Anda di halaman 1dari 7

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“KASUS AUTOMATION CONSULTING SERVICE (ACS)”

OLEH
KELOMPOK 6

EDI FAHRUDIN 1707611001


IQRAM 1707611002
KADEK UPAWITA CANDRA PERTIWI 1707611004

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
A. Pendahuluan
Automation Consulting Service (ACS) adalah perusahaan konsultan teknis yang
ahli pada otomatisasi untuk perusahaan industri manufaktur. ACS didirikan oleh Clifford
Reed, Jack Leland and Angle Goldberg pada tahun 1993. Sebagaimana ACS yang terus
berkembang, penting untuk diingat bahwa para pendiri ACS mengatasi masalah yang
terjadi di setiap kantor karena model bisnis terdesentralisasi dengan kurangnya
mekanisme kontrol.
Seperti yang diharapkan dalam model bisnis desentralisasi, pemberdayaan telah
menjadi bagian yang sangat penting dari manajemen strategis dari ACS, dan telah bekerja
sangat baik di masa lalu karena para pendiri ACS mampu menyebarkan filosofi klien
mereka dan gaya bisnis di seluruh organisasi saat organisasi tersebut relatif kecil. Namun,
sebagai organisasi berkembang dari Boston ke tiga pasar lainnya (San Jose, Detroit, dan
Philadelphia), filosofi organisasi yang diterapkan untuk bisnis kecil tidak lagi diterapkan
pada hal yang baru, yaitu memperluas organisasi.
Oleh karena itu, ACS dihadapkan dengan masalah menyeimbangkan dua konsep
pemberdayaan dan control/( empowerment and control ). Sistem manajemen formal harus
dilembagakan tanpa merusak semangat kewirausahaan yang telah memungkinkan
organisasi mereka untuk berkembang selama bertahun-tahun. Solusi jangka panjang
harus mempertimbangkan keseluruhan perbaikan dari tujuan strategis, perombakan misi
perusahaan, dan penerapan dari levers of control . Komunikasi di dalam organisasi akan
menjadi kunci untuk pelaksanaan strategi jangka panjang. Tetapi sebelum membahas
solusi jangka panjang, hal yang penting untuk difokuskan pada pengendalian krisis
jangka pendek di masing-masing empat kantor regional. Perbaikan jangka pendek hanya
akan bersifat sementara, sehingga organisasi dapat menentukan sendiri waktu untuk
bekerja diluar solusi jangka panjang untuk berbagai masalah yang timbul pada pertemuan
para pendiri ACS dibulan Agustus 2010. Isu-isu ini meliputi praktek penagihan yang
dipertanyakan, kurangnya rencana pengembangan usaha, ketidakmampuan untuk
mengontrol tawaran untuk proyek tertentu, meningkatnya kategori pengeluaran di tingkat
kantor, dan masalah rencana insentif.
Isu-isu ini akhirnya berasal dari kurangnya kontrol dalam proses bisnis di kantor
independen. Pikiran para pendiri ACS sangat melekat pada sistem yang telah membawa
mereka begitu banyak kesuksesan yaitu desentralisasi dan kemandirian substansial.
Namun, suatu point timbul ketika desentralisasi harus diimbangi dengan sistem formal
untuk menjamin manajemen bahwa unit bisnis beroperasi dengan tujuan strategis
organisasi.

B. Permasalahan
1. Secara General (ACS )
Dalam kasus ini permasalahan yang terjadi diakibatkan sistem yang diterapkan
oleh ACS adalah sistem disentralisasi. Yang pada dasarnya ACS memiliki 5 kantor
cabang yang masing masing memiliki kewenangan. Harapannya ini menjadi langkah
untuk pemberdayaan pada setiap kantor cabang. Tetapi selama waktu berjalan telah
terjadi beberapa permasalahan yang berkaitan mengenai sulitnya melakukan
controling oleh ACS terhadap kantor cabang. Hal ini dikarenakan banyaknya
kebijakan kantor cabang tidak sesuai dengan kemauan dari owner ACS sendiri yang
mana kantor cabang di control oleh partner yang termasuk mitra kerja ACS. Ini
menjadi sebuah permasalahan tersendiri bagi ACS.
2. Permasalahan San Josse Office
Salah satu kantor cabang yakni San Josse Office melakukan pemungutan
pembayaran kepada klien dengan cara yang berbeda. Pada dasarnya pemungutan
pembayaran klien dilakukan di awal atau di akhir. Tetapi san Josse office
melakukannya secara perbulan. Hal ini tidak disetujui oleh owner ACS sendiri.
Dimana partner dari San Josse Office yakni Douglas crowley yang harusnya
bertanggung jawab atas metode pemungutan yang dilakukan. Apalagi hasil
pemungutan pembayaran tersebut nantinya dilakukan subsidi silang kepada kantor
cabang yang lainnya.
3. Permasalahan Dettoiret
Permasalahnya adalah di dettoiret hanya fokus kepada perusahan yang besar.
Sedangkan klien yang bersifat kecil tidak terfokuskan. Ini menjadi permaslaahan
karena kurangnya proyek yang di dapat oleh kantor cabang dettorite.
4. Permasalahan Boston Like
Dalam kantor cabang boston like mereka melakukan kontrak dengan klien non
manufactur. Ini menjadi permaslahan karena boston like tidak pernah melakukan
kontrak kerja dengan perusahaan non manufacture. Perusahan non manufature
tersebut bergerak dibidang katalog perpustakaan. Hingga pada akhirnya mereka harus
menyewa orang spesialisasi di bidang tersebut.
5. Permasalahan Philadelphia
Permaslahannya ialah tidak diketahuinya anggaran mengenai biaya. Padahal
philadelphia juga termasuk sebagi pusat pendapatan. Sehingga control untuk biaya
atau kita katakan sebagai pengeluaran itu tidak ada. Ini menjadi permasalahan karena
bisa bisa cost tidak terasa semakin besar dan dapat merugikan perusahaan.

