Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ATRAUMATIC CARE

Dosen Pembimbing : Ns. Wiwiek Retty A, M.Kep

DISUSUN OLEH :

Kelompok 4

1. Dhenel Gousfirnandauo (201601011)


2. Endah Apriliani (201601021)
3. Febby Galih (201601023)
4. Jaka Sulistyo (201601026)
5. Nofi Permatasari (201601046)
6. Vina Meri Anjani (201601057)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
JL.CIPTOMANGUNKUSUMO NO 82 A PONOROGO
TAHUN AJARAN 2018/201
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Anak dengan judul “Atraumatic Care”.Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Promosi Kesehatan.

Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dosen mata kuliah Keperawatan Anak Ns. Wiwiek Retty A, M. Kep yang telah
banyak meluangkan waktu guna memberikan bimbingan kepada kami dalam
penyusunan makalah ini.

2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi dukungan baik secara moril maupun
materil selama proses pembuatan makalah ini.

3. Teman-teman mahasiswa tingkat IIIA Program Studi DIII Keperawatan Pemerintah


Kabupaten Ponorogo angkatan 2018/2019 yang selalu memberikan dukungan dan
saran serta berbagi ilmu pengetahuan demi tersusunnya makalah ini.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Ponorogo,24 Juli 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR ...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................
B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Tujuan Makalah ..........................................................................
D. Manfaat Makalah ........................................................................
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................
A. Definisi atraumatic care ..............................................................
B. Prinsip-prinsip atraumatic care ...................................................
C. Konsep hospitalisasi
D. Stressor dan reaksi anak terhadap hospitalisasi
E. Dampak hospitalisasi
F. kecemasan
BAB III PENUTUP ...............................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan bagian dari keluarga dan masyarakat. Anak yang sakit dapat
menimbulkan suatu stres bagi anak itu sendiri maupun keluarga (Setiawan etal, 2014).Reaksi
anak prasekolah terhadap hospitalisasi dapat ditunjukan dengan reaksi agresif dengan
marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau
bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua. Anak prasekolah juga
sering mengalami kehilangan kontrol pada dirinya dan rasa cemas ini muncul akibat
adanya pembatasan aktivitas yang menganggap bahwa tindakan dan prosedur perawatan
dapat mengancam integritas tubuhnya(Supraptini, 2012)

Anak-anak di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 5 juta mengalami


hospitalisasi dan lebih dari 50% dari jumlahtersebut, anak mengalami kecemasan dan
stres (Kain, 2006 dalam Apriliawati, 2011). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Febriana S dkk 2012 sebagian besar (68,3%) anak mengalami cemas ringan pada saat
dihospitalisasi dan hampir setengah (31,7%) mengalami cemas sedang pada
saatdihospitalisasi.

Adapun data anak pra sekolah yang dirawat di RSU Dr. Soegiri Kabupaten
Lamongan tiga bulan terakhir adalah, pada bulan Juli sebanyak 75 anak, kemudian bulan
Agustus sebanyak 60 anak dan bulan September sebanyak 65 anak. Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti di ruang Anggrek RSU dr. Soegiri Kabupaten
Lamongan pada bulan Oktober 2014, didapatkan bahwa 8 dari 10 anak usia prasekolah
menunjukan reaksi kecemasan. Menurut hasil wawancara dengan orang tua anak
prasekolah yang menjalani perawatananak menunjukkan beberapa reaksi kecemasan
seperti, anak menjadi sering gelisah, rewel dan selalu ingin ditemani saat menjalani proses
perawatan. Dari survei awal diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian kecemasan masih
banyak terjadi pada anak-anak yang menjalani proses hospitalisasi.(Maghfuroh, 2016)

B. Rumusanmasalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka kelompok merumuskan masalah
dalam makalah ini mengenai“Atraumatic Care” dalam konteks pembelajaran
mahasiswa.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi Atraumatic Care
2. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip atraumatic care
3. Untuk mengetahui Konsep Hospitalisasi
4. Untuk mengetahui Stresor dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
5. Untuk mengetahui dampak hospitalisasi
6. Untuk mengetahui definisi kecemasan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat makalah ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi mahasiswa keperawatan dan menambah kajian ilmu keperawatan
khususnya mengenai “Atraumatic Care” untuk mengetahui secara mendalam.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pihak penulis itu sendiri dalam menempuh pembelajaran di Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Dan bagi pihak lain penulis juga mengharapkan
dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi untuk yang lebih baik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Atraumatic Care


Atraumatic care atau asuhan atraumatik adalah penyediaan asuhan
terapeutik dalam lingkungan oleh seseorang (personal) dengan melalui
penggunaan intervensi yang menghilangkan atau memperkecil distres psikologis
dan fisik yang dialami oleh anak-anak dan keluarga mereka dalam sistem
pelayanan kesehatan. Atraumatic care yang dimaksud di sini adalah perawatan
yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut
difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam
keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak sebagai individu yang masih dalam
usia tumbuh kembang sangat penting karena masa anak-anak merupakan proses
menuju kematangan, yang mana jika proses menuju kematangan tersebut
terdapat hambatan atau gangguan maka anak tidak akan mencapai
kematangan.(Yuliastati & Arnis, 2016)
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkup
pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan dan melalui penggunaan intervensi yang
menghilangkan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita anak-anak
dan keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan.(Surastiningsih & Hayati, 2014)
B. Prinsip-prinsip atraumatic care
Tujuan utama perawatan atraumatik adalah ˜Pertama, jangan melukai,
yang memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
mencegah atau meminimalkan pemisahan anak dari keluarganya, meningkatkan
pengendalian perasaan dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada
tubuh. Beberapa contoh pemberian asuhan atraumatik meliputi pengembangan
hubungan anak-orang tua selama dirawat di rumah sakit, menyiapkan anak
sebelum pelaksanaan terapi dan prosedur yang tidak dikenalinya, mengendalikan
rasa sakit, memberikan privasi pada anak, memberikan aktivitas bermain untuk
mengungkapkan ketakutan dan permusuhan, menyediakan pilihan untuk anak-
anak dan menghormati perbedaan budaya.
Beberapa kasus yang sering dijumpai di masyarakat seperti peristiwa
yang menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri dan lain-lain.
Apabila hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan dampak psikologis pada anak
dan tentunya akan mengganggu perkembangan anak. Dengan demikian
atraumatic care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan pada anak dan
keluarga dengan mengurangi dampak psikologi dari tindakan keperawatan yang
diberikan seperti memperhatikan dampak tindakan yang diberikan dengan
melihat prosedur tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak
terjadinya trauma, untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat
dilakukan oleh perawat antara lain(Yuliastati & Arnis, 2016):
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga maka anak mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurang kasih sayang sehingga gangguan
ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak, diharapkan anak mandiri
dalam kehidupannya, anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal, serta
pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi
perawatan anak.
c. Mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis).
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan
anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering kali tidak bisa dihilangkan secara
cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan
maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak.
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam
proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi lingkungan.
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.
C. Konsep Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang menjadi alasan yang berencanaatau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapipengobatan
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Anak yang baru pertama
kali dirawat di rumah sakit menunjukan perilakukecemasan. Selain pada anak, orang
tua yang kurang mendapat dukungan emosidan sosial dari keluarga, kerabat, bahkan
petugas kesehatan anak menunjukanperasaan cemasnya pula (Rini, 2013).

D. Stresor dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dandirawat di
rumah sakit. Keadaaan ini terjadi karena anak berusaha untukberadaptasi dengan
lingkungan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebutmenjadi faktor stresor bagi
anak baik terhadap anak maupun orang tua dankeluarga. Adapun stresor utama dari
hospitalisasi dan reaksi anak prasekolahmenurut (Rini, 2013)adalahsebagai berikut:
1. Cemas akibat perpisahan
Kecemasan pada anak akibat perpisahan dengan orang tua atau orangyang menyayangi
merupakan sebuah mekanisme pertahanan dan kerakteristiknormal dalam
perkembangan anak. Jika perpisahan itu dapat dihindari, maka anak-anak akan
memilikikemampuan yang besar untuk menghadapi stress lainya. Perilaku utama
yangditampilkan anak sebagai respon dari kecemasan akibat perpisahan ini
terdiriatas tiga fese, yaitu:
a. Fase protes (protest)
Pada fase protes anak-anak bereaksi secara agresif terhadap perpisahandengan orang
tua. Anak menangis dan berteriak memanggil orang tuanya,menolak perhatian dari
orang lain, dan sulit dikendalikan. perilaku yang dapatdiamati pada anak usia
prasekolah antaralain menyerang orang asing secaraverbal, misal dengan kata “pergi”;
menyerang orang asing secara fisik,misalnya memukul atau mencubit; mencoba kabur;
mencoba menahan orangtua secara fisik agar tetap menemaninya. Perilaku tersebut
dapat berlangsungdari beberapa jam hingga beberapa hari. Protes dengan menangis
dapat terusberlangsung dan hanya berhenti jika lelah. Pendekatan orang asing
dapatmencetuskan peningkatan stres.fase putus asapada fase putus asa, tangisan
berhenti dan mulai muncul depresi. Anakkurang aktif, tidak tertarik untuk bermain atau
terhadap makanan danmenarik diri dari orang lain. Perilaku yang dapat diobservasi
adalah tidakaktif, menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik
terhadaplingkungan, tidak komunikatif, mundur ke perilaku awal seperti menghisapibu
jari atau mengompol. Lama perilaku tersebut berlangsung bervariasi.Kondisi fisik anak
dapat memburuk karena menolak untuk makan, minumatau bergerak.
b. Fase pelepasan
Anak menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain denganorang lain dan tampak
membentuk hubungan baru. Perilaku yang dapatdiobservasi adalah menunjukan
peningkatan minat terhadap lingkungansekitar, berinteraksi dengan orang asing atau
pemberi asuhan yangdikenalnya, membentuk hubungan baru namun dangkal, tampak
bahagia.Biasanya terjadi setelah perpisahan yang terlalu lama dengan orang tua.
Haltersebut merupakan upaya anak untuk melepaskan diri dari perasaan yangkuat
terhadap keinginan akan keberadaan orang tuanya.Perawatan di rumah sakit memaksa
anak untuk berpisah darilingkungan yang dirasakan aman, penuh kasih sayang dan
menyenangkan,yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainan Kebutuhan
akan keamanan dan bimbingan dari orang tua pun akan mengalami peningkatan. Pada
anak usia prasekolah, anakakan cenderung lebih aman secara interpersonal daripada
anak usia 1 sampai3 tahun, maka anak dapat mentoleransi perpisahan singkat dengan
orang tuaanak dan dapat lebih cenderung membangun rasa percaya pada orang
dewasalain yang bermakna untuknya. Anak usia prasekolah memperlihatkankecemasan
akibat perpisahan melalui penolakan makan, sulit untuk tidur,bertanya terus menerus
tentang keberadaan orangtuanya atau menarik diridari orang lain (Rini, 2013).
c. kehilangan kendali
Kehilangan kendali yang dirasakan anak saat di rawat dirumah sakitmerupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi jumlah stres anak.kurangnya kendali akan meningkatkan
persepsi ancaman dan dapatmempengaruhi keterampilan koping anak-anak.Kontrol diri
pada anak bersifat menetap karena anak berada di luarlingkungan normalnya.
Kehilangan kontrol dapat menyebabkan perasaantidak berdaya sehingga dapat
memperdalam kecemasan dan ketakutan. Anak akan kehilangan kebebasandalam
mengembangkan otonominya akibat sakit dan dirawat di rumah sakit.Anak akan
bereaksi agresif dengan marah dan berontak akibat ketergantunganyang
dialaminya.Anak usia prasekolah sering terjadi kehilangan kontrol yang disebabkanoleh
pembatasan fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harusanak patuhi.
Pemikiran magis anak usia prasekolah membatasi kemampuananak untuk memahami
berbagai peristiwa, karena anak memandang semuapengalaman dari sudut pandang
anak itu sendiri. Salah satu ciri-ciri khayalanyang sering dimiliki anak prasekolah untuk
menjelaskan alasan sakit atauhospitalisasi adalah peristiwa tersebut adalah hukuman
bagi kesalahan baikyang nyata maupun khayalan. Respon kehilangan kontrol pada usia
ini berupaperasaan malu, takut dan rasa bersalah.
d. cidera tubuh dan adanya nyeri
Nyeri dan ketidaknyamanan secar fisik yang dialami anak saathospitalisasi merupakan salah
satu kondisi yang mungkin akan dihadapiselain perpisahan dengan rutinitas dan orang
tua, lingkungan yang asing, sertakehilangan kontrol. Konsep nyeridan penyakit yang
dimiliki oleh seorang anak akan berbeda bergantung daritingkat perkembangannya
begitu pula dengan respon teradap nyeri.Perkembangan kognitif anak menentukan pola
pikir dan konsep terhadapsakit dan rasa nyeri. Pemahaman anak terhadap penyakit dan
nyeri muncul pada usiaprasekolah. Pada usia ini anak berada pada fase praoperasional
dalamkemampuan kognitifnya. Anak prasekolah sulit membedakan antara diri
anaksendiri dan dunia luar. Pemikiran anak tentang penyakit difokuskan padakejadian
eksternal yang dirasakan dan hubungan sebab akibat dibuat berdasarkan kedekatan
antara dua kejadian. Misalnya anak sakit perut akibatsebelum makan tidak cuci tangan.
Pemahaman anak terhadap nyeridihubungkan sebagai sebuah hukuman atas kesalahan
yang dilakukan(Rini, 2013).

