Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,

lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder

karena trauma maupun infeksi (Setyopranoto I, 2011).

Stroke merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan mortalitas

dan disabilitas tinggi. Penelitian Balitbangkes (2013, 2014) mendapatkan

bahwa stroke adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia, diikuti

penyakit jantung dan pembuluh darah. Tingkat kecacatan stroke mencapai 65%.

Sekitar 15% kematian di hampir seluruh rumah sakit umum di Indonesia adalah

akibat stroke. Diperkirakan pada setiap seribu penduduk Indonesia terdapat 25-

35 penderita stroke (Pandhita G, Samino, Bustami M, 2017).

Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian

tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah

20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr

Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung

koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke

iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998 dalam

Setyopranoto I, 2011).
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke

dari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen

Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi

mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia >

45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah

0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di

Papua (RISKESDAS, 2007 dalam Setyopranoto I, 2011).

PIS merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan.

Secara keseluruhan angka kematian berkisar antara 30% sampai 52 % pada 30

hari, dan sekitar setengah berakhir menjadi kematian dan kecacatan. Secara

keseluruhan angka kematian berkisar antara 30% sampai 52% pada 30 hari, dan

sekitar setengahnya berakhir menjadi kematian dikarenakan perdarahan

intraserebral yang biasanya terjadi dalam 3 hari pertama setelah perdarahan

spontan yang berhubungan dengan tekanan darah MAP yang tinggi dan

sebagian besar mengalami perluasan hematoma, yang merupakan respon dari

reflek hipertensi sistemik akibat peningkatan tekanan intrakranial atau cushing

reflect (Haryuni S, 2017).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh

tentang Stroke Perdarahan Intraserebral Et Causa Hipertensi Kronis mengenai

definisi, etiologi, faktor resiko, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan

penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Stroke Perdarahan

Intraserebral Et Causa Hipertensi Kronis beserta patofisiologi dan

penangananannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara tiba-tiba, yang disebabkan

oleh gangguan aliran darah ke otak (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh

darah di otak (stroke hemoragik). Gangguan aliran darah atau pecahnya

pembuluh darah menyebabkan sel-sel otak (neuron) di daerah yang terkena

mati (Heart and Stroke Foundation, 2015). World Health Organization (WHO,

2005) menyatakan bahwa stroke merupakan tanda klinis yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa

adanya penyebab lain selain vaskuler (Haryuni S, 2017).

2.2 Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia, diikuti

penyakit jantung dan pembuluh darah. Tingkat kecacatan stroke mencapai 65%.

Sekitar 15% kematian di hampir seluruh rumah sakit umum di Indonesia adalah

akibat stroke. Diperkirakan pada setiap seribu penduduk Indonesia terdapat 25-

35 penderita stroke. Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan tipe stroke

dengan mortalitas tertinggi dibandingkan stroke iskemik dan stroke perdarahan

subaraknoid. PIS diperkirakan terjadi pada sekitar 10-15% kasus stroke

(Pandhita G, Samino, Bustami M, 2017).


Menurut data Heart and Stroke Foundation (2012), sekitar 80% stroke

iskemik disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat gumpalan darah.

Sekitar 20% stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan yang tidak

terkontrol di otak. Untuk setiap 100 orang yang terserang stroke, sebanyak 15

orang meninggal (15%); 10 orang sembuh sepenuhnya (10%); 25 orang pulih

dengan gangguan kecil atau cacat (25%); 40 orang yang tersisa dengan

gangguan sedang sampai kerusakan parah (40%); 10 orang dengan kecacatan

yang sangat parah dan mereka memerlukan perawatan jangka panjang (10%)

(Haryuni S, 2017).

Perdarahan intraserebral terbagi atas perdarahan intraserebral primer

dan sekunder. Perdarahan intraserebral primer berkembang dengan tidak

adanya malformasi vaskular yang mendasari atau koagulopati. Pada 80% kasus,

terjadi akibat aterosklerosis hipertensi dan angiopati serebral amiloid.

Sedangkan perdarahan intraserebral sekunder biasanya disebabkan oleh adanya

malformasi vaskular, konversi hemoragik dari stroke iskemiki, tumor

intrakranial, dan sebagainya.16 Penelitian ini hanya menggunakan data

sekunder (rekam medik), dimana data tidak lengkap dicantumkan diagnosa

jenis ICH primer atau ICH sekunder. Perdarahan intraserebral juga melibatkan

struktur otak bagian dalam, termasuk ganglia basalis, talamus, pons, dan

serebelum. Hasil penelitian dari Katsuhiko Y dkk dari 116 pasien, ditemukan

pasien yang menderita ICH yaitu sebanyak 77 pasien, sedangkan SAH

sebanyak 39 pasien (Siwi M, Lalenoh D, Tambajong H, 2016).


2.3 Etiologi

Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk

pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya

kualitas hidup (Currie et al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika

pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen, 2000 dalam

Setyopranoto I, 2011).

2.4 Patofisiologi

Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral.

Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama.

Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma

kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati

amyloid (Setyopranoto I, 2011).

Penelitian yang dilakukan Broderick, et al, (2007) mengatakan bahwa

Mean Arterial Pressure (MAP) yang tinggi pada pasien stroke perdarahan

intraserebral akan mengalami perluasan hematoma, dimana hal ini merupakan


respon peningkatan tekanan intrakranial yang akan mengakibatkan gangguan

di pusat vasomotor sehingga mengakibatkan kematian (Haryuni S, 2017).

2.4 Manifestasi Klinis

 Terjadi mendadak terutama saat aktivitas

 Jarang onset nya pada saat tidur.

 Penurunan kesadaran (75%), sisanya mengalami koma.

 Cephalgia

 Muntah-muntah.

 Kejang.

 Gangguan batang otak seperti kelainan gerak bola mata, parese nervus

kranial dengan deficit motorik alternan (Bahrudin M, 2016).

2.5 Diagnosis

 CT Scan

CT Scan tanpa kontras harus segera dilakukan saat pasien datang di IGD.

Ini adalah Gold Standart untuk penegakan diagnosis stroke.

 EKG

Untuk mengetahui penyebab stroke.

 Kadar gula darah

Karena tingginya resiko DM dalam menyebabkan stroke maka perlu

pemeriksaan ini.

 Elektrolit Serum

Berkaitan dengan pemberian obat osmoterapi.


 Renal Function Test

Berkaitan dengan pemberian obat osmoterapi.

 Darah Lengkap

 Faal hemostasis

 X-Ray Thoraks (Bahrudin M, 2016).

2.6 Tatalaksana

 Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume

hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan

keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan

sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180

mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma

bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera

diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai

20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-

1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral (Setyopranoto I,

2011).

Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala

dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol

(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35

mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak

lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor


pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan

diobati dengan antibiotik spektrum luas (Setyopranoto I, 2011).

 Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.

Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada

pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum

berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel

atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL

dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi

(Setyopranoto I, 2011).

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium

(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun

gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-

vena (arteriovenous malformation, AVM) (Setyopranoto I, 2011)..


BAB III

KESIMPULAN

Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara tiba-tiba, yang disebabkan oleh

gangguan aliran darah ke otak (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah di otak

(stroke hemoragik). Hasil penelitian dari Katsuhiko Y dkk dari 116 pasien, ditemukan

pasien yang menderita ICH yaitu sebanyak 77 pasien, sedangkan SAH sebanyak 39

pasien. Menurut data Heart and Stroke Foundation (2012), sekitar 20% stroke

hemoragik disebabkan oleh perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Untuk setiap 100

orang yang terserang stroke, sebanyak 15 orang meninggal (15%); 10 orang sembuh

sepenuhnya (10%); 25 orang pulih dengan gangguan kecil atau cacat (25%); 40 orang

yang tersisa dengan gangguan sedang sampai kerusakan parah (40%); 10 orang dengan

kecacatan yang sangat parah dan mereka memerlukan perawatan jangka panjang

(10%).

Penelitian yang dilakukan Broderick, et al, (2007) mengatakan bahwa Mean

Arterial Pressure (MAP) yang tinggi pada pasien stroke perdarahan intraserebral akan

mengalami perluasan hematoma, dimana hal ini merupakan respon peningkatan

tekanan intrakranial yang akan mengakibatkan gangguan di pusat vasomotor sehingga

mengakibatkan kematian.

Gejala Stroke hemoragik intraserebral antara lain: terjadi mendadak terutama

saat aktivitas, Jarang onset nya pada saat tidur, Penurunan kesadaran (75%), sisanya

mengalami koma, Cephalgia, Muntah-muntah., dan Kejang, Gangguan batang otak

seperti kelainan gerak bola mata, parese nervus kranial dengan deficit motorik alternan.
CT Scan adalah gold standart untuk penegakan diagnosis stroke. Selain itu

perlu pemeriksaan penunjang lain seperti EKG, RFT, Kadar gula darah, DL, Elektrolit

serum, faal hemostasis, dan X-Ray thoraks untuk mengetahui penyebab dan menetukan

tatalaksana. Terapi untuk stroke hemoragik terdiri dari terapi umum (6B) dan terapi

khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Setyopranoto I, 2011, Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan, CDK 185, Vol. 38(4), pp.
247-250.
Pandhita G, Samino, Bustami M, 2017, Skor ICH-GS untuk Prediksi Prognosis Pasien
Stroke Perdarahan Intraserebral di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi, CDK
259, Vol. 44(12), pp. 847-850.

Haryuni S, 2017, Mean Arterial Pressure (Map) Berhubungan Dengan Kejadian


Mortalitas Pada Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral, Jurnal Care, Vol. 5(1), pp.
123-129.

Siwi M, Lalenoh D, Tambajong H, 2016, Profil Pasien Stroke Hemoragik yang


Dirawat di ICU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Desember 2014 sampai
November 2015, Skripsi, Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.

Bahrudin M, 2016, Neurologi Klinis, Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai