PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Internasional Monetery Fund, FASB-USA, GASB-USA, FASAB-USA serta lembaga-
lembaga profesi lainnya.
Fenomena sector public di Indonesia seperti apa..yang akan ditulis? Apa problem
akuntansi sector public berbasis akrual? Dan berbasis cash dan kasih argumentasi. Lebih
dibicarakan akuntansi pemerintah berbasis akrual dengan cara pandang Syariah.. dengan
konsep maslahah akuntansi Syariah bagi sector public bukan dengan konsep al-farabi.
Sementara itu, dari beberapa baris ayat 282 surah Al Baqarah, dapat diambil salah
satu pelajaran yaitu perintah untuk mengatur dan menyusun pembukuan akuntansi sudah
secara implisit diisyaratkan oleh Al Qur’an. sekaligus perintah pembukuan akuntansi
dilengkapi dalam Al Qur’an nilai-nilai penting yang mengiringi nya seperti keadilan,
ketaqwaan, dan transparansi. Selain itu menunjukkan bahwa seberapapun pesatnya
pengembangan sistem informasi akuntansi, dokumentasi bahan primer yang sangat
penting untuk melakukan proses alur bisnis dan akuntansi, dari dokumentasi tersebut
akuntan dapat melakukan tugasnya. Ayat Al Qur’an tersebut menekankan untuk takut
kepada Allah. Filter moral akan membatasi akuntan terhadap perilaku fraud,
embezzlement, bribery, collusion bahkan korupsi karena adanya rasa takut kepada Allah
dan hari akhir. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk
di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita
simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan
yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan
keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5. Demikian juga perbedaan dalam pengakuan pendapatan, ada yang menggunakan
“accrual basis” ada “cash basis”.
6. Adanya perbedaan dalam pengakuan pendapatan atau biaya. Misalnya dalam hal
pengakuan pendapatan apakah pada saat barang selesai diproduksi, pada saat
dijual, atau pada saat dilakukan penagihan. Perlakuannya tidak konsisten untuk
semua jenis pos dan transaksi (Harahap, 2001 dalam Sulistyo, 2010:5).
Akuntansi syariah muncul sebagai solusi atas kritik dan keterbatasan yang
ada pada akuntansi konvensional. Dimana filosofi dasar yg menjadi sumber
kebenaran dari nilai akuntansi syariah adalah dari Allah SWT sesuai dengan faham
tauhid yang di anut islam. Allah lah yg menjadi sumber kebenaran, pedoman hidup
dan sumber hidayah yg akan membimbing kita sehari hari dalam semua aspek
kehidupan. Dalam perkembangannya, akuntansi berkembang karena penerapan
sistem ekonomi islam khususnya dalam dunia bisnis, misalnya keuangan, perbankan,
asuransi, dan perusahaan lainnya. Mueller dan Belkaoui dalam Harahap, 2008 dalam
5
sulistyo: 2010: 5) menyebut akuntansi islam sebagai emerging model dengan basis
religious relativism yang didasarkan pada hukum syariah. Akuntansi islam bukan
mengenai agama (fiqih), ia sejajar dengan ilmu akuntansi kapitalis. Akuntansi islam
dibangun diatas dasar pemikiran manusia yang mengindahkan hukum-hukum Allah.
Kalau Akuntansi kapitalis dibangun atas dasar filsafat materialisme/sekularisme
hasil pemikiran manusia tanpa campur tangan Allah, maka Akuntansi Islam
dibangun di atas dasar pemikiran manusia yang mengindahkan hukum-hukum Allah.
B. Epistemologi Islam Al- Farabi
Secara teoretis ilmu akuntansi merupakan pengabungan antara rasionalisme
dan empirisme karena akuntansi merupakan ilmu yang menggunakan pemikiran
untuk menganalisis data transaksi akuntansi dalam pembuatan laporan keuangan
dimana data transaksi akuntansi merupakan hal yang kongkrit dapat di respon oleh
panca indera manusia. Ilmu akuntansi digunakan sesuai dengan kebutuhan oleh
profesi akuntan sebagai aspek dalam aksiologi atau bagaimana ilmu akuntansi
tersebut digunakan. Dalam aspek epistemologi ilmu akuntansi menjabarkan
bagaimana langkah langkah atau proses dalam pembuatan suatu laporan keuangan
dan bagaimana suatu transaksi saling mempengaruhi dalam suatu laporan keuangan.
Dari sudut pandang ontologi, ilmu akuntansi memberikan konsep mengenai
subsistem keberadaan yaitu apa yang ada itu, Ontologi adalah ilmu intisari sesuatu
hal. Metodologi yang diturunkan dari ontologi berhubungan dengan hakikat “ada”
yang menjadi objek investigasi, sehingga menjawab pertanyaan “apa”. Anggapan
epistimologi dan ontologi adalah menjadi penentu metodologi. Menurut Tejoyuwono
(2004) dalam yusnaini (2016:111), metodologi penelitian adalah suatu ilmu tentang
kerangka kerja melaksanakan penelitian yang bersistem. Fungsi filsafat adalah untuk
menguji metode yang digunakan untuk menghasilkan pengetahuan yang valid.
Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat melalui pedoman suci umat islam, Al-Qur’an
dan Hadits.
Konsep epistemology menurut para filosof islam adalah sebagai berikut (Mustofa,
1997: 76-77):
1. Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishak Al-Kindi (Wafat 252 H), sering disebut sebagai Al-
Kindi yang menyebutkan 3 macam pengetahuan manusia, yaitu:
a. Pengetahuan Indrawi
Pengetahun indrawi terjadi secara langsung ketika seseorang mengamati
obyek-obyek material, kemudian dalam proses tanpa tenggang waktu dan
6
tanpa berpindah ke imajinasi. Pengetahuan yang diperoleh lewat jalan ini
bersifat tidak tetap, tetapi selalu berubah dan bergerak setiap waktu.
b. Pengetahuan Rasional
Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh menggunakan jalan
akal yang bersifat universal, tidak parsial dan immaterial. Pengetahuan ini
menyelidikinya sampai pada hakikatnya dan sampai pada kesimpulan bahwa
manusia adalah makhluk yang berfikir.
c. Pengetahuan Isyraqi
Pengetahuan isyraqi merupakan pengetahuan yang datang dan diperoleh
langsung dari pancaran Nur Ilahi, puncak pengetahuan dari pengetahuan ini
adalah pengetahuan yang diperoleh Nabi untuk membawakan ajaran yang
berasal dari wahyu Tuhan. Menurut al-kindi, pengetahuan inilah yang mutlak
dan benar. Pengetahuan ini hanya dimilki oleh mereka yang berjiwa suci dan
dekat dengan Allah.
2. Abu Nashr Al-Farabi (257-329 H)
Menurut Al-Farabi, manusia memperoleh pengetahuan itu dari daya mengindra,
menghayal, dan berfikir. Yang mana ketiga daya ini merujuk pada kedirian
manusia, yaitu : jism, nafs, aql.
a. Mengindra, daya ini memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan
seperti panas dan dingin. Dengan daya ini manusia dapat mengecap,
membau, mendengar suara dan melihat.
b. Menghayal, memungkinkan manusia untuk memperoleh kesan dari hal-hal
yang dirasakan setelah obyek itu lenyap dari jangkauan indra. Daya ini adalah
menggabungkan atau memisahkan seluruh kesan-kesan yang ada sehingga
menghasilkan potongan-potongan atau kombinasi-kombinasi yang beragam.
Hasilnya bisa jadi benar bisa jadi salah.
c. Berfikir, daya ini memungkinkan manusia memahami berbagai pengertian.
3. Abu Hamid Al-Ghazali (450-505 H)
Al-Ghazali mengkaji secara mendalam persoalan-persoalan epistemologi.
Menurutnya, makrifat hakiki adalah suatu pengetahuan yang menyingkap
hakikat objek pengetahuan (ma’lum) sedemikian sehingga tidak menyisakan satu
bentuk keraguan dan tidak menghadirkan kemungkinan kekeliruan atasnya.
Al-Ghazali mendapatkan pemikiran dan menggapai keyakinan lewat alur logika
dan keluar darinya dengan jalan pengalaman mistik dan intuisi irfani. Dengan
7
menghitung kesalahan dan kekeliruan panca indra, Al-Ghazali lantas meragukan
hal-hal yang indriawi dan beranggapan bahwa sebagaimana akal bisa
mengungkap semua kesalahan panca indra, sangat mungkin akan hadir seorang
pemikir lain yang mampu menyingkap kekeliruan akal dan membatalkan
pengetahuan yang dipandang gamblang oleh akal (seperti angka sepuluh lebih
besar dari tiga). Menurutnya, pengalaman mistik dan intuisi irfani (al-kasy wa
asy-syuhud al-’irfani). Akan tetapi, ia juga meyakini bahwa jalan logika dan
penalaran akal, dengan berpegang teguh pada syarat-syaratnya, sebagai metode
memahami hakikat eksternal. Ia menekankan bahwa hasil-hasil yang dicapai oleh
pengetahuan itu sangat berpijak kepada penguatan argumentasi-argumentasinya.
