BAB I
PENDAHULUAN
Semakin sering terjadi eksaserbasi akut akan semakin berat kerusakan paru
dan semakin memperburuk fungsinya. Kualitas hidup penderita dipengaruhi oleh
frekuensi eksaserbasi. Eksaserbasi dihubungkan dengan reaksi inflamasi saluran
napas oleh berbagai sebab. Infeksi diduga sebagai pemicu utama eksaserbasi
walaupun sepertiga kasus tidak jelas ditemukan infeksi. 1
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Pendidikan : SMA Sederajat
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wirasswasta
Alamat : Pekanbaru
MRS : 01 Oktober 2017
No. RM : 03.16.91
Keluhan utama :
Sejak ± 15 menit yang lalu SMRS pasien merasakan sesak nafas yang
dirasakan semakin lama semakin memberat dan terasa menyesak. Sesak yang
dirasakan makin hebat terutama setelah beraktivitas dan sedikit berkurang bila
pasien beristirahat serta terasa nyaman ketika pasien pada posisi duduk
dibangdingkan berbaring. Sesak nafas yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh
emosi, cuaca, maupun makanan. Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk
dengan dahak berwarna putih dan sulit untuk dikeluarkan. Tidak ada
mengeluhkan nyeri di dada yang menjalar ke punggung.
Sebelumnya pasien baru saja pulang dari rumah sakit Bhayangkara pada sore
harinya dengan keluhan yang sama ketika masuk kerumah sakit, dan tidak
berapa lama kemudian keluhan muncul kembali pada malam harinya sehingga
dibawa ke IGD RS. Bhayangkara
Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang - Berat
Sensorium : Composmentis
Tekanan Darah : 140 / 90 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Suhu : 37.5 °C
Pernafasan : 32 x/menit
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Keadaan Gizi : Normoweight (IMT= 22 kg/m2)
4
- Mata :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil
isokor ka=ki 3mm/3mm.
- Toraks :
Paru, Anterior : Inspeksi : Simetris Kanan – kiri, terlihat pelebaran sela
iga.
Palpasi : vocal fremitus, simetris kanan-kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki +/+
Abdomen : inspeksi : perut tampak datar, tidak ada scar, dan simetris
5
Pemeriksaan Penunjang
AGDA
pH : 7,542
pCo2 : 39,0 mmHg
pO2 : 70 mmHg
sO2 : 96%
HCO3 : 32,8 mmol/L
BE(B) : 9,6 mmol/L
pO2 / FIO 2: 140 mmHg
6
Foto Rontgen
Pemeriksaan EKG:
Irama: Sinus ; HR: 115 x/i ; Gel. P Normal ; Pr Interval 0,14 s ; QRS: 0,16 s ; ST:
Isoelektrik; T Normal; Gel U (-); VES/AES (-), LVH (-), RVH (-).
