Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi yang berasal dari alam ataupun

buatan yang pada dosis tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan hidup

yang bisa menyebabkan cedera atau kematian. Racun dapat memasuki jaringan hidup

melalui beberapa cara yaitu termakan, terhirup, disuntikkan, dan terserap melalui

kulit (Merriam-Webster, 2014). Tahun 2013, menurut National Capital Poison

Center (Amerika Serikat) data yang berasal dari 54.534 kejadian, keracunan sebagian

besar 77% terjadi karena ketidaksengajaan yang biasanya berasal dari efek samping

oleh pengobatan, pemakaian obat-obatan yang ketergantungan, dan percobaan bunuh

diri. Paparan racun 75% dari angka kejadian terjadi pada orang-orang yang memakan

obat atau menghirup racun, dan 44% dari jumlah kejadian melibatkan anak-anak yang

berusia kurang dari 6 tahun.

Menurut BPOM pada tahun 2013, di Indonesia terjadi kasus keracunan

nasional yang disebabkan oleh beberapa macam penyebab yaitu binatang, tumbuhan,

obat tradisional, komestika, pestisida, kimia, NAPZA, obat, pencemar lingkungan,

makanan, produk suplemen, minuman, dan campuran. Dimana penyebab terseringnya

ialah keracunan yang disebabkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi oleh masyarakat

luas. Pada tahun 2008 terjadi 36,500 angka kematian akibat keracunan di Amerika

Serikat angka ini meningkat lebih dari enam kali lipat bila di bandingkan tahun 1980
dimana hanya terjadi 6,100 kasus kematian akibat keracunan. Dimana 9 dari 10 kasus

kematian akibat keracunan tersebut disebabkan oleh obat-obatan. (Warner, et al.,

2008)

Pada negara berkembang angka kematian yang disebabkan oleh keracunan

tetap tinggi dikarenakan beberapa faktor, yaitu kurangnya regulasi terhadap peredaran

obat-obatan dan bahan kimia yang beredar di pasaran, kurangnya pengawasan dan

kontrol terhadap peredaran bahan-bahan beracun, kurangnya penegakan hukum yang

ada, dan akses yang mudah untuk mendapatkan obatobatan dan bahan kimia yang

berpotensi menyebabkan mortalitas dan morbiditas.(Khodabandeh F et al, 2012) Dari

penjelasan diatas terlihat bahwa kasus keracunan didunia mengalami peningkatan dari

tahun ketahun namum studi epidemiologi untuk kasus keracunan ini sangat jarang

dilakukan khususnya di Yogyakarta, oleh sebab itu saya ingin mengetahui seberapa

banyak kasus keracunan dan penyebab tersering yang mengakibatkan kematian di

RSUP dr. Sardjito dari tahun 1993 sampai tahun 2013.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Penulis mampu memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan keracunan obat secara baik dan benar.

1.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa Memahami dan menyusun asuhan keperawatan pada pasien

yang mengalami Keracunan Obat Parasetamol (asetaminofen)


2. Tujuan Khusus

1) Untuk memahami Definisi dari Keracunan Obat

2) Untuk memahami Etiologi dari Keracunan Obat Parasetamol

(asetaminofen)

3) Untuk memahami Manifestasi klinis dari Keracunan Obat Parasetamol

(asetaminofen)

4) Untuk memahami Patofisiologi dari Keracunan Obat Parasetamol

(asetaminofen)

5) Untuk memahami WOC dari Keracunan Obat Parasetamol

(asetaminofen)

6) Untuk memahami Pemeriksaan Penunjang dari Keracunan Obat

Parasetamol (asetaminofen)

7) Untuk memahami Penatalaksanaan dari Keracunan Obat Parasetamol

(asetaminofen)

8) Untuk memahami komplikasi dari Keracunan Obat Parasetamol

(asetaminofen)

9) Untuk memahami Asuhan Keperawatan dari Keracunan Obat

Paracetamol (asetaminofen)

