BKM/XX1/03/September/2005
Perubahan Indeks Massa Tubuh
PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
SETELAH MENDAPAT OBAT ANTITUBERKULOSIS FASE INTENSIF
Trlawanti’, Muhammad Fakhrurrozi?, Cipta Waspada?
‘'Bagian Biokimia/Gizi, FK Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru, Kalimantan Selatan
*Puskesmas Sungkai Kabupaten Barjar, Kalimantan Selatan
*Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan
ABSTRACT
Background: Tuberculosis (TBC), a direct infectious disease, was atfected by multifactorial
such as malnutrition. Mainutrion often increases the risk of tuberculosis diseases and vice
versa. The tesearch was did to know the changes of body mass index (BMI) on tuberculosis
patients with posiive Acid-Fast Bacili alter reatment with antituberculosis drugs category 1 in
intensive phase. The research used one group with pre- and post-test design.
‘Method and Result: The research subjects were the tuberculosis patients with positve AFB
\who treat in puskesmas rujukan mikroskopis dan puskesmas pelaksana mandi in district Banjar
2004. Data were collected by measuring the height and body-weigh's patients before and after
treatment. Nutronal status was state based on BMI. The resulls showed nutritional status before
treatment was underweight (82.8%), normal (16.1%) and overweight (1.1%). After treatment,
‘utrtional status changes to underweight (66.7%), o normal (31.196) and to overweight (2.2%),
Conclusion: The mean of body-weight before treatment was 39.49 kgs and after treatment
changes to 41.97 kgs. The mean of BMIs palients before and alter treatment were 16.39 and
17.44, respectively. Based on statistic tes, it showed the bodyweight, EMI and nutritional status's
patients betore and after treatment were dtference significantly (p<0,05),
Keywords : lung tuberculosis, nutitional status, body mass index
PENDAHULUAN
‘Tuberkulosis (TBC) paru merupakan penyakit
menular langsung yang masih menjadi masalah
utama Kesehatan masyarakat Indonesia. Di Indo-
nesia, WHO memperkirakan terdapat 583,000 kasus
baru dengan 140.000 kematian terjadi setiap tahun,
Sekitar 75% penderita adalan angkatan kerja yaitu
golongan usia produkt. Dengan jumlah penduduk
yang besar, Indonesia merupakan penyumbang
terbesar ke-S penyakit tuberkulosis di dunia.'**
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1996 TBC paru merupakan penyebab
kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
pembuluh darah dan penyakit saluran pernapasan."
Secara epidemiologi penyakit TBC paru di
Kalimantan Selatan tahun 2002 berada pada posisi
ke-3 dari 10 penyakit terbanyak dengan angka
penduduk) dengan angka konversi 81.1% dan
angka kesembuhan 79,5%.*
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjang-
kitnya penyakit TBC adalah status gizi. Status gizi
yang buruk akan meningkatkan risiko terhadap
penyakit TBC paru.**? Sebaliknya, penyakit TBC paru
dapat mempengaruhi status gizi penderita karena
proses perjalanan penyakitnya yang mempengaruhi
daya tahan tubuh.**"®"" Penderita TBC yang
mengalami kekurangan gizi mempunyai risiko
terhadap penyakitnya dan juga dapat mempengaruhi
produktivtas kerjanya.*®" Selain itu, penderita TBC
yang kurang gizi akan mengakibatkan produksi
antibodi dan limfosit terhambat, sehingga proses
ppenyembuhan akan terhambat pula." Situasiiniyang
diduga sebagai salah satu penyebab utama
berkembangnya kuman TBC di Indonesia.”
