Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

ANEMIA PADA DIABETES MELLITUS

Disusun oleh:
dr. Iqbal Zain Kurniadi

Pendamping Internship:
dr. Sahata Parhusip
dr. Susy Andriati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD AHMAD RIPIN
MUARO JAMBI
2018

Page 1 of 20
BERITA ACARA LAPORAN KASUS

Pada hari ini, tanggal 2018, telah dipresentasikan sebuah laporan kasus
oleh
Nama : dr. Iqbal Zain Kurniadi
Judul : Anemia pada Diabetes Mellitus
Nama Wahana : RSUD Ahmad Ripin
No Nama Peserta Diskusi Presentasi Tanda Tangan
1 dr. Eni Fathonah
2 dr. Ely Kartika
3 dr. Virgiawan Yudha Karsa
4 dr. Rahmawati Risna
5 dr. Meirinda Hidayanti

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya :
Pendamping I Pendamping II

dr. Sahata Parhusip dr. Susy Andriati

Page 2 of 20
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan


yangberdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia.
Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu
negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup
termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita DM ini semakin
meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial
ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala
prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif
yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit
jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.
DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan
hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin
sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi
atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2
macam type DM :
DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM
ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia
muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM
ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap
tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan

Page 3 of 20
obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.

Page 4 of 20
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 62 tahun
Alamat : Sengeti
Pekerjaan : Wiraswasta
Masuk RS : 4 Juni 2018
No. MR : 484104

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Lemas
Keluhan Tambahan: Kepala pusing, rasa kesemutan di jari kaki dan tangan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang via poli interne RSUD Ahmad Ripin dengan keluhan lemas.
Lemas dirasakan sejak ± 3 hari SMRS. lemas disertai rasa pusing. Mual (-),
muntah (-). Selain itu pasien juga mengeluh adanya rasa kesemutan pada jari
kaki dan tangan yang dirasakan sejak ± 2 minggu SMRS. keluhan lain
disangkal oleh pasien
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat Diabetes melitus ± sejak 7 tahun yang lalu dan
tidak rutin untuk kontrol
Riwayat Penyakit keluarga
Ibu pasien mempunyai riwayat penyakit DM
Riwayat Pengobatan
.-
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)

Page 5 of 20
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanggal 04 Juni 2018
Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda vital
- Tensi : 140/90
- Nadi : 88x/menit, irama reguler, kuat angkat
- RR :18x/menit
- Suhu : 36,7C
 Kepala : normocephal
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor
- Telingan : sekret (-), darah (-)
- Hidung : nafas cuping hidung(-), epistaksis (-), sekret (-)
- Mulut : sianosis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)
 Leher : pemebesaran KGB (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak meledar
- Perkusi : batas jantung tidak melebar
- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur(-)
Pulmo
- Inspeksi : pergerakan nafas simetris, retraksi (-)
- Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri
- Perkusi : sonor (+) di seluruh lapangan paru, redup (-)
- Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki
(-/-)
 Abdomen

Page 6 of 20
- Inspeksi : cembung
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
 Ekstremitas : akral hangat (+), udem (-), sianosis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium tanggal 04 Juni 2018
Darah Rutin :
 Hb : 6,5 g/dl
 Ht : 21,2 %
 Eritrosit : 3,06 juta/µL
 Leukosit : 6,06 / uL
 Trombosit: 137.000/uL
 MCV : 69,7 fL
 MCH :21,2 pg
 MCHC : 30,7 g/dl

Fungsi Ginjal :
 Ureum : 16 mg/dl
 Kreatinin : 1,2 mg/dl

GDP : 203 mg/dl


GD2PP : 214 mg/dl

V. USULAN PEMERIKSAAN
- HbA1C

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis: - Anemia sedang ec susp Nefropati DM
- Neuropati DM
- DM Tipe II

Page 7 of 20
Diagnosis Banding
 Anemia megaloblastik
 Anemia defisiensi besi

VII.PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet Dm

Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Pantoprazol vial 1x1
- Novorapid 3x12 U
- Lovemir 1x10 U
- Candesartan tab 8mg 1x1
- Transfusi PRC II kolf
(premedikasi : Furosemid Inj 1x1 amp)

VIII. Follow Up
Tanggal Follow up Terapi
04 juni S: lemas (+), kesemutan jari P : - IVFD RL 20 tpm
2018 kaki dan tangan, pusing - Pantoprazol vial 1x1
O: TD : 140/90 mmhg - Novorapid 3x12 U
T/N : 36,8/75x - Lovemir 1x10 U
RR : 20 x/i - Candesartan tab 8mg
CA : +/+ 1x1
Lab : Hb : 6,5 g/dl - Amlodipin tab 5 mg 1x1

Page 8 of 20
A :Anemia sedang ec susp - Transfusi PRC II kolf
Nefropati DM (premedikasi:Furosemid
Neuropati DM Inj 1x1 amp)
DM Tipe II

05 juni S : lemas, pusing, susah tidur, P: - IVFD RL 20 tpm


2018 kesemutan jari kaki dan - Pantoprazol vial 1x1
tangan - Novorapid 3x12 U
O : TD : 130/90 mmhg - Lovemir 1x10 U
T/N : 36,6/80x - Candesartan tab 8mg
RR : 18x 1x1
CA : +/+ - Amlodipin tab 5 mg 1x1
Lab : Hb : 6,6 g/dl - Alprazolam 1x0,25 mg
GDS : 203 mg/dl - Transfusi PRC 1 kolf
GD2PP : 214 mg/dl Premedikasi : inj
A : - Anemia sedang ec susp furosemide 1x1 amp
nefropati Dm
- Neuropti Dm
- DM tipe II
06 juni S : kebas pada kaki dan P : IVFD RL 20 tpm
2018 tangan Pantoprazole vial 1x1
O : TD : 120/80 mmhg Novorapid 3x12 U
T/N : 36,7/78x Lovemir 1x10 U
RR : 20x Candesartan tab 8mg 1x1
CA :+/+ Amlodipine tab 5 mg 1x1
Lab : Hb : 7,5 gr/dl Alprazolam 1x0,25mg (kp)
A : - Anemia sedang ec susp Mecobalamin tab 3x1
nefropati DM Tranfusi PRC 1 kolf (
- Neuropati DM premedikasi : inj furosemide
- DM Tipe II 1x1amp)

Page 9 of 20
07 juni S : kebas pada tangan dan P : pasien BLPL
2018 kaki, - Novorapid 3x12 U
O : TD : 120/90mmhg - Lovemir 1x10 U
T/N : 36,7/76x - Amlodipine tab 5 mg 1x1
RR : 20x - Candesartan tan 8 mg 1x1
Lab : HB : 9,2 gr/dl - Mecobalamin tab 3 x1
A : - Anemia sedang ec susp
nefro[pati DM
- Neuropati DM
- DM tipe II

Page 10 of 20
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Eritropoiesis

Eritrosit baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses


eritropoiesis yang kompleks. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel
progenitor CFUGEMM (colony-forming unit granulocyte, erythroid, monocyte
and megakariocyte / unit pembentuk koloni granulosit, eritroid, monosit dan
megakariosit), BFUE(burst-forming unit erythroid / unit pembentuk letusan
eritroid) dan CFU eritroid (CFUU) menjadi prekusor eritrosit yang dapat
dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas
adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoli,
serta kromatin yang sedikit menggumpal. 1
Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas
yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel (basofilik eritroblas –
polikromatik eritroblas – ortokromatik eritroblas). Normoblas ini juga
mengandung hemoglobin yang semakin banyak (berwarna merah muda) dalam
sitoplasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA
dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi
semakin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut (ortokromatik
eritroblas) di sumsum tulang dan menghasilkan stadium Retikulosit yang masih
mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis
hemoglobin.1,2
Sel retikulosit sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama
1 – 2 hari sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang
seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya, bentuknya
adalah cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan
16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah
apabila eritropoiesis terjadi di luar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular)

