Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan ilmu
pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk yang cocok
dipakai untuk mencegah dan mendiagnosa penyakit. Farmasi juga diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi,
mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan
pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara
aman. Salah satu cabang ilmu farmasi, yaitu farmasetika dasar.
Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat meliputi
pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan, seni
peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap
digunakan sebagai obat, penyampaian informasi obat kepada pasien, konsultasi obat
agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang baik dan benar, serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya sediaan
padat, sediaan setengah padat (semi solid), dan sediaan cair. Salah satu contohnya
adalah suspensi. Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase
cair. Mengingat pentingnya suspensi, maka dilakukan praktikum mengenai suspensi.
Dalam suspensi terdapat komposisi yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut secara kimia maupun fisika. Sediaan cair ini juga mengandung
partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Secara umum jenis suspensi
dapat dibagi menjadi 2 macam, salah satunya adalah suspensi oral.
Suspensi oral yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang
terdispersi untuk ditujukan secara penggunaan oral atau melalui saluran
gastrointestinal. Sediaan yang dibuat pada praktikum kali ini adalah sediaan cair
berupa suspensi.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan
suspensi, cara penggunaan suspensi, penyimpanan suspensi, serta mampu membuat
dan mengetahui proses pembuatan suspensi.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui cara meracik, menyimpan,
menggunakan dan membuat suspensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Definisi Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus
segera terdispesi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah
dikocok dan dituang (Dirjen POM, 1979).
Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase
konsisten atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semi padat, dan fase
terdispersi atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya
tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase konsisten (Priyambodo, 2007).
Suspensi juga dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat yang terbagi secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat
menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspensi resmi
diperdagangkan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan
pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel,
1997).
II.1.2 Alasan Pembuatan Suspensi
Alasan dibuatnya suspensi karena adanya obat-obat tertentu tidak stabil secara
kimia bila ada dalam larutan tetapi stabil bila disuspensi. Dalam hal ini suspensi dapat
menjamin stabilitas kimia dan memungkin terapi untuk cairan. Pada umumnya,
bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat karena pemberiannya lebih mudah,
aman dan keluwesan dalam pemberian dosis terutama untuk anak-anak (Ansel, 2005).
II.1.3 Keuntungan dan Kerugian Suspensi
1. Keuntungan Suspensi
Keuntungan suspensi yaitu (Anief, 1987):
a. Bahan obat tidak larut dapat memperlambat terlepasnya obat.
b. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam
larutan, karena rasa obat yang tergantung kelarutannya.
2. Kerugian Suspensi
Kerugian suspensi yaitu (Anief, 1987):
a. Tidak praktis bila dibandingkan dengan bentuk sediaan lain.
b. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.
c. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar
kandungan dalam larutan dimana terdapat air dalam katalisator.
II.1.4 Kriteria Suspensi Yang Baik
Kriteria dari suatu sediaan supensi yang baik yaitu (Alviany, 2008):
1. Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama
dapat dipertahankan dengan pengocokkan sediaan.
2. Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera
terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.
3. Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.
4. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan mudah
dapat dihitung dari wadahnya.
5. Memberikan warna, rasa, bau, serta rupa yang menarik.
II.1.5 Jenis-jenis Suspensi
Jenis-jenis suspensi yaitu (Syamsuni, 2006):
1. Supensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus
yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Supensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspense serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya
(syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam larutan
spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
II.1.6 Suspending Agent
Suspending agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk
meningkatkan viskositas dan memperlambat sedimentasi sehingga dapat
menghasilkan suatu suspensi yang stabil. Suspensi yang stabil harus tetap homogen,
partikel benar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat terdispersi
kembali (Nur Chasanah, 2010).
II.1.7 Metode Pembuatan Suspensi
Ada 2 metode dalam pembuatan suspensi (Ika Ristia, 2010) :
1. Metode dispesi
Serbuk yang terbagi halus didispersi dalam cairan pembawa. Umumnya
sebagai pembawa adalah air. Dalam formula suspensi yang paling penting
adalah partikel-partikel harus terdispersi betul dalam fase air. Mendispersi
serbuk yang tidak larut dalam air kadang-kadang sukar. Hal ini disebabkan
adanya udara, lemak, kontaminan pada permukaan serbuk dan lain-lain.
2. Metode presipitasi
Zat yang tidak larut dalam air dilarutkan dulu dengan pelarut organik
dengan dicampur air, lalu ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu.
Pelarut organik yang bisa digunakan adalah etanol, methanol, propilenglikol
dan gliseron.
II.1.8 Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi (Anief, 2000):
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Artinya semakin
besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.
2. Kekentalan/viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, maka kental suatu cairan kecepatan alirannya semakin turun (kecil).
3. Sifat atau muatan partikel
Dalam suatu supensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antara bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut.
II.1.9 Tipe-tipe suspensi
Tipe-tipe suspensi yaitu (Ika Ristia, 2010):
1. Sistem flokulasi
Dalam sistem ini, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas
dalam ikatan lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan
cepat dan partikel mengendap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen
tersebut dalam keadaan bebas, tidak membentuk cake yang keras serta mudah
terdispersi kembali ke bentuk semula.
2. Sistem deflokulasi
Dalam sistem ini, partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan
akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada
metode ini partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain,
dan masing-masing partikel mengendap secara terpisah.
II.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1979 ; Rowe, 2009)
Nama Zat Aktif : AETHANOLUM
Nama Kimia : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46.07 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p
dan dalam eter p.
Khasiat : Antiseptik, desinfektan, dan kosolven
Kegunaan : Sebagai desinfektan dan mempertinggi kelarutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
2. Aqua destilata (Dirjen POM, 1979 ; Noerhayati, 2011)
Nama Zat Aktif : AQUA DESTILATA
Nama Kimia : Dihydrogen oksida
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa
Khasiat : memperlancar sistem pencernaan
Kegunaan : Sebagai pelarut, sebagai cairan pembawa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
3. Chloramphenicol (Dirjen POM, 1995)
Nama Zat Aktif : CHLORAMPHENICOLUM
Nama Kimia : 2,2-Dichloro-N-[(αR,βR)-β-hydroxy-
αhydroxymethyl-4-nitrophenethyl]acetamide
Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
Berat Molekul : 323,13 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur halus putih sampai putih kelabu atau putih


