Anda di halaman 1dari 27

BOWEL ELIMINATION

(ELIMINASI FEKAL)
By : V.M.Endang Sri Purwadmi Rahayu

ELIMINASI FEKAL

Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme


yang tidak terpakai.Eliminasi yang teratur penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan
pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada GI dan bagian tubuh lain, karena sisa-
sisa pruduk adalah racun. Pola defekasi bersifat individual, bervariasi dari berapa kali
sehari sampai berapa kali seminggu. Jumlah feses yang dikeluarkanpun bervariasi
jumlahnya tiap individu.

ANATOMI DAN FISIOLOGI GI

1. Saluran GI bagian atas


Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di
lambung. Dengan bantuan enzim dan asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah
dalam bentuk chyme didorong ke usus halus.

2. Saluran GI bagian bawah


Saluran GI bawah meliputi usus halus dan usus besar. Ususs halus terdiri atas
duodenum, jejunum dan ileum, yang panjangnya 6 meter dan diameter 2,5 cm.
Sedangkan usus besar terdiri atas sekum, kolon dan rektum yang bermuara pada anus.
Panjang usus besar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Makanan yang masuk ke
dalam usus sudah berbentuk chyme dari lambung. Usus mengabsorpsi air, nutrien,
elektrolit, vitamin dan zat besi. Usus sendiri mensekresi mukus, potasium, bikarbonat dan
enzim.
Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses
di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam.
Gerakan kolon terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Haustral Shuffing ( gerakan mencampur
chyme untuk membantu absorpsi air), Kontraksi Haustral ( gerakan untuk mendorong
materi cair dan semi padat sepanjang kolon ), dan Gerakan Peristaltik ( berupa
gelombang, gerakan maju ke anus ).

PROSES DEFEKASI

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa


feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Terjadi 2 macam refleks dalam proses defekasi :
1. Refleks defekasi intrinsik

1
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi
rektumyang menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterikus dan terjadilah gerakan
peristaltik. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi,
terjadilah defekasi.
2. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian
diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desendens,
sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal,
maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan difragma,
dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi
jongkok.

KARAKTERISTIK FESES

Komposisi feses terdiri dari 75% air dan 25% zat padat (seperti : bakteri, bahan
organik (kalsium dan fosfat), selulosa yang tidak dicerna, lemak dan protein). Komposisi
tidak dipengaruhi oleh diet karena bagian terbesar dari massa feses berasal dari nondiet
tetapi diturubkan dari saluran GI.
Warna feses tergantung dari makanan atau obat-obatan yang dimakan atau
diminum. Normal feses orang dewasa berwarna coklat karena pengaruh pigmen-pigmen
empedu/pemecahan empedu oleh bakteri usus (sterkobilin. Morbilin, dan aktivitas
bakteri). Abnormal hitam (mengkonsumsi zat besi) / ter (melena) atau perdarahan
saluran GI atas, merah terang / gelap (perdarahan saluran GI bawah, hemoroid), putih
atau tanah liat (tidak ada kandung empedu), pucat mengandung lemak (mnengabsorpsi
lemak). Sedangkan pada bayi, normal berwarna kuning.
Bau normalnya tajam/menyengat ( dibentuk oleh bakteri usus / indol dan skatol
dan dipengaruhi oleh jenis makanan ). Sedangkan yang abnormal amis atau busuk
(perubahan berbahaya) akibat darah di dalam feses atau infeksi.
Konsistensi normal lembek/lunak berbentuk silinder. Abnormal cair (diare,
penurunan absorpsi), dan padat ( konstipasi ).
Frekuensi Normal bervariasi, pada bayi : 4-5 kali sehari (Asi) atau 1 – 3 kali
sehari (susu botol). Sedangkan pada orang dewasa : 1 -2 kali sehari sampai 1 kali tiap 2 –
3 hari atau setiap hari sampai 2 – 3 kali seminggu. Abnormal pada bayi lebih dari 6 kali
sehari atau satu kali setiap 1 – 2 hari, sedangkan orang dewasa lebih dari 3 kali sehari
atau kurang dari satu kali seminggu atau lebih dari 3 hari atau kurang dari 1kali tiap 3
hari, akibat dari hipomotilitas atau hipermotilitas.
Jumlah normal 150 gram perhari (orang dewasa). Abnormal steatorea : bulk
(feses banyak, berlemak, berbusa, bau menyengat, feses abu-abu dengan lapisan perak).
Bentuk normal menyerupai diameter rektum/silinder. Abnormal sempit,
berbentuk pinsil ( obstruksi, peristaltik yang cepat ).
Unsur – unsur normal makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen
empedu, sel – sel yang melapisi mukosa usus, dan air. Abnormal darah, pus, materi
asing, lendir, dan cacing (perdarahan internal, infeksi, materi – materi yang tertelan,
iritasi, dan inflamasi.

2
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL

1. Diet / Nutrisi
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltik yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan
terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorpsi cairan
sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang menciptakan gerakan
peristaltik dan menimbulkan refleks defekasi. Dengan menstimulasi peristaltik, masa
makanan berjalan dengan cepat melalui usus, dan mempertahankan feses tetap lunak.
Makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola eliminasi jika
faktor lain juga normal. Makanan tinggi serat terdapat pada buah - buahan segar/mentah
(apel, jeruk), buah – buahan yang diolah (prum, aprikot), sayur – sayuran yang diolah
(bayam, kangkung, kubis ), sayur – sayuran mentah (seledri, mentimun), gandum utuh
(sereal dari padi – padian, roti).
Makanan rendah serat mengurangi frekuensi defekasi, feses bulk, dan kesulitan
defekasi.
Makanan yang menghasilkan gas seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga
menstimulasi peristaltik. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus distensi, sehingga
meningkatkan motilitas kolon.
Makanan panas dan pedas dapat mengiritasi saluran cerna sehingga
meningkatkan peristaltik, tetapi dapat juga menyebabkan pencernaan tidak berlangsung
dan feses menjadi cair (diare), flatus, perut kram, sensasi panas pada anus saat feses
keluar.
Intoleransi laktosa. Laktosa adalah suatu bentuk KH sederhana yang ditemukan
di dalam susu ( normal dipecah oleh enzim laktose). Susu dan produk susu sulit atau tidak
mungkin dicerna oleh beberapa individu. Intoleransi terhadap makanan tertentu dapat
menyebabkan pembentukan gas, kram perut, distensi, dan diare.

2. Intake cairan
Kehilangan cairan mempengaruhi karakteristik feses. Intake cairan yang kurang
(inadekuat) atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah)
sehingga tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan menyebabkan feses menjadi keras
dan sulit dikeluarkan adanya gerak peristaltik yang meningkat, waktu untuk
mengabsorpsi menjadi berkurang menyebabkan feses encer dan lunak. Di samping itu
asupan cairan yang kurang memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus karena
cairan mengencerkan isi usus sehingga memudahkan bergerak melalui kolon .Orang
dewasa harus minum 6 – 8 gelas (1500 – 2000 CC) sehari. Minuman ringan yang hangat
dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik. Pada beberapa individu
mengkonsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik sehingga
menyebabkan konstipasi.

3. Usia

3
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi
terjadi disepanjang kehidupan.
Bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit mensekrasi enzim
pencernaan. Makanan seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan
melewati saluran pencernaan dengan cepat karena gerakan peristaltik berlangsung dengan
cepat. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan
neuromuskuler, dan tidak terjadi sampai usia 2 – 3 tahun.
Pada masa remaja, pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat. Sekresi HCl
meningkat, khususnya pada anak laki – laki. Anak remaja, biasanya mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang lebih banyak.
Pada lansia, beberapa lansia mungkin sudah tidak memiliki gigi sehingga tidak
bisa mengunyah makanan dengan baik. Jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan
volume asam lambung menurun seiring proses penuaan. Ketidakmampuan mencerna
makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.
Hasil penelitian (Ross, 1990 dalam Potter dan Perry, 2006) menyatakan 91%
lansia yang berusia rata-rata 76 tahun yang dirawat di rumah sakit mengalami diare atau
konstipasi.
Selain itu, gerakan peristaltik usus menurun seiring dengan peningkatan usia dan
melambatnya pengosongan esofagus yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada
epigaster abdomen.
Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingter anus
sehingga mengalami kesulitan mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang
menyadari kebutuhan defekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga cenderung
mengalami konstipasi.

