Anda di halaman 1dari 13

ELIMINASI FEKAL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia


Oleh Dosen Pengampu : Ns. Fetty Rahmawati, S. Kep.M.Kep

Disusun Oleh :
Desty Natalia Damayanthi ( PO.62.20.1.16.129 )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi fekal adalah salah satu proses pembuangan hasil metabolisme tubuh
berupa feses. Pada setiap orang frekuensi pengeluaran feses berbeda-beda. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal seperti usia, diet, asupan cairan,
aktivitas fisik, faktor psikologis, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan eliminasi fekal ?
2. Apakah faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal ?
3. Apasaja masalah – masalah defekasi yang umum terjadi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan eliminasi fekal, defekasi, dan
gangguan eliminasi fekal.
2. Untuk mengetahu faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal.
3. Untuk mengetahui apasaja masalah – masalah defekasi yang umum terjadi.
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Eliminasi Fekal


Eliminasi merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer
mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme
pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan
cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam.
Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh.
Pengeluaran sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah
pola pada usia 30 sampai 36 bulan.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air
besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya
dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan
hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

B. Faktor yg Mempengaruhi Eliminasi Fekal


Banyak faktor yang mempengaruhi proses eliminasi fekal. Pengetahuan tentang
faktor-faktor ini memungkinkan perawat melakukan tindakan antisipasi yang
diperlukan untuk mempertahankan pola eliminasi normal.
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang memepengaruhi status eliminasi
terjadi di sepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih
sedikit menyekresikan enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat yang
kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan melewati sakuran pencernaan dengan
cepat karena gerakan peristaltic berlangsung dengan cepat. Bayi tidak mampu
mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan neuromusukular. Perkembangan
biasanya tidak terjadi sampai usia 2-3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat
pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat, khususnya pada anak laki-laki.
Anak remaja biasanya mengonsumsi makanan dalam jumlah lebih besar.
Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses
pencernaan dan eliminasi. Beberapa perubahan sering pada saluran GI, yang
berlangsung seiring dengan proses. Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi
sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang
memasuki sakuran GI, hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah
enzim pencernaan didalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan
proses penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak
mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase. Lansia yang dirawat di rumah sakit
terutama berisiko mengalami perubahan fungsi usus. Dalam suatu penelitian ditemukan
bahwa terdapat 91% insiden diare atau konstipasi dalam populasi lansia yang berjumlah
33 orang, yang di rawat di rumah sakit, dengan usia rata-rata 76 tahun (Ross, 1990).
Selain itu, gerakan peristaltic menurun seiring dengan peningkatan usia dan
melambatnya pengosongan esofagus. Pengosongan esofagus yang melambat dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman di bagian epgester abdomen. Materi pengabsorpsi
pada mukosa usus berubah menyebabkan protein, vitamin dan mineral
berkurang. Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingter
anus. Walaupun integritas sfingter eksterna tetap utuh, lansia mungkin mengalami
kesulitan dalam mengontrol pengeluaran fese. Beberapa lansia kurang menyadari
kebutuhanya untuk berdefekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga mereka
cenderung mengalami konstipasi.
2. Diet
Asupan makanana seriap hari secara teratur membantu memoertahankan pola
peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serta, residu makanan yang tidak dpat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa
mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa fese. Dinding usus tergang,
menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Usus bayi yang
belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makan berserat sambil sampai usianya
mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan
dengan cepat melalui usus, mempertahankan fese tetap lunak. Makanan-makanan
berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi ( masa) :
a) Buah-buahan mentah (apel, jeruk)
b) Buah-buahan yang diolah (prum, apricot)
c) Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis)
d) Sayur-sayuran mentah (seledri, mentimun)
e) Gandum utuh ( sereal, roti)
Mengonsumsi makanan tinggu serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola
elominasi jika faktor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas, seperti
bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan
membuat dinding usus berdistensi, meningkatkan motilitas kolon.beberapa makanan
pedas dapat meningkatkan peristaltic, tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak
berlangsung dan fese menjadi encer.
Beberapa makanan, seperti susus dan produk-produk susu, sulit atau tidak mungkin
dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa,
suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal
dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makanan tertentu dapat mengakibatkan
diare, distensi gas, dan kram .
