Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi
normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.Penelitian di bidang
nutrisi mempelajari hubungan antara makanan dan minuman terhadap kesehatan dan
penyakit, khususnya dalam menentukan diet yang optimal. Dalam penanganan penyakit,
penggunaan nutrisi sebagai pengobatan komplementer dapat membantu efektifitas dari
pengobatan dan pada saat yang bersamaan mengatasi efek samping dari pengobatan.
Karena itu, nutrisi / gizi sangat erat kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan
peningkatan kualitas hidup.
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Demam
thypoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik
dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau
sallmonela paratypi A, B dan C. Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang
ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono,
dan dkk. 2001) Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui
kontak dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada
minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat
untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan
kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit
typhus. Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam
dunia kedokteran disebut dengan Typoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan
pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan thypoid?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien thypoid?

1.3 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam Thypoid serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan. Mengetahui
konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit Demam Thypoid

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Thypoid


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus usus dua belas jari (duedenum), usus kosong (jejenum), dan usus
penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu.
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6-8
meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jenjot-jenjot.
Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap
penyerapan makanan.Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-
molekul pati yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul
protein yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul- molekul lemak
yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus halus, semua molekul
pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul glukosa.
Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul
asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi gliserol dan asam
lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat
kimiawi. Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses
pencernaan kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di
dalam dinding usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini
bercampur dengan kimus di dalam usus halus. Getah pencernaan yang berperan
di usus halus ini berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah usus.
 Cairan empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak
mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu
yang berperan dalam pencernaan makanan.Empedu mengalir dari hati
melalui saluran empedu dan masik ke usus halus. Dalam proses pencernaan
ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak
di cernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Selain
itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus,
menghentikan aktivitas pepsin pada protein,dan merangsang gerak
peristaltik usus.
 Getah pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini
berperan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke
dalam saluran pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan
hormon insulin. Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau
yang disebut pulau langerhans. Insulin ini berfungsi menjaga gula darah

2
agar tetap normal dan menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah
diabetes militus. Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran
pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas terdapat tida macam enzim,
yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan lemak, teipsin membantu
dalam pemecahan protein, dan amilase membantu dalam pemecahan pati.
 Getah usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu
menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim sebagai
berikut:
1. Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa
menjadi galaktosa dan fruktosa.
2. Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses penecahan maltosa
menjadi dua molekul glukosa.
3. Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa.
4. Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan
peptida menjadi asam amino.

Monosakarida, asam amino,asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan


terakhir di usus halus mulai diabsorbsi atau diserap melalui dinding usus halus
terutama di bagian jejenum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga
diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama
dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya
dilakukan oleh jonjot usus.

2.1.2 Definisi Thypoid


Muhammad Ardiansyah (2012) Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi
bakteri pada usus halus menimbulkan gejala-gejala klinis yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi atau Salmonella Paratyphi A, B, C, menurut Noer
Saifoellah (2001) Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi usus halus yang
biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau
menyebabkan enteritis akut.
Demam thypoid ( thypus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi pada usus
yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan kuman Salmonella
enterika, khususnya varian-varian turunannya, yaitu Salmonella typhi, Paratyphi
A, Paratyphi B, dan Paratyphi C. Kuman-kuman tersebut menyerang saluran
pencernaan, terutama di perut dan usus. Typhus abdominalis sendiri merupakan
penyakit infeksi akut yang selalu ditemukan di masyarakat (endemik) Indonesia.
Penderitanya juga beragam, mulai dari usia balita, anak-anak,dan dewasa
(Suratum dan Lusianah,2010).

2.1.3 Etiologi
Etiologi Typus Abdominalis adalah Salmonella Typhi, Salmonella Paratyphi
A, Salmonella Paratyphi B, Samonella Paratyphi C ( Arief Mansjoer,2003).

3
Wujudnya berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit dan pH pertumbuhan 6-8 serta mati pada suhu
700 C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini
hanya menyerang manusia. Salmonella Typhi mempunyai 3 macam antigen
yaitu :
 Antigen O = Ohno Hauch = Somatik antigen ( tidak menyebar)
 Antigen H = Hauch (menyebar),terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
 Antigen V1 = Kapsul : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis.

2.1.4 Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman,
sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung sebagian lagi masuk ke usus
halus dan mencapai jaringan limfoid plak penyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dab perforasi
intestinal, kuman menembus lamina probia, masuk aliran limfe dan mencapai
kelenjar limfe mesenterial dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus.
Salmonella typhi lain dapat mencapai hti melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plak penyeri, limfa, hati, dan bagian- bagian
lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella typhi berperan dalam
proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut
berkembangbiak. Salmonella typhi dan endotoksinya merangsang sintesis dan
pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga
terjadi demam (Arief Mansjoer,2003).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Arif Mansjoer (2003), masa inkubasi rata-rata 2 minggu, gejala
yang timbul tiba-tiba atau berangsur-angsur. Pada umumnya demam berangsur
naik, terutama sore dan malam hari (bersifat fenris remitont). Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia,nyeri kepala,rasa tidak
enak diperut, nyeri otot, mual, batuk, epitaksis, obstipasi/diare. Pada minggu ke
II gejala sudah jelas dapat berupa demam, brakikardi, lidah yang khas (ptih,
kotor, pinngirnya hiperemi),hepatomegali,meteorismus dan penurunan
kesadaran dari ringan sampai berat, umumnya apatis (seolah-olah
berkabut,Typhos = kabut).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Biakan darah positif memastikan demam Typhoid, tetapi biakan darah
negatif tidak menyingkirkan demam Typhoid. Biakan tinja positif menyokong
diagnosis klinis demam Typhoid. Peningkatan titer uji widal tes 4 kali lipat

4
selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam Typhoid. Reaksi widal tes
tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong
diagnosis demam Thypoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada
beberapa pasien, uji widal tes tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun
biakan darag positif (Arif Mansjoer, 2003).
 Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diatasi di laboratirium. Tujuan dari uji
widal ini adalah tidak menentukan adanay aglutinin dalam serum klien yang
di sangka menderita typhoid akibat infeksi dan salmonella typhi, klien
membuat antibody atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin V1, ynag dibuat karena rangsangan antigen V1 (berasal dari
simpanan kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O maupun H sebesar 1a/50 pada


akhir minggu I sudah mencurigakan, titer O 1/100 sudah sangat mencurigakan.

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit typhoid sampai saat ini dibagi menjadi tiga bagian
(Bambang Setiyohadi,Aru W.Sudoyo, Idrus Alwi, 2006), yaitu :
 Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan
membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali
dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Psisi
pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik
serta hygiene perorangan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga.
 Diet
Diet yang sesuai seperti jenis makanan padat, lunak dan cair, cukup
kalori dan tinggi protein seperti rendah serat banyak mengkonsumsi vitamin
C dan B kompleks. Pada penderita yang akut diberi bubur saring setelah
bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim dilanjutkan
dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

Pemberian Antibiotik
a. Klorampenikol

5
b. Tiampenikol
c. Kotrimoksazol
d. Amoxcilin dan Ampisilin
e. Sefalosporin generasi ketiga

2.1.8 Kompliksi
Menurut (Arief Mansjoer, 2003),komplikasi demam Typhoid dapat dibagi
dalam 2 bagian yaitu :
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ilius paralitik

b. Komplikasi ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,
sepsis),miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik,
trombositopenia, atau koagulasi intra vaskular
diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : Pneumoni, Emfisema, dan Pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : Hepatitis dan Kolelitiasis.
5) Komplikasi ginjal : Glumerulonefritis, Pielonefritis dan Perinefritis.
6) Komplikasi tulang : Osteomielitis, Periostitis,
Spondilitis, dan Arthritis.
7) Komlikasi neuropsikiatrik : Delirium, Meningitis, Meningismus,
Polyneuritis Perifer, Sindrom Gullain Barre, Psikosis,dan sindrom
Katatonia.

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Penderita Typhoid


Berdasarkan tanda gejala penyakit Typhoid, maka asuhan keperawatan yang
prioritas ditegakkan adalah menurut Suriadi (2001), berisikan tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulangan yaitu :
1. Pengkajian
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, nyeri
kepala, lidah kotor, tidak ada nafsu makan, epitaksis, penurunan kesadaran.
a) Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, dignosa
medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk ke Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d) Riwayat kesehatan keluarga

6
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e) Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien.
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f) Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Biasanya nafsu makan klien perkurang karena terjadi gangguan pada usus
halus.
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak bisa istirahat karena pasien merasakan
sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
g) Pemeriksaan fisik
1.) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu dikaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2.) Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala sampai kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien/kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai
kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Di samping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung
kebutuhan nutrisi yang di butuhkan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, proses infeksi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
nafsu makan, mual, dan kembung
c. Reseko kurangnya volume cairan berhubungan dengaan kurangnya intake
cairan, dan peningkatan suhu tubuh
d. Perubahan pessepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.
e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.