C. Teori Atas Permasalahan


Pada dasarnya permasalahan diatas terletak pada ACS itu sendiri. Yang mana
ACS menerapkan sistem disentralisasi tanpa adanya aturan yang mengikat sehingga
kantor cabang dengan leluasa melakukan improvisasi yang berlebihan bahkan keluar dari
visi dan misi owner perusahaan. Improvisasi berlebihan tersebut juga dimotori oleh
partner selaku mitra ACS yang seakan akan kantor cabang sudah terlalu melebar dari visi
& misi perusahaan.
Menurut simons (2000). Pada dasarnya orang orang bekerja didalam perusahaan
memiliki itikad yang baik, yaitu :
a. Orang ingin memberikan kontriusi bagi perusahaan
b. Orang yang ingin melakukan hal hal yang benar bagi perusahaan
c. Orang yang ingin menyelesaikan segala sesuatu yang ditugaskan pada mereka dengan
baik.
d. Orang ingin melakukan inovasi.
Pada dasarnya orang ingin melakukan 4 poin hal – hal diatas. Namun demikian,
ada hal hal yang menghambat yang disebut sebagai organizational block. Untuk
menghilangkan organizational block tersebut diperlukan sistem pengendalian stratejik
yang disebut dengan Four Levers of Control yang terdiri atas 4 bagian namun kita hanya
membahas 2 diantaranya yakni belief system dan boundary system.
a. Belief System
Inintnya belief system mengandalkan pernyataan misi dan nilai yang dimiliki
perusahaan. Yang mana manager bertugas untuk menyampaikan dan mengarahkan
kepada karyawan dalam melakukan tindakan tindakannya.
b. Boundary System
Berkaitan dengan memberikan batasan pada pernyataan misi dan nilai.
Sehinggan orang orang didalam perusahaan memahami apa yang diperbolehkan dan
tidak diperbolehkan dalam perusahaan. Terdapat 2 jenis boundry system yakni
strategic boundary dan business conduct boundary.

D. Solusi Permasalahan
Atas dasar permasalahan dan teori yang sebelumnya telah disampaikan. Bahwa
terdapat beberapa solusi. Yakni :
1. Adanya Gabungan sistem Sentralisasi dan disentralisasi (Boundary System)
Ketika system disentralisasi diterapkan dan terdapat problem pada setiap
kantor cabang dikarenakan tidak adanya aturan yang mengikat kantor cabang tersebut
agar tetap berjalan sesuai dengan tujuan perusahaan. Maka dari itu dibentuk lah
sistem sentralisasi namun pada garis besarnya sahaja. Artinya kantor cabang tetap
bisa melakukan improvisasi dalam hal pengembangannya. Sentralisasi disini
berkaitan dengan aturan yang berlaku pada setiap kantor cabang. Aturan yang bersifat
sentralisasi tersebut adalah :
a. Setiap kantor cabang memiliki Petty Cash dengan nominal yang ditentukan.
b. Anggaran oprasional dan apabila terdapat perikatan klien setiap kantor cabang
diajukan kepada ACS ( buttom up )
c. Anggaran wajib cair selama 7 hari setelah disetujui
d. Pemungutan pembayaran klien dilakukan di awal dan di akhir perikatan.
e. Hasil pendapatan dari klien 50% disetor di pusat dan sisanya di masukkan dalam
petty cash setiap kantor cabang.
f. Di akhir periode kantor cabang melaporkan annual report ke pusat
Hal diatas adalah boundary system sebagai bentuk aturan dalam persamaan
visi dan misi perusahaan. Namun kantor cabang tetp diberikan kesempatan perihal
pengembangan bisnis lainnya. Sehingga improvisasi tetap dapat dilakukan oleh
kantor cabang.

2. Penerapan Belief System


Dalam hal ini perusahaan (ACS) wajib melakukan training dan workshop
rutin terhadap seluruh karyawan yang ada dikantor cabang. Hal ini guna memastikan
kembali persamaan presepsi karyawan dan perusahaan agar memiliki satu tujuan yang
sama. Training bisa dilakukan dengan pengadaan outbound, event, dan hal positif
lainnya.
Daftar Pustaka

IAI. 2016. Modul Chartered Accountant Akuntansi Manajemen Lanjutan. Jakarta Pusat: IAI.
https://www.scribd.com/document/362986400/Case-Automatic-Consulting-Service (Diakses
tanggal 25 Maret 2018)

Anda mungkin juga menyukai