Kesan: Sinus Takikardi
- Ekokardiografi
- Kadar α-1 Antitripsin
Diagnosis Banding:
Diagnosis kerja:
Terapi :
Diet Rendah Karbohidrat Tinggi Protein
O2 2 - 3 liter/menit
IVFD D5% + Drip Aminofilin 1amp 20tpm
Inj. Levofloxacin 1x 750mg
Inj. Ozid/ 24 jam
Inj. Furosemid 1x 1 amp
Inj. Dexamethason/ 8 jam
Nebulizer Combivent/ 8 jam
Sukralfat syrp 3x1 cth
Salbutamol tab 3x2mg
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
8
Follow up :
Tanggal S O A P
2 okt Sesak Kes: Composmentis PPOK Diet Rendah
2017 Nafas (+), TD: 140/90 mmHg Eksaserbasi Karbohidtrat
Batuk (+), Nadi: 94x/menit Akut + Tinggi Protein
susah Nafas: 28x/menit Dispepsia O2 2 - 3 liter/menit
o
menelan, Suhu: 36,7 C IVFD D5% + Drip
mual (+) Thorax: Aminofilin 1amp
jika I: statis simetris,dinamis 20tpm
makan simetris Inj. Levofloxacin
P: vocal fremitus 1x 750mg
simetris Inj. Ozid/ 24 jam
P: sonor seluruh lapang Inj. Dexamethason
paru /8 jam
A: ekspirasi memanjang,
Nebulizer
wheezing (-/-), Combivent/ 8 jam
Ronkhi (+/+)
Inj. Furosemid 1x
Abdomen: Soepel, BU
1 amp
(+), Nyeri tekan (-),
Sukralfat syrp 3x1
cth
Salbutamol tab
3x2mg
3 Okt Sesak Kes: composmentis PPOK Diet Rendah
2017 Nafas TD: 130/90 mmHg Eksaserbasi Karbohidtrat
(+)↓, Nadi: 94x/menit Akut+ Tinggi Protein
Batuk Nafas: 26x/menit Dispepsia O2 2 - 3 liter/menit
(+)↓, mual Suhu: 37oC IVFD D5% + Drip
(+)↓ Thorax: Aminofilin 1amp
I: statis simetris,dinamis 20tpm
simetris
9
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
PPOK (Penyakit Paru Obsrtuktif Kronik) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik
keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran
napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
dikarenakan bahan yang merugikan atau gas.2
3.2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 600 juta orang
menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedang
hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di
dunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia
tahun 2030.Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang
setara dengan 5% dari semua kematian secara global. 1
Menurut data penelitian dari Regional COPD Working Group yang dilakukan
di 12 negara di Asia Pasifik rata-rata prevalensi PPOK sebesar 6,3%, dengan yang
terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura, dan tertinggi di Vietnam sebanyak
6,7%. Indonesia menunjukkan prevalensi sebanyak 5,6% atau 4,8juta kasus untuk
PPOK derajat sedang sampai berat (Regional COPD Working Group, 2003). 1
3.4 Patogenesis
PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis
terjadinya PPOK diantaranya adalah4:
dengan defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT. Mutasi Z adalah
mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari hepatosit.
Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin protease di sirkulasi.
Dilaporkan bahwa PiZ-α1 AT cenderung mengalami polimerisasi yang dapat
menghambat sekresi hepatik, menggangu inhibisi elastase netrofil dan
menyebabkan inflamasi. Matrix metalloproteinases (MMP) memiliki
kemampuan untuk membelah protein struktural seperti kolagen dan elastin,
sehingga berperan dalam patogenesis PPOK. Peningkatan banyak Matrix
Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3 MMP (MMP-2, -
9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan penting dalam
patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam makrofag), dan G, serta
proteinase-3 (dalam netrofil)
2. Mekanisme Imunologis
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, terutama rokok. Pasien dengan PPOK dilaporkan
mengalami peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan bronchoalveolar
lavage (BAL) dan neutrofil berperan penting dalam patogensis PPOK. Level
serum immunoglobulin free light chains (IgLC) meningkat pada PPOK karena
rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking IgLC pada netrofil
menghasilkan peningkatan produksi IL8yang merupakan atraktan selektif untuk
netrofil. Sel B juga meningkat pada pasien PPOK dan sel ini memproduksi IgCL,
selain memproduksi IgG dan IgA. Level serum IgE juga meningkat dan
berhubungan dengan merokok.
3. Keseimbangan Oksidan-antioksidan
Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel endotel.
Ketika oksidan melebihi antioksidan paru; modifikasi protein, lemak,
karbohidrat, dan DNA terjadi dan menghasilkan kerusakan jaringan. Oksidan
tersebut dapat memodifikasi elastin, sehingga lebih rentan terhadap pembelahan
proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi histone deacetylase (HDAC2) dan
menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil (TNF-α dan IL-8) dan MMP
sehingga terjadi degradasi matriks yang mendukung terbentuknya emfisema.
14
4. Inflamasi Sistemik
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal. Dinyatakan bahwa
inflamasi pulmonal persisten dapat menyebabkan pelepasan kemokin dan sitokin
proinflamasi ke sirkulasi. Mediator ini dapat menstimulasi liver, jaringan
adiposa dan sumsum tulang untuk melepaskan sejumlah leukosit, CRP,
interleukin (IL)-6, IL-8, fibrinogen dan TNF-α ke sirkulasi dan menyebabkan
inflamasi sistemik. Inflamasi sistemik dapat memulai atau memperburuk
penyakit komorbid, seperti penyakit jantung iskemik, osteoporosis, anemia
normositik, kanker paru, depresi, dan lain-lain.
5. Apoptosis
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan
PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan
sel endotel di paru pasien PPOK. Karena tidak diimbangi dengan peningkatan
proliferasi protein struktural, maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan
jaringan paru dan emfisema.
6. Perbaikan yang Tidak Efektif
Ada perbaikan yang tidak efektif pada emfisema dan keterbatasan
kemampuan paru dewasa untuk memperbaiki alveolus yang rusak.
3.5 Patofisiologi4,5
Mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala
yang khas, misalnya penurunan VEP1 yang disebabkan peradangan dan
penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun terjadi
akibat kerusakan parenkim paru pada emfisema.
1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan ciaran eksudat di lumen saluran
napas kecil berkolerasi dengan penuruna VEP1 dan rasio VEP1/KVP.
Penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan
napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan
hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan, yang terlihat sebagai
15
3.7 DIAGNOSIS3,4,5
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru.
Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara.
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
19
Pemeriksaan fisis
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
20
Pemeriksaan Rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/ KVP
(%).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1
atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
Darah rutin
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- Leukosit
- Analisa gas darah
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran:
21
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik:
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru
dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah
pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
3. Bronkiektasis
- Sputum produktif dan purulen
- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri
- Auskultasi terdengar rhonki kasar
- Foto thoraks/CT-Scan menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus
4. Tuberkulosis
- Onset segala usia
- Foto thoraks menunjukkan infiltrat
- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
- Prevalens tuberkulosis tinggi didaerah endemik
5. Bronkiolitis obliterans
- Onset pada usia muda, bukan perokok
- Mungkin memiliki riwayat rheumatois arthritis atau pajanan asap
- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah hipodens
6. Panbronkiolitis difus
- Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua menderita sinusistis kronik
23
3.9 PENATALAKSANAAN3,4
Penatalaksanaan PPOK secara umum, meliputi: edukasi, berhenti merokok,
obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, nutrisi.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktivitas optimal
Meningkatkan kualitas hidup
2. Obat – obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk
24
Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
25
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan
secara rutin merupakan kontraindikasi.
26
3. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan kronik yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Manfaat oksigen: mengurangi sesak,
memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmoner, mengurangi
vasokontriksi, mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi neuropsikiatri, dan
meningkatkan kualitas hidup.
Grup A
Semua pasien Grup A harus diberikan bronkodilator berdasarkan efeknya.
Ini bisa berupa bronkodilator jangka pendek atau panjang.
terapi dilanjutkan dan di perhatikan.
Grup B
Terapi awal harus terdiri dari bronkodilator kerja jangka panjang.
Bronkodilator inhalasi jangka panjang lebih unggul dari pada
bronkodilator kerja pendek. yang dibutuhkan sesuai kebutuhan
Tidak ada bukti untuk merekomendasikan satu kelas bronchodilator
jangka panjang yang lain untuk menghilangkan gejala awal pada
kelompok pasien ini. Pada pasien individual, pilihannya harus bergantung
pada persepsi pasien terhadap pengurangan gejala.
Untuk pasien dengan sesak napas tanpa henti pada penggunaan monoterapi
dianjurkan menggunakan penggunaan dua bronkodilator
Bagi pasien dengan terapi awal sesak nafas dengan dua bronkodilator
dapat dipertimbangkan.
