Anda di halaman 1dari 11

REGULASI DAN

HUKUM KONTRAK

MUSRIZAL
1404107010017
1

LATAR BELAKANG
Berada diantara pertemuan 3 lempeng besar dengan segala aktifitas tektoniknya, Indonesia
menjadi negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah, dari minyak bumi hingga mineral
seperti emas, perak, tembaga, dan batubara. Kekayaan alam tersebut tersebar di berbagai wilayah, dari
Sabang hingga Merauke. Namun keberadaan kekayaan alam ini tidak ada selamanya, karena semua
sumber daya seperti minyak bumi dan mineral bersifat tidak dapat diperbaharui, lambat laun semua
sumber daya alam ini akan habis ketersediaannya.
Kekayaan sumber daya alam di Indonesia mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat
hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah
secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara berkeadilan. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan dan dikelola dengan berasaskan
keberpihakan pada kepentingan bangsa dan keseimbangan (kesatuan ekonomi), selain dengan asas
manfaat, efisiensi berkeadilan, partisipatif, transparansi, akuntabilitas, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
Menurut Undang Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa: “bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Konsepsi “dikuasai oleh negara” dapat dimaknai sebagai
“dimiliki oleh negara”, yaitu kepemilikan dalam arti yang luas, kepemilikan dalam pengertian hukum
publik yang tentunya berfungsi sebagai sumber bagi pengertian kepemilikan perdata (private ownership).
Bumi, air, dan seluruh kekayaan yang terkandung dalam perut bumi dan air tidak hanya dipahami dalam
pengertian penguasaan melalui kontrol dan fungsi regulasi semata.
Saat ini kebijakan yang keluarkan pemerintah di bidang regulasi pengelolaan sumber daya alam
Indonesia memperlihatkan inkonsistensi Pemerintah itu sendiri. Pada satu sisi mengakui, namun pada sisi
lainnya seperti membatasi bahkan dalam beberapa peraturan dapat dipahami sebagai pembekuan hak-
hak masyarakatnya. Ini merupakan cerminan dari karakter hukum Negara yang sentralistik sehingga
cenderung mendominasi keberadaan sistem-sistem normatif yang hidup dalam masyarakat. Kondisi inilah
yang menimbulakn masalah dalam masyarakat adat di berbagai wilayah tanah air, khususnya di luar
Jawa.
2

DASAR TEORI
1. Peraturan Perundang Undangan Terkait Aktivitas Pertambangan
Di Indonesia hukum pertambangan yang mengatur kegiatan pengolahan pertambangan telah ada dari
zaman penjajahan Hindia Belanda hingga era kemerdekaan. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat
pemberlakukan dan perubahan atau penggantian produk peraturan perundang-undangan dari zaman Hindia
Belanda hingga Era kemerdekaan baik Orde lama, Orde Baru dan Orde Reformasi.
A. UNDANG-UNDANG (UU)
 UUD 1945;
 UU Gangguan (Hinderordonnantie) 1926;
 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;
 UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan;
 UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;
 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

B. PERATURAN PEMERINTAH
 PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;
 PP Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja Dibidang
Pertambangan;
 PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
 PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun 1998 tentang Tarif Atas
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Pertambangan Dan Energi di
Bidang Pertambangan Umum;
 PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;
 PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
3

 PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral;
 PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar
Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan;
 PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran Dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang;
 PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan;
 PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
 PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
 PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan
Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan PascaTambang;
 PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
 PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan;

C. PERATURAN PRESIDEN
 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang
Penanaman Modal;

D. PERATURAN MENTERI
 PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan Dan Pemanfaatan Briket
Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penerapan Kompetensi Profesi
Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan Penutupan Tambang;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan Penanaman Modal Dalam
Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
4

 PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan
Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di
Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam
Rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2010;
 PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral
Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri;
 PERMEN ESDM Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha
Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Dalam Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di
BIdang Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
 PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Dan Harga Patokan
Penjualan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha
Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui
Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PERMEN ESDM Nomor 7
Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan
Pemurnian Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara;

E. PERATURAN MENTERI TERKAIT


 PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha
Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup;
 PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan;
 PERMEN Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Atas PERMEN
Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
 PERMEN Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di
Daerah;
5

 PERMEN Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan


Hutan;
 PERMEN Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang
Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar;

F. LAIN LAIN
 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa
Izin;
 Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyal Serta Perusakan Instalasi
Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1086 K/40/MEM/2003 tentang Standardisasi Kompetensi
Tenaga Teknik Khusu Bidang Geologi dan Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah
Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Pertambangan Dan Energi Nomor 680 K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden
Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1128 K/40/MEM/2004 tentang Kebijakan Batubara Nasional;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan
Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Dalam Rangka
Penanaman Modal Asing;

2. Asas Hukum Pertambangan


Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan terkandung
asas-asas hukum pertambangan.
A. Asas Manfaat
Merupakan asas dimana di dalam penguasaan bahan galian dapat dimanfaatkan/digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
B. Asas Penguasaan
6

Asas penguasaan merupakan asas dimana di dalam penyelenggaraan usaha pertambangan atau bahan
galian yang terdapat di dalam hukum pertambangan Indonesia dapat diusahakan secara optimal
C. Asas Keselarasan
Asas keselarasan merupakan asas dimana ketentuan undang-undang pokok pertambangan harus
selaras atau sesuai atau seide dengan citan-cita dasar Negara republik Indonesia.
D. Asas Partisipasi
Asas partisipatif merupakan asas dimana pihak swasta meupun perorangan diberikan hak untuk
mengusahakan bahan galian yang terdapat dalam wilayah hokum pertambangan di Indonesia.
E. Asas Musyawarah dan Mufakat
Asas musyawarah dan mufakat merupakan asas, dimana pemegang kuasa pertambangan yang
menggunakan hak atas tanah hak milik harus membayar ganti kerugian kepada pemilik hak atas
tanah, yang besarnya ditentukan berdasarkan hasil musyawarah dan disepakati oleh kedua bela pihak

3. Objek dan Ruang Lingkup Hukum Pertambangan


Menurut Salim H.S, Objek hukum pertambangan merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau
pengkajian hukum pertambangan. Objek itu, dibagi mnjadi dua macam, yaitu obejek materiil dan objek formal.
Objek Materil adalah bahan (materi) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya. Objek materil hukum
pertambangan adalah manusia dan bahan galian. Sedangkan objek forma yaitu sudut pandang tertentu terhadap
objek materilnya. Jadi, objek forma hukum pertambangan adalah mengetur hubungan antara negara dengan baha
galian dan hubungan antara negara dengan orang atau badan hukum dalam pemanfatan bahan galian. Sedangkan,
ruang lingkup kajian hukum pertambagan meliputi pertamangan umum dan pertambangan minyak dan gas bumi.
Pertambangan umum digolongkan menjadi lima golongan, yaitu:

1. Pertambangan mineral radioaktif;


2. Pertambangan mineral logam;
3. Pertambangan mineral non logam;
4. Pertambangan batu bara, gambut, dan bitumen padat; dan
5. Pertambangan panas bumi.
4. Jenis Jenis Barang Galian
7

Salah satu sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui adalah bahan galian. Dalam Undang Undang No. 11
Tahun 1976 tentang Pertambangan di Indonesia, jenis bahan galian dibedakan menjadi 3 golongan yaitu:
A. Bahan Galian A
Yaitu bahan galian strategis dan sangat penting untuk pertahanan dan keamanan suatu negara khususnya
ketahanan ekonomi. contoh bahan galian A adalah batu bara, minyak bumi, gas alam, besi, nikel, timah,
uranium.
B. Bahan Galian B
Yaitu bahan galian vital yang dapat menjamin hajat hidup masyarakat. Contoh bahan galian ini adalah:
emas, perak, permata, asbes.
C. Bahan Galian C
Yaitu bahan galian yang tidak terdapat di golongan A dan B. Contohnya adalah pasir, kapur marmer.
8