4. Posisi tubuh selama defekasi


Posisi duduk atau jongkok merupakan posisi normal saat defekasi. Toilet modern
dirancang untuk duduk tegak ke arah depan, menyebabkan tekanan intra abdomen dan
mengkontraksi otot-otot pahanya. Untuk pasien yang imobilisasi dibantu ke posisi duduk
di atas pispot..

5. Privacy
Kebanyakan individu merasa lebih mudah defekasi di kamar mandi mereka
sendiri. Dan banyak orang memerlukan jaminan keamanan (psikologis) selama defekasi.
Pemandangan, suara, bau dan fasilitas kamar mandi atau menggunakan pispot yang
digunakan bersama-sama di rumah sakit sering menimbulkan rasa malu, sehingga
menyebabkan pasien mengabaikan kebutuhan untuk defekasi.

6. Gaya hidup (perilaku) dan kebiasaan hidup


Kebiasaan untuk melatih pola defekasi sejak kecil secara teratur, fasilitas defekasi,
kebiasaan mengabaikan defekasi. Refleks defekasi dan keinginan defekasi akan hilang
setelah beberapa menit, jika keinginan awal diabaikan. Individu mempunyai kebiasaan
makan / minum (sarapan) dahulu pagi hari sebelum defekasi karena refleks gastrokolik
paling mudah distimulasi setelah sarapan. Individu mempunyai kebiasaaan defekasi
setiap pagi atau tidak punya pola kecuali merespons keinginan defekasi kapan saja.

4
7. Faktor Psikologis
Liburan dan traveling. Cemas akut / kronik, marah, takut, depresi, dan emosional
dapat meningkatkan motilitas isi usus atau sekresi mukus sehingga menimbulkan diare.
Begitu pula hospitalisasi, perubahan pekerjaan, gangguan personal / hubungan keluarga
dapat menyebabkan stres akut. Sedangkan stres kronik dapat menurunkan aktivitas isi
usus sehingga menurunkan frekuensi defekasi.

8. Aktivitas fisik / Imobilisasi


Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi menekan
motilitas usus. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan
individu untuk meningkatkan tekanan intra abdomen dan untuk mengontrol sfingter
eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit dalam jangka waktu yang
lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.

9. Nyeri
Pada kondisi normal defekasi tidak nyeri. Tapi pada beberapa kondisi (hemoroid,
bedah rektum, fistula rektum, bedah abdomen, dan post partum dapat menimbulkan rasa
nyeri atau tidak nyaman ketika defekasi akibatnya klien seringkali menahan keinginan
untuk defekasi, sehingga akan terjadi konstipasi.

10. Medikasi atau Pengobatan


Laksatif dan Katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Tetapi
penggunaan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus
ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif.
Penggunaan laksatif yang berlebihan menyebabkan diare.
Obat analgetik narkotik menekan gerakan peristaltik. Zat besi dan obat opiat dapat
menyebabkan konstipasi, Antibiotika menyebabkan diare. Obat-obatan antikolinergik,
seperti atropin, atau glikopirolat (Robinul) menghambat sekresi asam lambung dan
menekan motilitas saluran GI sehingga berakibat konstipasi. Obat antasid dapat
menyebabkan konstipasi / diare.

11. Kehamilan
Meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, memberikan tekanan pada
rektum menyebabkan konstipasi pada trimester terakhir. Wanita hamil yang sering
mengedan saat defekasi dapat menyebabkan hemoroid yang permanen.

12. Prosedur Diagnostik


Pemeriksaan radiologi dan endoskopi memerlukan pengosongan atau
pembersihan isi di bagian usus dengan laksatif atau enema. Penggunaan barium
menimbulkan konstipasi dan fecal impaction karena barium mengeras bila dibiarkan
dalam saluran GI.

13. Pembedahan dan anestesi


Anestesi umum yang digunakan selama proses pembedahan membuat gerakan
peristaltik berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi dapat menghambat impuls

5
saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan
gelombang peristaltik (Ileus Paralitik). Menurunnya fungsi pencernaan antara 24 – 48
jam post operasi.

14. Diversi usus / Pengalihan Feses


Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses
secara normal dari rektum. Hal ini membutuhkan untuk membentuk suatu lubang (stoma)
buatan permanen (tetap) atau temporal (sementara). Lubang yang dibuat melalui upaya
bedah (ostomi) paling sering dibentuk di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi).

TAHAP PERKEMBANGAN USIA

1. Newborn and Infant


Bayi baru lahir selalu defekasi 24 – 48 jam setelah lahir. Feses lembek dan
berwarna hijau gelap yang disebut mekonium. Tiga hari setelah lahir feses akan berubah
sesuai diet.
a. Bila minum ASI maka feses akan berwarna kuning terang, lembek, tidak
berbentuk dan mempunyai bau tidak khas.
b. Bila minum susu formula, feses berwarna kuning gelap atau coklat, lebih
berbentuk (ramping), dan agak sedikit bau.
Bayi tidak dapat mengontrol defekasi selama SSP belum matur. Setelah pemberian awal
makanan padat maka feses berbentuk padat atau keras.
2. Todler and Preschooler
Pada usia 22 – 36 bulan anak mulai belajar mengontrol defekasinya. Bowel
training dimulai pada usia 24 – 36 bulan. Banyak anak dapat mengontrol defekasinya
sebelum usia 4 tahun.
3. Child and Adolescent
Anak – anak harus dilatih defekasi supaya mempunyai pola kebiaaaan. Pada anak
– anak dan remaja feses berwarna cuklat, lembek, frekuensi tergantung intake cairan,
serat pada makanan, dan aktivitas/latihan anak setiap hari. Kalau anak – anak atau remaja
suka menunda defekasi maka akan terjadi distensi rektal sehingga bisa terjadi konstipasi.
4. Adult and Older Adult
Pola defekasi sudah normal atau punya tipe (pola).Pola defekasi tergantung diet,
intake cairan, aktivitas, dan lain-lain. Pada orang dewasa harus memperhatikan jumlah
cairan yang dikonsumsi, makanan tinggi serat, psikologis, dan penggunaan laksatif.
Penting pula kontrol sfingter untuk mencegah inkontinensia feses.

MANIFESTASI PERUBAHAN DEFEKASI

1. Konstipasi.
Konstipasi adalah gejala dan bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan
frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.
Adanya upaya mengedan dan kadang-kadang dapat menimbulkan nyeri pada rektum saat
defekasi.

6
Konstipasi terjadi akibat pengeluaran feses melalui usus besar lambat atau lama di
usus besar dan lama kontak dengan mukosa usus akibat motilitas usus halus melambat
sehingga terjadi absorpsi air yang berlebihan dari feses.
Setiap individu mempunyai pola defekasi individual, tapi belum tentu pola
defekasinya setiap hari. Defekasi hanya setiap 4 hari atau lebih dianggap tidak normal.
Tetapi pada lansia setiap 2 – 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri atau perdarahan
dianggap normal.
Klien yang menderita riwayat penyakit kardiovaskuler, penyakit yang
menyebabkan peningkatan intraokular (glukoma), dan peningkatan intrakranial harus
mencegah konstipasi dan hindari penggunaan manuver valsava. Menghembuskan nafas
melelui mulut selama mengedan menghindari manuver valsava.
Penyebab umum konstipasi adalah diet serat inadekuat (diet rendah serat dalam
bentuk lemak hewani seperti : daging, produk-produk susu dan telor, serta KH murni
(makanan penutup yang berat), makanan halus atau rendah sisa, menunda defekasi /
kebiasaan defekasi yang tidak teratur, intake cairan yang kurang dari 1000 Ml sehari,
penurunan aktivitas, tirah baring yang panjang, stres kronik, penggunaan laksatif dalam
jangka waktu yang lama, dan obat-obatan (opiat, antikolinergik, zat besi, diuretik, antasid
dalam kalsium atau aluminium, obat-obatan antiparkinson), kondisi neurologis (cedera
pada medula spinalis, tumor), serta penyakit-penyakit organik (seperti : hipotiroidisme,
hipokalsemia, dan hipokalemia, dan pada lansia mengalami perlambatan peristaltik,
kehilangan elastisitas otot abdomen, serta penurunan sekresi mukosa usus., kelainan
saluran GI seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitis.

