Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KERJA PRAKTEK

ANALISIS KERUSAKAN BALL BEARING 6317 PADA BLOWER


GB401 DI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG (PUSRI)

Oleh :

M. Fikri Pratomo (03121005026)

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
LAPORAN KERJA PRAKTEK

ANALISIS KERUSAKAN BALL BEARING 6317 PADA BLOWER


GB401 DI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG (PUSRI)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Mata Kuliah Kerja Praktek

Oleh :

M. Fikri Pratomo (03121005026)

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerja praktek merupakan suatu satu mata kuliah wajib di Jurusan Teknik
Mesin Universitas Sriwijaya yang harus ditempuh oleh mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin sebagai salah satu syarat penyelesaian kurikulum.

Dalam pelaksanaan kerja praktek ini mahasiswa diharapkan dapat langsung


mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk diterapkan dalam perusahaan dan
industri. Melalui pengalaman ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa
sehingga memiliki daya nalar dan pemahaman mengenai pengetahuan Teknik
Mesin yang terarah, sehingga selanjutnya mahasiswa dapat membuat suatu
perencanaan secara teknis, mencari solusi masalah keteknikan dalam lingkungan
suatu perusahaan.
Untuk mempersiapkan tenaga ahli tersebut seperti yang diatas, sangat
diperlukan kerja sama yang erat antara perguruan tinggi dengan instansi
perusahaan, dalam hal ini kalangan industri yang bersangkutan adalah PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang (Pusri). Kerjasama tersebut diwujudkan dengan adanya
kerja praktek bagi mahasiswa teknik mesin Universitas Sriwijaya di perusahaan
industri yang bersangkutan, guna menghasilkan mahasiswa yang berkualitas dan
handal.
Tri Dharma Perguruan Tinggi, Yaitu Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian
serta Pengabdian terhadap Masyarakat yang merupakan landasan mahasiswa dalam
mencari, menekuni, dan mengembangkan ilmu yang di dapat dalam meningkatkan
kualitas profesionalisme serta kaitannya untuk terjun ke dalam masyarakat.
1. Kurikulum Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
2. Objek Kuliah Praktek yang dituju adalah industri yang berkenaan dengan
bidang yang dimiliki khususnya industri permesinan ataupun Dunia Industri
secara global.
3. Sebagai aplikasi ilmu sesuai dengan KBK yang diambil.
4. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan
sesuatu hal yang sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai agar dapat menjadi
bekal untuk menunjang karir dimasa yang akan datang.

1.2 Permasalahan

Ilmu pengetahuan yang dipelajari selama perkuliahan adalah tujuh puluh


persen merupakan teori, lebih dari itu ilmu tersebut pada dasarnya mengacu kepada
keadaan ideal yaitu hanya sebatas teori dan filosopinya saja.
Seperti diketahui bahwa dalam suatu pabrik atau industri semua disiplin ilmu
dipakai dan diterapkan, yang salah satu diantaranya adalah ilmu Teknik Mesin
(permesinan). Untuk itu melaui kerja praktek ini diharapkan dapat mengetahui
kondisi perusahaan secara umum misalnya mengenai perkembangan perusahaan,
organisasi dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) dipilih sebagai industri yang
tepat untuk melaksanakan kerja praktek, karena dinilai sangat baik sebagai tempat
penerapan ilmu teknik khususnya di bidang Teknik Mesin, dan juga telah di nilai
dengan berhasil dan sukses mengembangkan inovasi teknologi dalam proses
pembangkit untuk mencapai hasil yang optimal.
Adapun hal-hal yang berhubungan langsung dengan kurikulum Teknik Mesin
adalah:
1. Kontruksi, tujuannya agar mahasiswa dapat mempelajari perancangan
konstuksi bantalan.
2. Uji keausan, tujuannya agar mahasiswa dapat mempelajari keusan
bantalan.
3. Operation, tujuannya adalah Mahasiswa dapat Mengoperasikan Mesin-
Mesin yang digunakan di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri).
4. Maintenance, tujuannya adalah menjaga peralatan agar mempunyai unsur
kerja yang relative lama/panjang, selain itu juga untuk mengetahui lebih
kerusakan yang lebih fatal pada peralatan mesin tersebut.
5. Repair, tujuannya untuk memperbaiki elemen-elemen mesin atau peralatan
lainnya sehingga berfungsi sebagaimana mestinya.
Selain mengetahui system kerja, kami juga membutuhkan sistem manajemen
dari Perusahaan itu sendiri, tujannya agar dapat membantu kami dalam penyusunan
laporan kerja praktek. Dalam hal ini system yang akan kami pelajari adalah sebagai
berikut:
1. Susunan perusahaan.
2. Manajemen Perusahaan.
3. Persoalan Perburuhan.
4. Bahan baku yang digunakan.
5. Proses pengolahan bahan baku.
6. Mesin-mesin yang dipakai.
7. Lay out dari mesin didalam perusahaaan, dan lain-lain yang berhubungan
dengan perusahaan.

1.3 Batasan Masalah


Dalam kerja praktek ini kami hanya membahas permasalahan yang hanya
meliputi analisis kerusakan pada sistem bantalan (bearing), tidak meliputi
pengujian bahan serta proses pembuatan atau produksi yang di lakukan pada
pembuatan bantalan (bearing).

1.4 Tujuan

Tujuan Kerja praktek yaitu:


1.4.1. Tujuan Umum
a. Mengadakan studi banding untuk mengetahui secara mendalam sampai
seberapa jauh pengetahuan yang telah didapat oleh mahasiswa di bangku
kuliah yang dapat dipraktekkan di dunia kerja yang sesungguhnya.
b. Memahami secara umum kegiatan-kegiatan yang ada di perusahaan,
khususnya di bidang permesinan.
c. Mengikat pengalaman, wawasan dan daya nalar mahasiswa tentang
pengoprasian mesin-mesin dan aspek-aspek keteknikkan dalam
aplikasinya dalam suatu industri.
d. Meningkatkan profesionalisme mahasiswa Teknik Mesin dengan adanya
transfer informasi dari kalangan dunia industri kepada mahasiswa.
e. Sebagai sarana diskusi tentang keprofesian Teknik Mesin di masa yang
akan datang dan dalam menghadapi persaingan bebas.