PEMBAHASAN
Kehadiran Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba)
dilandasi oleh niat untuk memperbaiki tata kelola pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Salah
satu esensi perbaikan yang dikandung UU Minerba adalah menata ulang izin-izin yang tumpang tindih”.
Salah satu kendala pelaksanaan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba adalah UU
tersebut dianggap masih terlalu general. Sementara, dalam kasus tambang minerba terdapat beberapa
kondisi-kondisi yang spesifik, yang tidak bisa diakomodir dalam Undang-Undang yang sifatnya general.
Masalah yang kedua adalah penyesuaian kontrak. Jika kita bicara secara hokum penyesuaian
kontrak itu harusnya dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sesuai dengan UU Minerba. Secara hukum
itu sebetulnya menimbulkan kontradiksi juga, karena di satu sisi pemerintah menghormati asas pacta sun
servanda: kontrak itu harus dihormati sebagai Undang-Undang. Tapi di sisi lain pemerintah juga
mempunyai kewajiban untuk mengamandemen kontrak supaya lebih fair.
Sekarang prioritas pemerintah adalah melakukan penataan dan pengetatan terhadap IUP yang ada
supaya ke depan aktivitas industri tambang minerba tetap berjalan dan investasi tidak terkendala. (Warta
Minerba, April 2013) Hal ini berangkat dari fakta bahwa banyak pemerintah daerah yang mengerluarkan
IUP serampangan. Keuntungan penerbitan IUP ini masuk ke kantong-kantong pemerintah daerah. Seperti
yang tertera di atas, 50 persen dari keseluruhan IPU yang dikeluarkan dan tercatat di Ditjen Minerba not
clear and clean. Itu artinya, separuhnya adalah IUP ilegal. IUP ilegal tersebut menjadi bukti bahwa UU
Otonomi daerah terlalu memberikan keleluasaan wewenang kepada pemerintah daerah yang
menyebabkan lahirnya IUP-IUP ilegal. Dapat dikatakan bahwa UU Otonomi daerah gagal dalam hal
mengkordinasi dan mengawasi pemeintah daerah yang nakal. UU Otonomi daerah hanya melahirkan bos-
bos kecil di daerah.
9

STUDI KASUS

Dengan Kronologi umum adalah proyek pembangunan jalan APBN di kawasan linge oleh PT Cipuga
Nindiya KSO namun perusaahaan mangambim material untuk pembuatan jalan di sungai Ampe Dalam,
Kecamatan Linge yag masuk dalam kawasan hutan konservasi taman buru. Kegiatan ini diketahui illegal dan
memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. Kemungkinan para tersangka akan dijerat melanggar Pasal 158
juncto Pasal 37 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara atau Pasal 89 Ayat (1)
huruf a juncto Pasal 17 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan.
Pada kasus ini, terletak masalah pada regulasi izin dan daerah penambangan yang merupakan daerah
hutan konservasi. Pemerintah harus tegas karena ada perundang undangan yang jelas mengatur tentang hal ini
juga menindak dengan mencabut izin perusahaan, lantaran selain merusak lingkungan, kebanyakan dari wilayah
pertambangan tersebut berada di wilayah hutan lindung dan hutan konservasi. Karena sejauh ini upaya penertiban
yang dilakukan pemerintah hanya sekedar 'merapikan, menertbikan izin tambang demi pendapatan negara'.
Karena, Kerusakan lingkungan akibat adanya tambang Galian C, merupakan bukan hal yang baru di Aceh.
Aktivitas itu sudah lama terjadi, meskipun banyak yang melakukan protes tapi penambangan itu tetap saja
10

dilakukan. Bukan hanya melakukan perusakan lingkungan, dengan adanya ativitas galian c itu juga telah memakan
korban jiwa, seperti yang pernah terjadi di wilayah Kabupaten Simeulu dan Aceh Barat, serta di Aceh Utara.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, secara umum aktivitas
galian c itu ilegal karena tidak memiliki izin dan yang lebih parahnya lagi, ada yang tidak mempunyai dokumen
Analisisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dimana ada aktivitas galian c, maka sudah pasti akan terjadi
kerusakan lingkungan dan kerusakan itu tidak akan pernah bisa diperbaiki. Maka pihak pemerintah dan aparat
penegak hukum harus lebih aktif dan berani untuk memberantas hal itu.

Harapan Dimasa yang Akan Datang


UU Minerba merupakan salah satu ujung tombak bagi pengaturan dalam pengelolaan minerba di Indonesia,
untuk itu penyempurnaan UU Minerba tidak saja penting untuk dapat mengatur dan mengelola potensi kekayaan
minerbanya, tetapi juga untuk memberikan landasan hukum bagi upaya pembenahan, penertiban, maupun
pengawasan sekaligus juga pembinaan terhadap pengelolaan minerba di Indonesia. Melihat urgensi yang telah
diuraikan di atas terkait dengan perubahan paradigma dalam pengelolaan, sinkronisasi dengan UU Pemda terkait
pembagian urusan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan pembinaan
pengelolan minerba, serta hal lain yang strategis menyangkut isu perizinan, lingkungan hidup, dan kepentingan
langsung masyarakat di area pertambangan, nampaknya UU Minerba tidak hanya perlu dilakukan perubahan secara
sebagai (parsial) tetapi harus dilakukan perubahan secara menyeluruh (penggantian), karena tidak saja substansi
akan berubah lebih dari 50% tapi juga sudah menyangkut perubahan paradigma di dalam pengelolaannya.

Anda mungkin juga menyukai