1.3 Manfaat

1. Mampu memahami konsep dan askep pada klien dengan Keracunan Obat

Parasetamol (asetaminofen)
2. Mengetahui askep yang benar sehingga menjadi bekal untuk praktik di rumah

sakit.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Obat dapat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk

mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan

suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau

melumpuhkan otot rangka selama pembedahan (Gunawan, 2007). Obat adalah

suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk di gunakan dalam

menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,

menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah

atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau

bagian tubuh manusia (Anief, 1991). Meskipun obat dapat menyembuhkan

penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan

obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat

dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat

apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan

waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau

dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila

dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991).

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia

dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang

menggunakannya. Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh

racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu
organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat

tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada

tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang

tidak diinginkan dalam jangka panjang.

Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik

dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem

Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara

baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun

kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau

yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002).

Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual

secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot

sementara, sakit menjelang menstruasi, dan diindikasikan juga untuk demam.

Obat ini menjadi pilihan analgesik yang relatif aman bila dikonsumsi dengan

benar sesuai petunjuk penggunaan. Parasetamol boleh dikonsumsi tidak lebih

dari 5 hari untuk anakanak, dan 10 hari untuk dewasa dengan dosis seperti

dibawah ini:
Dosis ini boleh diulang tiap 4 – 6 jam bila diperlukan (maksimum

sebanyak 4 dosis dalam 24 jam)Karena parasetamol merupakan obat bebas

yang digunakan secara luas oleh masyarakat, maka kemungkinan terjadinya

kesalahan dalam penggunaan yang dapat menyebabkan keracunan

parasetamol cukup besar,

2.2 Etiologi

Parasetamol yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan

mencapai kadar serum puncak dalam waktu 30 – 120 menit. Adanya makanan

dalam lambung akan sedikit memperlambat penyerapan sediaan parasetamol

lepas lambat. Parasetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh

jaringan tubuh. Lebih kurang 25% parasetamol dalam darah terikat pada

protein plasma. Waktu paruh parasetamol adalah antara 1,25 – 3 jam.

Penderita kerusakan hati dan konsumsi parasetamol dengan dosis toksik dapat

memperpanjang waktu paruh zat ini. Parasetamol diekskresikan melalui urine

sebagai metabolitnya, yaitu asetaminofen glukoronid, asetaminofen sulfat,

merkaptat dan bentuk yang tidak berubah.

Penyakit overdosis acetaminophen terutama kerusakan hati.

Acetaminophen terutama dimetabolisme oleh hati. Terlalu banyak

acetaminophen dapat membanjiri hati. Pada hati yang sudah rusak karena

infeksi, penyalahgunaan alkohol, atau penyakit lainnya, seseorang mungkin

lebih rentan terhadap kerusakan dari overdosis acetaminophen. Untuk alasan


ini, orang dengan penyakit hati kronis atau orang yang mengkonsumsi alkohol

dalam jumlah besar harus berhati-hati saat mengambil acetaminophen dan

harus berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum mengambil

senyawa sasetaminofen.

US Food and Drug Administration (FDA) saat ini merekomendasikan

bahwa siapa pun mengkonsumsi lebih dari tiga minuman beralkohol per hari

seharusnya tidak mengambil acetaminophen atau obat nyeri yang dijual bebas.

Penggunaan jangka panjang dari acetaminophen dalam dosis yang dianjurkan

belum terbukti berbahaya bagi hati, walaupun digabung dengan moderat

(sekitar satu minuman) beralkohol per hari.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala keracunan Acetaminophen terjadi melalui 4 tahapan:

1. Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala

2. Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan

menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal

3. Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut; pemeriksaan

menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi, muncul gejala kegagalan

hati

4. Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal akibat

gagal hati.
Gejalanya lainnya yang mungkin ditemukan:

Gejala mungkin baru timbul 12 jam atau lebih setelah mengkonsumsi.

