terhadap data teks/biner, gambar (JPEG, PNG, TIFF), audio (MP3, AAC, RMA, WMA), dan
video (MPEG, H261, H263).

 Adaptive Huffman Coding


Metode Statis Huffman Coding maupun Adaptive Huffman Coding merupakan kompresi
yang bersifat loseless. Algoritma ini dibuat oleh David A. Huffman dari MIT tahun 1952 yang
dipublikasikannya dalam makalah A Method for the Construction of Minimum-Redundancy
Codes. Huffman banyak dijadikan “back-end” pada algoritma lain, seperti Arithmetic Coding,
aplikasi PKZIP, JPEG, dan MP3.

Metode Adaptive Huffman Coding merupakan pengembangan dari Statis Huffman Coding
dimana proses penghitungan frekuensi karakter dan pembuatan Huffman tree dibuat secara
dinamis pada saat membaca data. Metode SHC mengharuskan kita mengetahui terlebih dahulu
frekuensi masing-masing karakter sebelum dilakukan proses pengkodean.

Algoritma Huffman tepat bila dipergunakan pada informasi yang bersifat statis. Sedangkan
untuk multimedia application, dimana data yang akan datang belum dapat dipastikan
kedatangannya (audio dan video streaming), algoritma Adaptive Huffman dapat dipergunakan.

 Arithmatic Coding
Prinsip dari arithmetic coding diusulkan oleh Peter Elias pada awal dekade 1960, dan diterbitkan
dalam buku Abramson (1963), “Information Theory and Coding”, New York, McGraw-Hill.
Pada arithmetic coding, dihasilkan sebuah nilai tag yang unik untuk sebuah sequence, tag ini
kemudian diberi kode biner yang unik. Jika jumlah simbol pada source-nya kecil, dan
probabilitas kemunculan antara simbol sangat) bisa sangat besar dan kode huffman yang
dihasilkan timpang, maka nilai probabilitas maksimum menjadi tidak efisien, alternatif solusinya
kemudian adalah Extended Huffman Coding.

Pada Extended Huffman Coding, pengkodean blok simbol bersamaan dapat mengurangi
redundansi dari kode Huffman. Dengan memblok N simbol bersamaan berarti ukuran simbol
berubah dari M menjadi Mn, dimana M adalah ukuran simbol semula.

Namun, jika probabilitas kemunculan simbol lebih tidak seimbang lagi, maka akan dibutuhkan
blocking simbol bersamaan yang lebih banyak. Semakin banyak blocking simbol bersamaan,
ukuran simbol akan meningkat secara eksponensial. Penyimpanan kode seperti ini membutuhkan
memori yang mungkin tidak tersedia untuk banyak aplikasi maka skema Extended Huffman
Coding menjadi tidak praktis sehingga diciptakan solusi yaitu arithmatic coding

Pada Extended Huffman Coding, pengkodean blok simbol bersamaan dapat mengurangi
redundansi dari kode Huffman. Dengan memblok N simbol bersamaan berarti ukuran simbol
berubah dari M menjadi Mn, dimana M adalah ukuran simbol semula.
3. PULSE CODE MODULATION (PCM)
PCM bentuk representasi digital dari sinyal suara analog, di mana gelombang berikutnya
diurutkan secara beraturan berdasarkan interval waktu tertentu dan kemudian diubah ke dalam
bentuk biner. Proses pengubahan dari sinyal analog menjadi biner disebut dengan istilah
Quantisasi. PCM ditemukan oleh seorang insinyur dari Inggris bernama Alec Revees pada tahun
1937, dan sekarang dipakai di berbagai media, termasuk CD Audio. File audio dengan format
WAV biasanya menggunakan codec (code dan decode) PCM.

a. PCM 30 kanal
PCM30 merupakan aplikasi dari Pulse Code Modulation (PCM). PCM adalah representasi
digital dari sinyal analog dimana besar gelombang diambil sampelnya secara teratur dengan
rentan waktu yang sama. Sistem PCM30 mengacu pada teknologi switching di eropa, untuk
melayani arus digital pada jalur telepon. PCM 30 memiliki 30 code, setiap channel memuat 8 bit
digital word. 30 code bit ini disatukan dalam suatu frame ID word dan channel identifier.
PCM 30 memiliki 32 timeslot, dengan kecepatan tiap timeslot nya adalah 64 kbps, jadi PCM 30
memiliki kecepatan maksimal mencapai 2 Mbps. PCM 30 dapat diartikan sebagai sejenis
teknologi digital yang dapat menggandakan dari satu jalur fisik dapat disalurkan 30 percakapan
sekaligus tanpa mengganggu satu sama lain (interferensi).

Secara garis besar proses PCM 30 terdiri dari; sampling, kuantisasi, encoding, dan
Multiplexing. Tujuan dari Sampling and Hold adalah mencuplik secara berkala sinyal informasi
yang berupa gelombang analog. Kemudian dikonversikan menjadi sinyal dengan amplitudo yang
rata agar bisa diubah menjadi kode-kode digital oleh rangkaian ADC (Analog to Digital
Converter). Kuantisasi adalah suatu konversi dari harga analog ke level-level tertentu yang
mendekati. Metode kuantisasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Contoh ini menggunakan
3 bit yang berarti ada 2^3 = 8 level. Sedangkan pada PCM 30 sebenarnya menggunakan
teknologi 8 bit.

b. PCM 24 Kanal
PCM 24 mempunyai primary rate sebesar 1.544 kbps yang terdiri dari 8000 frame tiap detik.
Tiap framemengandung 24 time slot. Dalam setiap frame ditambahkan satu bit frame, satu frame
alignment atau sinkronisasi bit (S-bit). Kanal yang digunakan disebut T1. Pada T1 tidak ada time
slot yang berfungsi sebagai signaling. Satu bit pada tiap time slot setiap frame ke-6 diganti
menjadi signaling information. Sebagai konsekuensi, hanya 7 dari 8 bit yang digunakan,
sehingga besar data ratenya menjadi 56 kbps.

Tabel perbedaan PCM 30 dan PCM 24


No. Parameter PCM 30 PCM 24
1 Coding/Encoding A – law µ – law
2 Jumlah segment 13 Segment 15 segment
3 Jumlah ts/frame 32 ts 24 ts
4 Jumlah bit/frame 8x32 = 256 8 x 24 + 1 = 193
5 Periode 1 ts 125 us/32 = 3,9 us 125 us/24 = 5,2 us
6 Bitrate/frame 2048 Kbps 1544 Kbps
7 Signalling (CAS) Frame (2 Kbps) Dikumpulkan pada 1 bit perkanal setiap 6
ts 16 setiap 16 frame (1,3 Kbps)
8 Signaling (CCS) 8 bit pada ts 16 (64 Kbps) 1 bit pada setiap frame
genap (4 Kbps)
9 Pola frame – alignment 7 bit pada ts0 setiap frame ganjil 1 bit tersebar pada setiap
frame ganjil
10 Pengkodean saluran HDB3 atau 4B3T ADI/AMI

Referensi
Ledya Novamizanti & Astri Novianty. Arithmetic Coding: Lesson 7. Bandung: Telkom
University
Pambudi, Afief Dias. 2007. Analog to Digital Converter (ADC)/Pulse Code Modulation (PCM)
di https://afiefdiaspambudi.staff.telkomuniversity.ac.id/ (akses 20 April 2018)
Nurhayati, Oky Dwi. Kompresi Data. Semarang: Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai