Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH ASAS ASAS MUAMALAH

DOSEN PENGAMPUH :

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10

ELLI SAFITRI (11822054)

SITI ROHMAH (11822050)

ISMAWATI (11822064)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH EKONOMI ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONTIANAK
2018
pendapat yang paling pokok dalam madzab terletak pada penafsiran teks-teks. Di satu
titik ekstrim, tedapat kaum bathiniyah, yang menganggap bahwa dalam banyak kasus,
ma lengkap beliau, Daud bin Ali bin Khalaf al-Ashbahani. Lahir di Kufah antara
tahun 200, 201 dan 202 H[1]. Merantau ke Naisabur dan besar di Baghdad.
Mulanya ia bermazhab Syafi’i dan termasuk orang yang begitu mencitai sang Imam
sehingga menulis dua buku mengenai keutamaan dan sanjungan kepada Imam
Syafi’i.[2] Namun tidak lama menganut mazhab ini, ia keluar dan berkata”
Sesungguhnya sumber-sumber Syariah (hukum Islam) adalah nash-nashnya saja”. Ia
menolak dan tidak mengikuti qias.Ketika ditanya, “bagaimana Anda
membatalkan qias padahal Syafi’i menganutnya?” Ia menjawab, “saya mengikuti
argumentasi Syafi’i dalam membatalkan istihsan, maka saya juga menemukan
adanya pembatalan pada qias”.[3]
Perpindahan Daud az-Zahiri dari mazhab Syafi’I ke Zahiri ada kaitannya dengan
pengaruh metodologi fikih syafi’I serta maraknya periwayatan Sunnah pada masa itu,
sehingga ia cenderung merujuk kepada nash semata.[4] Para ulama sepakat
bahwaDaud bin Khalaf orang yang pertama sekali berpendapat dan menggunakan
metodeZhahiri. Dalam bahasa Khatib al-Baghdadi, “orang yang pertama sekali
menggunakan pemahaman luar (zhahir) dan menafikan qias dalam menghasilkan
hukum-hukum Islam, ta’wil dan ra’y.[5]
Daud az-Zhahiri termasuk dalam tingkatan imam mujtahid. Keluasan ilmu dan
pengaruhnya di masyarakat dapat dilihat dari banyaknya yang hadir di majlis tempat
ia mengajar. Dikatakan, setiap harinya ada empat ratus orang yang hadir di majlis
Imam Daud. Imam Daud seorang mujtahid, muhaddits, hafiz, zahid dan wara’.
Diantara guru beliau adalah Ishaq bin Rahawaih dan Abu Tsaurin. Beliau dikenal
sebagai tokoh yang tidak terikat pada pendapat jumhur atau mayoritas ulama. Ia
sering menggunakan majlis studi sebagai ajang argumentasi dan mengajak untuk
berfikir berdasarkan orientasi Alquran dan Sunnah semata.
Beliau banyak mengarang kitab bercorak zhahiri untuk mendukung pendapat-
pendapatnya. Karya-karya tersebut kemudian dilestarikan oleh putranya, Abu Bakar
Muhammad bin Daud yang memimpin mazhab sepeninggal ayahnya. Imam Daud
seorang muhaddis, karya-karyanya penuh dengan hadis, sehingga hadis merupakan
fikihnya. Beliau wafat pada bulan Zulqa’dah atau bulan Ramadhan tahun 270 H.[6]
Madzhab beliau ini dikenal dengan nama madzhab Dhahiri, karena beliau
berpegang kepada dhahir Al Qur’an dan As Sunnah, tidak menerima adanya ijma’
terkecuali ijma’ yang di akui oleh semua ulama. Madzhab ini diikuti oleh banyak ulama.
Diantara ialah anaknya sendiri Muhammad ibn Daud, Wafat tahun 297 H dan
Mukhallis yang wafat dalam tahun 324 H.[7]

B. Metode Istinbath mazhab Zhahiriyah


Beliau berpendapat, bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh ahlur ra'yu dalam
memandang qiyas sebagai dasar hukum, adalah berguna di waktu tidak ada sesuatu
nash dari kitabullah atau sunnah rasul dan beliau berpendapat, bahwa apabila kita
tidak memperoleh nash dari al-qur'an dan sunnah, maka hendaklah kita
memusyawarahkan hal itu dengan para ulama, bukan kita berpegang kepada ijtihad
sendiri.
Madzhab beliau ini di kenal dengan nama madzhab ad-dzahiri, karena beliau
berpegang kepada dzhahir al-qur'an dan assunnah, tidak menerima ada ijma' kecuali
ijma' yang diakui oleh semua ulama. Walaupun madzhab ini pada dasarnya
berpegang pada dzahir nash, tetapi kita dapat menjumpai beberapa teori barat,
karena dalam madzhab inilah kita jumpai pendapat yang menetapkan bahwa istri yang
berharta wajib menafkahi suaminya yang fakir.
1. Al Quran al Karim
Yaitu sumber yang paling pokok dalam syariah, sumber-sumber yang lain pun
merujuk padanya. Adapun kedudukan al Quran adakala sudah dipahami dari konteks
kalimatnya sendiri dan tidak membutuhkan penjelasan dari Hadits, dan adakalanya
pula membutuhkan penjelasan dari Hadits. Seperti penjelasan ayat yang mujmal yang
membutuhkan perincian, semisal ayat tentang salat, puasa, zakat, haji, maka
perinciannya dijelaskan oleh hadits. Dan penjelasan al Quran ini kadangkala jelas bisa
langsung difahami dan adapula yang tidak langsung bisa memahaminya kecuali orang
yang mempunyai ilmu yang memadai terhadap hal tersebut.
2. As Sunnah
Yaitu rujukan kedua yang mendasar dalam syariah. Ibnu Hazm mengartikan
dengan menaati apa yang diperintahkan Rasulullah Saw, sebagaimana firman Allah
Swt:
ٌ ْ‫﴾ إ ْن ه َُو إ اَّل َوح‬٣﴿ ‫َو َما َينط ُق َعن ْال َه َوى‬
﴾٤﴿ ‫ي يُو َحى‬
Artinya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Ibnu Hazm mengkategorikan nash hanya dari al Quran dan Hadits sebagai
sumber hukum pokok, juga mensejajarkan kedudukan al Quran dengan Hadits. Beliau
berkata:”perintah Allah dan Rasulnya semuanya fardhu, dan semua larangan Allah
dan Rasulnya hukumnya haram. Seseorang tidak pantas berkomentar persolaan ini
sunnah atau makruh, keculi dengan nash yang shahih yang menerangkan hal tersebut
atau ijma”.
Ibnu Hazm juga menggunakan Hadits Mutawatir maupun Hadits Ahad. Adapun
kedudukan Hadists Mutawatir kita mengetahui bersama bahwa hal itu adalah hujjah
secara ijma’. Ibnu Hazm juga berpendapat bahwa wajibnya menerima Hadits Ahad
walaupun hal itu menyangkut masalah aqidah. Pendapat Ibnu Hazm ini besebarang
dengan pendapat mayoritas ulama dari segi pengambilan Hadits ahad sebagai hujjah,
mereka menolak pemakaian Hadits ahad dalam masalah yang berkaitan dengan
aqidah.
Namun Ibnu Hazm memandang setiap apa yang diriwayatkan oeh Rasulullah baik
perbuatan maupun perkataan maka itu adalah hujjah baik sebagai mutawatir atau
ahad dalam masalah ibadah atau aqidah hal itu adalah hujjah.
3. Ijma
Ijma, yang dimaksudkan Ibnu Hazm di sini yaitu terkhusus ijma’ para sahabat.
Karena mereka menyaksikan langsung turunnya wahyu. Ibnu Hazm juga mempunyai
pendapat yang berbeda dengan pendapat mayoritas Ulama, yaitu tidak ada
perbedaan pendapat dalam dalam ijma. Sebaaimana terdahulu beliau tidak
mengkategorikan ijma’ secara umum yang meliputi ijma’ para Ulama melainkan hanya
terkhusus ijma’ para sahabat saja yang hidup di awal Islam bersama Nabi.
Para mujtahid telah sepakat dari semua mazhab bahwa tidak ada ikhtilaf dalam
mengambil perkataan sahabat yang tidak ada lapangan pemikiran dan ijtihad di
dalamnya, karena kedudukannya merupakan khabar taukifi dari pembawa risalah.
Begitu juga tidak ada perbedaan pendapat apa yang telah disepakati oleh para
sahabat secara jelas, atau terhadap apa yang kita ketahui meskipun secara tidak
shahih tapi mereka tidak berselisih pendapat di dalamnya.
4. Dalil.
Sumber hukum keempat yang dijadikan istimbat hukum oleh Ibnu Hazm az
Zhahiri yaitu: “Dalil”. Beliau memaksudkan dalil di sini adalah setiap perkara yang
diambil dari ijma’ atau nash yang dapat dipahami maknanya secara langsung dari
lafaznya dan bukan membawa keduanya kepada makna lain karena adanya illat. Hal
ini berbeda dengan qiyas yang tidak disetujuinya. Karena qiyas mengelurkan illat dan
nash kemudian memberikan hukum asal yang sama kepada setiap perkara yang
masuk di dalamnya (baca illat).
Adapun dalil yang dipakai Ibnu Hazm, yaitu apa yang bersandar kepada nash
itu sendiri dan tidak mengeluarkannya kepada proses qiyas. Kalau kita
memperhatikan dngan seksama kita dapatr mengatakan bahwa dalil yang
dipergunakan oleh Ibnu Hazm az Zhahiri sebagai sumber hukum keempat ini, tidak
ada bedanya dengan sumber hukum ketiga sebelumnya, hanya saja penyebutan dalil
ini merupakan ringkasan dari sumber hukum ketiga sebelumnya.[8]