3. Perencanaan keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari siskulasi endotoksin pada
hipotalamus.
 Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu
dalam batas normal
 Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh normal : 36,5 – 37,5
2. Badan terasa hangat

7
3. Pasien nampak rileks
 Intervensi :
1) Pantau suhu klien
R: Suhu 38oC – 41C
2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen pada tempat tidur
sesuai kebutuhan.
R:Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat
R : Dapat membantu mengurangi demam.
4) Kolaborasi pemberian anti piretik
R : Untuk menurunkan demam.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrien.

Tujuan :Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24


jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil :1) Tidak ada mual dan muntah


2) Porsi makan dihabiskan 1 porsi
3) Turgor kulit baik
4) Pasien nampak bertenaga
5) BB meningkat
Intervensi :
1) Dorong tirah baring

R: menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori


dan simpanan energi

2) Anjurkan istirahat sebelum makan

R: menennangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.

3) Berikan kebersihan oral

R: mulut yang bersih dapat menambahkan selera makan

4) Sediakan makanan dan fentilasi yang baik

R: lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif


untuk makan

5) Jelaskan pentinnya nutrisi yang ade kuat

R: nutrisi yang ade kuat akan membantu proses penyembuhan

6) Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi iv sesuai indikasi

8
R: progam ini mengistirahatkan saluran gastrointestina semetara
memberikan nutrisi penting .

c. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder


terhadap diare.

Kriteria hasil:

1) Membran mukosa lembab


2) Turgor kulit baik
3) Pengisian kapiler baik
4) Tanda vital stabil
5) Keseimbangan masukan dan keluaran urine normal.

Intervensi:

1) Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang


tidak terlihat.
R : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan
kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian
cairan.
2) Obserfasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, turgol kulit
dan pengisian kapiler
R : Menunjukan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi
3) Kaji tanda vital
R : Demam menunjukan respon terhadap efek kehilangan cairan
4) Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
R : Colon di istirahatkan untuk penyembuhan dan untuk penurunan
kehilangan cairan usus
5) Kolaborasi untuk pemberian cairan parental
R : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian
cairan untuk mempertahankan kehilangan

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme


sekunder terhadap infeksi akut.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam


diharapkan terjadi toleransi aktifitas

Kriteria hasil:

1) Pasien mampu melakukan kegiatan mandiri seperti makan,


kekamar mandi.
2) Pasien nampak rileks

Intervensi :

9
1) Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
R : menyediakan energi yang digunakan untuk aktifitas
2) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R : meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
3) Tingkat kan aktifitas sesuai toleransi.
R : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena
keterbatasan aktifitas yanga menggangu periode istirahat.
4) Berikan aktifitas hiburan yang tepat seperti nonton TV, dengan
radio dan lain- lain
R : meningkatkan relaksasi dan menghemat energi.

4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan
keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah
disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan
keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam
melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan kepada klien efektif,
teknik komunikasi terapi serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan
kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu
independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah
dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan
dengan tindakan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah
tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu
kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan
dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi
adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi
atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan
evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan
terhadap tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada
pada tujuan.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demam thypoid ( thypus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi pada usus yang
menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan kuman Salmonella enterika,
khususnya varian-varian turunannya, yaitu Salmonella typhi, Paratyphi A, Paratyphi B,
dan Paratyphi C. Kuman-kuman tersebut menyerang saluran pencernaan, terutama di perut
dan usus. Typhus abdominalis sendiri merupakan penyakit infeksi akut yang selalu
ditemukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderitanya juga beragam, mulai dari usia
balita, anak-anak,dan dewasa (Suratum dan Lusianah,2010).

Tanda dan gejalah :Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore
hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia
dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. Dan pada
Minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

11
Daftar Pustaka

Nugroho,taufan.2011.Asuhan Keperawatan:maternitas, anak, bedah, dan

penyakit dalam.Yogyakarta : Nuha Medika.

Wijaya,Andra Satferi dan Yessi Meriza Putri.2013.KMB 2.Yogyakarta : Nuha Medika.

https://id.wikipedia.org/wiki/Nutrisi. Diakses pada tanggal 8 Mei 2018

http://www.autoimuncare.com/pengertian-penyakit-thypoid/. Diakses pada tanggal 10 Mei


2018

12

Anda mungkin juga menyukai