Page 11 of 20
dan juga terdapat pada penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan
dalam darah tepi manusia yang normal.1
Terjadi mekanisme stimulasi yang kuat pada kasus-kasus anemia berat
oleh eritropoetin terhadap sumsum tulang untuk meningkatkan produksi dan
pelepasan retikulosit lebih dini. Hal ini akan menyebabkan waktu pematangan
retikulosit menjadi eritrosit di dalam darah tepi bertambah lama, dari 1 – 2 hari
menjadi 2 – 3 hari. Maka untuk mendapatkan gambaran kemampuan yang
sebenarnya dari sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit, maka hitung
retikulosit pada kasus-kasus seperti ini perlu dilakukan koreksi lebih lanjut
(koreksi kedua), yaitu koreksi dengan lama waktu pematangan yang
dibutuhkan dibagi dua.
Nilai normal retikulosit dalam hitung jumlah (%) yaitu 0,5 – 2,0 % dari
jumlah eritrosit, sehingga didapatkan nilai normal yang mutlak adalah 25 – 85
x 103 /mm3 atau 109 sel/L.3,4

1. Eritropoietin
Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin, yaitu suatu polipeptida
yang sangat terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino dengan berat
molekul 30400. Normalnya 90% hormon ini dihasilkan di sel interstisial
peritubular ginjal dan 10% nya di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan
yang sudah dibentuk sebelumnya, dan stimulus pembentukan eritropoietin
adalah tekanan oksigen (O2) dalam jaringan ginjal. Karena itu produksi
eritropoietin meningkat pada kasus anemia, jika karena sebab metabolik atau
struktural, hemoglobin tidak dapat melepaskan O2 secara normal, jika O2
atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung, paru atau kerusakan
sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O2 ke ginjal. 5
Eritropoietin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah
sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan CFUE lanjut yang
mempunyai reseptor eritropoietin terangsang untuk berproliferasi,
berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglobin. Proporsi sel eritroid dalam
sumsum tulang meningkat dan dalam keadaan kronik, terdapat ekspansi
eritropoiesis secara anatomik ke dalam sumsum berlemak dan kadang–

Page 12 of 20
kadang ke lokasi ekstramedular. Rongga sumsum tulang pada bayi dapat
meluas ke kortikal sehinga menyebabkan deformitas tulang dengan
penonjolan tulang frontal dan protrusi maksila. Sebaliknya peningkatan
pasokan O2 ke jaringan (akibat peningkatan massa sel darah merah atau
karena hemoglobin dapat lebih mudah melepaskan O2 dibanding normalnya)
menurunkan dorongan eritopoietin. Kadar eritropoietin plasma dapat
bermanfaat dalam penegakan diagnosa klinis. Kadar eritropoietin tinggi bila
tumor yang mensekresi eritropoietin menyebabkaan polisitemia, tetapi
kadarnya rendah pada penyakit ginjal berat atau polisitemia rubra vera.1