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Mampu menganalisis kerusakan teknis pada system bantalan
2. Dapat mengetahui kedalaman keruskan yang terjadi pada bantalan.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh nantinya:
1.5.1. Bagi Mahasiswa, yaitu:

a. Dapat mempelajari cara kerja bantalan (bearing).

b. Mendapatkan pengetahuan melalui praktek di lapangan tentang bentuk


kontruksi bantalan (bearing).

c. Mengetahui kerusakan teknis pada system bantalan.

d. Membantu memberikan perbekalan dan pengetahuan serta


keterampilan kepada setiap mahasiswa tentang kondisi yang terdapat
di lapangan secara nyata.

e. Perwujudan program keterkaitan dan kesepadanan antara dunia


pendidikan dan dunia industri/kerja.

f. Menjadi fasilitator bagi pengembangan minat dan bakat mahasiswa


yang bersangkutan.

1.5.2. Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri), yaitu:


a. Dapat saling menukar informasi perkembangan teknologi antara
institusi pengguna teknologi dengan lembaga perguruan tinggi.

b. Peserta kerja praktek dapat membantu melaksanakan pekerjaan


operasional yang rutin dilaksanakan, maupun memecahkan
permasalahan yang sering dihadapi.

c. Membantu menyelaraskan informasi perkembangan teknologi kepada


para peserta kerja praktek sehingga meningkatkan kualitas tenaga kerja
professional.

d. Secara khusus membantu mempersiapkan Mahasiswa Jurusan Teknik


Mesin FT-UNSRI sebagai tenaga kerja professional yang siap pakai
untuk PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri).

1.5.3. Bagi Fakultas, yaitu

Menyesuaikan ilmu yang didapat di kuliah dengan lapangan kerja praktek


agar kurikulum dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan industry
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengantar
Tribologi adalah ilmu yang membahas tentang gesekan, keausan,
pelumasan pada permukaan dalam gerak relatif benda. Mulai zaman dulu hingga
muncul dan berkembangnya ilmu dalam bidang rancang bangun, fisika, kimia,
geologi serta biologi seperti sekarang ini, keberadaan ilmu ini tetap ada. Tribologi
adalah masalah krusial dalam pemesinan yang melibatkan proses sliding dan
rolling. Ilmu ini termotivasi dari sisi ekonomi sehingga finansial dapat dihemat
sampai sebesar US$16 milyar di Negara Amerika dan £500 juta di Inggris jika
tribologi diterapkan dengan semestinya. Hal ini bisa dilihat dari laporan H.P. Jost,
Menteri Pendidikan Inggris pada tahun 1966. Dia memberikan laporan yang
mengejutkan kepada parlemen tentang besarnya energi yang terbuang karena
gesekan. Dalam laporannya yang terkenal dengan nama The Jost Report,
pemborosan terutama disebabkan oleh keausan karena gesekan, munculnya panas
akibat gesekan sehingga mengakibatkan material menjadi lunak dan
memungkinkan rusak pada kontak permukaannya. Karena itu, prediksi yang
akurat dari perubahan yang cepat pada proses kontak gesekan dan pengendalian
terhadap hal tersebut adalah hal yang sangat penting dari sisi ekonomi.
Mekanika kontak (contact mechanics) adalah ilmu yang membahas tentang
pergerakan relatif, gaya interaktif dan perilaku tribologi dari dua benda rigid atau
deformable yang hanya bersentuhan ataupun sampai terlepas dan hilangnya
permukaan material antara yang satu dengan yang lainnya selama batas waktu
tertentu. Persinggungan atau kontak yang terjadi dapat berupa statis ataupun
dinamis. Pada permulaan kontak dinamis, jumlah titik kontak asperiti
berkurang dan titik kontak akan nampak membesar. Partikel yang aus (debris)
akan bergerak menuju permukaan yang lain sebagai akibat dari interaksi mekanis
antar asperiti. Keausan karena gerakan sliding inilah yang dikenal sebagai sliding
wear.
Dari masa ke masa, keausan adalah sebuah fenomena yang sangat menarik
untuk diteliti. Adanya temuan-temuan terbaru oleh para peneliti membuat semakin
beragamnya teori tentang keausan. Oleh karena itulah diperlukan sebuah tinjauan
pustaka untuk mengetahui teori-teori yang telah ada dan teori mana yang perlu
dikembangkan lebih lanjut.
Tinjauan pustaka ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama tentang
pengantar. Bagian kedua tentang kontak permukaan yang di dalamnya berisi
tentang penelitian-penelitian kontak statis dan kontak dinamis. Pada kontak
dinamis, bahasan terbagi menjadi sliding contact dan rolling contact. Bagian
ketiga berisi tentang kontak permukaan dan keausan. Di bagian terakhir berisi
ringkasan.

3.2 Kontak permukaan


Dalam hubungannya dengan pergerakan relatif pada permukaan (relative
motion of the surface), jenis kontak permukaan yang terjadi dapat berupa sliding,
rolling dan spining. Sliding adalah pergerakan benda dengan kecepatan relatif
antara dua benda yang bersentuhan/kontak pada titik kontak O dalam bidang
singgung (tangent plane) seperti terlihat dalam Gambar 1. Rolling ialah kecepatan
sudut relatif (relative angular velocity) dari dua benda tentang axis lying dalam
bidang singgung. Sedang Spinning adalah kecepatan sudut relatif tentang normal
umum yang melewati titik kontak O antara dua benda yang bersentuhan dalam
bidang singgung.
Normal
umum

Benda 2

Bidang
singgung

Benda 1

Gambar 3.1 Kontak dua permukaan.[2]


Sebuah ilustrasi sederhana jika mobil sedang berjalan maka gerakan berputarnya
roda disebut rolling. Namun jika direm mendadak dan mobil masih berjalan
dengan kondisi ban yang tidak berputar maka ini disebut sliding. Karena kondisi
jalan berlumpur dan mobil tidak bisa bergerak maju meski roda berputar, hal ini
dinamakan spinning.

Gambar 3.2 Perbedaan kontak statis dan dinamis.[2]

Dalam bagian ini akan diulas masalah kontak statis dan dinamis. Secara
umum, pada kontak statis terdapat penyebaran secara acak adanya titik kontak
yang kecil. Ketika permulaan kontak dinamis dimulai, jumlah titik kontak asperiti
berkurang dan titik kontak akan nampak membesar. Gumpalan partikel yang aus
(debris) akan bergerak menuju permukaan yang lain sebagai akibat dari interaksi
mekanis antar asperiti sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2, terlihat jelas
perbedaan antara keduanya. Berikut ini akan dibahas masalah kontak statis dan
dinamis dilihat dari temuan para peneliti yang telah dipublikasi.