2. Fecal Impaction / Impaksi Feses


Impaksi feses adalah akumulasi / pengumpulan feses keras dan mengendap di
dalam rektum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi, dapat menimbulkan
perasaan yang tidak menyenangkan, atau konstipasi yang terus menerus.
Tanda impaksi feses yang jelas adalah ketridakmampuan untuk mengeluarkan
feses beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk defekasi defekasi.
Impaksi ditandai oleh perasaan nyata pada rektal, abdomen penuh atau kembung,
malaise, kurang nafsu makan *anoreksia, nausea, vomiting, keluar feses diare secara
mendadak / kontinu.

3. Diare
Diare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan peningkatan jumlah feses
dengan konsistensi cair dan tidak berlemak. Diare adalah gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
.Meningkatnya pergerakan GI sehingga aliran feses terlalu cepat keluar melalui GI bawah
(usus halus dan kolon) sehingga absorpsi air sedikit. Iritasi di dalam kolon dapat
menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses tinggi air (encer) dan
mengandung elektrolit sehingga klien tidak dapat mengontrol keinginan defekasi.
Pada bayi seringkali sulit dikaji. Bayi yang disusui ibunya dapat defekasi 5 – 8
kali sehari dengan feses lunak. Ibu atau perawat harus mengkaji peningkatan jumlah feses
yang mendadak, penurunan konsistensi feses yang disertai peningkatan kandungan
cairan, dan kecenderungan feses menjadi agak kehijauan.

7
Diare ditandai warna feses menjadi coklat terang sampai kuning atau hijau, kram
perut dan dorongan kuat untuk defekasi, nausea (dengan atau tanpa vomiting), rasa nyeri
panas pada anus (akibat pengeluaran feses diare yang berulang memaparkan kulit
perineum dan bokong pada materi usus yang mengiritasi),
Kehilangan cairan kolon yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit serta asam basa yang serius, terutama pada bayi dan lansia rentan
terhadap komplikasi-komplikasi yang terkait.
Penyebab diare :
a. MO spesifik atau toksin (infeksi usus akibat streptokokus atau stafilokokus
enteritis) inflamasi mukosa usus, peningkatan sekresi lensir di kolon
b. Perubahan gaya hidup seperti stres emosional (ansietas) peningkatan
rangsangan saraf parasimpatis, peningkatan motilitas usus, menurunkan waktu
transit feses di usus, dan meningkatkan sekresi mukus
c. Alergi makanan pengurangan pencernaan elemen makanan
d. Obat-obatan (zat besi mengiritasi mukosa usus, antibiotika spektrum luas
memungkinkan pertumbuhan flora normal yang berlebihan juga menyebabkan
inflamasi dan iritasi mukosa, antasid dalam magnesium menurunkan asam
lambung),
e. Laksatif jangka pendek/berlebihan peningkatan motilitas usus
f. Intoleransi makanan (makanan berminyak, kopi, alkohol, makanan pedas)
peningkatan motilitas usus, peningkatan sekresi lendir di kolon.
g. Selang pemberian makan hiperosmolalitas beberapa larutan enteral dapat
menyebabkann diare, karena cairan hiperosmolar menarik cairan ke dalam saluran
GI.
h. Penyakit kolon (kolitis, penyakit Crohn) inflamasi dan ulserasi dinding usus,
berkurangnya absorpsi cairan, meningkatnya motilitas usus.
i. Gastrektomi hilangnya fungsi reservoar lambung, absorpsi yang tidak tepat
karena makanan dipindahkan ke duodenum terlalu cepat.
j. Reseksi kolon berkurangnya ukuran kolon, berkurangnya jumlah permukaan
untuk absorpsi.

4. Inkontinensia Feses
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas
dari anus atau defekasi yang tidak disadari. Kondisi ini seringkali berhubungan dengan
neurologis, mental atau perubahan emosional.Kondisi fisik sepertiinjuri korteks serebral,
injuri tulang belakang, kerusakan saraf rektum dan sfingter anus, orang dengan fecal
impaksi.
Inkontinensia feses dapat membahayakan citra tubuh klien. Klien secara mental
menyadari tetapi secara fisik tidak mampu mencegah defekasi akibatnya klien malu
karena feses yang mengotori bajunya sehingga dapat menyebabkan isolasi sosial.

5. Flatulen
Saat gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus meregang dan
berdistensi (Flatulen). Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa
nyeri dan kram. Flatus adalah akumulasi gas di dalam traktus GI. Dalam kondisi normal,
gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus (flatus). Namun

8
jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah
abdomen atau imobilisasi, flatulen dapat menyebabkan distensi abdomen, dan
menimbulkan nyeri yang sangat menusuk.
Ada 3 sumber penyebab flatulen yaitu menelan udara, aksi bakteri di usus besar,
dan difusi dari darah. Menelan udara dapat terjadi akibat kecemasan, makan dan minum
terlalu cepat, penggunaan sedotan minum yang salah, mencerna terlalu banyak minuman
yang mengandung bikarbonat, mengunyah permen karet, menghisap permen dan
merokok. Sedangkan produksi udara oleh bakteri di usus besar dikeluarkan melalui anus.
Kira-kira 7 – 10 liter gas diproduksi setiap hari tetapi hanya 0,6 liter yang dikeluarkan
(flatus). Sering flatus dapat diakibatkan oleh iritasi usus yang menyebabkan peningkatan
pergerakan kolon. Makanan yang mengandung tinggi gas seperti kol, bawang merah, dan
buncis.

6. Distention
Distention adalah akumulasi dari flatus yang berlebihan atau isi usus yang padat,
yang menyebabkan distensi abdomen. Keluhan klien adalah perut penuh, gelisah, tidak
nyaman mengeluarkan flatus dan feses.
Pada inspeksi ditemukan distensi atau cembung bagian abdomen, ini tergantung
banyaknya flatus dan cairan di usus. Auskultasi didapatkan suara hipoaktif atau
kombinasi hipo dan hiperaktif. Perkusi ditemukan suara timpani bila isinya gas, tumpul
(dullnes) bila isinya cairan.
Penyebab distensi abdomen adalah obstruksi pencernaan (seperti ileus paralitik,
infeksi abdomen dan tumor abdomen), bedrest / aktivitas terbatas, operasi dengan GA,
manipulasi usus saat pembedahan (24 – 72 jam post operasi), konstipasi dan impaksi
fekal.

7. Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum.
Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid internal dan hemoroid eksternal. Hemoroid internal
memiliki membran mukosadi lapisan luarnya.sedangkan hemoroid eksternal terlihat jelas
sebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, dan akan terjadi perubahan
warna menjadi keunguan.
Penyebabnya adalah peningkatan tekanan vena akibat mengedan saat defekasi,
selama masa kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik.

PENGKAJIAN

1. Riwayat Keperawatan (Anamnese)


 Bagaimana pola defekasi klien yang biasa (frekuensi dan waktu defekasi) ?
 Bagaimana karakteristik feses (warna, konsistensi, bau, bentuk) ?
 Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan defekasi normal
(konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengonsumsian makanan tertentu
atau waktu tertentu untuk defekasi dalam satu hari)
 Kapan terakhir defekasi / gambaran perubahan terbaru pola defekasi) ?

9
 Identifikasi faktor risiko seperti riwayat diet (rendah serat, intake cairan),
mengabaikan keinginan defekasi, riwayat olahraga, prosedur diagnostik, riwayat
pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GI, faktor penyebab
perubahan pola defekasi, ketakutan nyeri defekasi, perubahan gaya hidup (faktor
psikologis), keberadaan dan status diversi usus, riwayat pengobatan (laksatif,
antasid, AB, suplemen, zat besi, analgetik), riwayat sosial (kamar mandi sendiri /
bersama-sama, mampu ke toilet dengan aman, tidak dapat defekasi secara
mandiri).