1. Berkeringat

2. Kejang

3. nyeri atau pembengkakan di daerah lambung dan di perut bagian atas

4. diare

5. nafsu makan berkurang

6. mual dan/atau muntah

7. pingsan.

2.4 Patofisiologi
Parasetamol dalam jumlah 10-15g (20-30 tablet) dapat menyebabkan

kerusakan serius pada hati dan ginjal. Kerusakan fungsi hati juga bisa terjadi

pada peminum alkohol kronik yang mengkonsumsi parasetamol dengan dosis

2g/hari atau bahkan kurang dari itu. Keracunan parasetamol disebabkan

karena akumulasi dari metabolitnya yaitu N-acetyl-p benzoquinoneimin

(NAPQI), yang dapat terjadi karena overdosis, pada pasien malnutrisi, atau

pada peminum alkohol kronik.

Keracunan parasetamol biasanya terbagi dalam 4 fase, yaitu:

Fase 1 :
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh

yang tak nyaman (malaise) dan banyak mengeluarkan keringat.

Fase 2 :

Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi enzim hepatik, waktu

yang dibutuhkan untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama dan

kadang-kadang terjadi penurunan volume urin.

Fase 3 :

Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala

awal) serta terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena

terjadinya penumpukan pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera

(jaundice), hipoglikemia, kelainan pembekuan darah, dan penyakit

degeneratif pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga mungkin terjadi

gagal ginjal dan berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung

(cardiomyopathy)

Fase 4 :

Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang fatal.

Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan

akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi

kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung

pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi
pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila

berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi

bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok

mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan

hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan

hipoksia.
2.5 WOC
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pada keracunan diperoleh melalui analisis laboratorium.

Bahan analisis dapat berasal dari bahan cairan,cairan lambung atau urin.

2.7 Penatalaksanaan

Penanganan Keracunan Acetaminophen

1. Pemberian sirup ipekak untuk merangsang muntah dan

mengosongkan lambung.

2. Di rumah sakit, dimasukkan selang ke dalam lambung melalui hidung

untuk menguras lambung dengan air.

3. Untuk menyerap Acetaminophen yang tersisa, bisa diberikan arang

aktif melalui selang ini.

4. > 4 jam keracunan dilakukan pengambilan sampel darah untuk

menentukan kosentrasi obat dalam plasma, sehingga dapat diberikan

antidot.

5. > 8 jam sejak keracunan, diberikan antidot secara intravena.

6. < 1 jam sejak keracunan, berikan 1 dosis karbon aktif.

Jika seseorang diduga diambil overdosis tetapi tidak memiliki gejala,

dokter mungkin mulai perawatan berikut:

1. Pengosongan lambung: Dalam sedikit kasus di mana seseorang datang ke

rumah sakit beberapa menit setelah minum overdosis, dokter mungkin


mencoba untuk mengosongkan perut. Hal ini dapat dicapai dengan

menginduksi muntah atau dengan menempatkan sebuah tabung besar

melalui mulut seseorang dan masuk ke perut, memasukkan cairan kedalam

perut kemudian memompa keluar (gastric lavage).

2. N-acetylcysteine (NAC): NAC adalah penawar untuk racun

acetaminophen overdosis. Hal ini umumnya diberikan melalui mulut. Obat

memiliki bau busuk, tetapi dapat dicampur dengan jus atau perasa lain

untuk membuat rasanya lebih baik. Jika orang tersebut tidak dapat

mengambil NAC melalui mulut, tabung dapat ditempatkan melalui mulut

dan masuk ke perut untuk membantu administrasinya. Jika pemberian

NAC dengan metode ini tidak mungkin, dokter mungkin memilih untuk

memberikan melalui pembuluh darah (IV). NAC umumnya diberikan

pada 20-72 jam. N-asetilsistein harus diberikan secara hati-hati dengan

memperhatikan kontraindikasi dan riwayat alergi pada korban, terutama

riwayat asthma bronkiale.