4. Fakhr al-Din ar-Razi (543-606 H)
Ar-Razi memiliki konsep sama dengan para filosof sebelumnya yang
menganggap indra lahir dan akal sebagai alat untuk memahami realitas luar, dan
setelah menerima kenyataan adanya kekeliruan pada indra lahir, kemudian
meletakkan akal itu sebagai tolok ukur dalam penentuan kesalahan yang
dilakukan oleh indra lahir.
Menurut ar-razi, ilmu itu ialah hubungan antara ‘âlim (yang mengetahui) dengan
ma’lum bidz-dzat (pengetahuan esensial). Lebih lanjut Ar-razi juga menjelaskan
tentang keraguan-keraguan yang berhubungan dengan pengetahuan-pengetahuan
badihi dan gamblang, namun, menurutnya, keberadaan semua keraguan tersebut
tidak mampu menafikan kebenaran pengetahuan yang gamblang tersebut.
C. Pemikiran Abu Nashr Al-Farabi
Al-Farabi merupakan Filsuf yang pertama yang berhasil memandang filsafat
secara utuh dan menyeluruh seperti di dalam kitab karangannya yang berjudul
Ihsha’u al-‘Ulum” yang memandang Filsafat secara utuh dan sempurna serta
membahasnya secara mendetail. ia juga sangat terkenal akan kepakarannya dalam
hal filsafat Aristoteles sehingga ia dikenal dengan sebutan Mu’allim Tsani (Guru
kedua). (ahmad Hanafi, 1992:82)
8
terwujud melalui pengetahuan parsial, atau pemahaman universal merupakan hasil
penginderaan terhadap hal-hal yang parsial. Jiwa mengetahui dengan daya. Dan
indera adalah jalan yang dimanfaatkan jiwa untuk memperoleh pengetahuan
kemanusiaan (Jamil Shaliba, 1973:163) Tetapi penginderaan inderawi tidak
memberikan kepada kita informasi tentang esensi segala sesuatu, melainkan hanya
memberikan sisi lahiriah segala sesuatu. Sedangkan pengetahuan universal dan
esensi segala sesuatu hanya dapat diperoleh melalui akal.
9
BAB II
METODOLOGI
10
Tidak konsisten dengan konsep alfarabi atau maqoshid?
a. Adapun yang menjadi sumber primer adalah Al-Qur’an yang telah diterjemahkan
kedalam Bahasa Indonesia, artinya seluruh rujukan mengenai konsep dasar akuntansi
dan pencatatan didapat dari sumber itu.
b. Sedangkan mengenai sumber data sekunder adalah karya-karya atau buku-buku Al-
Farabi yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dari sumber yang masih
asli serta hasil para peneliti yang sebelumnya.
C. Tehnik dan Metoda Analisis Data
Pengumpulan data dimulai dengan pengumpulan kepustakaan. Pertama dicari naskah-
naskah asli, manuskrip-manuskrip lain, varaian-varian dan mencari terjemahan penting.
Buku literatur yang ada dipelajari sebagai satu keutuhan istilah dan konsep pokok satu
persatu menurut hubungan mereka (induksi), agar dapat dipastikan kalau ada keragu-
raguan, atau dapat diterjemahkan menurut arti persis di tempat itu.
D. Sistematika Pembahasan
Bab I - Pendahuluan : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan,
Bab II – Studi Pustaka : Perkembangan Akuntansi, Epistmologi Islam, Pemikiran
Abu Nasr Al-Farabi.
Bab III – Metodologi : Metode Filsaafat Islam, Jenis Penelitian dan Sumber Data,
Tehnik dan Metoda analisis Data, Sistematika Pembahasan
Bab IV – Pembahasan : Membahas permasalahan yang disandingkan dengan
metode dan teori yang ada.
Bab V – Simpulan : Kesimpulan, saran dan penutup.
11
Daftar Pustaka
Abdul Karim, 1990. Peranan Prinsip Akuntansi Dalam Pengelolaan Transaksi Keuangan,
Bandung.
Ahmad Roddoni, Abdul Hammed. 1997. Lembaga Keungan Syariah. Jakarta.
Ahmad Mustafa, 1997, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung.
Jamil Shaliba. 1973, Tarikh al-Falsafah al-‘Arabiyah, Cet. II. Beirut: Dar al-Kutub al-
Lubhani, hal. 163.
Sulistyo, Budi. 2010, “Memahami Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi : Kritik Atas
Upaya Mendekonstruksi Akuntansi Konvensional Menuju Akuntansi Syariah
Dalam Bingkai Tasawuf”, Jurnal Akuntansi, Univ. Jember
Yusnaini, 2016, “Filsafat Ilmu Akuntansi: Sebuah Tinjauan pada Aspek Epistemologis
Islam”, Jurnal Filsafat Akuntansi - UNS Palembang, 30 Juni 2016
12