Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Oleh :
Kerja praktek merupakan suatu satu mata kuliah wajib di Jurusan Teknik
Mesin Universitas Sriwijaya yang harus ditempuh oleh mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin sebagai salah satu syarat penyelesaian kurikulum.
1.2 Permasalahan
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh nantinya:
1.5.1. Bagi Mahasiswa, yaitu:
3.1 Pengantar
Tribologi adalah ilmu yang membahas tentang gesekan, keausan,
pelumasan pada permukaan dalam gerak relatif benda. Mulai zaman dulu hingga
muncul dan berkembangnya ilmu dalam bidang rancang bangun, fisika, kimia,
geologi serta biologi seperti sekarang ini, keberadaan ilmu ini tetap ada. Tribologi
adalah masalah krusial dalam pemesinan yang melibatkan proses sliding dan
rolling. Ilmu ini termotivasi dari sisi ekonomi sehingga finansial dapat dihemat
sampai sebesar US$16 milyar di Negara Amerika dan £500 juta di Inggris jika
tribologi diterapkan dengan semestinya. Hal ini bisa dilihat dari laporan H.P. Jost,
Menteri Pendidikan Inggris pada tahun 1966. Dia memberikan laporan yang
mengejutkan kepada parlemen tentang besarnya energi yang terbuang karena
gesekan. Dalam laporannya yang terkenal dengan nama The Jost Report,
pemborosan terutama disebabkan oleh keausan karena gesekan, munculnya panas
akibat gesekan sehingga mengakibatkan material menjadi lunak dan
memungkinkan rusak pada kontak permukaannya. Karena itu, prediksi yang
akurat dari perubahan yang cepat pada proses kontak gesekan dan pengendalian
terhadap hal tersebut adalah hal yang sangat penting dari sisi ekonomi.
Mekanika kontak (contact mechanics) adalah ilmu yang membahas tentang
pergerakan relatif, gaya interaktif dan perilaku tribologi dari dua benda rigid atau
deformable yang hanya bersentuhan ataupun sampai terlepas dan hilangnya
permukaan material antara yang satu dengan yang lainnya selama batas waktu
tertentu. Persinggungan atau kontak yang terjadi dapat berupa statis ataupun
dinamis. Pada permulaan kontak dinamis, jumlah titik kontak asperiti
berkurang dan titik kontak akan nampak membesar. Partikel yang aus (debris)
akan bergerak menuju permukaan yang lain sebagai akibat dari interaksi mekanis
antar asperiti. Keausan karena gerakan sliding inilah yang dikenal sebagai sliding
wear.
Dari masa ke masa, keausan adalah sebuah fenomena yang sangat menarik
untuk diteliti. Adanya temuan-temuan terbaru oleh para peneliti membuat semakin
beragamnya teori tentang keausan. Oleh karena itulah diperlukan sebuah tinjauan
pustaka untuk mengetahui teori-teori yang telah ada dan teori mana yang perlu
dikembangkan lebih lanjut.
Tinjauan pustaka ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama tentang
pengantar. Bagian kedua tentang kontak permukaan yang di dalamnya berisi
tentang penelitian-penelitian kontak statis dan kontak dinamis. Pada kontak
dinamis, bahasan terbagi menjadi sliding contact dan rolling contact. Bagian
ketiga berisi tentang kontak permukaan dan keausan. Di bagian terakhir berisi
ringkasan.
Benda 2
Bidang
singgung
Benda 1
Dalam bagian ini akan diulas masalah kontak statis dan dinamis. Secara
umum, pada kontak statis terdapat penyebaran secara acak adanya titik kontak
yang kecil. Ketika permulaan kontak dinamis dimulai, jumlah titik kontak asperiti
berkurang dan titik kontak akan nampak membesar. Gumpalan partikel yang aus
(debris) akan bergerak menuju permukaan yang lain sebagai akibat dari interaksi
mekanis antar asperiti sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2, terlihat jelas
perbedaan antara keduanya. Berikut ini akan dibahas masalah kontak statis dan
dinamis dilihat dari temuan para peneliti yang telah dipublikasi.
