Anda di halaman 1dari 3

Di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), tidak ada pasal yang dapat

digunakan untuk menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri. Ketentuan KUHP hanya dapat
digunakan untuk menjerat penyedia PSK/germo berdasarkan ketentuan Pasal 296 jo. Pasal 506 KUHP:

Pasal 296
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh
orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda
paling banyak lima belas ribu rupiah.

Pasal 506
Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan
menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu
tahun.

syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata (“KUHPerdata”) atau disebut jugaBurgerlijk Wetboek (“BW”). Syarat sahnya perjanjian dapat
Anda simak dalam boks di bawah ini.

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian


Syarat SUBJEKTIF
2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian

3. Suatu hal tertentu


Syarat OBJEKTIF
4. Sebab yang halal

Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan(dapat
diajukan pembatalannya). Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka
perjanjian tersebut adalah batal demi hukum (dianggap tidak pernah ada perjanjian sebelumnya).

Lebih jauh mengenai sebab yang halal, dalam Pasal 1337 KUHPerdata dijelaskan (secara a contrario)
bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

Jadi, obyek perjanjian haruslah tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum. Dalam konteks pertanyaan Anda, praktik pelacuran termasuk perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang, khususnya Pasal 289 jo Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidanamengenai
percabulan. Perbuatan tersebut juga dilarang oleh Pasal 2 jo Pasal 1 ayat (7) UU No. 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengenai eksploitasi orang yang
termasuk pelacuran.

Di samping itu kegiatan seorang pekerja seks komersial (PSK) dengan memberikan tubuhnya untuk dipakai
(dieksploitasi secara seksual) oleh orang lain juga bertentangan dengan norma kesusilaan di masyarakat.

Dengan demikian, dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam keadaan apapun kegiatan yang
dilakukan PSK dengan pelanggannya tidak termasuk dalam perjanjian yang dimaksudkan dalam
KUHPerdata/BW.

Untuk penegakan hukum pelanggan prostitusi di Jakarta, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 42
ayat (2) Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Baca juga: Sandiaga:
Kalau Penghuni Tahu Ada Prostitusi di Kalibata City, Laporkan! Dalam pasal tersebut, disebutkan
bahwa setiap orang dilarang: a. Menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk
menjadi pekerja seks komersial. b. Menjadi pekerja seks komersial. c. Memakai jasa pekerja seks
komersial.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bisakah Pelanggan Prostitusi Dijerat Hukum?
", https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/08/21352871/bisakah-pelanggan-prostitusi-dijerat-
hukum.
Penulis : Sherly Puspita
Editor : Kurnia Sari Aziza

Secara norma dia s


PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah
atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2004:26). Di Indonesia, para
pelakunya diberi sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang
yang tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan
yang berlaku dalam masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks mendapatkan cap
buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat.

Pasal 28D
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja.
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Sedangkan Pasal 28J memberikan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dan untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Pasal 1320 KUHPer, Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1. Kesepkatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Pasal 1338 KUHper, Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Anda mungkin juga menyukai