28
Grup C
Terapi awal harus terdiri dari satu bronkodilator kerja panjang. LAMA
yang diuji lebih unggul dari LABA mengenai pencegahan eksaserbasi,
oleh karena itu kami merekomendasikan untuk memulai terapi dengan
LAMA di grup ini.
Pasien dengan eksaserbasi persisten dapat memperoleh manfaat dari
menambahkan LABA dan LAMA) dibandingkan LABA dan ICS). Karena
ICS meningkatkan risiko terkena pneumonia pada beberapa pasien, pilihan
utama kami adalah LABA / LAMA.
Grup D
Sebaiknya mulailah terapi dengan kombinasi LABA / LAMA karena:
Dalam penelitian dengan hasil yang dilaporkan pasien dengan kombinasi
LABA / LAMA menunjukkan hasil yang memuaskan dibandingkan
dengan menggunakan terapi tunggal. Jika satu bronkodilator dipilih
sebagai pengobatan awal, LAMA lebih disukai untuk pencegahan
eksaserbasi berdasarkan perbandingan dengan LABA
Kombinasi LABA / LAMA lebih unggul dari kombinasi LABA / ICS
dalam mencegah eksaserbasi dan hasil yang dilaporkan pasien lainnya
pada pasien Grup D
Pasien Grup D berisiko tinggi terkena pneumonia saat menerima
pengobatan dengan ICS
Pada beberapa pasien terapi awal dengan LABA / ICS mungkin menjadi
pilihan pertama. Pasien ini mungkin memiliki riwayat atau temuan yang
29
Jika tidak, pasien dapat diterapi di IGD atau pun rawat inap. Hal yang perlu
diberikan saat pasien di rawat inap, yaitu9 :
1. Oksigen terkontrol
Terapi oksigen adalah bagian yang sangat penting dari
penatalaksanaan PPOK eksaserbasi yang dirawat di rumah sakit. Oksigenasi
adekuat (PaO2 >60 mmHg atau SaO2 >90%) mudah dicapai pada
eksaserbasi yang uncomplicated tetapi retensi CO2 dapat terjadi samar dan
dengan sedikit perubahan gejala. Setelah oksigen diberikan, 30 menit
kemudian pemeriksaan gas darah harus dikerjakan untuk mengevaluasi
oksigenasi tercapai dengan baik tanpa retensi CO2 atau asidosis. Pemberian
oksigen dapat diberikan dengan cara : nasal 1-4 L/menit, dan Venturi Mask
FIO2 24-48%. Sasarannya yaitu PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 >90%.
2. Bronkodilator
Inhalasi SABA adalah bronkodilator yang lebih disenangi untuk
terapi PPOK eksaserbasi. Jika respon adekuat dari obat tidak terjadi,
tambahan antikolinergik dianjurkan. SABA dapat diberikan dengan
nebulizer atau MDI dengan spacer.
4. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
jangka panjang.
5. Kortikosteroid
Steroid oral atau intravena direkomendasikan sebagai terapi tambahan
dan bronkodilator pada penatalaksanaan PPOK eksaserbasi yang dirawat
inap di rumah sakit. Prednisolon oral 30-40 mg/hari selama 10-14 hari
optimal bila ditinjau dari sudut efikasi dan keamanan, karena dosis yang
tinggi dikaitkan dengan resiko efek samping.
6. Nutrisi
Tujuan : mempertahankan berat badan dan pemecahan protein.
Tatalaksana: tinggi protein rendah karbohidrat. Protein > 1,5 mg/kgBB/hari.
33
7. Ventilator mekanik
Tujuan utama bantuan ventilator mekanik untuk pasien eksaserbasi
sangat berat adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas dan
menghilangkan keluhan. Bantuan ventilasi mekanik dapat dengan non
invasive mechanical ventilation (NIPPV) dan invasive mechanical
ventilation (IPPV).