3 2
y 2x 3x (1)
dengan harga x:
e
x (2)
p e
110c (3)
(4)
Persamaan (5):
1 1 1 1 1 1
(5)
1
Rm R x R y Rx1 Rx 2 R y1 R y 2
Dengan menurunkan persamaan Lin, beban kontak Pep dapat dihitung dengan
menggunakan faktor tekanan kontak maksimum K dalam hubungan dengan
Poisson’s ratio . Dimana:
Sehingga nilai beban kontak Pep dihitung dengan memasukkan Persamaan (4) dan
Persamaan (6) menjadi:
(7)
Kontak dinamis dalam ulasan ini terbagi menjadi dua bagian. Ulasan pertama
tentang kontak luncur (sliding contact) dan yang kedua tentang kontak bergulir
(rolling contact). Sebagaimana diketahui, kedua jenis gerakan ini sangat menarik
untuk diteliti. Penelitian-penelitian tentang kedua jenis gerakan tersebut dapat
dilihat pada sub-bagian berikut ini.
Gambar 3.4 Model kontak antara deformable sphere dan rigid flat di
bawah kombinasi antara beban normal P dan beban tengensial Q.[4]
Sifat-sifat tersebut antara lain Poisson’s ratio, modulus elastisitas dan kekerasan
(eff (), Eeff () dan Heff()) sebagai fungsi dari kedalaman penetrasi . Layer
diasumsikan terikat dengan sempurna pada lapisan atas material. Model yang
dibangun adalah berdasar pada deterministic friction. Interference kritis yaitu
permulaan luluh pada daerah elastis-plastis dengan pendekatan yang dilakukan
Tabor, dihitung dengan Persamaan (8):
(8)
dimana c1 () interference kritis luluh pada coating material atau pada substrate
sebagai fungsi dari kedalaman penetrasi, adalah radius asperiti. Sedangkan
() adalah kekerasan material, Eeff () adalah modulus elastisitas efektif, yang
masing-masing adalah sebagai fungsi dari kedalaman penetrasi. Jika deformasi
pada kondisi elastis-plastis di atas terus berlanjut sampai keadaan plastis,
indentasi kritis c2 dapat dihitung dengan menggunakan formulasi:
c 2 ( ) c c1 (9)
( )
Dari simulasi dihasilkan bahwa besaran energi yang hilang antar puncak asperiti
akan meningkat sebagaimana meningkatnya deformasi plastis yang terjadi.
Deformasi plastis pada sphere juga meningkat seiring dengan bertambahnya nilai
modulus elastisitas dan meningkatnya interference atau beban normal antar
surface.
Peneliti berikutnya adalah Vijaywargiya yang mempergunakan Finite Element
Analyses (FEA) untuk mensimulasikan sliding dalam 2D dan 3D. Penggunaan
model dikondisikan secara elastis-plastis antara dua silinder baja dan juga sliding
antara copper (Glidcop) dengan Aluminum (Al 6061-T651). Simulasi dilakukan
dengan kondisi gesekan dan tanpa gesekan. Deformasi, gaya reaksi, tegangan dan
energi yang hilang sebagai fungsi dari jarak sliding adalah hasil yang
ditemukan dengan menggunakan pendekatan Green. Hasil simulasi 3D memiliki
tren yang sama dengan model 2D dalam hal frictionless sliding pada rejim elastis-
plastis dengan gaya reaksi horisontal dan vertikal.
Jika menampilkan jarak sliding sebagai parameter penting dalam
penelitiannya, baru-baru ini Moody meneliti vertical interference dalam
hubungannya dengan deformasi, gaya reaksi, tegangan dan energi yang hilang
dengan model 3D. Hasil plot dari tegangan von Misses dipergunakan untuk
menunjukkan adanya formasi dan distribusi tegangan seiring dengan
meningkatnya deformasi plastis atas proses sliding yang terjadi. Ditemukan juga
adanya peningkatan deformasi plastis dengan energi yang hilang selama sliding
serta residual deformations sebagai fungsi dari interference.