2. Pengkajian Fisik
 Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi. Pada mulut (inspeksi gigi, lidah, dan gusi), abdomen (Inspeksi 4
kuadran abdomen untuk melihat kesimetrisan, warna kulit perut, bentuk, masa,
distensi, gelombang peristaltik, jaringan parut, tenderness, pola pembuluh darah
vena, stoma dan lesi. Auskultasi bising usus, normal terjadi tiap 5 – 15 detik dan
berlangsung ½ sampai beberapa detik. Palpasi untuk melihat adanya masa atau
area nyeri. Dan perkusi untuk mendeteksi lesi, cairan, atau gas) dan rektum dan
anus (inspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya lesi, fistula, masa,
perubahan warna, inflamasi, tenderness, dan hemoroid)

3. Prosedur diagnostik : visualisasi struktur GI melalui pendekatan langsung maupun


tidak langsung (seperti endoskopi, Barium swallow / enema, USG, dan lain-lain).

4. Pemeriksaan laboratorium seperti spesimen feses, tes Guaiak, dan lain-lain.

DIAGNOSA KEPERAWATAN (Nanda)

1. Konstipasi yang berhubungan dengan


a. Fungsional : perubahan lingkungan (imobilisasi, kurang privacy, dll);
kebiasaan menghindari keinginan BAB, BAB tidak teratur; kelemahan
otot abdomen dan toileting tidak adekuat
b. Psikologis : depresi, stres emosional, kebingungan mental
c. Farmakologis : antikonvulsan, laksatif overdosis, opiate, antidepresan,
antilipemik, diuretik, antacid dengan aluminium
d. Mekanik : abses rektum, fisura anal, megakolon prolaps rektal,
kelemahan neurologis, hemoroid, dan kehamilan
e. Fisiologis : kebiasaan makan buruk, intake cairan tidak adekuat /
dehigrasi, kebersihan mulut tidak adekuat, perubahan pola makan
2. Diare yang berhubungan dengan stres dan ansietas, asupan diet, alkoholik,
keracunan, penyalahgunaan laksatif, inflamasi, malabsorpsi, dan iritasi
3. Inkontinensia defekasi / bowel / usus yang berhubungan dengan
neuromuskuler, depresi, ansietas berat, faktor lingkungan, diare kronik,
kehilangan kontrol sfingter rektal
4. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi hemoroid.
5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan adanya kolostomi / ileostomi.

10
INTERVENSI

1. Pendidikan Kesehatan (diet, aktivitas,dll)


2. Membantu BAB
3. Memberi Huknah / lavament
4. Memberi Glycerin Spuit
5. Melatih Bowel Training
6. Melaksanakan Evakuasi Feses
7. Perawatan kolostomi / ileostomi
8. Tindakan pada perubahan fungsi defekasi (usus)

IMPLEMENTASI

1. Pendidikan Kesehatan

a. Pendidikan Kesehatan
 Diet seimbang : intake tinggi serat (buah segar atau dimasak / diolah, sayuran,
jus buah dan sayuran,dll) kira-kira 800 gram sehari.
 Intake cairan : Mengkonsumsi cairan 1500 -2000 Ml atau 8 – 10 gelas sehari
(kecuali ada k/i), prune jus, minuman hangat (kopi, teh, air hangat + lemon jus),
dan minum segelas air hangat 30 m3nit sebelum sarapan pagi.
 Apabila diare, perawat dapat merekomemdasikan makanan yang rendah serat
dan tidak mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gangguan lambung dan
kram perut.
 Terapi diet untuk klien dengan ostomi, minggu pertama setelah pembedahan
diet rendah serat (seperti : roti, mie, nasi, keju krim, telur (tidak digoreng), jus
buah yang disaring, daging tidak berlemak, ikan, dan daging unggas), terutama
pada ileostomi karena usus halus perlu adaptasi dengan diversi. Bila ostomi sudah
pilih, klien dapat mengkonsumsi hampir semua jenis makanan. Klien dengan
ileostomi harus makan dengan perlahan dan mengunyah makanan sampai
sempurna. Minum air 10 – 12 gelas sehari.Klien dengan ostoma agar
menghoindari makanan yang mengeluarkan gas dan bau.
b. Aktivitas dan latihan
 Tekankan pentingnya latihan yang teratur
 Anjurkan berjalan, mengendarai sepeda, atau berenang menstimulasi peristaltik
 Ambulasi secepat mungkin bagi klien yang sementara mengalami imobilisasi
 Jika berjalan dilarang :
@ Ajarkan pasien berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi dan tekuk satu
lutut ke arah dada bergantian ( 10 – 20 kali setiap lutut ) 3 – 4 kali sehari
@ Ajarkan pasien duduk di kursi atau berbaring di tempat tidur dan balikan
badan dari sisi ke sisi (20 -30 kali) 6 – 19 kali sehari
c. Meningkatkan kebiasaan defekasi secara teratur / kebiasaan defekasi
 Tentukan waktu defekasi yang teratur : 1 kali sehari, 2 kali sehari, atau setiap 2
hari
 Untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur, seorang klien harus mengetahui
kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal.

11
 Apabila klien harus menjalani tirah baring atau membutuhkan bantuan dalam
berjalan, perawat harus menawarkan sebuah pispot dan pasang sampiran untuk
menjaga privacy pasien atau membantu klien ke kamar mandi.
d. Meningkatkan defekasi normal
Untuk membantu klien defekasi secara teratur dan tanpa rasa tidak nyaman.,
beberapa intervensi dapat menstimulasi refleks defeksi/, memepengaruhi karakter
feses, atau meningkatkan peristaltik usus.
 Posisi jongkok
 Mengatur posisi di atas pispot. Saat mengatur posisi klien penting mencegah
agar otot tidak tegang sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Bila klien
sudah berada di atas pispot, perawat meninggikan kepala tempat tidur dengan
sudut 30 derajat.
 Pemberian katartik dan laksatif, yang memberikan efek jangka pendek
mengosongkan usus. Tersedia dalam bentuktablet dan supositoria (bentuk yang
paling efektif karena efek stimulasinya pada mukosa rektum).
 Agens antidiare. Antidiare yang paling efektif adalah opat, seperti kodein fosfat,
opium tintur (Paregoric), dan defenoksilat (lomotil). Agens opiat antidiare
menurunkan tonus otot usus sehingga memperlambat pengeluaran feses. Opiat
juga menghambat gelombang peristaltik yang menggerakkan feses ke arah depan.
 Enema. Tujuan utama enema adalah untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltik. Volume cairan yang dimasukkan, memecah masa feses,
meregangkan dinding rektum, dan mengawali refleks defekasi.
e. Meningkatkan rasa nyaman
Nyeri yang timbul saat jaringan hemoroid secara langsung teriritasi.
Flatulen juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, terutama jika terjadi
distensi. Tujuan utama pada klien hemoroid adalah mengeluarkan feses berbentuk
lunak dan tanpa nyeri. Asupan diet dan cairan srta latiohan fisik secara teratur
yang tepat akan memungkinkan feses lunak. Kompres panas lokal pada hemoroid
yang bengkak dan rendam duduk membuat rasa nyeri hilang sementara.
Untuk meredakan rasa tidak nyaman akibat flatulen, lakukan tindakan
untuk mengurangi flatus atau meningkatkan pengeluyaran flatus. Hindari jumlah
udara yang tertelan dengan mengurangi minum minumam ringan yang
mengandung karbonat, tidak menggunakan sedotan untuk minum, tidak
mengunyah permen karet atau permen yang keras. Apabila flatulen menyebabkan
penurunan peristaltik usus, dipasang NGT untuk mengeluarkan flatus. Bila
flatulen menyebabkan kram abdomen, anjurkan ambulasi untuk menstimulasi
peristaltik dan mengeluarkan gas. Dan bila gagal masukkan selang rektum. Saat
akan memasukkan selang, klien berbaring miring seperti posisi pemberian
enema, masukkan selang lebih dalam untuk mencapai tempat flatus terakumulasi
(dewasa 15 CM, pada anak 5 -10 CM. .Balutan kasa atau pelapis kedap air
ditempatkan sekeliling selang rektum yang terbuka untuk menampung materi
feses yang encer. Pemakaian selang rektum tidak boleh lebih dari 30 menit.
Pemakaian selang rektum secara kontinu dapat menyebabkan ekskoriasi pada
rektum dan anus.