2. Perkembangan dan Pematangan Retikulosit


Selama proses eritropoiesis sel induk eritrosit yang paling tua atau
late- stage erytroblasts akan mengalami pematangan dengan
menghilangnya inti sehingga menjadi retikulosit. Dalam periode
beberapa hari proses pematangan ini ditandai dengan:
(1) Penyempurnaan pembentukan hemoglobin dan protein lainya seperti
halnya SDM yang matang;
(2) Adanya perubahan bentuk dari besar ke lebih kecil, uniform dan
berbentuk biconcave discoid; dan
(3) Terjadinya degradasi protein plasma dan organel internal serta
residual protein lainnya.
Bersamaan dengan adanya perubahan intrinsik ini retikulosit akan
bermigrasi ke sirkulasi darah tepi. Namun demikian populasi retikulosit ini
bukanlah sesuatu yang homogen oleh karena adanya tingkatan maturasi yang
berbeda dari retikulosit tersebut. Dengan meningkatnya rangsangan
eritropoiesis seperti adanya proses perdarahan atau hemolisis, jumlah dan
proporsi dari sel retikulosit muda akan meningkat baik di dalam sumsum tulang
maupun didarah tepi. Ada perbedaan masa hidup antara retikulosit normal dan
retikulosit muda (imatur) yaitu membran retikulosit imatur akan lebih kaku dan
tidak stabil, disamping itu retikulosit imatur ini masih mempunyai reseptor
untuk protein adesif sedangkan retikulosit normal telah kehilangan reseptor ini
begitu sel ini bermigrasi ke perifer.6

Page 13 of 20
Suatu studi memperkirakan lama waktu tinggal retikulosit di
sumsum tulang sebelum memasuki sirkulasi darah tepi bervariasi antara
17 jam pada tikus normal sampai 6,5 jam pada tikus yang menderita
anemia. Walaupun retikulosit baik di sumsum tulang maupun di darah
tepi bisa dipisahkan dari kontaminasi sel yang sama dari kompartemen
yang berbeda akan tetapi pemisahan ini tidak sempurna sekali sehingga
metode untuk membedakan masih perlu disempurnakan untuk
mengetahui dengan tepat fungsi sitologis dan maturasi dari retikulosit.
Diperkirakan waktu pematangan retikulosit adalah berkisar antara 2 - 5
jam, tergantung metode yang dipakai, spesies yang dipelajari dan juga
tingkat stimulasi proses yang menentukan kapan retikulosit keluar dari
sumsum tulang ke sirkulasi masih belum jelas diketahui. Ada studi yang
mendapatkan bahwa perbedaan spesies dapat menentukan perbedaan
jumlah retikulosit yang beredar didarah tepi, dimana pada tikus dan babi
didapatkan jumlah retikulosit yang banyak sedang pada manusia, anjing
dan kucing jumlahnya sedikit bahkan pada kuda hampir tidak didapatkan
atau sedikit sekali. Perbedaan yang unik ini bisa dikenali dengan metode
manual dengan pengecatan supravital seperti metode biru metilen.7
Retikulosit yang sangat muda (imatur) adalah retikulosit yang
dilepaskan ke darah tepi akibat adanya rangsangan akibat anemia dan hal
ini disebut stressed reticulocyte. Retikulosit jenis ini mempunyai masa
hidup yang lebih pendek apabila di tranfusikan ke dalam resipien
normal dan secara umum dianggap sel ini tidak normal karena tidak
melalui perkembangan sel yang normal sampai ke divisi terminal dari
perkembangan retikulosit. Sebuah studi ingin meneliti masa hidup dari
retikulosit normal dan retikulosit stress ini baik pada pasien normal
maupun pasien anemia. Eksperimen ini mendapatkan data:
(1) Masa hidup retikulosit akan normal jika retikulosit normal
diinjeksikan ke binatang yang non anemik;
(2) Oleh karena gangguan intrinsik dari retikulosit stress, akan
menyebabkan sel ini lebih cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh resepien