Hal-hal yang dinilai saat follow up pasien setelah 4-6 minggu setelah pasien
dipulangkan ke rumah :
Kemampuan untuk melakukan latihan fisik dan aktifitas sehari-hari Menilai
FEV1
Menilai ulang teknik inhalasi
Memahami regimen terapi yang dianjurkan
CAT dan mMRC
Ada tidaknya komorbid.
34
3.12 Prognosis9
Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik,
dengan catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat
disinggirkan, maka penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi juga
perjalanan penyakitnya akan melaju terus menerus dengan pesat. Semakin lambat
diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal ini di akibatkan
sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia
secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan. Kalau
penderita tidak meninggal karena kegagalan pernapasan, maka sebab kematian
yang lain adalah karena salah satu atau lebih komplikasi yang dapat timbul setiap
saat.
35
BAB 4
PEMBAHASAN
b. Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik yang dijumpai kelainan adalah:
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang - Berat
Sensorium : Composmentis
Tekanan Darah : 140 / 90 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Suhu : 37.5 °C
Pernafasan : 32 x/menit
36
b. Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan fisik dijumpai beberapa pemeriksaan yang
mengarahkan ke diagnose PPOK Eksaserbasi Akut, yaitu frekuensi nafas
yang meningkat, IMT yang Underweight, terlihat pelebaran sela iga, pada
auskultasi didapati ekspirasi memanjang serta adanya suara nafas tambahan
yaitu ronkhi dan wheezing di kedua lapangan paru.
37
- Ekokardiografi
Bertujuan untuk menilai struktur dan fungsi jantung dengan akurat, apakah
keluhan dari pasien berasal dari jantung atau berasal dari paru- paru.
4.3 Terapi
4.3.1 Pada Kasus
- Diet Rendah Karbohidrat Tinggi Protein - Inj. Furosemid 1x 1 amp
- O2 2 - 3 liter/menit - Inj. Dexamethason/ 8 jam
- IVFD D5% + Drip Aminofilin 1amp 20tpm - Nebulizer Combivent/ 8 jam
- Inj. Levofloxacin 1x 750mg - Sukralfat syrp 3x1 cth
- Inj. Ozid/ 24 jam - Salbutamol tab 3x2mg
BAB 5
KESIMPULAN
PPOK (Penyakit Paru Obsrtuktif Kronik) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial.
Menurut data penelitian dari Regional COPD Working Group yang dilakukan
di 12 negara di Asia Pasifik rata-rata prevalensi PPOK sebesar 6,3%, dengan yang
terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura, dan tertinggi di Vietnam sebanyak
6,7%. Indonesia menunjukkan prevalensi sebanyak 5,6% atau 4,8juta kasus untuk
PPOK derajat sedang sampai berat (Regional COPD Working Group, 2003)
Beberapa penyebab dan faktor- faktor yang berkaitan dengan risiko
timbulnya PPOK antara lain: asap rokok, Polusi udara, stress oksidatif, infeksi
saluran nafas bawah berulang, sosial ekonomi, tumbuh kembang paru, faktor gen.
Diagnosis banding dari PPOK, antara lain Asma, Gagal Jantung Kongestif,
Bronkiektasis, Tuberkulosis, Bronkiolitis Obliterans, Panbronkiolitis Difus. Untuk
menyingkirkan diagnosa banding tersebut dilakukan pemeriksaan peunjang agar
diagnosa pasti dari PPOK bisa ditegakkan.
Untuk penatalaksanaan dari PPOK dibagi menjadi 2 bagian, yaitu PPOK
Eksaserbasi Akut, atau PPOK dalam keadaan Stabil.
Prognosis dari PPOK tergantung dari cepat atau tidaknya dalam penegakan
diagnosa, semakin cepat diagnosis ditegakkan maka prognosis penderita baik,
begitu juga sebaliknya.
40
DAFTAR PUSTAKA