Reaksi-reaksi tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan anak;pengalaman dirawat


sebelumnya; mekanisme koping anak dan sistem pendukungyang ada (Wong, 2009 dalam
(Rini, 2013).
a. Usia perkembangan anak
Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangananak . Semakin muda
usia anak, maka akan semakin sulitbagi anak untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman
dirawat di rumahsakit.
b. Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya
Anak yang baru pertama kali mengalami perawatan di rumah sakit, dankurangnya
dukungan dari keluarga bahkan petugas kesehatan akanmenimbulkan kecemasan.
Pengalaman yang tidak menyenangkan anak akanmenyebabkan anak takut dan
trauma. Pengalamanhospitalisasi yang lalu selalu menimbulkan dampak bagi pasien
terutamaanak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa distres emosional
padaanak-anak sering muncul selama menjalani hospitalisasi atau setelahnya.
c. Mekanisme koping
Pemahaman anak-anak dan mekanisme koping yang digunakan padasaat hospitalisasi
dipengaruhi oleh stresor individu pada tiap faseperkembangan. Stresor yang utama adalah
perpisahan, kehilangan kontrol,bagian tubuh yang cedera, dan perilaku anak.Setiap anak
mempunyai reaksi mekanisme koping berbeda dalammenjalani hospitalisasi.
Mekanismekoping utama anak prasekolah adalah regresi. Anak prasekolah akan
bereaksiterhadap perpisahan dengan regresi dan menolak untuk bekerja sama.
d. Sistem pendukung
Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain untukmelepaskan tekanan akibat
penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akanmeminta dukungan kepada orang terdekat
denganya. Perilaku ini ditandaidengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di
rumah sakit,didampingi saat dilakukan perawatan padanya, minta dipeluk saat merasatakut
dan cemas bahkan saat merasa ketakutan.

E. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi bagi anak tidak hanya akan berdampak pada anak tersebut,tetapi kepada orang
tua serta saudara-saudaranya. Berikut ini adalah dampakhospitalisasi terhadap anak dan orang
tua yaitu(Rini, 2013):
1. Anak
Perubahan perilaku merupakan salah satu dampak hospitalisasi padaanak. Anak bereaksi
terhadap stres pada saat sebelum, selama dan setelahproses hospitalisasi. Perubahan perilaku
yang dapat diamati pada anak setelahpulang dari rumah sakit adalah merasa kesepian,tidak
mau lepas dari orangtua, menuntut perhatian dari orang tua dan takut perpisahan.Dampak
negatif hospitalisasi juga berhubungan dengan lamanya rawat inap,tindakan invasif yang
dilakukan serta kecemasan orang tua. Respon yangbiasa muncul pada anak akibat
hospitalisasi antaralain regresi, cemas karenaperpisahan, apatis, takut, dan gangguan tidur
terutama terjadi pada anak yangberusia kurang dari 7 tahun.
2. Orang tua
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagianak, namun juga bagi
orang tua. Berbagai macam perasaan muncul padaorang tua yaitu takut, rasa bersalah, stres
dan cemas. Perasaan orang tua tidak bolehdiabaikan karena apabila orang tua stres, hal ini
akan membuat ia tidak dapatmerawat anaknya dengan baik dan akan menyebabkan anak akan
menjadisemakin stres.Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang
banyakdiungkapkan oleh orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengankeseriusan
penyakit dan prosedur medis yang dilakukan. Sering kalikecemasan yang paling besar
berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadipada anak. Perasaan frustasi sering
berhubungan dengan prosedur danpengobatan, ketidaktahuan tentang peraturan rumah sakit,
rasa tidak diterimaoleh petugas, prognosis yang tidak jelas, atau takut mengajukan
pertanyaan.

F. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas atau menyebar, yangberhubungan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya serta tidak memilikiobjek yang
spesifik.Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.Kapasitas untuk menjadi
cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkatkecemasan yang parah tidak sejalan
dengan kehidupan.Kecemasan dapat terlihat dalam hubungan interpersonal dan
memilikidampak terhadap kehidupan manusia, baik dampak positif maupun dampaknegatif.
Kecemasan akan meningkat pada klien anak yang dirawat, denganberbagai kondisi dan
situasi di rumah sakit(Rini, 2013).
2. Reaksi Kecemasan
Perasaan kecemasan ditandai dengan rasa tidakmenyenangkan, samar, dan seringkali disertai
dengan gejala otonomik sepertinyeri kepala, berkeringat, kekakuan pada dada, dan gangguan
lambung ringan.Seseorang yang cemas juga merasa gelisah, seperti yang dinyatakan
olehketidakmampuan untuk duduk atau berdiri lama. Kumpulan gejala kecemasantersebut
akan bervariasi dari tiap individu.Kecemasan dapat diekspresikan secaralangsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsungmelalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping sebagai upaya untuk melawankecemasan. Intensitas perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatantingkat kecemasan. Respon kecemasan dapat dibagi
terdiri dari respon fisiologis,perilaku, kognitif, dan afektif.
a. Respon fisiologis
Sistem kardiovaskuler akan memunculkan tanda palpitasi, jantungberdebar, tekanan darah
meningkat. Respon parasimpatis juga dapat munculseperti rasa ingin pingsan, tekanan darah
menurun dan denyut nadi menurun.Namun pada penelitian lain menunjukan bahwa anak
yang menjalaniprosedur pembedahan menunjukan peningkatan tekanan darah dan
denyutnadi. Respon tubuh pada juga akan menunjukan tarikan nafas yang pendekdan cepat,
hiperventilasi, berkeringat dingin termasuk telapak tangan,kehilangan nafsumakan, mual atau
muntah, nyeri perut, sering buang airkecil, nyeri kepala, tidak bisa tidur, kelemahan umum,
pucat dan gangguanpencernaan.
b. Respon perilaku
Respon perilaku sering ditunjukan seperti gelisah, ketegangan fisik,tremor, gugup, bicara
cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubunganinterpersonal, dan menghindar.
c. Respon kognitif
Respon kognitif ditunjukan seperti perhatian terganggu, konsentrasimemburuk, pelupa, salah
dalam memberikan penilaian, kreatifitas menurun,bingung, sangat waspada, kehilangan
objektivitas, takut kehilangan kontrol,takut pada gambaran visual, takut cedera ataukematian.
d. Respon afektif
Respon afektif ditunjukan seperti mudah terganggu, tidak sabar,gelisah, tegang, gugup,
waspada, gelisah, kecemasan, dan ketakutan.Menurut Mardaningsih (2011) dalam (Rini,
2013), beberapa tanda kecemasan pada anak antara lain:
1. Menjadi impulsif dan destruktif;
2. Gugup;
3. Sulit tidur atau tidur lebih lama dari biasanya;
4. Tangan berkeringat;
5. Peningkatan detak jantung dan nafas;
6. Mual;
7. Sakit kepala;
8. Sakit perut.
Dengan tanda-tanda ini orang tua diharapkan bisa mengenali anaknyasedang merasa tidak
nyaman kerena sesuatu. Mendengarkan dengan simpatik atausekedar membicarakan rasa
cemas tersebut dapat membantu anak mengatasikecemasan.
3. Predisposisi Kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (1998) dalam (Rini, 2013), menjelaskan bahwa dari berbagai
teoritelah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas, antaralain:
a. Pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadiantara dua
elemen kepribadian–id dan superego. Ini mewakili dorongan insting dan impuls primitif
seseorang, sedangkan superego mencerminkanhati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang.Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
yangbertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa adabahaya.
b. Pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadaptindakan adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan jugaberhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dankehilangan, yang menimbulkan kelemahan
spesifik.
c. Pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segalasesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuanyang diinginkan. Pakar
perilakulain mengganggap kecemasan sebagai suatudorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindarikepedihan.
d. Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan kecemasan merupakan halyang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalamgangguan kecemasan dan antara
gangguan kecemasan dengan depresi.
e. Kajian biologi menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untukbenzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.Penghambat
Gama-aminobutirik Acid (GABA) juga mungkin memainkanperan utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan kecemasan,sebagaimana hanya dengan endorphin. Selain itu,
telah dibuktikan bahwakesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisiterhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik
danselanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.Selain faktor
predisposisi kecemasan, ada pula stresor pencetus yangmungkin berasal dari sumber internal
dan eksternal. Menurut Stuart & Sundeen(1998) dalam (Rini, 2013), stresor pencetus dapat
dikelompokan dalam dua katagori, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologisyang akan
datang atau menurunya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidupsehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, hargadiri,
dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

4. Hubungan Kecemasan Dengan Hospitalisasi


Anak prasekolah menginterpretasikan hospitalisasi sebagai hukuman danperpisahan dengan
orang tua sebagai kehilangan kasih sayang. Cara berfikir magismenyebabkan anak prasekolah
memandang penyakit sebagai suatu hukuman.Selain itu, anak usia prasekolah mengalami
konflik psikoseksual dan takutterhadap mutilasi, menyebabkan anak trauma takut terhadap
pengukuran suhurektal dan kateterisasi urine.Anak usia prasekolah kurang dapat
membedakan antara diri sendiri danorang lain. Mereka memiliki pemahaman bahasa yang
terbatas dan hanya dapatmelihat satu aspek dari suatu objek atau situasi pada satu waktu.
Keterbatasanpengetahuan yang dimiliki mengenai tubuh meningkatkan rasa takut yang
khas,seperti takut terhadap kateterisasi dan takut kerusakan akan kulitnya yang
akanmenyebabkan bagian tubunya menjadi bocor.(Rini, 2013)menjelaskan bahwa sakit
dandirawat di rumah sakitmerupakan sebuah pengalaman yang mengancam
sertamenimbulkan berbagai respon emosional. Respon emosional yang timbul
tersebutantaralain adalah kecemasan, katakutan, kesepian, ketidakberdayaan dan
putusasa.Stres dan kecemasan anak saat menjalani hospitalisasi dipengaruhi olehkarakteristik
personal anak, yang meliputi umur, jenis kelamin, budaya,pengalaman hospitalisasi dan
pengalaman medis sebelumnya. Hubungan antara kecemasan dan karakteristik personal yang
meliputiumur, jenis kelamin, dan pengalaman hospitalisasi sebelumnya.
a. Umur
Reaksi anak terhadap kecemasan anak saat hospitalisasi bersifatindividual dan akan berbeda
pada setiap usia anak. Berdasarkan hasilpenelitian terdapat hubungansedang antara usia dan
kecemasan responden. Semakin bertambah usiasemakin tinggi tingkat kecemasan responden.
b. Jenis kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa tidakada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan tingkat kecemasananak. Anak dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki tidak
memilikiperbedaan dalam faktor yang mempengaruhi kecemasan.
c. Pengalaman hospitalisasi dan lama rawat
Anak yang memiliki pengalaman menjalani hospitalisasi memilikikecemasan lebih rendah
dibandingkan anak yang belum memilikipengalaman hospitalisasi.

5. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (1998) dalam (Rini, 2013), tingkatan kecemasan dapat
dibedakanmenjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari danmenyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.Kecemasan dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dankreativitas.
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting danmengesampingkan
hal yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yangselektif namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah.
c. Kecemasan berat
Seseorang akan sangat mengurangi lahan persepsinya. Seseorang cenderungakan
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikirtentang hal lain.
Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Orangtersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu arealain.
d. Panik
Berhubungan dengan terperangah, katakutan dan teror. Seseorangmengalami kehilangan
kendali, orang yang mengalami panik tidak mampumelakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan disorganisasikepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunyakemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
yang menyimpang,dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak
sejalandengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapatterjadi
kelelahan yang sangat bahkan kematian.

6. Penilaian Kecemasan
a. Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
Skala ini diciptakan oleh Max Hamilton. Tujuannya adalah untuk menilaikecemasan sebagai
gangguan klinikal dan mengukur gejala kecemasan. Gambarandari HARS adalah kuesioner
yang terdiri dari 13 kategori gejala kecemasan dansatu kategori perilaku saat wawancara yang
terdiri dari skala yang paling banyakatau umumnya ditemukan sebagai karakteristik dari
kecemasan (6 gejalapsikologis dan 7 gejala fisiologis). Skor HARS diberi skor dengan
menilai tiapsoal untuk menghasilkan jumlah skor antara 0-56. Reliabilitas kuesioner
inimenggunakan koefisien reliabilitas spearman-brown adalah 0,83 dan validitasnyaadalah
0,77 (Ian, 2006)
c. Skala SAS (Zung Self Rating Anxiety Scale)
Skala ini diciptakan oleh William W. K Zung. Tujuannya adalah untukmenilai kecemasan
sebagai kekacauan klinikal dan mengukur gejala kecemasan.Gambaran SAS adalah 20
soalyang terdiri dari skala yang paling banyak atauumumnya ditemukan sebagai karakteristik
kecemasan. Skor SAS diberi skordengan menilai tiap soal untuk menghasilkan jumlah skor
antara 20-80.Reliabilitas data tidak tersedia dan validitas SAS bersama signifikan
korelasivaliditas dengan Taylor (Ian, 2006)
d. Skala STAI (State-Trait Anxiety Inventory)
Skala ini diciptakan oleh Charles D. Spielberger. Tujuannya adalah untukmenilai kecemasan
sebagai gangguan klinikal. Gambaran dari STAI adalahkuesioner yang terdiri dari 2 kategori
yaitu state anxiety dan trait anxiety. SkorSTAI diberi skor dengan menilai tiap soal untuk
menghasilkan jumlah skor antara0-60 untuk masing–masing kategori. Reliabilitas kuesioner
ini adalah 0,65 danvaliditasnya adalah 0,69 (Ian, 2006).Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan skala SAS karena skala SASlebih jelas, singkat serta mudah digunakan.

