Sebenarnya, menurut Ajiep Padindang, sernator asal Sulawesi Selatan yang nama
kelahirannya Andi Jamaluddin Padindang tersebut, pembuatan Undang-undang
Sistem Perekonomian Nasional merupakan amanat konstitusi yaitu untuk
mengatur perekenomian Indonesia.
''Pihak DPD sudah membuat menyusun draf undang-undang tersebut, sudah tiga
kali mengusulkan untuk dibahas ke pihak DPR tapi selalu ditolak tidak
dimasukkan dalam Prolegnas.
Entah apa sebabnya, padahal ini sangat urgen, agar pengelolaan perekonomian
Negara kita yang makmur potensi ini benar-benar pengelolaannya berdampak
menyejahterakan rakyatnya. Agar potensi kemakmuran yang dimiliki Negara
tidak dinikmati oleh segelintir orang saja atau dikuasai pihak asing,'' katanya.
Tanpa ada payung hukum perekonomian nasional Indonesia contohnya, dengan
penggunaan kekuasaan, dengan alasan untuk menjaga stabilitas ekonomi atas
ancaman stabilitas politik diimplementasikan dengan intervensi pasar, maka
korbanlah produksi gula, garam dan sejumlah produksi pangan rakyat dengan
melakukan impor.
''Itulah salah satu contoh rapuhnya sistem perekonomian kita karena politik
ekonomi yang masih lemah, tanpa ada proteksi-proteksi karena kita belum punya
payung hukum dalam bentuk Undang-undang Sistem Perekonomian Indonesia,''
tandas Ajiep Padindang.
Para pembicara serta peserta diskusi IKA Komisariat Fakultas Ekonomi UMI
sepakat untuk meningkatkan pembahasan tentang Ekonomi Politik dan Politik
Ekonomi dalam forum lebih luas, khususnya membahas secara akademik
pentingnya payung hukum pengelolaan perekonomian dalam bentuk Undang-
undang Sistem Perekonomian Indonesia.
Rumah
Gedung
ANALISIS
1. A. Latar Belakang
“ Persoalan yang sering dialami oleh para pemimpin dan pengambil keputusan di
negara-negara berkembang adalah penerapan politik ekonomi dan kebijakan
yang meniru mentah-mentah sistem ekonomi sosialisme dan kapitalisme. Padahal
masing-masing sistem politik ekonomi tersebut terus berkembang, berubah dan
selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian yang signifikan yang sesuai dengan
zaman. Aspek dinamis dari suatu sistem ini diabaikan oleh kebanyakan
perancangan pembangunan sehingga banyak terjadi kegagalan untuk
menerapkan model tiruan dinegara berkembang ” (Didik J Rachbin : 2004).
B. Rumusan Masalah
C. Kerangka Teori
D. Pembahasan
Konsep Ekonomi Politik Indonesia
Ekonomi politik Indonesia pada rezim Orde Lama, Indonesia masih dalam masa
labil dimana pada waktu itu kemerdekaan baru diikrarkan, jadi stabilitas ekonomi
masih tidak efektif. Pada masa Orde Baru dipimpin oleh rezim Soeharto yang
sistem perekonomiannya menerapkan sistem kapitalis. Dan kemudian
pemerintahan masa transisi sampai saat ini mengadopsi dualisme sistem di atas
yang merupakan sintesis antagonis kapitalisme versus sosialisme, namun terbukti
sampai sekarang perekonomian indonesia masih jauh dari harapan.
1. a. Orde Lama
“ Indonesia di masa orde lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak konflik
politiknya daripada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum
borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok – kelompok nasionalis
lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya inflasi
yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697%
antara tahun 1965 – 1966. Pada tahun 1948 Bank Dunia memberikan pinjaman
pertamanya kepada negara di luar Eropa. Saat itu banyak negara yang sedang
berkembang sudah sibuk dalam beberapa bentuk perencanaan ekonomi
terpusat. Pada tahun 1950-an, gelombang antusiasme mencapai puncaknya
dalam rangka perencanaan yang komprehensif. Sedangkan yang terjadi di
indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bangsa indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Pemimpin yang ada saat itu terdiri dari kaum elit yang
berpendidikan barat dan orang – orang militer yang dilatih jepang. Secara
ekonomi, belanda masih menguasai perusahaan – perusahaan di sektor
perkebunan dan menguasai perdagangan internasional {Konferensi Meja Bundar
(KMB), 1949}. Periode 1945 – 1949 adalah periode indonesia berjuang untuk
status negara merdeka dan diakui oleh dunia yang ditandai dengan pengakuan
Belanda di KMB dengan syarat perusahaan Belanda di Indonesia tidak
dinasionalisasikan”. (Tambunan,Tulus:2009).
1. b. Orde Baru
“ Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru.