3. Arang aktif: Arang aktif dapat diberikan melalui mulut untuk mengikat

obat yang tersisa di saluran pencernaan. Berikan arang aktif dengan dosis

100 gram dalam 200 ml air untuk orang dewasa dan larutan 1 g/kg bb

untuk anak-anak.

4. Bila kadar serum parasetamol di atas garis toksik (lihat nomogram) maka

N-asetilsistein dapat mulai diberikan dengan loading dose 140mg/kg BB

secara oral, lalu dosis berikutnya40 mg/kg BB diberikan setiap 4 jam.

Larutkan asetilsistein ke dalam air, jus atau larutan soda.


5. Bila terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat dilakukan

melalui sonde lambung (nasogastric tube) atau berikan metoklopramid

pada pasien untuk mengatasi kondisi muntah tersebut.

Pengkajian Gawat Darurat :

Pengkajian Kesadaran : AVPU

1. Alert/ Sadar Lingkungan

2. Verbal Menjawab Pertanyaan

3. Pain/ Nyeri

4. Unresponsive/ Tidak Bereaksi

Primary Survey :

A: Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal

B: Breathing dan ventilasi

C: Circulation dengan kontrol perdarahan

D: Disability

E : Exposure control, dengan membuka, pakaian pasien tetapi cegah,

hipotermi.

2.7 Komplikasi

1. Kejang

2. Koma

3. Henti jantung

4. Henti napas

5. Syok
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KERACUNAN OBAT

Kasus :

Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi D’Academy nekat mencoba

bunuh diri dengan cara minum PCT 500 mg (5 tablet) dicampur minuman

bersoda.. Kemudian keluarga membawa Tn. A Ke UGD Rs. Medika

Utama, keluarga pasien mengatakan pasien sempat muntah-muntah kurang

lebih 5 kali kemudian pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pengkajian di

dapatkan TD : 90/70 mmhg , RR 28x/ m, HR : 140x/ m S : 34˚C ,

Penurunan Kesadaran GCS : 3-2-6 akral dingin, kulit tampak pucat CRT

>2 detik, SPO2 82 %

3.1 PENGKAJIAN

A. Identitas Klien :

Nama : Tn.A

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status perkawinan : belum menikah


Pendidikan : S1

Suku/Bangsa : Jawa

Pekerjaan : mahasiswa

B. Riwayat Keperawatan

Keluhan Utama : keluarga pasien mengatakan pasien muntah-muntah

kurang lebih 5 kali

Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. A gagal audisi D’Academy nekat mencoba

bunuh diri dengan cara minum PCT 500 mg (5 tablet) dicampur dengan

minuman bersoda . kemudian pasien dibawa ke UGD RS. Medika Utama Dari

hasil pengkajian di dapatkan TD : 90/70 mmhg , RR 28x/ m, HR : 140x/ m S :

34 C , Penurunan GCS : 3-2-6 akral dingin, kulit tampak pucat CRT >2 detik,

SPO2 82 %.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat DM, HT, dan

gangguan jiwa.

Kesadaran :

A (Alert) : -

V ( Verbal ) : +

P ( Pain) : -

U ( Unrespon) : -
C. Primary Survey

Airway : tidak ada Obstruksi dijalan pernapasan

Breathing : pergerakan dada simetris, frekuensi nafas meningkat, nafas

dangkal dan cepat, klien sulit bernafas, SPO2 82 %.