C. Pengertian Aliran Khawarij


Harun Nasution menyebutkan bahwa nama Khawarij berasal dari
kata Kharajayang berarti keluar. Nama itu sendiri diberikan kepada mereka
karena mereka keluar dari barisan Ali.[9] Tetapi ada pendapat lain mengatakan
pemberian nama itu didasarkan atas ayat Al-Qur’an surat an-Nisa’: 100 menyebutkan:
ُ‫سوله ث ُ ام يُدْر ْكه‬ ‫سعَةً ۚ َو َم ْن يَ ْخ ُر ْج م ْن بَيْته ُم َهاج ًرا إلَى ا‬
ُ ‫َّللا َو َر‬ ً ‫َّللا يَج ْد في ْاْل َ ْرض ُم َرا َغ ًما كَث‬
َ ‫يرا َو‬ ‫سبيل ا‬ َ ‫َو َم ْن يُ َهاج ْر في‬
‫ْال َم ْوتُ فَقَ ْد‬
‫ورا َرحي ًما‬ ً ُ‫َّللاُ َغف‬ ‫َوقَ َع أَجْ ُرهُ َعلَى ا‬
‫َّللا ۗ َو َكانَ ا‬
Artinya : “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisaa’: 100).
Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang
meninggalkan rumah dan kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah
dan Rasul-Nya. Kaum khawarij kadang-kadang juga menamakan golongan mereka
kaum Syurah, artinya kaum yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridhoan
Allah. Sebagaimana tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 207:
‫وف ب ْالع َباد‬
ٌ ‫َّللاُ َر ُء‬
‫َّللا ۗ َو ا‬
‫ضات ا‬ َ ‫سهُ ابْتغَا َء َم ْر‬َ ‫َومنَ النااس َم ْن يَ ْشري نَ ْف‬
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-
Baqarah: 207).
Dan, mereka juga sering disebut Haruriyah dari kata Harura yaitu nama desa yang
terletak di dekat Kufa di Irak. Di tempat inilah mereka berkumpul setelah memisahkan
diri dari Ali berjumlah dua belas ribu orang dengan memilih Abdullah Ibn wahab al-
Rasid menjadi imam sebagai ganti dari Ali Ibn Abi Thalib.[10]

D. Tokoh-tokoh Aliran Khawarij


Abdullah bin Wahab al-Rasyidi (Pimpinan Khawarij pertama), Urwah bin
Hudair, Mustarid bin Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi' bin al-
Azraq, 'Abdullah bin Basyir.
Berdasarkan catatan sejarah, gerakan kelompok khawarij ini terpecah menjadi
dua cabang besar yaitu :
1. Kelompok Khawarij yang bermarkas di wilayah Bathaih, yaitu kelompok yang
mengusai dan mengawasi kaum khawarij yang berada di Persia dan disekeliling Irak.
Cabang ini dipimpin oleh Nafi’ bin azraq dan Qatar bin Faja’ah.
2. Kelompok Khawarij yang bermarkas di Arab Daratan, yaitu kelompok yang mengusai
dan mengawasi kaum khawarij yang berada di Yaman, Hadhramaut dan Thaif,
Cabang ini dipimpin oleh Abu Thaluf, Najdah bin ‘Ami dan Abu Fudaika.
Dari dua kelompok besar , kelompok khawarij terbagi dalam Sekte-sekte dan
ajaran pokok Khawarij.Terpecahnya Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali
dan mempercepat kehancurannya dan sehingga Aliran ini hanya tinggal dalam
catatan sejarah. Sekte-Sekte tersebut antara lain adalah :
1. Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan Al-
Muhakkimah. Bagi mereka Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr Ibn Al-As dan Abu
Musa Al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi
kafir.
2. Al-Azariqah
Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan
Al-Muhakkimah hancur adalah golongan Al-Azariqah. Daerah kekuasaan mereka
terletak diperbatasan Irak dengan Iran. Nama ini diambil dari Nafi’ Ibn Al-
Azraq.Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka
beri gelar Amir Al-Mu’minin. Nafi’ meninggal dalam pertempuran di Irak pada tahun
686 M. mereka menyetujui paham bersalah itu dan menjadi musyrik
3. Al-Nadjat
Najdah bin Ibn ‘Amir Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya pada
mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam
golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut
Nafi’ Ibn Al-Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi, tidak
menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah kedalam lingkungan
Al-Azariqah adalah musyrik.
Akan tetapi mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan
kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka.
Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, benar akan mendapatkan siksaan,
tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga.
4. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahrastani
merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi. Menurut paham mereka berhijrah
bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq dan Najdah,
tetapi hanya merupakan kebajikan. Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah
kekuasaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir. Harta boleh dijadikan
rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati.
5. Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn Al-Asfar. Dalam paham mereka dekat sama
dengan golongan Al-Azariqah.
6. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh golongan Khawarij.
Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M. memisahkan diri
dari golongan Al-Azariqah.