3.2.1. Kontak Statis


Kontak statis bermula ketika beban dikenakan pada benda. Dalam skala
mikro, surface yang merupakan sekumpulan dari asperiti-asperiti akan mengalami
deformasi. Daerah kontak akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya
jumlah asperiti yang saling kontak karena peningkatan beban. Akibat selanjutnya
adalah muncul fenomena deformasi. Deformasi yang terjadi karena beban vertical
yang didefinisikan Jackson et al. dapat berupa elastis, elastis-plastis atau
plastis. Rejim elastis mengacu pada ketiadaan deformasi plastis. Yaitu ketika
beban yang dikenakan pada benda dihilangkan, maka benda tersebut dapat
kembali ke bentuk asal. Rejim Elastis-plastis ialah keadaan transisi dari elastis ke
plastis. Dalam rejim ini, benda terdeformasi plastis tetapi daerah kontak masih
berada pada daerah elastis. Dan kondisi ketiga adalah kondisi plastis (fully
plastic). Kondisi ini terjadi bilamana daerah kontak telah terjadi luluh
sepenuhnya, yaitu nilai modulus elastisitas suatu material sudah terlewati.
Untuk mempermudah dalam menganalisa kontak, para peneliti membangun
sebuah model. Model dapat berupa formula matematis ataupun bentuk asperiti.
Bentuk asperiti dapat disederhanakan dengan memodelkannya dalam bentuk bola
(sphere), setengah bola (hemisphere), elips (ellips) ataupun bentuk datar (flat).
Pendekatan model ini dapat diperoleh dengan finite element dan juga data hasil
percobaan.
Penelitian dengan kodisi statis mulai dilakukan oleh Hertz (1882). Teori Hertz
membahas tentang kontak elastis. Perkembangan ilmu ini agak lambat pada
awalnya. Temuan Abbot and Firestone tentang model profilometric atau model
surface micro-geometry di tahun 1933 telah mendasari tentang prinsip-prinsip
mekanika kontak plastis. Berikutnya barulah Greenwood dan Williamson
mengembangkan temuan Hertz. Hertz memperkenalkan interference  sebagai
variabel yang penting untuk mengetahui deformasi elastis. W. R. Chang, I. Etsion
dan D. B. Bogy (CEB model) mengembangkan model kontak dalam dua rejim
yaitu kontak elastis dan plastis. Dalam temuan CEB model, tidak ada daerah
peralihan dari elastis ke plastis. Zhao et al. (ZMC model) di tahun 2000 mulai
mengembangkan kontak elastis-plastis secara analitik dalam tiga kondisi yaitu
kontak elastis, elastis-plastis dan plastis. Temuan fenomenal dengan model
spherical contact yang dibangun, ditemukan persamaan cubic polynomial untuk
menghubungkan antara dua kondisi yang sudah beberapa peneliti identifikasi
sebelumnya, yaitu elastis dan plastis. Persamaan tersebut yaitu:

3 2
y  2x  3x (1)
dengan harga x:
e
x (2)
 p  e

dimana  ialah interference, huruf kecil e dan p masing-masing ialah kondisi


elastis dan plastis. Kondisi transisi ini yang dikenal sebagai kondisi elastoplastis
atau elastis-plastis. Penelitian ini dilanjutkan oleh Kogut dan Etsion, dalam
rejim elastis-plastis dinyatakan bahwa:

  110c (3)

dimana  adalah interference dan c adalah critical interference saat material


luluh.
Peneliti berikutnya ialah Jackson dan Green yang menggunakan metode
elemen hingga untuk meneliti perilaku elastis-plastis. Dengan membandingkan
data dari Johnson, tekanan kontak rata-rata pada daerah plastis atau yang dikenal
dengan hardness adalah kira-kira sebesar 3 kali yield strength.
Kontak model elips yang dibangun berdasar eksperimen oleh Jamari (2006)
menghasilkan persamaan empiris dengan mengembangkan model bahwa daerah
kontak pada kondisi elastis-plastis Aep sebagai:

(4)

dimana  ialah interference, angka kecil 1 dan 2 masing-masing menunjukkan


material 1 dan 2,  dan  merupakan semi-axis (besaran tanpa satuan) dari kontak
elips masing-masing dalam arah sumbu x dan sumbu y,  interference dari kontak
elips (besaran tanpa satuan). Gambar 3 memperlihatkan geometri dari model
kontak elips dimana a adalah daerah kontak semi-minor dan b adalah daerah
kontak semi-mayor. Radius efektif rata-rata Rm didefinisikan sebagai seperti pada

Persamaan (5):

1 1 1 1 1 1
      (5)
1
Rm R x R y Rx1 Rx 2 R y1 R y 2

Dengan menurunkan persamaan Lin, beban kontak Pep dapat dihitung dengan
menggunakan faktor tekanan kontak maksimum K dalam hubungan dengan
Poisson’s ratio . Dimana:

K   0.4645  0.3141  0.1943 (6)


2

Sehingga nilai beban kontak Pep dihitung dengan memasukkan Persamaan (4) dan
Persamaan (6) menjadi:

(7)

dimana ch ialah faktor kekerasan, H adalah kekerasan material,  ialah


interference, angka kecil 1 dan 2 masing-masing adalah menunjukkan material 1
dan 2.
Gambar 3.3 Geometri model kontak elips.[3]
Sebuah catatan penting dalam model kontak elastis-plastis yang divalidasi
dengan data eksperimennya bahwa prediksi surface topography setelah running-in
dari kontak bergulir (running-in of rolling contact) menunjukkan hasil yang akurat
antara model yang dibangun dengan data hasil eksperimen.

3.2.2 Kontak Dinamis

Kontak dinamis dalam ulasan ini terbagi menjadi dua bagian. Ulasan pertama
tentang kontak luncur (sliding contact) dan yang kedua tentang kontak bergulir
(rolling contact). Sebagaimana diketahui, kedua jenis gerakan ini sangat menarik
untuk diteliti. Penelitian-penelitian tentang kedua jenis gerakan tersebut dapat
dilihat pada sub-bagian berikut ini.

1. Kontak Luncur (Sliding Contacts)


Kontak dinamis dalam tinjauan ini membahas tentang tipe gerakan
pembebanan yaitu sliding contact. Kontak ini terjadi karena adanya beban
tangensial sehingga gerakan luncur bisa terjadi. Sedangkan pada kontak statis
hanya ada gaya normal saja. Beberapa peneliti mengkombinasikan antara kedua
beban tersebut. Karena pada kenyataanya gerakan sliding yang merupakan awal
terjadinya gesekan, bermula dari kontak statis.
Pemodelan dengan menggunakan deformable sphere dan rigid flat untuk
menganalisa sliding inception dengan finite element telah dikembangkan oleh
Kogut dan Etsion untuk mengevaluasi beban tangensial maksimum. Dalam
penelitiannya, ditemukan dua model kegagalan saat sliding inception (permulaan
sliding). Yaitu pada daerah kontak dan daerah di bawah kontak. Sliding inception
di sini diperlakukan sebagai mekanisme kegagalan berdasar pada hasil luluh.
Ketika beban normal lebih kecil dari beban kritis Hertz akan terjadi kegagalan
pada daerah kontak, jika beban normal melebihi beban kritis maka kegagalan akan
terjadi di bawah daerah kontak. Diperkenalkan juga ‘‘koefisien gesek statis
internal’’ pada daerah elastis dan elastis-plastis yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara beban tangensial Q yang dibutuhkan saat sliding, dengan
beban normal P. Ilustrasi tentang model penelitiannya seperti terlihat pada
Gambar 4 dimana R adalah radius sphere, a adalah radius daerah kontak dan 
adalah interference.