7. Hubungan Penerapan Atraumatic Care dengan Kecemasan AnakPrasekolah Saat


Hospitalisasi
Anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi memungkinkan
akanmengalami stres. Tidak hanya anak yang akan mengalami stres, anak dan
orangtua akan mengalamin pengalaman yang penuh dengan rasa stres. Sumber
stressorutama pada anak dan yang sering terjadi pada anak yang sedang
manjalanihopitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kontrol, trauma fisik dan nyeri,
sertakondisi lingkungan rumah sakit.Reaksi anak tehadap hospitalisasi bersifat
individual tergantung pada usiaperkembangan anak; pengalaman dirawat sebelumnya;
mekanisme koping anakdan sistem pendukung yang ada. Reaksi-reaksi yang
ditimbulkananak akibat hopitalisasi, tindakan meminimalkan dampak hospitalisasi
memegangperanan penting dalam proses hospitalisasi agar anak mampu beradaptasi
denganlingkungan rumah sakit (Resti, 2012). Hospitalisasi ini akan menimbulkan
ancaman terhadap integritas fisik dansistem dalam diri anak. Ancaman ini akan
memimbulkan respon kecemasan padaanak.
Menurut Tsai (2007) dalam (Rini, 2013), menyatakan terdapat hubungan
antarakecemasan dan karakteristik personal yang meliputi umur, jenis kelamin,
danpengalaman hospitalisasi sebelumnya danlama rawat. Menurut Stuart &
Sundeen(1998) dalam (Rini, 2013), kecemasan memiliki faktor predisposisi dan
faktor pencetus hinggaterjadinya kecemasan. Respon kecemasan dapat dibagi terdiri
dari responfisiologis, perilaku, kognitif,dan afektif. Tingkat kecemasan dibagi
menjadikecemasan ringan, sedang, berat, dan panik.Untuk mengatasi kecemasan anak
selamahospitalisasi dibutuhkanpendekatan Atraumatic care (Apriliawati, 2011).
Pelayanan Atraumatic careadalah suatu tindakan perawatan terapetik yang dilakukan
oleh seseorang denganmenggunakan intervensi melalui cara mengeliminasi atau
meminimalisasi stresspsikologi dan fisik yang dialami oleh anak dan keluarganya
dalam systempelayanankesehatan.Perawat anak merupakan bagian dari pemberi
pelayanan kesehatan dituntutuntuk mampu memberikan asuhan keperawatan yang
bertujuan untukmeminimalkan dampak hospitalisasi sebagai pemenuhan aspek
psikologis anak. Pendekatan psikologis yang dapat dilakukan yaitu denganprinsip
Atraumatic care yang terdiri dari: menurunkan atau mencegah dampakperpisahan dari
keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrolperawatan pada
anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri, tidakmelakukan
kekerasan pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik (Rini, 2013).

