Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
VAGINOSIS BAKTERIALIS
Oleh :
Preseptor :
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi Vaginosis Bakterial (BV) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
sering dihadapi oleh wanita yang berada dalam masa reproduksi dimana ketidakseimbangan
flora normal yang terdapat di vagina. Kondisi tersebut yaitu pertumbuhan flora bakteri
anaerob yang lebih banyak sehingga mengganti flora normal Lactobacillus. Tanda klinis
infeksi Vaginosis Bakterial ditandai dengan adanya produksi sekret vagina yang banyak,
termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, National Health and Nutrition Examination Survey
perempuan berusia 14-49 tahun dan 50 persen pada wanita Afrika-Amerika. Ini termasuk
semua kasus dengan gejala infeksi dan asimptomatik. Di seluruh dunia, BV adalah umum
di antara wanita usia reproduksi, dengan variasi menurut populasi yang diteliti.1
Studi terbaru yang dilakukan pada wanita hamil, HIV-positif dan wanita dengan
infertilitas juga telah melaporkan prevalensi BV tinggi. Di antara perempuan hamil di timur
laut Nigeria dan Ethiopia, prevalensi BV adalah 17 dan 19%, masing-masing; antara wanita
dengan (HIV) positif, prevalensi BV adalah 48% telah dijelaskan di India, sedangkan pada
wanita dengan infertilitas di Qom dan Iran prevalensi BV ditemukan sebanyak 70%.Dalam
beberapa tahun terakhir, BV dalam kalangan wanita yang berhubungan seks dengan wanita
yaitu Kriteria Nugent, Kriteria Amsel, Kriteria Spiegel. Melihat besarnya risiko yang ada
pada infeksi vaginosis bakterial, maka perlu dilakukan skrinning yang jelas pada wanita
hamil maupun tidak hamil sehingga dapat menghindari risiko yang ada serta melaksanakan
gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding dan penatalaksanaan pada vaginosis bakterialis
Makalah ini ditulis berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Vagina adalah rongga muskulo membranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix
uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Vagina berfungsi
untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi
(persetubuhan). Batas dalam secara klinis yaitu fornicks anterior, posterior dan lateralis di
sekitar cervix uteri. Vagina menghubungkan genitalia interna dan eksterna. Panjang ukuran
anterior vagina adalah 6,5 cm dan posterior vagina 9 cm. Sumbu vagina berjalan sejajar
dengan arah pinggir bawah simfisis ke promontorium. Secara embriologis 2/3 bagian atas
vagina terbentuk dari duktus Mulleri (asal dari entoderm), 1/3 bagian bawah berasal dari
Epitel vagina terdiri dari atas epitel skuamosa, terdiri dari beberapa lapis epitel
gepeng tidak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar, tapi dapat terjadi transudasi.
Mukosa vagina berlipat-lipat secara horizontal (rugae), di tengah dan bagian belakang ada
yang mengeras, disebut dengan kolumna rugarum. Di bawah epitel vagina terdapat jaringan
ikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Dibawah jaringan ikat terdapat otot-otot
yang sususnannya serupa dengan otot-otot usus. Bagian luar otot terdapat fasia (jaringan
ikat) yang elastis dan akan berkurang keelastisitasannya sesuai dengan pertambahan usia.
Sebelah depan vagina terdapat uretra sepanjang 2,5-4 cm. Bagian atas vagina berbatsan
2.2 Vaginitis
Vaginitis merupakan peradangan pada saluran reproduksi luar yang sering terjadi.
Peradangan ini dapat disebabkan oleh infeksi, ataupun efek dari perubahan hormonal yang
terjadi di dalam tubuh.2 Vagina secara normal didiami oleh sejumlah organisme (flora
normal), antara lain, Lactobacillus acidophillus, Difterioid, Candida, dan flora normal lain.
pH fisiologis vagina adalah 4 (3,5-4,5) yang akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dan mengontrol pertumbuhan flora normal yang terdapat di dalam vagina. Diagnosis
atau vaginitis Gardnella. Vaginosis bakterial (VB) adalah penyebab vaginitis paling biasa.
Umumnya tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual karena pernah dilaporkan
kejadiannya pada perempuan muda dan biarawati yang secara seksual tidak aktif.5
Tidak ada penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi
lactobacilli dan peningkatan bakteri anerobik sampai sepuluh kali serta kenaikan dalam
risiko penyakit radang panggul (PID). VB lebih sering dijumpai pada pemakai AKDR
dibanding kontrasepsi lain dan meningkatkan risiko penyakit menular seksual. Pada ibu
hamil dengan VB meningkatkan infeksi klamidia dua kali dan gonorea enam kali lipat. Di
samping itu, ada hubungan kuat antara VB yang didiagnosis pada umur kehamilan 16 sampai
Penyebab Vaginosis bakterial tetap sulit dipahami, dan berbagai penelitian telah
Aktivitas seksual merupakan faktor risiko untuk Vaginosis bakterial, terutama ketika
kondom tidak digunakan secara konsisten. Bukti epidemiologi sangat mendukung transmisi
seksual dari BV patogen. Ada kejadian yang tinggi BV dan konkordansi flora pada wanita
yang berhubungan seks dengan wanita, lebih lanjut menunjukkan bahwa transmisi seksual
adalah penting. Wanita yang berhubungan seks dengan wanita beresiko untuk infeksi
menular seksual (IMS). Wanita lesbian dan biseksual dapat mengalami IMS satu sama lain
melalui:Kulit-ke-kulit, kontak mukosa (misalnya, mulut ke vagina) cairan vagina, darah haid
dan berbagi mainan seks. Beberapa IMS lebih umum di kalangan lesbian dan wanita
biseksual dan dapat lolos dengan mudah dari wanita untuk wanita (seperti vaginosis bakteri).
IMS lain sangat kecil kemungkinannya untuk diteruskan dari wanita dengan wanita melalui
berbagai infeksi menular seksual, termasuk gonore, herpes, trichomoniasis dan HIV namun
Selain itu, BV dapat juga terjadi tanpa hubungan seksual. Menurut Office on
Women’s Health, US Department of Health and Human Services, kebiasaan douche dapat
meningkatkan risiko BV.7 Wanita yang sering douche (sekali seminggu) berpotensi 5kali
mengubah keseimbangan flora vagina (bakteri yang hidup dalam vagina) dan keasaman
Vagina yang sehat memiliki bakteri baik dan berbahaya. Keseimbangan bakteri
komensal membantu menjaga lingkungan asam. Lingkungan asam melindungi vagina dari
infeksi atau iritasi. Douching dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari bakteri
berbahaya. Hal ini dapat menyebabkan infeksi ragi atau Vaginosis bakterial. Jika seseorang
sudah memiliki infeksi vagina, douching dapat mendorong bakteri penyebab infeksi, ke
dalam rahim, saluran tuba, dan ovarium. Hal ini dapat menyebabkan penyakit radang
panggul.7
2.5.3 Merokok
infeksi bakteri di tubuh manusia: perubahan fisiologis dan struktural, peningkatan virulensi
bakteri, dan disregulasi fungsi kekebalan tubuh. Nikotin dan metabolitnya cotinine telah
terdeteksi dalam lendir serviks perokok. Ada hipotesis bahwa merokok menyebabkan
akumulasi amina vagina, yang dikombinasikan dengan efek antiestrogenik dari merokok
Wanita yang merokok memiliki tingkat signifikan lebih rendah dari pertengahan
siklus dan estradiol fase luteal dibandingkan dengan non-perokok, dan didokumentasikan
dengan baik bahwa mikro vagina dipengaruhi oleh estrogen endogen. Selain itu, sedikit
jumlah benzo [a] pyrene diol epoksida (BPDE) ditemukan di cairan vagina perempuan yang
Merokok maka dapat mengurangi jumlah lactobacilli vagina sebagai pelindung dengan
2.5.4 Stress
Stres adalah suatu peristiwa fisik atau emosional yang dapat mempengaruhi tubuh
dan / atau kesehatan emosional individu. Awalnya stres memicu respon fight-or-flight. Pada
saat yang sama pencernaan dan sistem kekebalan tubuh melambat. Kortisol, adrenalin dan
noradrenalin dilepaskan oleh kelenjar adrenal, untuk membantu melakukan perubahan yang
memproduksi kortison dalam jumlah tinggi, yang dapat menyebabkan siklus tidur
terganggu, peningkatan kebutuhan gizi dan kekebalan menurun. Respon stres dan kekebalan
rendah, dapat menyebabkan vagina menjadi lebih rentan terhadap ketidakseimbangan flora.9
dibandingkan dengan wanita bebas dari BV (40.1nmol/L). Penelitian ini namun, tidak
membuktikan hubungan sebab-akibat dan studi lebih lanjut diperlukan untuk menambahkan
dukungan untuk pengamatan bahwa kadar vitamin D mungkin berhubungan dengan
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pil KB kombinasi oral dan progestin,