Gambar 3.4 Model kontak antara deformable sphere dan rigid flat di
bawah kombinasi antara beban normal P dan beban tengensial Q.[4]

Faulkner dengan finite element model telah mesimulasikan interaksi sliding


antara dua dan tiga dimensi dengan rejim elastoplastis yang menggunakan bentuk
asperiti sphere. Pemodelan dilakukan dengan asperiti atas dan bawah yang
memiliki radius yang sama R yaitu 10 m dan Poisson’s ratio  0.3 yang sama
juga. Asperiti atas merupakan material lunak dengan menggunakan aluminum
(99.0% Al, UN-T136) dan asperiti bawah menggunakan baja AISI M1 HSS
o
tempered at 475 C. Modulus elastisitas E masing-masing ialah 61,67 GPa dan
203,49 GPa. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa gaya normal pada asperiti
atas mengalami peningkatan setelah kontak awal, kemudian mencapai titik
maksimal dan akhirnya kembali ke titik nol. Demikian juga halnya dengan trend
yang terjadi pada gaya geser. Berdasarkan data ini, dibangun model statistik yang
dimulai dengan besaran rata-rata gaya normal dan gaya geser pada siklus
deformasi dihitung.
Untuk mereduksi keausan dan menambah performa sifat mekanis suatu
surface, pemodelan dengan layer dilakukan oleh Pasaribu dan juga Gong.
Gong menggunakan multi-layer untuk menganalisa retak permukaan dalam rejim
elastis-plastis karena proses pengulangan dalam sliding contact. Empat layer
dalam simulasinya memiliki harga Young’s modulus yang berbeda. Arah
perambatan retak didasarkan pada faktor intensitas tegangan tarik maksimum dan
tegangan geser maksimum dengan memakai simulasi elemen hingga. Catatan
penting tentang investigasinya adalah bahwa rambatan retak pada permukaan pada
o
sudut ~57 dari bidang retak dan tidak tergantung pada peningkatan pertumbuhan
retak.
Sliding antara rough surface dengan flat layered surface untuk memprediksi
koefisien gesek sebagai fungsi dari ketebalan layer sebagai pengembangan dari
temuan Halling dilakukan oleh Pasaribu. Layered surface dimodelkan
seperti material dengan sifat mekanis yang efektif, lihat Gambar 5.

Gambar 3.5 Model kontak dengan layer.[5]

Sifat-sifat tersebut antara lain Poisson’s ratio, modulus elastisitas dan kekerasan
(eff (), Eeff () dan Heff()) sebagai fungsi dari kedalaman penetrasi . Layer
diasumsikan terikat dengan sempurna pada lapisan atas material. Model yang
dibangun adalah berdasar pada deterministic friction. Interference kritis yaitu
permulaan luluh pada daerah elastis-plastis dengan pendekatan yang dilakukan
Tabor, dihitung dengan Persamaan (8):

(8)
dimana c1 () interference kritis luluh pada coating material atau pada substrate
sebagai fungsi dari kedalaman penetrasi,  adalah radius asperiti. Sedangkan
() adalah kekerasan material, Eeff () adalah modulus elastisitas efektif, yang
masing-masing adalah sebagai fungsi dari kedalaman penetrasi. Jika deformasi
pada kondisi elastis-plastis di atas terus berlanjut sampai keadaan plastis,
indentasi kritis c2 dapat dihitung dengan menggunakan formulasi:

c 2 ( )  c c1 (9)
( )

Berdasarkan Johnson, Zhao et al. menurunkan persamaan bahwa kondisi plastis


akan terjadi jika asperiti terdeformasi lebih besar dari 54 kali dari permulaan
luluh (c = 54).
Masih dalam lingkup layered surface, Nogi dan Kato meneliti tentang kontak
normal pada model tiga dimensi berlayer dengan rough surface, Peng dan
Bhushan menampilkan model tiga dimensi dalam menganalisa perilaku
sliding contact pada rejim elastis/plastis dengan rough surface. Hasil penelitian
menunjukkan spesifikasi sifat layer yang optimal. Mao et al. menampilkan analisa
tegangan untuk silinder elastis dengan rough surface dari pengaruh sliding
friction.
Sliding contact dalam analisa Jackson et al. menggunakan dua metode
pendekatan. Dua pendekatan tersebut adalah secara semi analitis dan simulasi
elemen hingga. Kedua analisa tersebut digunakan untuk membangun persamaan
formula empiris yang diperoleh dari gaya tengensial rata-rata dan gaya normal
selama proses sliding antar asperiti dalam rejim elastis-plastis. Gaya normal dan
gaya tangensial yang terjadi dihitung saat kenaikan tangential displacement.
Kemudan nilai rata-rata dari gaya yang dibutuhkan untuk meluncurkan asperiti
dihitung. Persamaan empiris dari asperiti tunggal yang telah diperoleh dengan
model semi analitis dan hasil simulasi elemen hingga, kemudian disubstitusi ke
dalam model statistik, fractal atau model Fast Fourier Transform (FFT) untuk
mengetahui gesekan antara dua rough surface yang meluncur. Gambar model
asperiti yang mengalami proses sliding pada saat awal kontak sampai hilangnya
puncak asperiti karena deformasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 3.6 Proses meluncurnya asperiti dan penekanan sampai
terjadi deformasi pada model.[6]