E. Pemikiran Aliran Khawarij


Secara umum hasil pemikiran dari kelompok Khawarij adalah:
1. . Persoalan Khalifah
a. Kelompok khawarij mengakui khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar dan separo zaman
dari khalifah Ustman bin Affan . Pengangkaatan ketiga khlalifah tersebut sah sebab
telah dilaksanakan dengan Syura yaitu musyawarah ahlul halli wal aqdi. Akan tetapi
diakhir masa kekhakifahan Usman bin Affan tidak diakui oleh mereka, karena khalifah
telah melakukan penyelewengan dalam menetapkan pejabat-pejabat negara.
b. Khalifah Ali bin Abi Thalib, awalnya pengangkatan sebagai khalifah diakui oleh
kelompok khawarij, namun kemudian khalifah melakukan dosa besar dengan
menerima tahkim, maka mereka pun tidak mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah dan menghukumnya kafir
c. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
d. Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak
menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
e. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
2. . Persoalan Fatwa Kafir
a. Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir,karena itu halal darahnya, halal
hartanya, halal anak istrinya dan kampung halamnya adalah Darul Harb.
b. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan
zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim termasuk yang menerima
dan mambenarkannya di hukum kafir.
3. . Persoalan Iman dan Ibadah
Kaum khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan “iman itu bukanlah
pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadat menjadi rukun
iman pula” Barang siapa yang tidak mengerjakan sembahyang, puasa, zakat dan lain-
lain, maka orang tersebut telah menjadi kafir.
4. Persoalan Dosa
Bagi kaum khawarij semua dosa adalah besar, jadi mereka tidak mengenal
perbedaan antara dosa besar dan dosa kecil. “sekalian pendurhakaan pada Tuhan
(dosa) besar”[11]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendiri mazhab Zhahiriyah adalah Daud az-Zhahiri. Nama lengkap beliau, Daud
bin Ali bin Khalaf al-Ashbahani. Lahir di Kufah antara tahun 200, 201 dan 202 H. Beliau
berpendapat, bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh ahlur ra'yu dalam
memandang qiyas sebagai dasar hukum, adalah berguna di waktu tidak ada sesuatu
nash dari kitabullah atau sunnah rasul dan beliau berpendapat, bahwa apabila kita
tidak memperoleh nash dari al-qur'an dan sunnah, maka hendaklah kita
memusyawarahkan hal itu dengan para ulama, bukan kita berpegang kepada ijtihad
sendiri.
Khawarij berasal dari kata Kharaja yang berarti keluar. Nama itu sendiri diberikan
kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Para tokoh khawarij
diantaranya : Urwah bin Hudair, Mustarid bin Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin
Maruah, Nafi' bin al-Azraq, 'Abdullah bin Basyir. Menurut aliran khawarij Orang Islam
yang melakukan Dosa besar adalah kafir, karena itu halal darahnya, halal hartanya,
halal anak istrinya dan kampung halamnya adalah Darul Harb, dan Orang-orang yang
terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan Ali bin
abi tahAlib) dan para pelaku tahkim termasuk yang menerima dan mambenarkannya
di hukumi kafir.
B. Saran
Semoga dengan makalah ini kita sebagai calon pendidik nantinya dapat
mengambil inti sari dari pembahasan diatas, agar kita dapat mengetahui mazhab
zhahiriyah, dengan metode istinbathnya dan juga aliran khawarij, tokoh-tokoh
khawarij, beserta pemikirannya.

Anda mungkin juga menyukai