serta penggunaan kondom, adalah pelindung terhadap BV. Hubungan antara BV dan
penggunaan IUD kurang jelas; beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan risiko
BV pada pengguna IUDsedangkan penelitian lain tidak menemukan peningkatan risiko pada
pengguna. Penggunaan IUD yang menyebabkan perdarahan yang tidak teratur memiliki dua
kali lebih kemungkinan untuk berkembang menjadi BV. Beberapa mekanisme potensial
dimana perdarahan tidak teratur bisa meningkatkan risiko akuisisi BV adalah, darah
menstruasi dan kekambuhan BV telah dijelaskan dengan peningkatan bakteri anaerob dan
penurunan lactobacilli. Selain itu, lactobacilli adhesi pada sel-sel darah merah yang dapat
Tidak diketahui apa yang memicu gangguan flora vagina normal. Telah diperkirakan
bahwa yang berperan adalah alkalinisasi berulang pada vagina, yang terjadi dengan
seringnya hubungan seksual atau penggunaan douche. Setelah hidrogen peroksida normal -
produksi lactobacilli hilang, sulit untuk mengembalikan flora vagina normal, dan rekurensi
BV sering terjadi.12
pemahaman saat ini adalah mengenai perpindahan flora normal lactobacilli dalam vagina ke
bakteri anaerob, yang mengarah ke respon pro-inflamasi dan sindrom klinis. Lactobacilli
menghasilkan asam laktat dari glikogen, sebuah proses yang mempertahankan pH vagina
tetap asam; lingkungan pH rendah menghambat pertumbuhan spesies bakteri lain yang
Ureaplasma.8
bakteri lebih besar bila dibandingkan dengan wanita tanpa BV. Salah satu model yang
patogen dengan menempel pada sel epithelium host dan menciptakan komunitas bakteri
biofilm yang memfasilitasi akumulasi epitel patogen lainnya. Ekologi vagina berbeda antara
perempuan dan dipengaruhi oleh status kekebalan individu, serta banyak faktor lingkungan
dan perilaku lainnya; faktor-faktor ini dapat memodulasi ekspresi penyakit dan tingkat
keparahan. Temuan dari beberapa penelitian menunjukkan penularan bakteri anaerob dapat
memainkan peran kunci dalam pengembangan BV, baik pada wanita heteroseksual dan pada
Sampai setengah dari semua perempuan dengan vaginosis bakteri tidak memiliki
gejala. Jika ada gejala, sebagian besar wanita dengan vaginosis bakteri akan berbau busuk
(“bau amis”), cairan homogen, yang jelas, putih atau abu-abu keputihan yang dilaporkan
lebih sering setelah berhubungan seksual dan setelah selesai menstruasi; Keputihannya bisa
banyak sekali dan pada pemeriksaan dengan spekulum lengket di dinding vagina. Pruritus
atau iritasi vulva dan vagina jarang terjadi. labial dan / atau vulva bengkak dan tanda-tanda
terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang-kadang penderita mengeluh iritasi pada
vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen. Pada pemeriksaan inspekulo dapat
ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat pada dinding
vagina.13
Kriteria Amsel
Secara klinik menurut Amsel, dkk. (4), diagnosis bakterial ditegakkan bila terdapat tiga dari
adanya bau amis, setelah penetesaan KOH 10% pada cairan vagina,
(nitrazine paper).
vaginosis bakterial adalah pemeriksaan basah untuk mencari adanya clue cell(sel
epitelvagina yang diliputi oleh coccobacillus yangpadat) dan adanya bau amis pada
bila ditemukan sel clue pada sediaan basah, memberikan nilai sensitivitas 98,2%,
bila ditemukan sel clue ditambah adanya bau amis, memberikan nilai sensitivitas
81,6%, spesifisitas 99,5%, prediksi positif 98,8%, dan prediksi negatif 92,1%;
Dengan melihat hasil tersebut, apabila fasilitas laboratorium belum memadai, maka
metode terbaik dalam membantu menegakkan diagnosis Vaginosis bakterial adalah mencari
clue cell pada sediaan basah dan tes adanya bau amis pada penetesan KOH 10%. Tetapi
adanya bau amis ini tidak selalu dapat dievaluasi pada saat siklus menstruasi, dan juga
tergantung pada fungsi penciuman agar dapat mendeteksi adanya bau amis tersebut. Dengan
demikian apabila adanyabau amis ini sukar dievaluasi, maka ditemukannya clue cell saja
Kriteria Hay/Ison13
2.10 Pemeriksaan
spesimen, disebut sebagai “wet mount”, dapat dibuat dengan setetes 0,9% NaCl dan setetes
spesimen keputihan. Sebuah metode alternatif persiapan preparat basah adalah dengan
mengambil swab vagina dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan kurang dari 1 mL
saline, diaduk, dan kemudian menambahkan satu tetes dari tabung reaksi ke slide spesimen.