Gambar 3.7 Ilustrasi skematis tentang repeated contact model pada perubahan
topografi permukaan dalam running-in of rolling contact.[3]
3.3. Keausan
Keausan adalah sebuah fenomena yang sering terjadi dalam engineering.
Keausan didefinisikan oleh ASTM sebagai kerusakan permukaan benda yang
secara umum berhubungan dengan peningkatan hilangnya material yang
disebabkan oleh pergerakan 25ariable benda dan sebuah substansi kontak.
Mekanisme aus terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah
keausan karena perilaku mekanis dan yang kedua adalah keausan karena perilaku
kimiawi.
Keausan mekanis terbagi atas lima jenis keausan. Di bawah ini adalah
penjelasan sekilas tentang keausan tersebut.
(3) Sliding wear
Keausan ini terjadi ketika dua material sliding melawan yang lainnya.
Karakternya adalah adanya deformasi palstis serta perambatan retak pada
permukaan. Hal ini sering ditemui dalam bantalan, roda gigi, cam, dan slider.
(2) Fretting wear
Fretting wear terjadi ketika adanya gerakan osilasi sehingga mengakibatkan
25ariable25 displacement 25ariable. Fenomena ini dapat dilihat dalam
suaian sesak pada pemasangan poros terhadap lubang ketika poros tersebut
berputar.
(3) Abrasive wear
Keausan 25ariable yaitu keausan yang terjadi saat partikel yang keras ataupun
permukaan yang keras menggaruk dalam pergerakan relatifnya. Contoh
sederhana adalah pada peralatan bajak sawah.
(4) Erosive wear
Keausan 25ariabl terjadi ketika partikel berbenturan dengan
permukaan. Karakter jenis keausan ini ialah adanya deformasi pada sub-
surface atau juga adanya perambatan retak. Contohnya aus pada 25ariable
turbin dan keausan pada daun baling-baling 25ariable25g.
(5) Fatigue wear
Keausan lelah yaitu keausan karena kondisi beban yang berulang secara terus
menerus. Contoh fatigue wear dapat diamati pada keausan yang terjadi
dalam ball bearing ataupun roller bearing setelah beroperasi dalam jangka
waktu yang lama.
Sedangkan keausan yang masuk kategori aus karena adanya reaksi kimia
terbagi dalam empat macam. Diantaranya:
(3) Solution wear
Dalam keausan ini, solution yang terbentuk adalah antara material dalam
kontak sampai adanya penurunan 27ariab bebas. Karakternya pada
formasi campuran baru yang terbentuk dan juga proses keausan pada tingkat
atom dengan suhu yang tinggi. Contohnya dapat ditemukan pada keausan yang
terjadi saat proses pembubutan putaran tinggi oleh pahat karbid.
(2) Difusive wear
Keausan difusif terjadi karena adanya difusi elemen pada antarmuka,
contohnya adalah pahat high speed steel (HSS).
(3) Oxidative wear
Keausan oksidatif yaitu terjadinya aus saat peningkatan kecepatan luncur dan
beban rendah serta tipis sehingga terbentuk lapisan oksida yang rapuh. Pada
saat kecepatan tinggi, lapisan oksida menjadi lebih tebal dan merata menutupi
permukaan. Contohnya yaitu sliding pada permukaan dalam kondisi yang
oksidatif.
(4) Corrosive wear
Corrosive wear memiliki karakter batas butir yang korosif dan terbentuknya
lubang kecil pada benda. Contoh jenis keausan ini pada sliding surface dalam
kondisi atmosfer yang korosif.
Keausan sebagai fenomena yang sulit dihindari dalam aplikasi di bidang
rancang bangun, sebagaimana tersebut di atas, mulai diteliti oleh Archard. Archard
mengemukakan sebuah model fenomenal untuk menjelaskan tentang sliding wear.
Dalam modelnya diasumsikan bahwa parameter kritis dalam sliding wear adalah
tegangan pada kontak dan jarak sliding antara permukaan kontak.