Dari simulasi dihasilkan bahwa besaran energi yang hilang antar puncak asperiti
akan meningkat sebagaimana meningkatnya deformasi plastis yang terjadi.
Deformasi plastis pada sphere juga meningkat seiring dengan bertambahnya nilai
modulus elastisitas dan meningkatnya interference atau beban normal antar
surface.
Peneliti berikutnya adalah Vijaywargiya yang mempergunakan Finite Element
Analyses (FEA) untuk mensimulasikan sliding dalam 2D dan 3D. Penggunaan
model dikondisikan secara elastis-plastis antara dua silinder baja dan juga sliding
antara copper (Glidcop) dengan Aluminum (Al 6061-T651). Simulasi dilakukan
dengan kondisi gesekan dan tanpa gesekan. Deformasi, gaya reaksi, tegangan dan
energi yang hilang sebagai fungsi dari jarak sliding adalah hasil yang
ditemukan dengan menggunakan pendekatan Green. Hasil simulasi 3D memiliki
tren yang sama dengan model 2D dalam hal frictionless sliding pada rejim elastis-
plastis dengan gaya reaksi horisontal dan vertikal.
Jika menampilkan jarak sliding sebagai parameter penting dalam
penelitiannya, baru-baru ini Moody meneliti vertical interference dalam
hubungannya dengan deformasi, gaya reaksi, tegangan dan energi yang hilang
dengan model 3D. Hasil plot dari tegangan von Misses dipergunakan untuk
menunjukkan adanya formasi dan distribusi tegangan seiring dengan
meningkatnya deformasi plastis atas proses sliding yang terjadi. Ditemukan juga
adanya peningkatan deformasi plastis dengan energi yang hilang selama sliding
serta residual deformations sebagai fungsi dari interference.

2. Kontak Bergulir (Rolling Contacts)


Rolling contact adalah jenis kontak permukaan yang lain disamping sliding
contact. Merujuk pada sebuah ilustrasi sederhana tentang gerakan bergulirnya ban
mobil terhadap jalan raya seperti yang telah disebut di awal, gerakan itulah yang
disebut rolling contact. Gesekan dalam rolling contact diklasifikasikan menjadi:
(i) Bergulir bebas (free rolling), (ii) Bergulir dengan tujuan untuk traction (rolling
subjected to traction), (iii) Bergulir dalam alur conforming (rolling in conforming
grooves) dan (iv) Bergulir di sekitar kurva (rolling around curves). Setiap gerakan
yang bergulir, jenis free rolling pasti terjadi, sedangkan jenis (ii), (iii) dan (iv)
terjadi secara terpisah atau dapat juga kombinasi, tergantung pada situasinya.
Kasus berputarnya roda mobil dalam contoh di atas melibatkan gerakan (i)
dan (ii).
Gesekan karena rolling adalah resistansi terhadap gerakan yang berlangsung
ketika sebuah permukaan bergulir terhadap permukaan yang lain. Terminologi
gesekan rolling umumnya terbatas pada benda dengan bentuk yang mendekati
sempurna dengan tingkat kekasaran permukaan yang relatif kecil. Pada material
yang keras, koefisien gesek rolling antara sebuah silinder dan benda bulat atau
-5 -3
dengan benda datar adalah berkisar antara 10 sampai 5x10 . Koefisien dari
sliding friction pada kondisi benda tanpa pelumas dari 0,1 sampai lebih besar dari
1. Jika kontak dari dua buah benda non-conformal adalah jenis titik, keadaan
rolling murni berlaku di sini. Gesekan karena gerakan gulir dapat disebabkan oleh
berbagai kasus, tetapi walau bagaimanapun, slipping/sliding lebih dominan
sebagai penyebabnya. Kekasaran adalah sebuah parameter penting dalam kontak
bergulir dalam hubungannya dengan gesekan dan aus. Kesempurnaan geometri
rolling dapat dikurangi dengan kekasaran sehingga microslip yang terjadi
pada tingkat kekasaran saja. Deformasi plastis pada asperiti juga dapat
menyebabkan hilangnya energi selama gerakan bergulir. Ditinjau dari sisi gaya
gesek, permukaan yang halus mempunyi gaya gesek yang lebih kecil jika
dibandingkan permukaan yang kasar. Di hampir setiap kasus gesekan pada rolling
contact, gaya gesek akan mengalami penurunan saat running-in.
Rolling contact dalam analisa dimodelkan berdasar pada model kontak elastis-
plastis seperti yang dijelaskan pada Persamaan (4) dan Persamaan (7) dan
dimodelkan secara deterministik pada kekasaran permukaannya. Model yang
dibangun dapat memprediksi perubahan topografi permukaan yang disebabkan
oleh deformasi plastis selama proses running-in pada rolling contact. Gambar 7
adalah ilustrasi dari model perubahan topografi permukaan. Dimana z(x,y) ialah
topografi permukaan awal, z’(x,y) adalah topografi permukaan setelah penerapan
kontak model elips elastis-plastis. Eksperimen digunakan untuk menyelidiki
daerah kontak dan perubahan topografi permukaan karena terjadinya deformasi
plastis.

Gambar 3.7 Ilustrasi skematis tentang repeated contact model pada perubahan
topografi permukaan dalam running-in of rolling contact.[3]

Model elips yang dikembangkan dihitung dengan memasukkan beban normal P,


kekerasan material H dan modulus elastisitas E untuk menemukan topografi
permukaan yang baru.

3.3. Keausan
Keausan adalah sebuah fenomena yang sering terjadi dalam engineering.
Keausan didefinisikan oleh ASTM sebagai kerusakan permukaan benda yang
secara umum berhubungan dengan peningkatan hilangnya material yang
disebabkan oleh pergerakan 25ariable benda dan sebuah substansi kontak.
Mekanisme aus terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah
keausan karena perilaku mekanis dan yang kedua adalah keausan karena perilaku
kimiawi.
Keausan mekanis terbagi atas lima jenis keausan. Di bawah ini adalah
penjelasan sekilas tentang keausan tersebut.
(3) Sliding wear
Keausan ini terjadi ketika dua material sliding melawan yang lainnya.
Karakternya adalah adanya deformasi palstis serta perambatan retak pada
permukaan. Hal ini sering ditemui dalam bantalan, roda gigi, cam, dan slider.
(2) Fretting wear
Fretting wear terjadi ketika adanya gerakan osilasi sehingga mengakibatkan
25ariable25 displacement 25ariable. Fenomena ini dapat dilihat dalam
suaian sesak pada pemasangan poros terhadap lubang ketika poros tersebut
berputar.
(3) Abrasive wear
Keausan 25ariable yaitu keausan yang terjadi saat partikel yang keras ataupun
permukaan yang keras menggaruk dalam pergerakan relatifnya. Contoh
sederhana adalah pada peralatan bajak sawah.
(4) Erosive wear
Keausan 25ariabl terjadi ketika partikel berbenturan dengan
permukaan. Karakter jenis keausan ini ialah adanya deformasi pada sub-
surface atau juga adanya perambatan retak. Contohnya aus pada 25ariable
turbin dan keausan pada daun baling-baling 25ariable25g.
(5) Fatigue wear
Keausan lelah yaitu keausan karena kondisi beban yang berulang secara terus
menerus. Contoh fatigue wear dapat diamati pada keausan yang terjadi
dalam ball bearing ataupun roller bearing setelah beroperasi dalam jangka
waktu yang lama.
Sedangkan keausan yang masuk kategori aus karena adanya reaksi kimia
terbagi dalam empat macam. Diantaranya:
(3) Solution wear
Dalam keausan ini, solution yang terbentuk adalah antara material dalam
kontak sampai adanya penurunan 27ariab bebas. Karakternya pada
formasi campuran baru yang terbentuk dan juga proses keausan pada tingkat
atom dengan suhu yang tinggi. Contohnya dapat ditemukan pada keausan yang
terjadi saat proses pembubutan putaran tinggi oleh pahat karbid.
(2) Difusive wear
Keausan difusif terjadi karena adanya difusi elemen pada antarmuka,
contohnya adalah pahat high speed steel (HSS).
(3) Oxidative wear
Keausan oksidatif yaitu terjadinya aus saat peningkatan kecepatan luncur dan
beban rendah serta tipis sehingga terbentuk lapisan oksida yang rapuh. Pada
saat kecepatan tinggi, lapisan oksida menjadi lebih tebal dan merata menutupi
permukaan. Contohnya yaitu sliding pada permukaan dalam kondisi yang
oksidatif.
(4) Corrosive wear
Corrosive wear memiliki karakter batas butir yang korosif dan terbentuknya
lubang kecil pada benda. Contoh jenis keausan ini pada sliding surface dalam
kondisi atmosfer yang korosif.
Keausan sebagai fenomena yang sulit dihindari dalam aplikasi di bidang
rancang bangun, sebagaimana tersebut di atas, mulai diteliti oleh Archard. Archard
mengemukakan sebuah model fenomenal untuk menjelaskan tentang sliding wear.
Dalam modelnya diasumsikan bahwa parameter kritis dalam sliding wear adalah
tegangan pada kontak dan jarak sliding antara permukaan kontak.
Persamaan klasik model ini ialah:

V F
k N (10)
s H

dimana V adalah volume material yang hilang, s adalah jarak sliding, FN adalah
beban normal, H adalah kekerasan (material yang lebih lunak), k adalah koefisien
aus. Dengan membagi sisi kanan dan sisi kiri dengan daerah kontak yang
sesungguhnya, maka Persamaan (10) menjadi:

(11)

Dalam persamaan ini, p adalah tekanan dan h adalah linear wear. Persamaan
ini dipergunakan sebagai ukuran besarnya keausan. Sangatlah sulit untuk
mengukur secara akurat volume aus karena batas dari lintasan aus dibangun
berdasar subjektifitas. Dalam perkembangan model ini, koefisien aus k
diinterpretasikan dalam beragam konsep. Koefisien aus sebagai kemungkinan
tentang adanya kontak 29ariable yang menghasilkan partikel keausan, koefisien
aus sebagai pecahan dari partikel aus yang luluh asperitinya, koefisien aus sebagai
perbandingan antara volume hasil aus dan volume yang terdeformasi, koefisien
aus sebagai 29ariab pembanding terbalik dengan besaran kritis keausan yang
berulang-ulang, dan koefisien aus sebagai 29ariab ke-tidakefisien-an yang
berhubungan dengan berbagai proses dalam menghasilkan partikel keausan.
Konsep-konsep tersebut di atas menunjukkan betapa kompleks dan rumitnya
permasalahan keausan.
Kekerasan adalah satu-satunya sifat material yang digunakan dalam model
secara eksplisit dan pengaruhnya dari material lain dalam kaitannya dengan
koefisien aus. Namun demikian, model keausan yang pada awalnya untuk keausan
adesif, aplikasinya dapat ditemui dalam berbagai kondisi keausan, antara lain: (i)
Kapoor dan Franklin yang mengembangkan kegagalan 29ariable29g yang
didasarkan pada pendekatan untuk mensimulasikan delaminasi keausan yang telah
diteliti sebelumnya oleh Suh dimana koefisien aus Archard ditentukan
berdasarkan pada serpihan material yang hilang. (ii) Quinn yang
menggunakan model dalam menurunkan persamaan keausan oksidatif. Kedua
penelitian di atas adalah gambaran untuk menunjukkan kepopuleran dan
pentingnya model aus yang dibangun Archard.
Pengembangan model yang dibangun Archard tentang hubungan antara
koefisien gesek dan keausan dilakukan oleh Sarkar. Dalam modelnya,
volume material yang hilang dengan koefisien gesek dapat dihitung dengan
(12)

dimana  dalam persamaan (12) adalah koefisien gesek, V adalah volume


material yang hilang, s adalah jarak sliding, FN adalah beban normal, H adalah
kekerasan (material yang lebih lunak), dan k adalah koefisien aus. Jika
diasumsikan semua 1ariable adalah konstan kecuali  dan V, maka kondisi
adalah tanpa gesekan. Hal ini sangat kontradiktif karena gesekan nol berarti tidak
ada kontak fisik dan juga berarti tanpa keausan.

3.4. Bearing / Bantalan


Bearing atau bantalan merupakan suatu elemen mesin yang digunakan untuk
menahan poros berbeban, beban tersebut dapat berupa beban aksial atau beban
radial. Tipe bearing yang digunakan untuk bantalan disesuaikan dengan fungsi
dan kegunaannya. Bearing atau bantalan berfungsi untuk menumpu atau memikul
poros agar poros dapat berputar padanya. Bantalan harus kokoh untuk
memungkinkan poros atau elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik. Jika
bantalan tidak bekerja dengan baik, maka prestasi kerja seluruh sistem akan
menurun atau tidak dapat bekerja semestinya. Jadi, jika disamakan pada gedung,
maka bantalan dalam permesinan dapat disamakan dengan pondasi pada suatu
gedung.

3.4.1 Prinsip Kerja Bantalan / Bearing


Apabila ada dua buah logam yang bersinggungan satu dengan lainnya saling
bergeseran maka akan timbul gesekan , panas dan keausan . Untuk itu pada kedua
benda diberi suatu lapisan yang dapat mengurangi gesekan , panas dan keausan
serta untuk memperbaiki kinerjanya ditambahkan pelumasan sehingga kontak
langsung antara dua benda tersebut dapat dihindarai.

3.4.2 Jenis jenis Bearing / Bantalan


1. Berdasarkan Gerakan Bantalan Terhadap Poros
 Bantalan Luncur
Bantalan luncur adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk
menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya
dapat berlangsung dengan halus dan aman. Jenis bantalan ini mampu
menumpu poros dengan beban besar. Atas dasar arah beban terhadap poros
maka bantalan luncur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Bantalan Radial atau disebut jurnal bearing, dimana arah beban yang
ditumpu bantalan adalah tegak lurus terhadap sumbu poros.
b) Bantalan aksial atau disebut trust bearing, yaitu arah beban yang
ditumpu bantalan adalah sejajar dengan sumbu poros.
c) Bantalan luncur khusus adalah kombinasi dari bantalan radial dan
bantalan aksial.

