Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,


lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui proses pencernaan atau system gastointestinal
b. Untuk mengetahui aspek fisiologis defekasi normal
c. Untuk menegtahui faktor fisiologis dan psikologis yang mempengaruhi
d. Untuk menegetahui pemeriksaan diagnostic pada eliminasi fekal
e. Untuk menegetahui contoh metode mempertahankan eliminasi secara normal
f. Untuk mengetahui tindakan untuk mempertahankan eliminasi secara normal
g. Untuk mengetahui gangguan eliminasi fekal / bowel
h. Untuk mengetahui proses keperawatan

1
1.3 Rumusan Masalah
a. Menjelaskan tentang pencernaan atau system gastrointestinal.
b. Menjelaskan tentang aspek fisiologis defekasi normal.
c. Menjelaskan tentang faktor fisiologis dan psikologis yang
mempengaruhi.
d. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic pada eliminasi fekal.
e. Menjelaskan tentang contoh metode mempertahankan eliminasi secara
normal.
f. Menjelaskan tentang tindakan untuk mempertahankan eliminasi secara
normal.
g. Menjelaskan tentang gangguan eliminasi fekal / bowel.
h. Menjelaskan tentang proses keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Gastrointestinal

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.

Gambar 1: Sistem Pencernaan

A. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam,

3
asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

Gbr 2 : Anatomi Mulut

B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk.

Gambar 3 :Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring

Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

4
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan


lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium

Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung,
bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian
yang sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang


menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut
orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring
gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso - "membawa", dan έφαγον, phagus -
"memakan").
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
 Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
 Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
 Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

5
Gambar. Esophagus manusia dari belakang.

D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
 Kardia.
 Fundus.
 Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk
cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :

 Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.

6
 Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

 Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

Gambar 5 : Anatomi Lambung

E. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah
Luar )

7
Gambar 6 : Antomi Usus
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian
usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.

Gambar 8 : Usus dua belas jari (duodenum)

2. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter

8
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula
dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".

anatomi usus halus dan usus besar

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.

F. Usus Besar (Kolon)

9
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

 Kolon asendens (kanan)


 Kolon transversum
 Kolon desendens (kiri)
 Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

Gambar 10 : Anatomi Usus Besar

G. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa
jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh
umbai cacing.

10
H. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen
atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa
di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

I. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah


ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di
anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.

11
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan
fungsi utama anus.

Gambar 11 : Anatomi Rektum & Anus

J. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

 Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan


 Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan


hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang
dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan
aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar

12
sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan
asam lambung.

K. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah
medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari
kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam
vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam
hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam
hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

L. Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah


pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:


 Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

13
 Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol

2.2 Aspek Fisiologi Pada Defekasi Normal

1. Pengertian defekasi

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa


feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Frekwensi defekasi
pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

2. Reflek dalam defekasi:


a. Refleks Defekasi Intrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus
untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon
sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah
anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal
interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar.

b. Refleks Defekasi Parasimpatis


Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal
cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan

14
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk
ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi
duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.

2.3 Faktor Faktor Fisiologis Dan Psikologis Yang Mempengaruhi Defekasi


Normal

2.3.1 Faktor-Faktor Fisiologis Yang Mempengaruhi Proses Eleminasi

1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi
terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih
sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang
kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karana
kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya tidak terjadi
sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa
remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-laki. Anak remaja biasanya
mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih besar. Sistem GI pada lansia sering
mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi. Beberapa
lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah
makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI hanya dikunyah sebagian
dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan didalam saliva dan volume
asam lambung menurun seiring dengan proseas penuaan. Ketidakmampuan untuk

15
mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan
enzim limpase.

2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa
mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang,
menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Usus bayi yang
belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan berserat sampai usianya
mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan
dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan
berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa):
a. Buah-buahan mentah (apel,jeruk)
b. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
c. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
d. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
e. Gandum utuh (sereal, roti)
Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya
pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas, seperti
bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan
membuat dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan
pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak
berlangsung dan feses menjadi encer.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak
mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa.
Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara
normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat
mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.

16
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan
kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan
mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang
menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus
minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan
yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi
susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu dan
menyebabkan konstipasi.

4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan
motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk
meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal. Upaya mempertahankan tonus otot
rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang penting.
Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu
untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna.
Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang berlangsung dalam jangka
waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.

5. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu
merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada waktu
yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat
mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu
harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik
adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah
sarapan.

17
6. Posisi Selama Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet
modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu
untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan
mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita
penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk tpilet
memampukan klienuntuk bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang
mengguanakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek, mungkin
membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekluk pinggulnya dengan
benar.
Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit.
Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang digunakan
selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot. Akan
meningkatkan kemampuan defekasi.

7. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun,
pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah
abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi.
Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginanya untuk
berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi
merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.

8. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan fectus mengganggu

18
pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester
terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat menyebabkan terbentukannya hemoroid
yang permanen.

9. Pembedahan dan Anestesia


Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan
peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat
impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau
menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional
beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya
dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.
Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara akan
menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang biasanya
berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat
makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat terhambat lebih
lanjut.

10. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Waupun sama, kerja laksatif lebih
ringan dari pada katartik. Apabila digunakan dengan benar , laktasif dan katartik
mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun, penggunaan katartik
dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan
menjadi kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif .
penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif umum, menurunkan absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat mempengaruhi kemajuan kerja obat
lain dengan mengubah waktu transit(missal waktu obat berada di saluran GI).
Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltic dan
mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat mengganggu

19
eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya
menyebabkan konstipasi. Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat
(robinul), menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI.
Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens
antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi, banyak antibiotik menyebabkan diare
dengan menggangu flora bakteri normal didalam saluran GI. Apabila diare dan kram
abdomen yang terkait dengan diare semakin parah, obat-obatan yang diberikan kepada
klien mungkin perlu diubah. Intervensi keperawatan dapat digunakan untuk diare
osmotic, yang disebabkan oleh obat-obatan hiperosmolar telah diuraikan oleh Fruto.

11. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering


memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau
minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti
pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah
atau serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium
enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan enema. Pengosongan
usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan.
Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat menyebabkan
konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima katartik untuk
meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang mengalami
kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan
dengan menggunakan enema.

2.3.2 Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Proses Eliminasi

Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat
stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau

20
marah, muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk
menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses
pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping peristaltic yang
meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu mengalami depresi,
sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltic dapat menurun.
Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress. Penyakit ini meliputi
colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn. Upaya penelitian berulang yang
dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan mitos bahwa penyebab klien
mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki kondisi psikopatologis. Namu,
ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik Eleminasi Fekal

Eleminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini


sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter,
bladder, dan uretra.Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter
mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas
tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.

2.5 Metode Mempertahankan Eliminasi Normal


Agar eliminasi fekal tetap normal dan teratur, kita harus menjaga kesehatan.
Hal-hal yang bisa dilakukan agar eliminasi fekal tetap normal, yaitu :
1. Perhatikan makanan yang kita makan, jangan memakan makanan yang akan
bisa menyebabkan gangguan dalam pencernaan
2. Cukupi pemenuhan cairan tubuh, tetapi jangan terlalu berlebihan
3. Jaga aktivitas, jangan beraktivitas terlalu keras, dan jangan pula banyak
berdiam diri dan berolah raga dengan teratur.
4. Perhatikan psikologi diri, karena itu juga membuat eliminasi fekal tidak normal.
Hindari hal-hal yang akan mungkin menyebabkan stres dan kecemasan.

21
2.6 Gangguan Eliminasi Fekal / Bowel

Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami


atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air
besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya
dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan
hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

Tanda-tanda gangguan eliminasi fekal :

a. Konstipasi

 Menurunnya frekuensi BAB


 Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
 Nyeri rectum

b. Impaction

 Tidak BAB
 Anoreksia
 Kembung/kram
 nyeri rectum

c. Diare

 BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk


 Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
 Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
 feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.

22
d. Inkontinensia Fekal

 Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,


 BAB encer dan jumlahnya banyak
 Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

 Menumpuknya gas pada lumen intestinal,


 Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
 Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemoroid

 pembengkakan vena pada dinding rectum


 perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
 merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
 nyeri

g. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan foto rontgen
 Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

Penyebab gangguan eliminasi fekal :

23
1. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya


selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan
ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan
feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan
makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

2. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan


cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat
di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan
reabsorbsi cairan dari chime

3. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit


tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn
depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi

24
4. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic
dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan
terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras

5. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap


eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang
besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan
codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare

6. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga


pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem
neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga
mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan
lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-
otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami
penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.

25
Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:

1. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi


BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

2. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan


feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan
feses sampai pada kolon sigmoid.

3. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk.
Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.

4. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan
udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan
gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan
tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar
akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien
tergantung pada perawat.

5. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus


meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar
melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan
peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang
menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.

26
6. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan,
gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan
mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan
pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien
mengalami konstipasi.

27
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa


bowel (feses). Faktor yang mempengaruhi eleminasi fecal yaitu, usia, diet, asupan
Cairan, aktivitas Fisik, faktor Psikologis, kebiasaan pribadi, Posisi Selama Defekasi,
Nyeri, Kehamilan, Pembedahan dan Anestesia, Obat-obatan, Pemeriksaan Diagnostik.
Dengan kita mengetahui faktor-faktor tersebut akan mempermudah saat kita
melakukan asuhan keperawatan.

1.2 Saran

Kita sebagai calon harus dapat memahami proses pencernaan secar menyelutuh
dan baik, sehingga kita dapat menjalankan tugas dengan baik apabila kita merawat
klien yang mengalami gangguan pencernaan.

28
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Ed. 3. Jakarta:
EGC

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Ed. 4.
Jakarta: Salemba Medika

http://www.scribd.com/doc/49327646/Fisiologi-Sistem-Gastrointestinal

(http://kyoto82.multiply.com/journal/item/6/anatomi_fisiologi_sistem_gastrointestinl)
http://gambar.mitrasites.com/sistem-gastrointestinal.html
www.medicastore.com

29

Anda mungkin juga menyukai