Persamaan klasik model ini ialah:
V F
k N (10)
s H
dimana V adalah volume material yang hilang, s adalah jarak sliding, FN adalah
beban normal, H adalah kekerasan (material yang lebih lunak), k adalah koefisien
aus. Dengan membagi sisi kanan dan sisi kiri dengan daerah kontak yang
sesungguhnya, maka Persamaan (10) menjadi:
(11)
Dalam persamaan ini, p adalah tekanan dan h adalah linear wear. Persamaan
ini dipergunakan sebagai ukuran besarnya keausan. Sangatlah sulit untuk
mengukur secara akurat volume aus karena batas dari lintasan aus dibangun
berdasar subjektifitas. Dalam perkembangan model ini, koefisien aus k
diinterpretasikan dalam beragam konsep. Koefisien aus sebagai kemungkinan
tentang adanya kontak 29ariable yang menghasilkan partikel keausan, koefisien
aus sebagai pecahan dari partikel aus yang luluh asperitinya, koefisien aus sebagai
perbandingan antara volume hasil aus dan volume yang terdeformasi, koefisien
aus sebagai 29ariab pembanding terbalik dengan besaran kritis keausan yang
berulang-ulang, dan koefisien aus sebagai 29ariab ke-tidakefisien-an yang
berhubungan dengan berbagai proses dalam menghasilkan partikel keausan.
Konsep-konsep tersebut di atas menunjukkan betapa kompleks dan rumitnya
permasalahan keausan.
Kekerasan adalah satu-satunya sifat material yang digunakan dalam model
secara eksplisit dan pengaruhnya dari material lain dalam kaitannya dengan
koefisien aus. Namun demikian, model keausan yang pada awalnya untuk keausan
adesif, aplikasinya dapat ditemui dalam berbagai kondisi keausan, antara lain: (i)
Kapoor dan Franklin yang mengembangkan kegagalan 29ariable29g yang
didasarkan pada pendekatan untuk mensimulasikan delaminasi keausan yang telah
diteliti sebelumnya oleh Suh dimana koefisien aus Archard ditentukan
berdasarkan pada serpihan material yang hilang. (ii) Quinn yang
menggunakan model dalam menurunkan persamaan keausan oksidatif. Kedua
penelitian di atas adalah gambaran untuk menunjukkan kepopuleran dan
pentingnya model aus yang dibangun Archard.
Pengembangan model yang dibangun Archard tentang hubungan antara
koefisien gesek dan keausan dilakukan oleh Sarkar. Dalam modelnya,
volume material yang hilang dengan koefisien gesek dapat dihitung dengan
(12)
Karena gesekannya yang besar pada saat mulai jalan, maka bantalan
luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini
tidak begitu sederhana, karena gesekan yang besar akan menimbulkan panas
pada bantalan, sehingga memerlukan pendinginan khusus.
Arah pelumasan ada dua, yaitu:
a) Radial, yaitu arah pelumasan yang tegak lurus dengan sumbu poros.
b) Aksial, yaitu arah pelumasan yang sejajar dengan sumbu poros.
Bantalan Gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau
rol jarum dan rol bulat. Bantalan gelinding menggunakan
elemen rolling untuk mengatasi gesekan antara dua komponen yang
bergerak. Diantara kedua permukaan ditempatkan elemen gelinding seperti
misalnya bola, rol, taper, dll. Kontak gelinding terjadi antara elemen ini
dengan komponen lain yang berarti pada permukaan kontak tidak ada
gerakan relatif.
Gambar 3.8 Bantalan Gelinding
DAFTAR PUSTAKA
[1] Syafa’at, Imam. (2009), Keausan Kontak Luncur (Sliding Wear): Sebuah
Tunjauan Pustaka.,2009, Semarang.
[4] Kogut, L. and Etsion, I. (2003, A semi-analytical solution for the sliding
inception of a spherical contact. ASME J. Tribol., 125, 499-506.
[5] Pasaribu, H.R. and Schipper. D.J. (2004), Deterministic friction model of a
rough surface sliding against a flat layered surface, Tribol. Lett., 17, 967-
976.
[6] Jackson, R.L., Duvvuru, R.S., Meghani, H., and Mahajan, M. (2006), An
analysis of elasto-plastic sliding spherical asperity interaction, Wear, 262,
210-219.