Karena gesekannya yang besar pada saat mulai jalan, maka bantalan
luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini
tidak begitu sederhana, karena gesekan yang besar akan menimbulkan panas
pada bantalan, sehingga memerlukan pendinginan khusus.
Arah pelumasan ada dua, yaitu:
a) Radial, yaitu arah pelumasan yang tegak lurus dengan sumbu poros.
b) Aksial, yaitu arah pelumasan yang sejajar dengan sumbu poros.

Gesekan kental pada umumnya terjadi antara poros dengan


bantalannya. Pada waktu poros berputar, sebagian minyak pelumas yang
melekat pada permukaan poros ikut terbawa berputar. Apabila kemudian
celah di bawah poros menyempit menjadi lebih kecil daripada celah tempat
minyak pelumas memasuki ruang bantalan, minyak pelumas yang terbawa
berputar itu akan mengalir mengisi hambatan. Akibatnya, sebagian minyak
pelumas akan mengalir kembali menimbulkan tekanan hidrodinamik di
dalam lapisan minyak. Tekanan ini cukup kuat untuk mengangkat poros
hingga menyentuh permukaan bantalan.
Cara-cara pelumasan pada bantalan luncur :
a) Pelumasan tangan
Cara ini sesuai untuk beban ringan, kecepatan rendah atau kerja yang
tidak terus-menerus. Kekurangannya bahwa aliran pelumas tidak selalu
tetap atau pelumasan menjadi tidak teratur.
b) Pelumasan tetes
Dari sebuah wadah, minyak diteteskan dalam jumlah yang tetap dan
teratur melalui sebuah katup jarum.
c) Pelumasan sumbu
Cara ini menggunakan sumbu yang dicelupkan dalam mangkok minyak
sehingga minyak terisap oleh sumbu tersebut. Pelumasan ini dipakai
seperti dalam hal pelumasan tetes.
d) Pelumasan percik
Dari suatu bak penampung, minyak dipercikkan. Cara ini dipergunakan
untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak yang berputaran
tinggi.
e) Pelumasan cincin
Pelumasan ini menggunakan cincin yang digantungkan pada poros
sehingga akan berputar bersamaan dengan poros sambil mengangkat
minyak dari bawah.
f) Pelumasan pompa
Di sini pompa digunakan untuk mengalirkan minyak ke dalam bantalan.
Pelumasan pompa sesuai untuk keadaan kerja dengan kecepatan tinggi
dan besar.
g) Pelumasan gravitasi
Dari sebuah tangki yang diletakkan di atas bantalan, minyak dialirkan
oleh gaya beratnya. Cari ini dipakai untuk kecepatan sedang dan tinggi
pada kecepatan keliling sebesar 10 – 15.
h) Pelumasan celup
Sebagian dari bantalan dicelupkan ke dalam minyak pelumas.

 Bantalan Gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau
rol jarum dan rol bulat. Bantalan gelinding menggunakan
elemen rolling untuk mengatasi gesekan antara dua komponen yang
bergerak. Diantara kedua permukaan ditempatkan elemen gelinding seperti
misalnya bola, rol, taper, dll. Kontak gelinding terjadi antara elemen ini
dengan komponen lain yang berarti pada permukaan kontak tidak ada
gerakan relatif.
Gambar 3.8 Bantalan Gelinding

Bantalan gelinding mempunyai keuntungan dari gesekan gelinding


yang sangat kecil dibandingkan dengan bantalan luncur. Elemen gelinding
seperti bola atau rol dipasang antara cincin luar dan dalam. Dengan memutar
salah satu cincin tersebut, bola atau rol akan melakukan gerakan gelinding
sehingga gesekan akan jauh lebih kecil. Untuk bola atau rol, ketelitian tinggi
dengan bentuk dan ukurannya merupakan suatu keharusan. Karena luas
bidang kontak antara bola dan rol dengan cincin sangat kecil, maka besarnya
beban yang dipakai harus memiliki ketahanan dan kekerasan yang sangat
tinggi.
Jenis jenis bantalan gelinding :
a) Single row groove ball bearings
Bearing ini mempunyai alur dalam pada kedua cincinnya. Karena
memiliki alur, maka jenis ini mempunyai kapasitas dapat menahan beban
secara ideal pada arah radial dan aksial. Maksud dari beban radial adalah
beban yang tegak lurus terhadap sumbu poros, sedangkan beban aksial
adalah beban yang searah sumbu poros.

Gambar 3.9 Single row groove ball bearings

b) Double row self aligning ball bearings


Jenis ini mempunyai dua baris bola, masing-masing baris mempunyai
alur sendiri-sendiri pada cincin bagian dalamnya. Pada umumnya
terdapat alur bola pada cincin luarnya. Cincin bagian dalamnya mampu
bergerak sendiri untuk menyesuaikan posisinya. Inilah kelebihan dari
jenis ini, yaitu dapat mengatasi masalah poros yang kurang sebaris.

Gambar 3.10 Double row self aligning ball bearings


c) Single row angular contact ball bearings
Berdasarkan konstruksinya, jenis ini ideal untuk beban radial. Bearing
ini biasanya dipasangkan dengan bearing lain, baik itu dipasang secara
pararel maupun bertolak belakang, sehingga mampu juga untuk
menahan beban aksial.

Gambar 3.11 Single row angular contact ball bearings


d) Double row angular contact ball bearings
Disamping dapat menahan beban radial, jenis ini jgua dapat menahan
beban aksial dalam dua arah. Karena konstruksinya juga, jenis ini dapat
menahan beban torsi. Jenis ini juga digunakan untuk mengganti dua
buah bearing jika ruangan yang tersedia tidak mencukupi.

Gambar 3.12 Double row angular contact ball bearings


e) Double row barrel roller bearings
Bearing ini mempunyai dua baris elemen roller yang pada umumnya
mempunyai alur berbentuk bola pada cincin luarnya. Jenis ini memiliki
kapasitas beban radial yang besar sehingga ideal untuk menahan beban
kejut.
Gambar 3.13 Double row barrel roller bearings
f) Single row cylindrical bearings
Jenis ini mempunyai dua alur pada satu cincin yang biasanya terpisah.
Eek dari pemisahan ini, cincin dapat bergerak aksial dengan mengikuti
cincin yang lain. Hal ini merupakan suatu keuntungan, karena apabila
bearing harus mengalami perubahan bentuk karena temperatur, maka
cincinya akan dengan mudah menyesuaikan posisinya. Jenis ini
mempunyai kapasitas beban radial yang besar pula dan juga cocok untuk
kecepatan tinggi.