8. Tindakan atraumatic Care dalam Upaya Mengurangi Kecemasan Anak Saat


Hospitalisasi
Tindakan dan Sikap perawat sertakelas rumah sakit akan mempengaruhi
tingkatkecemasan anak saat proses hospitalisasi,sehingga dalam memberikan
asuhankeperawatan perawat dapat menggunakanteknik atraumatic care. Atraumatic
care,merupakan bentuk perawatan terapeutikyangdiberikan oleh tenaga kesehatan
yaituperawat, dalam tatanan pelayanan kesehatananak melalui penggunaan tindakan
yangmengurangi distres fisik maupun distresspsikologis yang dialami anak maupun
orang tua (Supartini, 2004).
Atraumatic caredibedakan menjadi empat hal, yaitu mencegahatau
meminimalkan perpisahan anak dariorang tua, meningkatkan kemampuan orangtua
dalam mengontrol perawatan anaknya,mencegah atau meminimalkan cedera
fisikmaupun psikologis, serta modifikasilingkungan ruang perawatan anak.
IntervensikeperawatanAtraumatic care meliputipendekatan psikologis berupa
menyiapkananak-anak untuk prosedur pemeriksaansampai pada intervensi fisik
terkaitmenyediakan ruang bagi anak tinggal bersamaorang tua dalam satu ruangan
(rooming in)(Wong, 2009).
Upaya untuk mengatasi kecemasanpada anak antara lain yang
pertamamelibatkan orang tua anak, agar orang tuaberperan aktif dalam perawatan
anak dengancara membolehkan mereka untuk tinggalbersama anak selama 24 jam.
Jika tidakmungkin, beri kesempatan orang tua untukmelihat anak setiap saat dengan
maksud untukmempertahankan kontak antara mereka. Yangkedua melakukan
modifikasilingkngan rumahsakit,agar anak tetap merasa nyaman dan tidakasing
dengan lingkungan baru. Upaya yangketiga adalah peran dari petugas kesehatanrumah
sakit (dokter, perawat), dimanadiharapkan petugas kesehatan khususnyaperawat harus
menghargai sikap anak karenaselain orang tua perawat adalah orang yangpaling dekat
dengan anak selama dirawat dirumah sakit. Sekalipun anak menolak orangasing
(perawat), namun perawat harus tetapmemberikandukungan dengan
meluangkanwaktu secara fisik dekat dengan anak,menggunakan suara bernada tenang,
pilihankata yang tepat, kontak mata dan sentuhansecara empati (Wong, 2009
dalam(Maghfuroh, 2016).
Komponen emosional mempengaruhi tingkat apa kita ingin menghindar dari
nyeri, baik dengan menyingkirkan penyebab nyeri atau menyingkirkan diri kita
sendiri. Salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi toleransi nyeri adalah
ansietas. Ansietas mempunyai efek yang besar baik terhadap kualitas maupun
intensitas pengalaman nyeri, ambang batas nyeri berkurang karena adanya
peningkatan rasa cemas dan ansietas menyebabkan terjadinya kebencian pada nyeri
yang dirasakan. Ketakutan terhadap nyeri atau antisipasi terhadap tingkat nyeri yang
tinggi akan meningkatkan ansietas, yang sebaliknya akan menyebabkan terjadinya
lingkaran yang terus berputar, karena peningkatan ansietas akan mengakibatkan
peningkatan sensitifitas nyeri.
Peningkatan ansietas meningkatkan respons nyeri, dan penurunan ansietas
menurunkan respons semacam itu. Jadi, kompres es batu memberi stimulus pada kulit
yang mampu menimbulkan sensasi dingin pada kulit dan dapat memberikan
kenyamanan pada anak sehingga mampu menurunkan respon kecemasan pada anak.
Berbagai upaya dilakukan perawat untuk mengurangi efek trauma pada anak akibat
prosedur invasif. Tindakan yang dilakukan perawat sesuai perkembangan saat ini
adalah dengan mengembangkan tindakan atraumatic care. Tindakan atraumatic care
tersebut adalah dengan stimulasi kulit maupun dengan bermain.
Pemberian mainan pada responden anak sebelum dilakukan pemasangan infus
setelah diberikan kompres es batu, dengan tujuan meminimalkan kecemasan pada
anak saat dilakukan pemasangan infus. Menurut Soetjiningsih (2012), banyak
keuntungan-keuntungan yang dipetik dari bermain salah satunya yaitu merupakan
cara untuk mengatasi kekuatiran anak. Bermain adalah salah satu unsur yang penting
untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial.
Kadang-kadang anak tidak dapat mencapai keseimbangan dalam bermain yaitu
apabila terdapat hal-hal seperti kesehatan anak menurun, namun merupakan cara
untuk mengatasi kemarahan dan kedukaan (Soetjiningsih, 2012). Adapun tujuan anak
bermain di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan takut, cemas, sedih, tegang, dan
nyeri (Supartini, 2004).
Permainan yang terapeutik dapat memperbaiki gangguan emosional dan
penurunan kondisi selama di rumah sakit, tetapi tidak semua permainan memiliki sifat
terapeutik. Permainan terapeutik berpengaruh terhadap penurunan kecemasan,
kehilangan kontrol dan ketakutan pada anak yang dirawat di rumah sakit.
Terapi bermain merupakan salah satu teknik yang akan membantu penurunan
ketegangan emosional yang dirasakan anak, secara bertahap respon psikis maupun
fisiologis kecemasan akan berkurang dan kepercayaan diri anak akan berkembang
optimal pula.
Pada penelitian (Ramdaniati, 2011) menunjukkan adanya pengaruh penerapan
atraumatic care terhadap respon kecemasan anak, dan menunjukkan ada perbedaan
penerapan atraumatic care terhadap respon kecemasan anak pada kelompok anak
yang dilakukan pemasangan infus diberi kompres es batu dan pemberian mainan
dengan kelompok yang tidak diberi kompres es batu dan pemberian mainan atau
kelompok kontrol. Jadi, dengan pemberian mainan kepada anak sebelum dan selama
pemasangan infus dapat menimimalkan respon kecemasan anak dengan mengalihkan
perhatian anak pada kegiatan yang disukainya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atraumatic care merupakan asuhan keperawatan yang tidak menimbulkan trauma pada
anak dan keluarganya dan merupakan asuhan yang teurapetik karena bertujuan sebagai
therapi pada anak. Atraumatic care merupakan bentuk perawatan teurapetik yang
diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui penggunakan
tindakan yang dapat mengurangi stres fisik maupun stres psikologis yang dialami anak
maupun orang tuanya. Atraumatic car ebukan suatu bentuk intervensi yang nyata terlihat,
tetapi memberikan perhatian pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana prosedur
dilakukan pada anak dengantujuan mencegah dan mengurangi stres fisik maupun
psikologis. Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak.
Sekarang banyak dijual berbagai macam mainan anak-anak, jika orang tua tidak selektif
dalam memilih jenis permainan pada anaknya atau kurang memahami fungsinya maka
alat permainan tersebut yang sudah dibeli tidak akan berfungsi secara efektif.

B. Saran
Dihharapkan dengan adanya penjelasan mengenai atraumatic care,dapat menunjang
kita dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak serta menjadi
bahan pembelajaran.oleh karena itu dengan adanya bahan materi ini diharapkan kita
dapat mengaplikasikan konsep ini saat praktik keperawatan anak di Rs dan dalam
melaksanakan profesi kita sebagai perawat nantinya.

Anda mungkin juga menyukai