Page 14 of 20
normal dengan kecepatan yang lebih besar dibandingkan dengan resepien
yang anemia; dan
(3) Baik retikulosit normal maupun retikulosit yang stress akan
disingkirkan dengan kecepatan yang bertambah dengan berlalunya waktu
pada penderita yang anemia. Secara keseluruhan data ini menunjukkan,
pada saat proses anemia berjalan akan terjadi proses adaptasi yang
memungkinkan sel yang diproduksi selama anemia tersebut akan beredar
lebih lama pada binatang yang dibuat anemi dibandingkan dengan
binatang yang normal. Studi yang lain juga mendukung hal ini dimana
didapatkan bahwa peningkatan masa hidup retikulosit pada binatang
yang anemia bukan disebabkan oleh adanya overload sistem
retikoluendotelial akan tetapi hal ini diduga oleh adanya proses adaptasi
lien yang menurunkan aktivitas penghancurannya terhadap retikulosit
yang stress.6,7
Besi digunakan untuk mensintesis hemoglobin oleh sel induk
eritroid di sumsum tulang pada proses eritropoiesis yang pada akhirnya
bermuara dengan pelepasan retikulosit ke sirkulasi, dan akan memberi
sinyal untuk aktivitas eritropoiesis 3 - 4 hari setelah besi terpakai untuk
membuat hemoglobin. Oleh karena itu CHr/Reticulocyte Hemoglobin
Content (rerata kadar hemoglobin dalam retikulosit) dianggap dapat
merefleksikan ketersediaan besi selama pembentukan SDM, dan
parameter retikulosit ini menggambarkan keseimbangan antara besi dan
eritropoiesis dalam 28 jam terakhir. Peneliti akhir-akhir ini banyak
mengindikasikan bahwa CHr merupakan indikator untuk ketersediaan
besi selama pemberian terapi rekombinan eritropoietin manusia.
Perubahan kadar hitung retikulosit awal hanyalah menggambarkan
keluarnya retikulosit muda dari sumsum tulang dan bukan merupakan
tanda adanya ekspansi dari proses eritropoeisis dan dengan alasan ini
tentu lebih penting untuk mengetahui respon eritropoiesis terhadap
pemberian besi dibandingkan hanya melihat retikulosit indeks saja.3,4,5

Page 15 of 20
3. Faktor–faktor yang Mengganggu Respons Retikulosit Normal
terhadap Anemia
a. Penyakit sumsum tulang; misalnya hipoplasia, infiltrasi oleh
karsinoma, limfoma, mieloma, leukimia akut, tuberkulosis.
b. Defisiensi besi, vitamin B12 atau folat
c. Tidak adanya eritropoietin; misalnya penyakit ginjal
d. Berkurangnya pasokan O2 ke jaringan; misalnya miksedema,
defisiensi protein
e. Eritropoiesis inefektif, misalnya thallasemia mayor, anemia
megaloblastik, mielodisplasia, mielofibrosis, anemia
diseritropoieis kongenital.

f. Penyakit keganasan atau radang kronik. (Setiawan, L, 2005)

Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2


Pasien diabetes melitus umumnya memiliki kemungkinan anemia yang lebih
besar disebabkan gangguan ginjal berbanding mereka dengan penyebab lain dari
gagal ginjal (Katherine et al, 2005). Banyak faktor yang telah diusulkan sebagai
penyebab awal onset anemia pada pasien dengan diabetes , antaranya adalah :1,2,3,6,7
 Penurunan fungsi ginjal dan nefropati pada diabetes melitus
Meskipun etiologi dari anemia pada nefropati adalah multifaktorial, tetapi
penurunan kadar erythropoietin merupakan inti utama dari pathogenesis
anemia dengan nefropati karena rusaknya sel-sel peritubular yang
menghasilkan eritropoetin seiring dengan progresivitas penurunan fungsi
ginjal, sehingga produksi eritropoetin terganggu.

 Defisiensi dan reaksi hiporesposif eritropoeitin


Defisiensi eritropoeitin awal dapat terjadi pada kedua tipe diabetes mellitus
dan salah satu penyebab respons terhadap produksi eritropoeitin adalah

Page 16 of 20
peradangan kronis yang dikaitkan dengan peningkatan produk si sitokin seperti
tumor necrosis factor alpha, interleukin-1 dan interferon gamma yang
menekan proliferasi stem cell sel darah merah. Reaksi ini dapat terjadi sebelum
timbulnya neuropati pada diabetes mellitus

 Neuropati otonom
Peningkatan inflamasi sistemik pada neuropati otonom akan menyebabkan
terjadinya sympathetic denervation dari eferen ginjal yang akan berakibat pada
kerusakan ginjal

 Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan ACE-inhibitor pada pasien
diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya anemia. Sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS) cukup berperan dalam memodulasi produksi
eritropoeitin (Mehdi, 2009). Peningkatan pada angiotensin II akan
menyebabkan laju filtrasi glomerular men inggi dan kebutuhan terhadap
oksigen juga akan bertambah. Keadaan ini memicu ginjal untuk memproduksi
eritropoeitin dengan lebih banyak. Penggunaan ACE - inhibitor dapat
menyebabkan gangguan pada sistem RAAS dan menyebabkan penurunan
kadar hematokrit.

 Asupan zat besi dan kelainan absorbsi besi


Kurangnya asupan zat besi dan adanya kelainan absorbsi besi pada pasien
diabetes melitus akan mengakibatkan penggunaan simpanan besi tubuh
sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi baik relatif maupun absolut (Mehdi,
2009).

 Ekskresi protein non-albumin melalui urin


Peningkatan ekskresi protein non -albumin seperti eritropoetin dan
transferin melalui urin juga akan mengakibatkan penunrunan kadar simpanan

Page 17 of 20
besi tubuh.

 Penurunan masa hidup eritrosit dan pendarahan


Anemia pada diabetes melitus dapat disebabkan oleh advanced
glycosylation end products (AGE). Peningkatan protein hasil glikasi dan AGE
akan disertai dengan peningkatan aktivitas radikal bebas yang berkontribusi
terhadap kerusakan biomolekuler pada diabetes seperti hemolisis awal sel
darah merah. Selain itu, pendarahan dapat juga terjadi pada pasien diabetes
melitus dengan ulkus atau gangren.

Page 18 of 20
BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan pada pasien ini memiliki


kadar HB 6,5 g/dL serta dengan nilai Ureum 16 mg/dL dan Kreatinin 1,2 mg/dL.
Berdasarkan hasil laboratorium tersebut pasien ini mengalami anemia dengan
fungsi ginjal yang relatif masih baik mengingat kadar kreatinin yang hanya
meningkat sedikit dari batas normal, walaupun demikian riwayat pasien yang telah
mengidap diabetes mellitus selama 7 tahun dapat menyebabkan kadar HB yang
menurun perlahan lahan dan berlangsung lama oleh karena telah adanya tanda-
tanda kerusakan ginjal pada pasien.
Selain itu berdasarkan teori penggunaan candesartan yang merupakan obat
golongan ARB yang memiliki kerja yang hampir serupa dengan ACE-Inhibitor juga
dapat memperburuk proses eritropoesis pada pasien karena menekan produksi
eritropoetin oleh ginjal.

Page 19 of 20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mehta AB, Hoffbrand AV, Hematological aspect of systemic disease. In


Hoffbrand AV, Tuden H, eds. Postgraduate hematology. 5th ed. Oxford;
Blackwell, 2005; 971-72. 8.
2. I Made Bakte. Hematologi klinik ringkas. Edisi-1. Jakarta :Penerbit EGC; 2006
p 233-254.
3. Mehta AB, Hoffbrand AV, Hematological aspect of systemic disease. In
Hoffbrand AV, Tuden H, eds. Haematology at a glance. 1st ed. Oxford;
Blackwell, 2000; 78-81.
4. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss ; 2005 ; Kapita selekta hematologi ;
Jakarta ; Buku Kedokteran
5. Dr. H. Mohamad Sadikin, DSc. ; 2001 ; Biokimia darah ; Jakarta ; Widya
Medika
6. P. B. Notopoero. 2007.Eritropoitin Fisiologi, Aspek Klinik, Dan
Laboratorik(Erythropoietin Physiology, Clinical, And Laboratory Aspect).
Vol. 14, No. 1: 28-36
7. Hoffbrand A.V dkk. 2005. Essential Haematology . Jakarta : EGC.

Page 20 of 20

Anda mungkin juga menyukai