kekuningan berbentuk jarum atau lempeng,
larutan praktis netral terhadap lakmus p, stabil
dalam larutan netral atau larutan agak asam.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
dalam propilenglikol, dalam aseton, dan dalam
etil asetat.
Khasiat : Antibiotik (menghambat pertumbuhan bakteri)
Kegunaan : Zat aktif
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan rapat
4. Metil paraben (Dirjen POM, 1995 ; Hope, 2009 ; Astuti, 2016)
Nama Zat Aktif : METHYLIS PARABENUM
Nama Kimia : Methil paraben, metil-P-hidroksibenzoat
Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna, tidak berbau,


mempunyai sedikit rasa terbakar
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene, mudah larut
dalam etanol dan dalam eter
Khasiat : Sebagai anti jamur
Kegunaan : Zat tambahan, pengawet
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
5. Na CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Zat Aktif : NATRII CARBOXY METHIL CELLULOSUM
Nama Kimia : Natrium karboksi metil selulosa
Rumus Molekul : C8H13NaO
Berat Molekul : 262,18 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau putih


Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam
etana (95%) P, dalam eter P dan dalam pelarut
organik lain
Khasiat : Sebagai pengembang
Kegunaan : Zat tambahan, suspending agent
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
6. Polysorbatum-80 (Dirjen POM, 1979), (Rowe, 2009)
Nama Zat Aktif : POLYSORBATUM-80
Nama Kimia : Polisorbat-80, Tween-80
Rumus Molekul : C64H124O26
Berat Molekul : 1310 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau


khas
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P,
dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar
larut dalam paraffin cair P dan dalam minyak biji
kapas P
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
7. Propilenglikol (Dirjen POM, 1979)
Nama Zat Aktif : PROPYLENGLYCOLUM
Nama Kimia : Propilenglikol
Rumus Molekul : C3H8O2
Berat Molekul : 76,10 gr/mol
Rumus Struktur :
CH3 – CH(OH) – CH2OH