12
f. Mempertahankan integritas kulit
Klien dengan diare atau inkontinensia feses dan klien yang memiliki ostomi
berisiko mengalami kerusakan kulit bila kandungan feses tertinggal di kulit.
Daerah anus dapat dilindungi dengan menggunakan jeli petrolatum, oksida zink,
atau minyak lain yang dapat menjaga kelembaban kulit, mencegah kulit kering,
dan pecah-pecah. Beberapa agens antijamur berbentuk bubuk efektif melawan
jamur. Jangan gunakan bedak bayi atau tepung jagung karena tidak mengandung
materi medis dan melekat pada kulit serta sulit dibersihkan.
g. Meningkatkan konsep diri
Inkontinensia yang sering, feses yang berbau busuk, dan peralatan ostomi dapat
menyebabkan perubahan pada citra tubuhnya. Akibatnya mungkin klien
menghindari sosialisasi atau tidak berkeinginan merawat dirinya. Maka tindakan
perawat :
 Beri kesempatan klien mendiskusikan masalah atau rasa takutnya tentang masalah
defekasi
 Berikan klien dan keluarganya informasi sehingga mereka dapat menangani
masalah defekasi
 Berikan umpan balik positif bila klien berupaya melakukan perawatan dirinya
secara mandiri
 Bantu klien menangani kondisi tapi jangan mengharapkan klien menyukainya
 Jaga privasi klienselama prosedur berlangsung
 Perlihatkan sikap menerima dan memahami klien.
 Dukungan perawat sangat penting untuk membantu klien kembali ke gaya hidup
normal yang semula.

2. Membantu BAB
3. Memberi Huknah / lavament
4. Memberi Glycerin Spuit
5. Melatih Bowel Training
6. Melaksanakan Evakuasi Feses

7. Tindakan pada perubahan fungsi defekasi (usus)


 Konstipasi
 Peningkatan intake cairan
 Peningkatan diet serat
 Peningkatan aktivitas dan latihan.
 Pemberian laksatif
 Pemberian Enema
 Pemberian suppositoria
 Mengajarkan program manajemen defekasi
 Diare
 Pengobatan penyebabnya.
 Istirahatkam usus dengan membatasi intake oral
 Pemberian antidiare
 Inkontinensia feses

13
 Mengajarkan program manajemen defekasi
 Berikan beberapa alat untuk membantu defekasi
 Flatulen dan distensi
 Berikan antiflatulen
 Tingkatkan aktivitas
 Pasang rectal tubes
 Pemberian nasogastric decompression
 Pemberian return – flow enema ( Enema aliran balik atau bilasan Harris, suatu
irigasi kolon yang ringan, yang membantu mengeluarkan flatus). Perawat
memasukkan larutan enema ringan (100 – 200 ML) ke dalam rektum dan kolon
klien. Kemudian perawat merendahkan wadah enema untuk memungkinkan
larutan mengalir kembali ke selang rektum dan menuju ke dalam wadah. Ulangi
beberapa proses ini beberapa kali membantu mengurangi flatus dan meningkatkan
gerakan peristaltik.

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SPO)

A. MEMBANTU / MENOLONG DEFEKASI (BAB)

Pengertian
Membantu pasien defekasi dengan menggunakan bedpan / pispot.

Tujuan
Untuk mengosongkan usus besar.

Persiapan alat dan bahan


1. Bedpan + tutupnya atau pispot
2. Air hangat dalam botol
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Toilet paper
5. Sabun + air dalam baskom, waslap, dan handuk
6. Selimut mandi
7. Pengalas/perlak

Prosedur

NO LANGKAH-LANGKAH RASIONALISASI
1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan
meningkatkan kerjasama pasien
2. Tutup ruangan atau pasang tirai Memberikan privasi pasien
3. Dekatkan peralatan pada pasien dan Memudahkan bekerja
letakkan bedpan dekat tempat tidur
pasien

14
4. Pasang selimut mandi dan buka Mengurangi rasa malu pasien
pakaian bawah
5. Cuci tangan dan memakai sarung Mencegah transmisi mikroorganisme
tangan (infeksi)
6. Letakkan pengalas/perlak di bawah Mencegah membasahi/mengotori linen
bokong pasien tempat tidur
7. Tinggikan kepala 30 derajat dari Memudahkan memasang bedpan
tempat tidur (bila tidak k/i). Minta supaya posisinya benar dan memberi
pasien menekuk ke 2 lutut dan kenyamanan pada pasien
menumpukkan berat badannya pada
tumit jika mampu atau posisikan
bedpan sejajar dengan bokong dan
kembalikan posisi pasien di atasnya.
Bokong pasien harus berada di seputar
bedpan. Ujung bedpan yang
menyempit harus menghadap ke kaki
tempat tidur.
8. Pastikan bel panggil berada pada Memudahkan memanggil perawat
jangkauan pasien. Tinggalkan pasien
sendiri kecuali ada k/i.
9. Buka sarung tangan dan cuci tangan.
Perhatikan tanda panggil pasien
10. Pakai sarung tangan bila akan Mencegah transmisi mikroorganisme
mengangkat bedpan dan (infeksi)
membersihkan pasien
11. Pasien diminta mengangkat Membersihkan dan meningkatkan
bokongnya dan angkat bedpan, kenyamanan pasien
kemudian pasien diminta miring dan
bersihkan daerah anus dan keringkan.
Kenakan kembali pakaian bawah serta
angkat selimut mandi
12. Observasi karakter feses Mengetahui kelainan yang ada
13. Bereskan alat-alat dan buka sarung Mencegah transmisi mikroorganisme
tangan (infeksi)
14. Cuci tangan dan catat/dokumentasikan Pencatatan cepat memperbaiki
waktu defekasi, jumlah/karakter feses keakuratan dokumentasi
dan reaksi pasien

CATATAN

1. Observasi karakteristik feses (jumlah, konsistensi, warna, bau, bentuk)


2. Selama prosedur, observasi keadaan umum pasien dan jangan melelahkan pasien.
Serta menjaga privasi pasien.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur.

15
B. MEMBERIKAN HUKNAH ATAU ENEMA ATAU LAVAMENT

Pengertian
Enema / huknah / lavament adalah memasukkan cairan / larutan ke dalam rektum.
Tujuan :
1. Mengurangi konstipasi, membuang gas (flatus) dan melunakkan feses.
2. Membersihkan kolon bawah dan rektum untuk persiapan prosedur diagnostik dan
pembedahan.
3. Untuk memasukkan obat.
Tipe – tipe enema
1. Enema pembersih, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon.
Enema ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan
sejumlah besar larutan. Volume maksimum yang dianjurkan adalah : Bayi 150
-250 ml; Todler 250 – 350 ml; Anak usia sekolah 300 – 500 ml; Remaja 500 – 750
ml; dan Dewasa 750 – 1000 ml. Larutan enema pembersih air kran, normal
salin, larutan sabun, dan salin hipertonik volume rendah. Setiap larutan
mempunyai efek osmotik yang berbeda, yang mempengaruhi pergerakan cairan di
antara kolon dan ruang interstisiil di luar dinding usus. Bayi dan anak- anak
hanya boleh diberikan salin normal karena mereka mempunyai risiko
ketidakseimbangan cairan.
2. Enema retensi minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi
minyak sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien dianjurkan mempertahankan enema selama
beberapa jam.
3. Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Contoh larutan MGW yang mengandung
30 ml Magnesium, 60 ml gliserin, dan 90 ml air.
4. Enema aliran balik atau bilasan Harris, merupakan irigasi kolon yang ringan,
yang membantu mengeluarkan flatus. Perawat mula-mula memasukkan sejumlah
kecil (100 – 200 ml) larutan enema ringan ke dalam rektum dan kolon pasien.
Kemudian perawat merendahkan wadah enerma untuk memungkinkan larutan
mengalir kembali melalui selang rektum dan menuju ke dalam wadah. Ulangi
proses ini beberapa kali membantu mengurangi flatusdan meningkatkan gerakan
peristaltik.
5. Enema medikasi, mengandung obat-obatan. Enema ini bertujuan medis. Contoh :
natrium polistiren, digunakan untuk mengobati pasien yang memiliki kadar
kalium serum yang tinggi. Larutan neomicin, antibiotik yang digunakan untuk
mengurangi bakteri di kolon sebelum pasien menjalani pembedahan usus.