Circulation : CRT >2 detik , warna kulit pucat,

Disability : kesadaran klien menurun GCS 3-2-6

Exposure : tidak ada jejas

D. Secondary Survey

1. Keadaan Umum : lemah ( GCS 3-2-6)

2. Pemeriksaan Fisik : B1-B6

a) B1 : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan

dangkal, RR 28x/ menit, SPO2 : 82 %

b) B2 : Tekanan darah 80/50 mmhg, klien tampak pucat,akral dingin,

sianosis dan nadi meningkat 140x/ menit , HB : 12 gr/Dl ( Normal Pria

: 14-18 gr/dl)

c) B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS : 3-2-6 (mata

terbuka dengan perintah, respon verbal tidak jelas , bereaksi terhadap

perintah verbal)

d) B4 : Tidak ditemukan kelainan

e) B5 : klien mual dan muntah kurang lebih 5 x

f) B6 : tidak ada fraktur dan jejas


3.2 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : Medula Oblongata Pola Nafas tidak
-
Suplai darah ke
Efektif
DO : otak terganggu

- Hipoksia SPO2 82% Hipoksia

Hipoksemia
- Dispnea
Distress
- RR meningkat 28x/m Pernafasan

- Adanya Penggunaan Otot Bantu RR meningkat


Napas Penggunaan
- pernafasan cepat dan dangkal bantu otot nafas

Takipnea
2. DS : – Perfusi Perifer
Keracunan PCT,
Overdosis Tidak Efektif
DO :
- CRT > 2 detik Penurunan tingkat
kesadaran
- Akral dingin
- Warna Kulit pucat. Metabolisme tubuh
terganggu
- HR : 140x/m
- HB : 12 gr/dL
- Penurunan kesadaran
3. DS : Keluarga klien mengatakan Kekurangan
Nervus Fagus
klien muntah kurang lebih 5x Volume Cairan
DO : Lambung

- Muntah 5x
Meningkatkan
- HR : 140x/m Sekresi asam
- TD : 90/70 lambung

- Lemah Mual, Muntah


- Warna Kulit Pucat
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Pola Napas tidak Efektif berhubungan dengan Dystress Pernapasan.

2. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen

3. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan mual muntah

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI


. HASIL
1. Pola Napas tidak NOC: NIC:
efektif b.d Distress 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien
Pernapasan Ventilation untuk memaksimalkan
Berhubungan dengan : 2. Respiratory status : ventilasi
- Hiperventilasi Airway patency 2. Pasang mayo bila
-Penurunan 3. Vital sign Status perlu
energi/kelelahan Setelah dilakukan tindakan 3. Lakukan fisioterapi
-Perusakan/pelemahan keperawatan selama 1x24 dada jika perlu
muskulo-skeletal jam, pasien menunjukkan 4. Keluarkan sekret
- Kelelahan otot keefektifan pola nafas, dengan batuk atau
pernafasan dibuktikan dengan kriteria Suction
- Hipoventilasi hasil: 5. Auskultasi suara
sindrom 1. Mendemonstrasikan nafas, catat adanya
- Nyeri batuk efektif dan suara suara tambahan
- Kecemasan nafas yang bersih, tidak 6. Berikan
- Disfungsi ada sianosis dan bronkodilator :
Neuromuskuler dyspnea (mampu 7. Berikan pelembab
- Obesitas mengeluarkan sputum, udara Kassa basah
- Injuri tulang mampu bernafas dengan NaCl Lembab
belakang mudah, tidak ada pursed 8. Atur intake cairan
DS: lips) untuk mengoptimalkan
- Dyspnea 2. Menunjukkan jalan nafas keseimbangan.
- Nafas pendek yang paten (klien tidak 9. Monitor respirasi dan
DO: merasa tercekik, irama status O2
- Penurunan tekanan nafas, frekuensi 10. Bersihkan mulut,
inspirasi/ekspirasi pernafasan dalam hidung dan secret
-Penurunan pertukaran rentang normal, tidak Trakea
udara per menit ada suara nafas 11.Pertahankan jalan
- Menggunakan otot abnormal) nafas yang paten
pernafasan tambahan 3. Tanda Tanda vital dalam 12. Observasi adanya
- Orthopnea rentang normal (tekanan tanda tanda
- Pernafasan pursed- darah, nadi, pernafasan) hipoventilasi
lip 13. Monitor adanya
- Tahap ekspirasi kecemasan pasien
Berlangsung sangat terhadap oksigenasi
lama 14.Monitor vital sign
-Penurunan kapasitas 15. Informasikan pada
vital pasien dan keluarga
- Respirasi: < 11 – 24 tentang tehnik relaksasi
x/ mnt untuk
memperbaiki pola
nafas.
16. Ajarkan bagaimana
batuk efektif
17. Monitor pola nafas

2. Ketidakefektifan NOC: NIC:


perfusi jaringan -Status sikulasi Circulatory Care :
perifer -Perfusi jaringan: perifer; Arterial Insufficiency
Berhubungan dengan: keadekuatan aliran darah 1.Melakukan
-Gangguan transport melalui pembuluh darah penilaian
oksigen melalui kecil ekstremitas untuk komprehensif dari
alveoli dan membrane mempertahankan fungsi sirkulasi perifer (mis
kapiler jaringan. : memeriksa denyut
- Gangguan aliran nadi perifer, edema,
arteri atau vena Setelah diberikan asuhan capillary refill,
- Hipoventilasi keperawatan selama 3x24 warna,dan suhu)
- Hipovolemia jam, perfusi jaringan pasien 2. Mengevaluasi edema
- Gangguan pertukaran menjadi efektif dengan perifer dan denyut nadi
DS: kriteria hasil: 3. Memberi obat anti
Perubahan sensasi 1. CRT pada jari tangan platelet atau
DO: dalam batas normal antikoagulan, jika di
- Perubahan (< 2 dtk) perlukan
karakteristik kulit 2. CRT kaki dalam 4. Merubah posisi
- Perubahan tekanan batas normal (< 2 pasien setidaknya setiap
darah pada ekstremitas dtk) 2 jam, jika diperlukan
- Nadi arteri lemah 3. Tekanan Darah 5.Melindungi
- Kulit pucat saat sistolik dalam batas ekstremitas dari
elevasi, dan tidak normal (< 140 cedera
kembali saat mmHg) 6. Mempertahankan
diturunkan 4. Tekanan darah hidrasi yang
-Diskolorasi kulit diastolik dalam adekuat untuk
-Perubahan suhu kulit batasnormal (< 90 menurunkan kekentalan
-Nadi lemah atau tidak mmHg) darah
teraba 5. Tekanan nadi (dalam 7. Monitor status
batas normal (60-100 cairan, termasuk asupan
x/mnt) dan keluaran
6. Tidak terjadi edema
pada perifer
3. Kekurangan volume NOC : NIC :
cairan b.d mual 1. fluid balance Fluid managemend
1. pertahankan
muntah 2. hydration
catatan intake
Batasan karakteristik : 3. nutritional status : food dan output yang
akurat
1. Perubahan and fluid intake
2. monitor status
status mental kriteria hasil : hydrasi(kelemba
ban membran
2. Penurunan 1. mempertahankan
mukosa,nadi
tekanan darah urine output sesuai adekuat,tekanan
darah
3. Penurunan dengan usia dan
ortostatik),jika
tekanan Nadi BB,BJ urine normal diperlukan
3. monitor vitl sign
4. Penurunan HT normal
4. kolaborasi
Volume nadi 2. tekanan pemberian
cairan IV
5. Penurunan darah,nadi,suhu
5. monitor status
Turgor kulit tubuh dalam batas nutrisi
6. Dorong
6. Penurunan normal
masukan oral
Turgor lidah 3. tidak ada tanda- 7. Berikan
penggantian
7. Penurunan tanda
nasogatrik
Haluaran urin dehidrasi,elastisitas sesuai output
8. Kolaborasi
8. Membran turgor kulit
degan dokter
mukosa kering baik,membran 9. Hypovolemia
management
9. Haus mukosa
10. Monitor status
10. Kelemahan lembab,tidak ada cairan termasuk
intake dan
11. Peningkatan Ht rasa haus yang
output cairan
12. Peningkatan berlebihan 11. Monitor tingkat
Hb dan Ht
Suhu tubuh
12. Onitor tanda
13. Peningkata vital
13. Monitor Berat
Frekuensi nadi
badan
14. Peningkatan
Konsentrasi
urun
15. Penurunan
suhu badan
Faktor yang
berhubungan :
1. Kehilangan
cairan aktif
2. kegaagalan
mekanisme
regulasi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia

dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang

menggunakannya. Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan

yang dimaksudkan untuk di gunakan dalam menentukan diagnosis,

mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada

manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh

manusia (Anief, 1991).

2. US Food and Drug Administration (FDA) saat ini merekomendasikan

bahwa siapa pun mengkonsumsi lebih dari tiga minuman beralkohol

per hari seharusnya tidak mengambil acetaminophen atau obat nyeri

yang dijual bebas. Penggunaan jangka panjang dari acetaminophen

dalam dosis yang dianjurkan belum terbukti berbahaya bagi hati,

walaupun digabung dengan moderat (sekitar satu minuman)

beralkohol per hari.

3. Gejala mungkin baru timbul 12 jam atau lebih setelah

mengkonsumsi.

a) Berkeringat

b) Kejang
c) nyeri atau pembengkakan di daerah lambung dan di perut

bagian atas

d) diare

e) nafsu makan berkurang

f) mual dan/atau muntah

g) pingsan.

4. Keracunan parasetamol biasanya terbagi dalam 4 fase, yaitu:

Fase 1 : Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak

menentu pada tubuh yang tak nyaman (malaise) dan banyak

mengeluarkan keringat.

Fase 2 : Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi

enzim hepatik, waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan darah

menjadi bertambah lama dan kadang-kadang terjadi penurunan

volume urin.

Fase 3 : Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari

setelah munculnya gejala awal) serta terlihat gejala awal gagal hati

seperti pasien tampak kuning karena terjadinya penumpukan

pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera (jaundice),

hipoglikemia, kelainan pembekuan darah, dan penyakit degeneratif

pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga mungkin terjadi

gagal ginjal dan berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung

(cardiomyopathy)
Fase 4 : Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang

fatal.

5. Diagnosis pada keracunan diperoleh melalui analisis laboratorium.

Bahan analisis dapat berasal dari bahan cairan,cairan lambung atau

urin.

6. Penatalaksanaan keracunan paracetamol sebagai berikut :

a) Pemberian sirup ipekak untuk merangsang muntah dan

mengosongkan lambung.

b) Di rumah sakit, dimasukkan selang ke dalam lambung melalui

hidung untuk menguras lambung dengan air.

c) Untuk menyerap Acetaminophen yang tersisa, bisa diberikan

arang aktif melalui selang ini.

d) > 4 jam keracunan dilakukan pengambilan sampel darah untuk

menentukan kosentrasi obat dalam plasma, sehingga dapat

diberikan antidot.

e) > 8 jam sejak keracunan, diberikan antidot secara intravena.

f) < 1 jam sejak keracunan, berikan 1 dosis karbon aktif.

7. Komplikasinya Kejang, Koma, Henti jantung, Henti napas, Syok

4.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya

mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang keracunan

obat dan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan ??.
Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan

untuk mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Darsono,L. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol. Bandung:

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha.

Ikawati, Z. 2010. Cerdas Mengenali Obat. Yogyakarta: Kanisius.

Olson, K. R. 2007. Poisoning and Drug Overdos. McGraw-Hill Inc.

Lubin and Mayer. 2010. Medication Error And Failure To Notice Signs And Lithium
Toxicity
Moffat, C Anthony, David Osselton, Brian Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs
and
Poisons in Pharmaceutical, Body Fluids, and Post-Mortem Material. 3rd Edition.
London: The Pharmaceutical Pres
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Computindo

Anda mungkin juga menyukai