Setelah itu, kaca penutup harus ditempatkan di atas tetesan pada slide, diikuti dengan
Preparat harus diteliti secara menyeluruh untuk clue cell dan organisme trichomonas
yang motil. Penundaan lebih dari 10 menit dalam memeriksa sediaan basah secara signifikan
Sampel cairan vagina ditempatkan pada kaca objek dan solusi KOH 10%
ditambahkan. Segera setelah pemberiaan KOH, gelas objek didekatkan kehidung untuk
melakukan tes whiff; kehadiran bau "amis" yang kuat dianggap sebagai tes whiff positif.8
2.10.3 Pemeriksaan pH
dinding vagina atau langsung di sekresi vagina yang dikumpulkan. pH normal vagina
biasanya antara 3,8 dan 4,5. pH lebih dari 4,5 dapat didiagnosis dengan vaginosis bakteri.8
Pemeriksaan sederhana, cepat dan tidak mahal untuk membantu diagnosis Vaginosis
bakterial adalah dengan melakukan pewarnaan Gram pada pulasan cairan vagina.
Kombinasi pH vagina 4.5 dan pewarnaan Gram dari cairan vagina merupakan metode yang
baik dalam membantu diagnosis. Meskipun Vaginosis bakterial sering dihubungkan dengan
isolasi Gardnerella vaginalis, suatu bakteri anaerob, tetapi sampai saat ini cara tersebut tidak
dapat dipakai untuk kriteria diagnosis. Dengan melakukan pewarnaan Gram pada cairan
vagina, pasien dengan Vaginosis bakterial memperlihatkan sesuatu yang khas yaitu banyak
organisme Gram negatif ukuran kecil yang menyerupai Gardnerella vaginalis pada keadaan
vaginosis bakterial. Oleh karena itu Spiegel merekomendasikan pewarnaan Gram tanpa
kultur pada cairan vagina untuk diagnosis bakterial dapat disebabkan oleh beberapa grup
juga Gardnerella vaginalis dijumpai pada >40-50% wanita sehat. Hal ini juga diperkuat oleh
hasil penelitian Thomason, dkk. yang tidak mengevaluasi hasil kultur Gardenella vaginalis
terhadap diagnosis lain dan menambah dukungan terhadap diagnosis klinik bakterial
vaginosis. Menurut Thomason, dkk. untuk terjadinya Vaginosis bakterial maka jumlah
Lactobacillus menurun, sedangkan jumlah bakteri lainnya meningkat, dan pH vagina juga
(yang dapat mendeteksi T. vaginalis, C. albicans, dan G. vaginalis) dan pemeriksaan tidak
langsung aktivtas enzimatik yang terkait dengan organisme yang menyebabkan vaginosis
untuk vaginosis bakteri tidak dianjurkan karena sensitivitas rendah (kurang dari 50%) dan
2.13 Tatalaksana
mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari; metronidazol gel 0,75%, 2g dalam vagina sekali
sehari selama 5 hari; atau krim klindamisin 2%, 2g dalam vagina sebelum tidur selama 7
hari; rejimen alternatif termasuk tinidazol oral, klindamisin oral, atau klindamisin
intravagina ovules. Pasien harus diedukasi supaya tidak minum alkohol saat mengonsumsi
Selain itu, pasien tidak harus minum alkohol selama 24 jam setelah dosis terakhir
metronidazole dan selama 72 jam setelah dosis terakhir tinidazol. Krim Klindamisin adalah
berbasis minyak dan dapat melemahkan lateks kondom dan diafragma selama 5 hari setelah
pengobatan ini digunakan untuk episode awal, atau jika pasien tidak memberi respon dengan
metronidazol, agen alternatif harus dipertimbangkan. Pasien harus difollow up dalam sehari
atau dua setelah dosis asam borat terakhir. Jika seorang pasien mengalami remisi, gel
metronidazole harus diberikan dua kali seminggu selama 4 sampai 6 bulan sebagai terapi
pengobatan untuk memantau kriteria Amsel. Ini akan membantu memastikan eradikasi
anaerob dan pertumbuhan kembali lactobacilli yang sehat. Tes follow up dari penyembuhan
kekambuhan.6
lactobacilli. Penyisipan vagina dengan asam boratatau asam laktat mencipta lingkungan
yang lebih asam, yang diperlukan untuk menghindari kolonisasi organisme patogen terkait
pertumbuhan kembali lactobacilli. Dua lactobacilli yang berbeda berada pada flora vagina
yang sehat, Lactobacillus crispatus dan Lactobacillus jensenii. Penelitian berfokus pada
perumusan lactobacilli tersebut ke dalam kapsul untuk digunakan vagina namun tidak ada
suplemen lactobacilli yang tersedia secara komersial telah terbukti efektif sejauh ini.6
2.13.1 Follow up
Follow up tidak perlu jika tidak ada lagi keluhan pada pasien. Bakterialis vaginosis
bersifat persisten atau rekuren adalah umum, sehingga pasien harus disarankan untuk follow
vaginosis tertentu telah dikaitkan dengan resistensi antimikroba dan mungkin prediksi risiko
pengelolaan yang optimal untuk wanita dengan BV persisten atau berulang. Menggunakan
rejimen pengobatan yang berbeda direkomendasikan pada wanita yang memiliki
kekambuhan.6
direkomendasikan metronidazole gel 0,75% dua kali seminggu selama 4-6 bulan dan telah
(metronidazol atau tinidazol 500 mg dua kali sehari selama 7 hari) diikuti dengan
pemberiaan asam borat intravaginal 600 mg setiap hari selama 21 hari dan kemudian
supresif dengan metronidazole gel 0,75% dua kali seminggu selama 4-6 bulan untuk para
wanita dalam remisi mungkin menjadi pilihan bagi wanita dengan BV berulang. Pemberian
2g metronidazole oral perbulan dengan flukonazol 150 mg juga telah dievaluasi sebagai
terapi supresif; rejimen ini mengurangi kejadian BV dan mempromosikan kolonisasi flora
normal vagina.6
Pengobatan direkomendasikan untuk semua wanita hamil dengan gejala. Ibu hamil
dengan gejala dapat diobati dengan salah satu dari rejimen oral atau intravagina. Meskipun
efek kehamilan yang merugikan, termasuk ketuban pecah dini, persalinan prematur,
dengan BV dalam beberapa studi observasional, pengobatan BV pada ibu hamil dapat
mengurangi tanda-tanda dan gejala infeksi vagina. Dalam sebuah penelitian, terapi BV oral
dapat mengurangi risiko untuk keguguran, dan dalam dua studi tambahan, terapi tersebut
Pengobatan BV pada wanita hamil yang asimtomatik dan berisiko tinggi untuk
dievaluasi oleh beberapa penelitian, yang telah menghasilkan hasil yang beragam. Tujuh
percobaan telah mengevaluasi pengobatan ibu hamil dengan BV asimtomatik berisiko tinggi
untuk kelahiran prematur: satu menunjukkan bahaya, dua menunjukkan tidak ada manfaat,
Meskipun metronidazole melintasi plasenta, tidak ada bukti teratogen atau efek
mutagenik pada bayi telah ditemukan di beberapa studi cross-sectional dan kohort ibu hamil.
Data menunjukkan bahwa terapi metronidazol menimbulkan risiko rendah pada kehamilan.
Metronidazol disekresi dalam ASI. Dengan terapi oral ibu, bayi yang disusui menerima
metronidazol dalam dosis yang kurang dari yang digunakan untuk mengobati infeksi pada
bayi, meskipun metabolit aktif menambah total eksposur bayi. Kadar plasma obat dan
metabolit yang terukur, namun tetap kurang dari kadar plasma ibu. Meskipun beberapa
melaporkan serangkaian kasus tidak menemukan bukti efek samping metronidazol terkait
pada bayi, beberapa dokter menyarankan menunda menyusui selama 12-24 jam setelah
pengobatan ibu dengan 2-g dosis tunggal metronidazole. Dosis yang lebih rendah
menghasilkan konsentrasi yang lebih rendah dalam ASI dan sesuai pada ibu menyusui.6
postportal PID, infeksi manset pasca operasi setelah histerektomi, dan sitologi
serviks abnormal.
DAFTAR PUSTAKA