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, rasa agak manis, higroskopik
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan kloroform P, larutan dalam 6 bagian
eter P, tidak dapat dicampur dengan eter minyak
tanah P dan dengan minyak lemak
Khasiat : Humektan (menjaga kelembapan kulit)
Kegunaan : Zat tambahan, pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
8. Sukrosa (Dirjen POM, 1995 ; Raini, 2011)
Nama Zat Aktif : SUKROSUM
Nama Kimia : Sukrosa
Rumus Molekul : C12H22O11
Berat Molekul : 342,30 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur


atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa manis, stabil diudara.
Larutannya netral terhadap lakmus
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut
dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
Khasiat : Sebagai kalorigenikum (pemberi kalori)
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Farmasetika Dasar “Emulsi” dilaksanakan pada tanggal 10 April
2018 pada pukul 07.00 WITA sampai dengan selesai di Laboratorium Teknologi
Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu botol cokelat,
gelas ukur, lumpang dan alu.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah parafin cair, gom arab, gula
pasir, aquadest, metil paraben, alkohol 90%, alkohol 70%.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Sirup Simpleks
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dipanaskan air 100 ml menggunakan penangas
4. Ditimbang sukrosa sebanyak 11,5 mg dan metil paraben 0,045 mg
5. Dimasukkan metil paraben sebagai pengawet ke dalam air
6. Dimasukkan sukrosa sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga mendidih
7. Didinginkan sirup simpleks selama beberapa menit
8. Dituang dalam wadah dan ditutup dengan alumunium foil
3.3.2 Pembuatan Suspending Agent
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang Na CMC sebanyak 0,3 gr
4. Dimasukkan ke dalam lumpang kemudian ditambahkan dengan air panas,
gerus hingga terdengar suara khas
5. Ditutup dengan alumunium foil dan diamkan selama 12 jam
3.3.3 Pembuatan Suspensi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Disiapkan kloramfenikol sebanyak 125 mg ke dalam lumpang
4. Ditambahkan propilen glikol sebanyak 0,5 ml ke dalam lumpang yang sama,
gerus hingga homogen
5. Dimasukkan polisorbatum 80 ke dalam lumpang dan digerus homogen
6. Ditambahkan suspending agent ke dalam lumpang dan digerus homogen
7. Dimasukkan sirup simpleks sebanyak 18 ml, gerus homogen
8. Ditambahkan aquadest sebanyak 1,83 ml, gerus hingga semua bahan menjadi
homogen
9. Dimasukkan suspensi yang telah jadi ke dalam botol kalibrasi sebanyak 30 ml
10. Diberi etiket putih dan dibuat salinan resep
3.4 Deskripsi Resep
3.4.1 Resep

Dr. Saleh Tangahu, Sp.dd


SIK : 09/KM/GTO/003
Jl. Kancit tengah, no. 214
Telp. 0453-890079
No. 05 Gorontalo, 03/04/18
R/
Chloramphenikol 125 mg
Na CMC 50 mg
Polysorbatum 80 10 mg
Propilenglikol 0,5 ml
Sirup simpleks 18 ml
Aquadestilata ad 5 ml
m.f susp da in fl 30 ml no. I
ʃ tdd cth I
Pro : Icha
Umur : 5 tahun

3.4.2 Narasi Resep


3.4.2.1 Narasi Resep Perkata
0,5 = zero punctu quinqui = nol koma lima
10 = decem = sepuluh
125 = centum viginti quinqui = seratus dua puluh lima
18 = duodeviginti = delapan belas
30 = teriginta = tiga puluh
5 = quinqui = lima
50 = quinquaginta = lima puluh
Ad = adde = sampai
Cth = cochlear theae = sendok teh
Da in fl = da in flakon = dalam botol
Susp = suspension = suspensi
I = unus = satu
m.f = misce fac = campur dan buatlah
mg = mili gramma = mili gram
ml = mili litra = mili liter
no. = numero = sebanyak
R/ = recipe = ambilah
ʃ = signa = tandai
tdd = ter di die = tiga kali sehari
3.4.2.2 Narasi Resep dalam Bahasa latin
recipe chloramphenicol centum viginti quinqui mili gramma, Na CMC
quinquaginta polisorbatum octoginta decemmili gramma propilenglikol zero punctu
quinqui mili litra syrupus simpleks duodeviginti mili litra, aquadestilata quinqui mili
litra, misce fac suspension da in flakon teriginta mili litra nomero unus, signa ter di
die cochlear theae unus.
3.4.2.3 Narasi Resep dalam Bahasa Indonesia
Ambillah kloramfenikol 125 mg, Na CMC 50 mg, polisorbatum 80 10 mg,
propilen glikol 0,5 mg, sirup simpleks 18 ml, aquadestilata 5 ml, campur dan buatlah
suspensi dalam botol 30 l sebanyak satu, tandai pemakaian tiga kali sehari satu
sendok teh.
3.4.3 Perhitungan Bahan
125 mg
Kloramfenikol = x 30 ml = 0,75 mg
5
50 mg
Na CMC = x 30 ml = 0,3 gr
5
1. Pembuatan suspending agent
20 x 30 = 6 ml (untuk aquadest)
10
Polysorbatum = x 30 ml = 0,06 gr
5
0,5 ml
Propilen glikol = x 30 ml = 0,003 gr
5

2. Pembuatan sirup simpleks


35
Aquadest = x 18 ml = 6,3 ml
100
65
Sukrosa = x 18 ml = 11,7 mg
100
0,25
Metil paraben = x 18 ml = 0,045 mg
100
Aquadest = 30 – (0,75 + 0,3 + 0,3 + 0,06 + 0,003 + 18) = 1,83 ml
3.4.4 Perhitungan Dosis
Chloramphenicol (500 mg – 2000 mg) (Dirjen POM, 1979)
1) Sekali (500 mg)
n 12
Dosis sekali = x DM = x 500 mg = 0,3 gr
20 20
0,125 gr
% OD = x 100% = 41,67% (Tidak OD)
0,3 gr
2) Sehari (2000 mg)
n 12
Dosis sehari = x DM = x 200 mg= 1,2 gr
20 20
0,125 gr x 3
% OD = x 100% = 51,25% (Tidak OD)
1,2 gr
3.4.5 Kekurangan Resep
Dari segi administrasi, resep di atas dinyatakan tidak lengkap karena tidak
adanya tanda tangan/paraf dari dokter pemberi resep. Sebagaimana menurut
Syamsuni (2006), resep yang lengkap adalah resep yang memuat tanda tangan/paraf
dari dokter.

3.4.6 Interaksi obat


1. Kloramfenikol (Depkes RI, 2017)
Menurunya efek zat besi dan vitamin B12 pada pasien anemia,
phenobarbitone dan rifampin mengurangi kemanjuran kloramfenikol. Merusak aksi
kontrasepsi oral. Berpotensi fatal: meningkatkan efek antikoagulan oral, agen
hipoglikemik oral, fenitoin. Hindari pemberian bersamaan dengan obat yang menekan
fungsi sumsum tulang.
3.4.7 Indikasi resep
1. Chloramfenikol (IAI, 2017)
Tifua karena H. Influenza.
3.4.8 Penyampaian informasi
Disampaikan kepada pasien atau keluarga pasien bahwa obat ini digunakan
untuk pemakaian dalam/oral dengan aturan penggunaan tiga kali sehari selang delpan
ja,, untuk sekali penggunaan sebanyak satu sendok teh. Kocok terlebih dahulu
sebelum diminum agar zat yang mengendap dapat terlarut kembali, disimpan pada
suhu sejuk yaitu 5°C - 15°c agar sediaan tetap dalam keadaan stabil (syamsuni,
2006).