Gambar 3.14 Double row barrel roller bearings


g) Tapered roller bearings
Dilihat dari konstriksinya, jenis ini ideal untuk beban aksial maupun
radial. Jenis ini dapat dipisah, dimana cincin dalamnya dipasang
bersama dengan rollernya dan cincin luarnya terpisah.

Gambar 3.15 Tapered roller bearings


h) Single direction thrust ball bearings
Bearing jenis ini hanya cocok untuk menahan beban aksila dalam satu
arah saja. Elemenya dapat dipisahkan sehingga mudah melakukan
pemasangan. Beban aksial minimum yang dapat ditahan tergantung dari
kecepatannya. Jenis ini sangat sensitif terhadap ketidaksebarisan
(misalignment) poros terhadap rumahnya.
Gambar 3.16 Single direction thrust ball bearings

i) Double direction thrust ball bearings


Bearing jenis ini hanya cocok untuk menahan beban aksila dalam satu
arah saja. Elemenya dapat dipisahkan sehingga mudah melakukan
pemasangan. Beban aksial minimum yang dapat ditahan tergantung dari
kecepatannya. Jenis ini sangat sensitif terhadap ketidaksebarisan
(misalignment) poros terhadap rumahnya.

Gambar 3.17 Double direction thrust ball bearings

j) Ball and socket bearings


Bearing jenis ini mempunyai alur dalam berbentuk bola, yang bisa
membuat elemennya berdiri sendiri. Kapasitasnya sangat besar terhadap
beban aksial. Selain itu juga dapat menahan beban radial secara simultan
dan cocok untuk kecepatan yang tinggi.

Gambar 3.18 Ball and socket bearings


2. Berdasarkan Arah Beban Terhadap Poros
 Bantalan Radial
Bantalan Radial atau disebut jurnal bearing, dimana arah beban yang
ditumpu bantalan adalah tegak lurus terhadap sumbu poros.Bantalan ini
untuk mendukung gaya radial dari batang torak saat berputar. Konstruksinya
terbagi / terbelah menjadi dua agar dapat dipasang pada poros engkol.
 Bantalan Aksial
Bantalan aksial atau disebut trust bearing, yaitu arah beban yang
ditumpu bantalan adalah sejajar dengan sumbu poros.Bantalan ini
menghantarkan poros engkol menerima gaya aksial yaitu terutama pada saat
terjadi melepas / menghubungkan plat kopling saat mobil berjalan.
Konstruksi bantalan ini juga terbelah / terbagi menjadi dua dan dipasang
pada poros jurnal bagian paling tengah.

2.4.3 Penyebab-penyebab Kerusakan pada Bantalan / Bearing


a) Kesalahan bahan
- faktor produsen: yaitu retaknya bantalan setelah produksi baik retak halus
maupun berat, kesalahan toleransi, kesalahan celah bantalan.
- faktor konsumen: yaitu kurangnya pengetahuan tentang karakteristik pada
bearing.
b) Penggunaan bearing melewati batas waktu penggunaannya (tidak sesuai
dengan petunjuk buku fabrikasi pembuatan bearing).
c) Pemilihan jenis bearing dan pelumasannya yang tidak sesuai dengan buku
petunjuk dan keadaan lapangan (real).
d) Pemasangan bearing pada poros yang tidak hati-hati dan tidak sesuai
standart yang ditentukan. Kesalahan pada saat pemasangan, diantaranya:
- Pemasangan yang terlalu longgar, akibatnya cincin dalam atau cincin luar
yang berputar yang menimbulkan gesekan dengan housing/poros.
- Pemasangan yang terlalu erat, akibatnya ventilasi atau celah yang kurang
sehingga pada saat berputar suhu bantalan akan cepat meningkat dan
terjadi konsentrasi tegangan yang lebih.
- Terjadi pembenjolan pada jalur jalan atau pada roll sehingga bantalan saat
berputar akan tersendat-sendat.
e) Terjadi misalignment, dimana kedudukan poros pompa dan penggeraknya
tidak lurus, bearing akan mengalami vibrasi tinggi. Pemasangan yang
tidak sejajar tersebut akan menimbulkan guncangan pada saat berputar
yang dapat merusak bearing. Kemiringan dalam pemasangan bearing juga
menjadi faktor kerusakan bearing, karena bearing tidak menumpu poros
dengan tidak baik, sehingga timbul getaran yang dapat merusak komponen
tersebut.
f) Karena terjadi unbalance (tidak imbang), seperti pada impeller, dimana
bagian-bagian pada impeller tersebut tidak balance (salah satu titik bagian
impeller memiliki berat yang tidak seimbang). Sehingga ketika berputar,
mengakibatkan putaran mengalami perubahan gaya disalah satu titik
putaran (lebih terasa ketika putaran tinggi), sehingga berpengaruh pula
pada putaran bearing pada poros. Unbalance bisa terjadi pula pada poros,
dan pengaruhnya pun sama, yaitu bisa membuat vibrasi yang tinggi dan
merusak komponen.
g) Bearing kurang minyak pelumasan, karena bocor atau minyak pelumas
terkontaminasi benda asing dari bocoran seal gland yang mempengaruhi
daya pelumasan pada minyak

DAFTAR PUSTAKA
[1] Syafa’at, Imam. (2009), Keausan Kontak Luncur (Sliding Wear): Sebuah
Tunjauan Pustaka.,2009, Semarang.

[2] Stachowiak, G.W. and A.W. Batchelor. (2000), Engineering Tribology


2 Ed., Butterworth-Heinemann.
nd

[3] Jamari, J. (2006), Running-in of Rolling Contacts, PhD Thesis, University


of Twente, Enschade, The Netherlands

[4] Kogut, L. and Etsion, I. (2003, A semi-analytical solution for the sliding
inception of a spherical contact. ASME J. Tribol., 125, 499-506.

[5] Pasaribu, H.R. and Schipper. D.J. (2004), Deterministic friction model of a
rough surface sliding against a flat layered surface, Tribol. Lett., 17, 967-
976.

[6] Jackson, R.L., Duvvuru, R.S., Meghani, H., and Mahajan, M. (2006), An
analysis of elasto-plastic sliding spherical asperity interaction, Wear, 262,
210-219.

[7] Johnson, K. L. (1985), Contact Mechanics, Cambridge University Press,


Cambridge, UK.

[8] Shigley, J.E.1993. Mechanical Engineering Design. McGrawHill, New


York.

[9] SKF Bearing General Catalogue. 2003. Media_print. Germany

Anda mungkin juga menyukai