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang meyebabkan kehilangan
cairan( seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus,
memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yagng menurun
memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6-
8 gelas ( 1400-2000 ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat dan jus buah
memperlunak fese dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi susu dalam jumlah besar
dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.
4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltic, sementara imobilitas menekan motilitas
kolon. Ambukasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk
meningkatkan dipertahankanya eliminasi normal. Upaya mempertahankan tonus otot
rangka,yang digunakan selama poses defeasi, merupakan hal yang penting.
Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan indivuidu
untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna.
Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang belangsung dalam jangka
waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.
5. Faktor Psikologis
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress
emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah,
muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk
menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses
pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping peristaltic yang
meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu mengalami depresi,
sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltic dapat menurun.
Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress. Penyakit ini meliputi
colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn. Upaya penelitian berulang yang
dilakukan sejak lama telah gagal mempuktikan mitos bahwa penyebab klien mengalami
penyakit tersebut adalah karena memiliki kondisi psikopatologis. Namun, ansietas dan
depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut.
Faktor yang meningkatkan Eliminasi
a) Lingkungan yang bebas stress
b) Kemampuan untuk mengikuti pola defekasi pribadi, privasi
c) Diet tinggi serat
d) Asupan cairan normal (jus buah, cairan hangat)
e) Olahraga ( berjalan)
f) Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok
g) Diberikan laksatif dan katartik secara tepat
Faktor yang merusak Eliminasi
a) Stress emosional ( ansietas atau depresi)
b) Gagal mencetuskan reflex defekasi, kurang waktu atau kurang privasi
c) Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat
d) Asupan cairan berkurang
e) Imobilitas atau tidak aktif
f) Tidak mampu jongkok akibat imobililtas, usia lanjut, deformitas musculoskeletal,
nyeri dan nyeri selama defekasi
g) Penggunan analgesic narkotik, antibiotic dan anesthesia umum, serta penggunaan
katartik yang berlebihan
6. Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu
merasa lebih mudah melakukan defekasi di kamar mandi mereka sendiri pada waktu
yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat
mengganggu kebiasaan dan dapat mengakibatkan perubahan,seperti konstipasi.
Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex
gastrokolik adalah refleks yang paling mudah distimulus untuk menimbulkan defekasi
setelah sarapan.
Klien yang dirawat di rumah sakit jarang dapat mempertahankan privasi saat
melakukan defekasi. Fasilitas kamar mandi sering kali digunakan bersama – sama
dengan teman sekamarnya, yang kebiasaan higienenya mungkin cukup berbeda.
Penyakit yang diderita klien sering membatasi aktivitas fisiknya dan ia membutuhkan
pispot atau commode yang ditempatkan disamping tempat tidurnya. Pemandangan ,
suara, dan bau yang dihubungkan dengan kondisi tempat fasilitas toilet digunakan
bersama – sama atau saat menggunakan pispot sering menimbulkan rasa malu. Rasa
malu sering membuat klien mengabaikan kebutuhannya untuk berdefekasi, yang dapat
memulai siklus rasa tidak nyaman yang hebat.
7. Posisi Selama Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet
modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu
untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan
mengkontraksi otot – otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita
penyakit sendi, seperti arthritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk toilet
yang rendah. Alat untuk meninggikan tempat duduk toilet memampukan klien untuk
bangun dari posisi duduk ditoilet tanpa bantuan. Klien yang menggunakkan alat
tersebut dan individu yang berpostur pendek, mungkin membutuhkan pijakan kaki yang
memungkinkan ia menekuk pinggulnya dengan benar.
Untuk klien imobilisasi ditempat tidur, defekasi sering kali dirasakan sulit. Posisi
terlentang tidak memungkinkan klien mengkontraksi otot – otot yang digunakan selam
defekasi. Membantu klien keposisi duduk yang lebih normal pada pispot akan
meningkatkan kemampuan defekasi.
8. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun, pada
sejumlah kondisi, termasuk hemoroid, bedah rectum, fistula rectum , bedah abdomen
dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada
kondisi – kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginannya untuk
berdefekasi guna menghindari rasaa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi
merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.
9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan diberikan
pada rectum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus mengganggu pengeluaran
feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir. Wanita
hamil sering mengedan selama defekasi dapat menyebabkan terbentuknya hemoroid
yang permanen.
10. Pembedahan dan Anestesi
Agens anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan
peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat
implus saraf parasimpatis keotot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau
menghentikan gerakan peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional
beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi Karena aktivitas usus hanya
dipengaruhi sedikit atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.
Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara akan
menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang biasanya
berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat
makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat tehambat lebih
lanjut.
11. Obat – obatan
Obat – obatan dapat untuk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan
katartik melunakkan feses dan meningkatkan gerakan peristaltic. Walaupun sama, kerja
laktasif lebih ringan daripada katartik. Apabila digunakan dengan benar, laksatif dan
katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun, penggunaan
katartik dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya
dan menjadi kurang responsive terhadap stimulus yang diberikan oleh laksatif.
Penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan diare beratyang dapat
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif
umum, menurunkan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat
mempengaruhi kemanjuran kerja obat lain dengan mengubah waktu transit( mis : waktu
obat berada di dalam saluran GI ).
Obat – obatan, seperti disiklomin HCL ( Bentyl ) menekan gerakan peristaltik dan
mengobati diare. Beberapa obat memeiliki efek samping yang dapat mengganggu
eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya
menyebabkan konstipasi. Obat – obatan antikolinergic, seperti atropine atau
glikopirolat ( Robinul ), menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas
saluran GI. Walaupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni
hiperaktivitas usus, agens antikolinergic dapat menyebabkan konstipasi. Banyak
antibiotic menyebabkan diare dengan mengganggu florabakteri normal didalam saluran
GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait denagn diare semakin parah, obat –
obatan yang diberikan kepada klien mungkin perlu diubah. Intervensi keperawatan
yang dapat digunakan.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering
memerlukan dikosongkannya isi di bagian usus. Klien tidak di izinkan untuk makan
atau minim setelah tengah malam jika esoknya akan di lakukan pemeriksaan., seperti
pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI di bagian bawah,
atau serangkaian pemeriksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium
enema atau endoskopi, klien biasanya menerima katartik dan enema. Pengososngan
usus dapat menggangu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan.
Barium mengeras jika di biarkan di dalam saluran GI.. Hal ini dapat menyebabkan
konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima katartik untuk
meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur di lakukan. Klien yang mengalami
kegagalan dalam mengevakuasi semua barium setelah prosedur di lakukan. Klien yang
mengalami kegagalan dalm mengevakuasi semua bariun, Mungkin usus klien perlu
di bersihkandengan menggunakan enema.
C. MASALAH DEFEKASI YANG UMUM
Perawat mungkin merawat klien yang mengalami atau beresiko mengalami
masalah eliminasi akibat stress emosional ( ansietas atau depresi ), berubahan fisiologis
pada saluran GI, perubahan truktur usus melalui pembedahan, program terapi lain, atau
gangguan yang mengganggu defekasi.
1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras
dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal
lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
b. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan
lemak dan cairan kurang
c. Meningkatnya stress psikologik
d. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
e. Obat-obatan: kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB
hilang.
f. Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
g. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan
tumor.
2. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses
sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak
sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
3. Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan
faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal,
penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada
situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara
fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa)
atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah
pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus
yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.
6. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan
penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan
gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan
nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Eliminasi fekal adalah salah satu proses pembuangan hasil metabolisme tubuh
berupa feses. Pada setiap orang frekuensi pengeluaran feses berbeda-beda. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal seperti usia, diet, asupan cairan,
aktivitas fisik, faktor psikologis, kebiasan pribadi, posisi selama defekasi, nyeri,
kehamilan, pembedahan atau anestesi, obat-obatan, dan pemeriksaan diagnosik.
Beberapa masalah yang umum terjadi antaralain konstipasi, impaction, diare,
inkontinensia fekal. flatulens, dan hemoroid

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa penyusunan dan isi makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua
pihak. Agar kedepannya penyusun dapat membuat makalah yang lebih baik lagi
dikesempatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Endah. 2013. Eliminasi Fekal. Dalam webside https://ggoggoma.wordpress.com diakses


tanggal 15 Desember 2016 jam 18.12
Nurisa, Nina. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal. Dalam webside
http://ninanuranisa14.blogspot.co.id diakses tangggal 15 Desember 2016 jam 18:12

Anda mungkin juga menyukai