Persiapan alat dan bahan :


1. Peralatan huknah (irigator) + tube (selang rektal) ujung bulat dengan ukuran :
@ dewasa No 22 – 32 FR,
@ pada anak-anak No 14 – 18 FR
@ dan bayi No 12 FR.

16
2. Cairan / larutan hangat antara lain
@ Air kran / air ledeng, bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik
yang lebih rendah dari pada cairan di dalam ruang intersiil. Enema air kran
tidak boleh dilakukan ulang karena dapat terjadi keracunan air atau beban
berlebih, jika air diabsorpsi dalam jumlah besar.
@ Larutan sabun (sabun castile, sabun dari minyak zaitun dan natrium
hidroksida) dapat ditambahkan ke dalam NaCl atau air kran yang
menyebabkan iritasi usus, guna menstimulasi peristaltik. Rasio air hangat atau
NaCl dengan sabun castile 1000 ml : 5 ml (1 sdt ).
@ Normal salin (NaCl), secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk
digunakan karena larutan ini mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan
cairan yang ada di ruang interstisiil yang mengelilingi usus.
@ Larutan hipertonik yang dimasukkan ke dalam usus, memberikan tekanan
osmotik yang menarik cairan keluar dari ruang interstisiil. Kolon terisi cairan,
akibatnya terjadi distensi yang menimbulkan defekasi. Enema ini dirancang
untuk cairan dalam volume kecil (120 – 180 ml biasanya efektif}. Komersial
Fleets enema. Kontra indikasi pada klien yang mengalami dehidrasi dan bayi.
Jumlah cairan / larutan :
* Dewasa : 750 – 1000 ml
* Remaja : 500 – 750 ml
* Anak usia sekolah : 300 – 500 ml
* Todler : 250 – 350 ml
* Bayi : 150 – 250 ml
Suhu larutan untuk orang dewasa 40,5 – 43 derajat Celcius atau 105 – 109
derajat Fahrenheit, dan untuk anak 37 derajat Celsius.
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Pelumas larut dalam air
5. Termometer air
6. Klem (pengatur pada selang)
7. Baskom berisi air + sabun, waslap, dan handuk
8. Perlak/pengalas kedap air
9. Selimut mandi
10. Bedpan atau commode atau pispot atau akses ke toilet
11. Toilet paper
12. Tiang infus

Prosedur

NO LANGKAH - LANGKAH RASIONALISASI


1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan
meningkatkan kerjasama selama
prosedur untuk meminimalkan risiko
cedera
2. Tutup ruangan atau pasang tirai Memberikan privasi pasien
3. Pasang selimut mandi dan buka pakaian Mengurangi rasa malu pasien
bawah. Biarkan hanya areal anal yang

17
terpajan
4. Letakkan perlak di bawah panggul dan Mencegah membasahi linen tempat
bokong pasien tidur
5. Bantu pasien pada posisi SIMS kiri Memungkinkan larutan enema
(dewasa) atau dorsal recumbent (anak) mengalir ke bawah dengan gravitasi
sepanjang lengkung naturalm kolon
sigmoid dan rektum sehingga
memperbaiki retensi cairan/larutan.
6. Letakkan bedpan/pispot dekat tempat Agar mudah diambil bila p[asien
tidur tidak mampu menahan enema
7. Siapkan wadah/irigator dan cairan/larutan Air panas dapat membakar mukosa
hangat dan tutup klem pengatur usus. Mencegah kehilangan
cairan/larutan awal saat ditambahkan
ke wadah/ irigator
8. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan Mengurangi transmisi
mikroorganisme (infeksi)
9. Beri pelumas pada ujung selang rektal 3 – Mencegah risiko iritasi atau trauma
4 inchi (7,4 - 10 CM) mukosa rektal
10. Regangkan bokong dan instruksikan Menghembuskan nafas meningkatkan
untuk rileks dengan menghembuskan relaksasi sfingter anus eksternal
nafas perlahan melalui mulut
11. Masukkan ujung selang rektal perlahan Insersi hati hati mencegah trauma
dengan mangarahkan ke umbilikus pada mukosa rektal akibat
Panjang insersi 7,2 – 10 cm (3 – 4 inci) penusukkan selang secara tidak
untuk dewasa, 5 – 7,5 cm (2 – 3 inci) sengaja pada dinding. Insersi
untuk anak-anak dan 2,5 - 3,25 cm (1 – melebihi batas yang tepat, dapat
1,5 inci) untuk bayi. Tarik selang segera menyebabkan perforasi usus.
bila ada obstruksi
12. Tinggi irigator : Memungkinkan penginfusan perlahan
- Huknah tinggi 30 cm ( 12 inci) di atas terus menerus sebelum volume yang
panggul pasien cukup diinfuskan. Meninggikan
- Huknah rendah 30 – 45 cm (12 –18 inci) irigator terlalu tinggi menyebabkan
di atas panggul pasien penginfusan cepat dan kemungkinan
- Bayi 7,5 cm (3 inci) nyeri akibat distensi kolon. Tekanan
yang tinggi dapat menyebabkan
ruptur usus pada bayi
13. Buka klem pengatur dan biarkan cairan / Penginfusan cepat dapat merangsang
larutan masuk perlahan Waktu evakuasi dini, sebelum volume yang
memasukkan enema bervariasi sesuai cukup diinfuskan
dengan volume larutan yang dimasukkan
(misalnya 1000 cc dalam 10 menit) dan
juga sesuai dengan kemampuan
pasienuntuk menerima kecepatan infus
yang diberikan
14. Rendahkan irigator atau klem selang bila Penghentian sementara penginfusan
pasien mengeluh kram atau bila cairan mencegah kram. Kram dapat

18
keluar di sekitar selang menghambat pasien untuk menahan
semua cairan
15. Klem selang bila semua cairan / larutan Mencegah masuknya udara ke dalam
sudah diinfuskan rektum
16. Jelaskan pada pasien bahwa perasaan Larutan / cairan akan mendesak usus.
distensi normal, minta pasien menahan Lamanya retensi beragam dengan tipe
cairan / larutan 5 – 10 menit atau selama enema dan kemampuan posisi untuk
mungkin sambil berbaring tenang di mengkontraksikan sfingter ani. Makin
tempat tidur. Untuk bayi dan anak-anak ditahan akan lebih efektif
pegang kedua bokong selama beberapa perangsangan peristaltik dan defekasi.
menit. Bayi dan amak-anak mempunyai
kontrol sfingter yang buruk.
17. Lepaskan sarung tangan dengan posisi Mencegah transmisi mikroorganisme
terbalik dan buang ke dalam wadah yang (infeksi)
telah disiapkan
18. Bantu pasien ke kamar mandi bila tidak Posisi jongkok normal meningkatkan
ada kontra indikasi atau membantu posisi defekasi
di atas bedpan/pispot/commode
19. Observasi karakter feses dan larutan yang Bila enema diprogramkan sampai
diikeluarkan (ingatkan pasien jangan jernih, sangatlah penting untuk
menyiram toilet sebelum perawat memantau isi larutan yang
menginspeksi) dikeluarkan. Menentukan apakah
feses dikeluarkan atau larutan ditahan
20. Bantu pasien untuk membersihkan daerah Isi feses dapat mengiritasi kulit.
anal dengan menggunakan waslap berisi Kebersihan meningkatkan
sabun dan air hangat (gunakan sarung kenyamanan pasien
tangan)
21. Bereskan alat-alat dan buka sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
terbalik (infeksi)
22. Observasi pasien (terutama lansia) untuk Pasien dapat kehilangan cairan dan
melihat adanya tanda dan gejala elektrolit akibat pemberian enema
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
dan / atau perubahan frekuensi denyut
nadi
23. Dokumentasikan informasi yang Pencatatan segera untuk
berhubungan dengan enema, seperti meningkatkan keakuratan
volume enema yang diberikan, dan warna, dokumentasi
jumlah, bau, isi serta konsistensi feses
yang dikeluarkan

CATATAN :
1. Jika pasien akan menggunakan kamar mandi, pastikan kamar mandi tersedia (k/p
kunci dipegang oleh perawat) dan tidak digunakan sebelum pemberian enema.
2. Jika mungkin berika enema sebelum mandi atau sebelum makan pagi
3. Saat ini, enema dapat diberikan dengan posisi terlentang (supine) jika pasien tidak
mampu menahan cairan atau membentuk posisi SIMS.