Menvadari hubunaan antara nerialanan nenvakit TCPerubahan Indeks Massa Tubuh
pengobatan atau vaksinasi semata-mata." Masalah
gizi menjadi penting karena perbaikan gizi
merupakan salah satu upaya untuk memutus
lingkaran setan penularan dan pemberantasan TBC
di Indonesia."*
Dalam program penanggulangan TBC paru
nasional, penderita TEC paru BTA positit akan diberi
paket Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori 1
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket
kombipak. Satu paket untuk satu penderita dalam
satu masa pengobatan, Namun, dalam program
tersebut pemantauan status gizi penderita belum
mendapat perhatian serius. Strategi DOTS yang
dijalankan belum menyentuh upaya perbaikan gizi
penderita secara langsung."®"."*Datam penanganan
penderita TBC, peranan gizi cukup berarti untuk
‘meningkatkan status imunologi penderita."™"?
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa
Uupaya strategi DOTS dengan pemberian OAT belum
mampu mengatasi permasalahan gizi penderita,
terutama penderita TBC paru BTA posit. Olen
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan status gizi penderita yang dinilai
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) setelah
mendapatkan pengobatan dengan OAT kategor! 1
pada fase intensit.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Peneliian ini merupakan penelitian eksperimen-
tal semu dengan pendekatan one group pre and
‘post test design."* Subjek penelitian adalah semua
penderita TBC paru BTA positif yang menjalani
pengobatan pada lima Puskesmas Rujukan Mikros~
kopis (PRM) dan sembilan Puskesmas Pelaksana
Mandiri (PPM) di Kabupaten Banjar pada tahun
2004. Teknik pengambilan sampel adalah dengan
cara purposive sampling yaitu subjek dipilih secara
restriksi dengan kriteria inklusi meliputi umur lebin
dari 18 tahun, tidak menderita penyakit lain yang
dapat mempengaruhi pengukuran berat badan
‘Tabel 1. Gambaran uum subjek berdasarkan status gizi dan jenis
BKM/xxV03/September/2005
maupun IMT seperti edema, asites dan hepato-
megali dan hasil pemeriksaan 8TA posit.
Kepada seluruh subjek, ditanyakan mengenai
data pribadi meliputi umur dan jenis kelamin, pen-
dapatan rata-rata keluarga sebulan, Data gradasi
BTA diperoleh dari kartu TB-01 penderita. Peng-
ukuran antropometri berat badan dan tinggi badan
diiakukan sebelum subjek minum OAT, yaitu hari
pertama subjek mengambil OAT. Pengukuran
selanjutnya dilakukan setelah subjek menyelesaikan
pengobatan fase intensif (60 hari). Selama masa
pengobatan, kepada seluruh subjek tidak diberikan
asupan gizi tambahan oleh penelti atau program
fain, Penilaian status gizi berdasarkan IMT, yaitu
berat badan dibagi kuadrat tinggi badan. Dengan
klasitikasi berdasarkan standar departemen
kesehatan, yaitu: kurus (<17,0), Kurang berat badan
tingkat ringan (17,0 ~ 18,5), normal (18,5 - 25,0),
‘gemuk, kelebihan berat badan tingkat ringan (25,0
27,0), gemuk, kelebihan berat badan tingkat berat,
(27,0)8*
Data perbedaan berat badan dan nilai IMT
sebelum dan setelah mendapat pengobatan OAT
kategori | fase intensif dihitung berdasarkan uji
statistik t-test berpasangan dengan tingkal keper-
‘cayaan 95%, Selain itu, untuk mengetahui adanya
perbedaan status gizi pemderita sebelum dan
sesudah pengobatan diuji dengan kai kuadrat
dengan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Jumiah subjek peneitian yang diperoleh adalah
‘93 orang, terdapat pada 3 PRM (Puskesmas Astam-
bul, Pasayangan, Sungai Tabuk) dan 3 PPM
(Puskesmas Sungkai , Sungai Rangas dan Kertak
Hanyar). Keselurunan puskesmas tersebut
termasuk daerah rural. Distribusi status gizi subjek
sebelum mendapatkan pengobatan berdasarkan
jenis kelamin, golongan umur, dan pendapatan rata-
rata perbulan tersaji pada Tabel 1 sampai 3.
lamin sebelum
‘mendapatkan pengobatan dengan OAT katagor! | fase Intensit
sai er eT
Normal
Karus
Jenis kelamin
Semi Jumish