3.5 Farmakologi
a. Kloramfenikol (Depkes RI, 2017)
Kloramfenikol menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit
50s dan ribosom bakteri, sehingga mencegah pembentukan ikatan peptida oleh
peptidil transferase. Kloramfenikol memiliki tindakan bakreriostatik dan bakteriosida
terhadap virus influenza, meningitis dan pneumonia.
3.6 Wadah
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Dirjen POM, 1979). Sedangkan
menurut Rachmawati (2016), disimpan dalam botol kaca cokelat berfungsi untuk
melindungi sediaan dari paparan cahaya yang mengoksidasi sediaan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1 Hasil sediaan suspensi.

4.2 Pembahasan
Suspensi adalah sediaan yang mengandung partikel larut dalam bentuk halus
yang terdispersi ke dalam fase cair. Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat
yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai
suspensoid) disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan
kelarutan yang sangat minimum (Ansel, 1989; Syamsuni, 2006).
Adapun langkah awal yang dilakukan yaitu, mempersiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu. Selanjutnya membersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
Menurut Katzung (2001), tujuan penggunaan alkohol 70% yaitu karena alkohol
sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme.
Setelah alat dibersihkan, selanjutnya dihitung bahan yang akan digunakan.
Adapun bahan yang digunakan untuk membuat sirup simpleks yaitu aqua destilata
100 ml, sukrosa sebanyak 11,5 mg, metil paraben 0,045 mg. Bahan yang digunakan
untuk pembuatan suspending agent Na CMC sebanyak 0,3 gram. Bahan yang
digunakan untuk pembuatan suspensi yaitu kloramfenikol 125 mg, propilenglikol
sebanyak 0,5 ml.
Selanjutnya, dimasukkan kloramfenikol sebanyak 125 mg dan propilenglikol
sebanyak 0,5 ml ke dalam lumpang gerus hingga homogen. Menurut Hadisahputra
dan Harahap (1994), kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek
terhadap rikets. Penggunaannya perlu diawasi dengan memonitor keadaan hematologi
karena dapat menyebabkan efek hipersensitivitas. Menurut Dirjen POM (1979),
kegunaan propilen glikol bersifat antimikroba, desinfektan, pelembab, plastisazer,
pelarut stabilitas untuk vitamin.
Kemudian dimasukkan polisorbatum-80 sebagai pelarut sedikit demi sedikit ke
dalam lumpang gerus hingga homogen. Penambahan polisorbatum-80 sedikit demi
sedikit bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif kloramfenikol. Menurut
Rowe (2009), kegunaan polisorbatum-80 yaitu sebagai pembasah, emulgator, dan
peningkat kelarutan.
Selanjutnya ditambahkan bahan tambahan untuk meningkatkan viskositas yaitu
suspending agent Na CMC ke dalam lumpang. Menurut Ika Ristia (2010), suspending
agent yaitu bahan tambahan yang penting dalam pembuatan suspensi yaitu untu
meningkatkan viskositas, tujuan menggunakan suspending agent yaitu agar sediaan
suspensi yang dihasilkan menjadi lebih stabil karena fungsi dari suspending agent
yaitu untuk meningkatkan viskositas. Sedangkan menurut Dirjen POM (1979), Na
CMC digunakan untuk suspending agent dalam sediaan cair (pelarut air) yang
ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral, atau parenteral. Juga dapat digunakan
untuk penstabil emulsi dan untuk melarutkan endapan yang terbentuk bila tinctur ber-
resin ditambahkan ke dalam air.
Kemudian ditambahkan sirup simpleks sebanyak 18 ml untuk menambah rasa
manis dan pengawet karena terdapat zat metil paraben. Menurut Syamsuni (2006),
sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa. Menurut Rowe