19
4. Pasien harus diingatkan untuk tidak menggunakan enema terus menerus untuk
keteraturan defekasi karena dapat merusak refleks defekasi.
5. Suhu cairan jangan terlalu panas karena dapat membakar mukosa usus, dan
jangan juga dingin karena dapat menyebabkan kram abdomen sehingga sulit
menahan air.
6. Keluarkan udara sebelum pemberian enema.
7. Pada lansia, awasi status cairan dan elektrolit. Karena pada lansia mudah terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang disebabkan oleh pemberian enema.
8. Pemberian enema ulang (lebih dari 3 kali) dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
9. Pemberian enema tinggi, pasien diminta intuk membalikkan badannya dari posisi
lateral kiri ke dorsal recumbent kemudian ke posisi lateral kanan. Perubahan
posisi memastikan bahwa cairan cairan mencapai usus besar.

C. MEMBERIKAN GLYSERIN SPUIT

Pengertian :
Memasukkan cairan glyserin ke dalam rektum dengan menggunakan spuit
glyserin

Tujuan :
1. Merangsang BAB dengan merangsang peristaltik usus
2. Mengosongkan usus yang digunakan sebelum tindakan pembedahan

Persiapan alat / bahan :


1. Spuit gliserin
2. Gliserin dalam tempatnya direndam air panas / paket minyak enema retensi
3. Bengkok
4. Selimut mandi
5. Pengalas / perlak
6. Sampiran / tirai
7. Sarung tangan
8. Baskom berisi air + sabun, waslap, dan handuk
9. Bedpan atau commode atau pispot atau akses ke toilet
10. Tisu / toilet paper

Prosedur

NO LANGKAH-LANGKAH RASIONALISASI
1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan
meningkatkan kerjasama selama prosedur
untuk meminimalkan risiko cedera
2. Tutup ruangan atau pasang sampiran / Memberikan privasi pasien

20
tirai
3. Pasang selimut mandi dan buka pakaian Mengurangi rasa malu pasien
bawah. Biarkan hanya areal anal yang
terpajan
4. Letakkan perlak / pengalas di bawah Mencegah membasahi linen tempat tidur
panggul dan bokong pasien dan siapkan
bengkok di dekat pasien
5. Bantu pasien pada posisi SIMS kiri Memungkinkan cairan glyserin mengalir
(dewasa) atau dorsal recumbent (anak) ke bawah dengan gravitasi sepanjang
lengkung natural kolon sigmoid dan
rektum sehingga memperbaiki retensi
cairan/larutan.
6. Letakkan bedpan/pispot dekat tempat Agar mudah diambil bila pasien tidak
tidur mampu menahan enema
7. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan Mengurangi transmisi mikroorganisme
(infeksi)
8. Spuit diisi gliserin 10 – 20 CC / buka
paket minyak enema retensi

9. Beri pelumas pada ujung kanul spuit Mencegah risiko iritasi atau trauma
glyserin mukosa rektal
11. Masukkan ujung kanul rektal perlahan Insersi hati hati mencegah trauma pada
dengan mengarahkan ke umbilikus mukosa rektal akibat penusukkan kanul
secara tidak sengaja pada dinding.

12. Masukan gliserin / paket minyak enema Menghembuskan nafas meningkatkan


retensi perlahan ke dalam anus dengan relaksasi sfingter anus eksternal
cara tangan kiri meregangkan daerah
anus, tangan kanan memasukkan
gliserin / paket minyak enema retensi
sampai semua larutan masuk ke dalam
anus pasien dianjurkan nafas dalam

13. Setelah selesai, anjurkan pasien tetap Makin ditahan akan lebih efektif
pada posisi miring dan menahan perangsangan peristaltik dan defekasi
keinginan defekasi selama 20 menit

14. Bila pasien tidak bisa menahan, bantu Posisi jongkok normal meningkatkan
pasien ke kamar mandi bila tidak ada defekasi
kontra indikasi atau membantu posisi di
atas bedpan/pispot/commode
15. Bantu pasien untuk membersihkan Isi feses dapat mengiritasi kulit.
daerah anal dengan menggunakan waslap Kebersihan meningkatkan kenyamanan
berisi sabun dan air hangat (gunakan pasien
sarung tangan)

21
16. Observasi karakter feses dan larutan Bila enema diprogramkan sampai jernih,
yang diikeluarkan (ingatkan pasien sangatlah penting untuk memantau isi
jangan menyiram toilet sebelum perawat larutan yang dikeluarkan. Menentukan
menginspeksi) apakah feses dikeluarkan atau larutan
ditahan
17. Bereskan alat-alat, lepaskan sarung Mencegah transmisi mikroorganisme
tangan dengan posisi terbalik dan buang (infeksi)
ke dalam bengkok yang telah disiapkan
18. Dokumentasikan informasi yang Pencatatan segera untuk meningkatkan
berhubungan dengan enema, seperti keakuratan dokumentasi
volume glyserin yang diberikan, dan
warna, jumlah, bau, isi serta konsistensi
feses yang dikeluarkan

D. MELATIH BOWEL TRAINING

Pengertian :

Tujuan :
1. Melatih pasien untuk mendapatkan defekasi normal, terutama pasien yang masih
memiliki kontrol neuromuskuler
2. Pasien mendapatkan kontrol reflex defekasi dengan melakukan defekasi pada
waktu yang sama setiap hari

Persiapan alat / bahan :


1. Supositoria katartik (misal : dulcolax) atau oral
2. Minuman panas (teh) atau juice buah (prune) atau cairan lain yang secara normal
merangsang peristaltik usus

PROSEDUR KERJA :
1. Beri pelunak feses (oral / supositoria) setiap hari atau sekurang-kurangnya
setengah jam sebelum waktu defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus
bebas dari feses sehingga supositoria menyentuh mukosa usus)
2. Menawarkan minuman panas (teh) atau juice buah (prune) atau cairan lain yang
secara normal merangsang peristaltik usus sebelum waktu defekasi
3. Membantu pasien ke toilet pada waktu yang telah disepakati dengan pasien
4. Klien dianjurkan duduk di atas kloset
5. Anjurkan pasien menegakkan badan pada pinggul, untuk memberikan tekanan
manual dan mengedan kedua tangan pasien menekan pada abdomen (jangan
mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon)

CATATAN :
1. Jangan mengkritik atau membuat frustasi pasien bila gagal defekasi
2. Pertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik pasien

22
E. MELAKUKAN EVAKUASI FESES (MENGELUARKAN FESES DENGAN
JARI)

Pengertian
Tindakan memasukkan jari perawat ke dalam rektum pasien untuk mengambil /
menghancurkan massa feses dan mengeluarkannya dalam bentuk yang hancur.

Tujuan :
1. Mengeluarkan massa feses terlalu besar / keras bila pemberian huknah /
enema tidak berhasil
2. Memberikan kenyamanan pada pasien

Persiapan alat dan bahan


1. Sarung tangan sekali pakai
2. Pelumas larut dalam air / jelly
3. Perlak
4. Selimut mandi
5. Baskom + air, waslap, sabun dan handuk
6. Bedpan / pispot

Prosedur

NO LANGKAH - LANGKAH RASIONALISASI

1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan


meningkatkan kerjasama selama
prosedur. Dan untuk meminimalkan
risiko.
2. Tutup ruangan atau pasang tirai Menjaga privasi pasien
3. Ukur frekuensi nadi pasien Membantu sebagai data dasar untuk
menentukan perubahan selama prosedur
4. Pasang selimut mandi dan buka pakaian Mengurangi rasa malu pasien
bawah, biarkan area anal yang terpajan
5. Letakkan perlak di bawah bokong Mencegah membasahi linen tempat
pasien tidur
6. Beri pasien posisi miring dengan lutut Memudahkan akses pada rektum
fleksi (SIMS)
7. Letakkan bedpan atau pispot di samping Untuk wadah feses
pasien
8. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
9. Beri pelumas jari telunjuk perawat yang Memungkinkan insersi lembut jari ke
sudah memakai sarung tangan dalam rektum. Mencegah iritasi atau
trauma pada mukosa rektal
10. Masukkan jari perawat ke dalam rektum Memungkinkan perawat mencapai
pasien dan dorong dengan perlahan impaksi feses tinggi dalam rektum

23
sepanjang didnding rektal ke arah
umbilikus
11. Secara perlahan lunakkan massa feses Melunakkan massa feses
dengan memasase daerah sekitarnya. memungkinkan perawat untuk
Arahkan jari ke dalam inti yang menembus massa tersebut dengan
mengeras sedikit ketidaknyamanan pada pasien
12. Korek feses ke bawah ke arah anus. Mencegah keinginan untuk mendorong
Keluarkan sebagian kecil feses setiap jari ke dalam rektum dan
kali. meminimalkan trauma pada mukosa
13. Secara periodik kaji nadi pasien dan Perangsangan vagal melambatkan
lihat tanda keletihan. Hentikan prosedur frekuensi jantung. Prosedur dapat
bila frekuensi nadi menurun atau melelahkan pasien
iramanya berubah
14. Teruskan membersihkan rektum dari Istirahat memberikan toleransi pasien
feses dan berikan interval istirahat untuk terhadap prosedur
pasien
15. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan Meningkatkan rasa nyaman dan
area anal kebersihan pasien
16. Bereskan alat-alat dan lepaskan sarung Mencegah transmisi mikroorganisme
tangan dengan cara membaliknya
17. Bantu pasien ke toilet atau Disimpaksi (pengeluaran feses) dapat
menggunakan bedpan / pispot bersih merangsang refleks defekasi
atau commode
18. Cuci tangan dan catat / dokumentasikan Pencatatan cepat memperbaiki
hasil disimpaksi (gambarkan keakuratan dokumentasi
karakteristik feses)

CATATAN :

1. Jangan terlalu memanipulasi rektal karena dapat menyebabkan iritasi pada


mukosa, perdarahan dan perangsangan saraf vagus. Perangsangan vagus dapat
menyebabkan perlambatan frekuensi jantung dan bahaya disritmia pada beberapa
pasien.
2. Penyuluhan, pada pasien diajarkan cara mencegah impaksi feses.
3. Pada anak-anak bila harus dilakukan, didahului dengan penjelasan yang hati-hati
pada orang tua dan anak-anak.

4. Pada lansia, tingginya presentasi lansia yang mempunyai penyakit kardiovaskuler


kronik, sehingga risiko disritmiua lebih tinggi (penggunaan laksatif dan atau
enema).
5. Tindakan ini dilakukan pada pasien yang mengalami impaksi, massa feses
mungkin terlalu besar untuk dikeluarkan secara volunter bila pemberian enema
tidak berhasil.

F. SOP PERAWATAN KOLOSTOMI

24
Pengertian
Perawatan kolostomi adalah sebuah tindakan keperawatan dalam hal membersihkan
stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi secara berkala
sesuai kebutuhan.
Tujuan
1. Menjaga kebersihan pasien sendiri.
2. Mencegah terjadinya infeksi.
3. Mencegah terjadinya iritasi kulit sekitar stoma.
4. Mempertahankan akan kenyamanan pasien dan lingkungannya

Persiapan alat

1. Kolostomi bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi
empat.
2. Kapas sublimat atau NaCl.
3. Kapas kering atau tissue.
4. 1 pasang sarung tangan bersih.
5. Kantong untuk balutan kotor.
6. Baju ruangan / celemek.
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi.
8. Zink salep.
9. Perlak dan alasnya.
10. Plester dan gunting.
11. Bila perlu obat desinfektan.
12. Bengkok.
13. 1 Set alat ganti balutan.

Persiapan pasien sebelum dilaksanakannya perawatan kolostomi ini adalah


dengan :
1. Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan dari perawatan
kolostomi.
2. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
3. Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien serta privacy dengan
(menutup gorden jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur),
mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar. Bila pasien akan pulang dan
diperlukan untuk belajar perawatan kolostomi maka keluarga dipersilakan untuk
berada di sisi pasien untuk dapat belajar bagaimana merawat kolostomi bila di
rumah.

Prosedur kerja
NO LANGKAH-LANGKAH RASIONALISASI
1. Cuci tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
2. Gunakan sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
3. Letakkan perlak dan alasnya di bagian Mencegah membasahi linen tempat tidur
kanan atau kiri pasien sesuai letak
stoma

25
4. Letakkan bengkok di atas perlak dan Mencegah membasahi linen tempat tidur
didekatkan ke tubuh pasien.
5. Observasi produk stoma (warna, Memonitor kondisi stoma
konsistensi, bau. jumlah, dll).
6. Buka kantong kolostomi secara hati- Mencegah transmisi mikroorganisme
hati dengan menggunakan pinset dan
tangan kiri menekan kulit pasien.
7. Letakan kolostomi bag kotor dalam Mencegah transmisi mikroorganisme
bengkok.
8. Lakukan observasi terhadap kulit dan Memonitor terjadinya infeksi
stoma.
9.. Cuci tangan dan pakai sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
10 Bersihkan kolostomi dan kulit Mencegah transmisi mikroorganisme
disekitar kolostomi dengan kapas
sublimat / kapas basah (air hangat) /
NaCl.
11. Keringkan kulit sekitar kolostomi Mencegah infeksi
dengan sangat hati-hati menggunakan
kasa steril.
12. Berikan zink salep (tipis-tipis) jika Mencegah infeksi
terdapat iritasi pada kulit sekitar
stoma.
13. Sesuaikan lubang kolostomi dengan Agar feses tidak keluar dari kantong
stoma kolostomi.
14. Tempelkan kantong kolostomi dengan Agar feses tidak keluar dari kantong
posisi vertikal./.horizontal / miring
sesuai kebutuhan pasien
15. Masukkan stoma melalui lubang Agar feses tertampung dalam kolostomi
kantong kolostomi bag
16. Rekatkan / memasang kolostomi bag Supaya kolostomi bag tidak mudah
dengan tepat tanpa udara didalamnya terlepas
17. Rapikan klien dan lingkungannya Mencegah transmisi mikroorganisme
18. Bereskan alat-alat dan membuang Mencegah transmisi mikroorganisme
kotoran
19. Lepaskan sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
20. Cuci tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
21. Dokumentasikan hasil perawatan Pencatatan segera untuk meningkatkan
kolostomi : keakuratan dokumentasi
a. Catat tindakan yang dilakukan
dan hasil serta respon pasien
pada lembar catatan pasien
b. Catat tgl dan jam melakukan
tindakan dan nama perawat
yang melakukan dan tanda
tangan/paraf pada lembar
catatan pasien

26
DAFTAR BACAAN

1. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar : Fundamental Keperawatan


(Konsep,Proses,dan praktik), Vol 2, Edisi 4. Penerbit : EGC.

2. Potter & Perry. 2000. Buku Saku : Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Edisi 3.
Penerbit EGC.

3. A.Azis Alimul Hidayat dan Musrifatul Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum:
Kebutuhan Dasar Manusia. Penerbit : EGC.

4. Barbara R.H. & Esther C. 2003. Asisten Keperawatan (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Edisi 6. Penerbit : EGC.

5. Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Edisi 3. Penerbit : Salemba Medika.

6. Ruth F.C. & Constance J.H. Fundamental of Nursing Human Health and
Function.. Penerbit : JB Lippincott Company Philadelphia.

7. Barbara Kozier. 1995. Fundamental of Nursing, Concept and Process. INC


California : Addison Wesley, Publishing Company.

8. Lynda Jual C. 2001. Diagnosa Keperawatan . Edisi 8. Penerbit : EGC

9.R.Sujono dan H.Harmoko. 2012. Standard Operating Prosedure dalam Praktik


Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

27

Anda mungkin juga menyukai