(2005), Metil paraben digunakan secara luas sebagai bahan pengawet antimikroba
dalam kosmetik, produk makanan dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif
pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum yang
luas, meskipun paraben paling efektif melawan kapang dan jamur.
Lalu ditambahkan aquadest sebanyak 1,83 ml sebagai pelarut, digerus hingga
semua bahan tercampur. Kemudian dimasukkan suspensi yang telah jadi ke dalam
wadah yang tertutup yaitu botol hasil kalibrasi sebanyak 30 ml. Menurut Dirjen POM
(1979), penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Menurut Rachmawati (2017),
disimpan dalam botol kaca berwarna coklat berfungsi untuk melindungi sediaan dari
paparan cahaya yang dapat mengoksidasi sediaan.
Kemudian dilakukan pengemasan setelah bahan dimasukan ke dalam botol
dengan diberi etiket berwarna putih dan dibuat salinan resep tersebut. Karena
menurut Joenoes (2001), pada wadah setiap obat harus diberi etiket. Etiket selain
nama dan alamat apotek, juga harus dicantumkan nama dan nomor Surat Izin
Pengelola Apotek (SIPA) dan apoteker penanggung jawab. Kemudian harus terdapat
nomor urut dan tanggal resep dibuat, serta nama pasien dan aturan pakai obat yang
sesuai dengan petunjuk yang dicantumkan oleh dokter pada resep aslinya.
Menggunakan etiket warna putih sebagi penanda bahwa obat diperuntukan
pemakaian dalam.
Adapun kemungkinan kesalahan pada pembuatan suspensi kali ini, yakni
kurang telitinya pada saat dilakukan penimbangan bahan yang akan digunakan, dan
pengemasan sediaan saat dimasukan ke dalam wadah, banyak bahan yang masih
menempel pada pori-pori lumpang sehingga volume sediaan menjadi kurang akurat.
Kesalahan pada penggunaan wadah yang seharusnya menggukan wadah botol cokelat
agar sediaan tidak teroksidasi dari paparan cahaya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan ini kita dapat mengetahui bahwa menurut
(Dirjen POM, 1979) suspensi adalah sedian yang mengandung bahan obat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Sediaan suspensi
digunakan untuk pemakaian dalam (oral), dengan aturan 3 kali sehari yaitu
selang delapan jam untuk satu kali penggunaan setiap satu sendok teh. Sebelum
diminum dikocok terlebih dahulu agar pengendapan dapat larut kembali. Simpan
ditempat sejuk dan kering yaitu pada suhu
agar sediaan tetap dalam keadaan stabil.
Sebelum membuat suspensi kita harus membuat sirup simplex dan
suspending agent terlebih dahulu. Kemudian menyiapkan alat dan bahan lalu
bersihkan dengan alkohol 70%. Tambahkan kloramfenikol sebanyak 125 mg,
propilenglikol sebanyak 0,5 ml, dan suspending agent ke dalam lumpang yang
sama, gerus hingga homogen. Tambahkan sirup simplex sebanyak 18 ml,
aquadest sebanyak 1,83 ml,gerus hingga homogen. Masukkan suspensi yang
telah jadi jadi kedalam botol hasil kalibrasi sebanyak 30 ml, dan diberi etiket
putih serta dibuat salinan resep.
5.2 Saran
5.2.1 Saran kami untuk asisten:
1. Diharapkan kerjasama antara asisten dengan pratikan lebih ditingkatkan dengan
memberi lebih banyak wawasan tentang pratikum Farmasetika
2. Hubungan asisten dengan pratikan diharapkan selalu terjaga keharmonisannya
agar dapat tercipta suasana kerjasama yang baik
5.2.2 Saran untuk pratikan:
1. Praktikan diharapkan lebih memahami materi tentang praktikum farmasetika
2. Pratikan diharapkan lebi tepat waktu
3. Pratikan diharapkan bisa bekerja sesuai prosedur yang telah ditetapkan agar
mendapatkan hasil yang maksimal.
5.2.3 Saran untuk Jurusan:
Hendaknya jurusan farmasi lebih memperhatikan kelengkapan
laboratorium farmasi bahan alam

Anda mungkin juga menyukai