Pada masa ini pemerintah lebih focus pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan social di tanah air. Pemerintah
orde baru menjalin kembali hubungan dengan pihak Barat. Indonesia juga
kembali menjadi anggota PBB, dan lembaga- lembaga duniaya seperti Bank
Dunia, IMF,dll. Sebelum rencana pembangunan REPELITA dimulai, terlebih
dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilisasi ekonomi, social, politik, serta
rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama
adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi deficit keuangan
pemerintah dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, terutama ekspor.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde
baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses
industrialisasi dalam skala besar yang pada saat itu dianggap sebagaisatu-
satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-
masalah ekonom, seperti kesempatan kerja dan deficit neraca pembayaran.”[2]
Akan tetapi, pada tingkat mikro hasilnya tidak terlalu memukau seperti pada
tingkat makro. Kebijakan-kebijakan ekonomi selama masa orde baru memang
telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dibarengi dengan biaya ekonomi yang
tinggi dari hasil pinjaman-pinjaman luar negri dan bantuan IMF yang terlalu
tinggi dengan bunga yang besar sehingga menimbulkan fundamental ekonomi
yang rapuh. Ini semua akhirnya mengakibatkan Indonesia dilanda suatu krisis
ekonomi yang besar.
1. Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp.
10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah
terhadap dolar). Pada waktu itu uang yang dipinjam harus dikembalikan
dalam bentuk dolar sehingga Indonesia harus mengembalikan lima kali
lipatnya dan mengakibatkan membengkaknya hutang negara. Ditambah
juga hutang swasta yang dibebankan pada negara sebagai syarat
peminjaman ke International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang
indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah
hutang komersial swasta).
2. 2. Saat nilai tukar rupiah semakin merosot dan tidak terbendung lagi,
maka pemerintah memutuskan untuk meminta bantuan keuangan dari IMF.
Pada Akhir bulan Oktober 1997, IMF mengumumkan paket bantuan
keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 milyar AS. Dengan
ekspektasi nilai rupiah akan menguat dan stabil. Akan tetapi kenyataannya
menunjukkan bahwa nilai rupiah terus melemah hingga mencapai Rp
15.000 per dolar AS. Hal ini menyebabkan menurunnya kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negri sehingga kesepakatan tersebut ditegaskan
dalam nota kesepakatan (Letter of Intent/LoI) yang terdiri atas 50 butir
kebijaksanaan yang mencakup ekonomi makro (fiscal&moneter).
3. Krisis rupiah menyebabkan krisis politik
Krisis rupiah yang dialami Indonesia berpengaruh terhadap munculnya krisi
politik di Indonesia. Ditandai dengan beberapa tragedy, yaitu :
Politik ekonomi adalah tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
kemakmuran masyarakat. Titik berat politik ekonomi bukan pada aspek ekonomi,
tetapi pada aspek dan proses politik. Dengan demikian, politik ekonomi adalah
proses politik untuk kepentingan rakyat banyak, politik indonesia saat ini tidak
mengikuti proses politik terbuka dan demokratis, karena hanya ditentukan oleh
segelintir teknokrat ekonom sehingga mengikuti paham kelompok kecil ini.
Politik negara dan ideologi kemasyaraktan tidak bekerja dan tidak diberi
kesempatan mempengaruhi politik ekonomi yang telah dilaksanakan.
Politik ekonomi Indonesia dalam kenyataannya tidak ditentukan oleh ideologi dan
paham kemasyarakatan, tetapi sangat dipengaruhi secara langsung oleh segelintir
orang, yang disebut teknokrat. Golongan kecil elit ini diberikan kekuasaan besar
oleh presiden untuk menentukan politik ekonomi, yang berbasis paham liberal.
Tetapi perjalanan ekonomi indonesia sama sekali tidak berpijak pada basis
normatif-legal dari perundang-undangan di atas sehingga dasar-dasar falsafah
yang liberal-pragmatis cenderung lebih kuat pengaruhnya dalam level
implementasinya.
Penjabaran lebih lanjut ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi itu dapat
ditemukan dalam penjelasan-penjelasan pasal 33 UUD 1945. Salah satu
penggalan kalimat dalam penjelasan pasal 33 berbunyi sebagai berikut: “Dalam
pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan dan bukan kemakmuran
perseorangan”. Berdasarkan penggalan kalimat tersebut maka makna ekonomi
kerakyatan atau demokrasi ekonomi dapat dipahami dengan mudah. Ekonomi
kerakyatan adalah suatu situasi perekonomian dimana berbagai kegiatan ekonomi
diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi semua anggota masyarakat,
sementara penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ekonomi itu pun berada dibawah
pengendalian atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Bila dikatakan
dengan bunyi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 tadi, maka situasi perekonomian seperti
itulah yang disebut sebagai perekonomian usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Dalam GBHN 1993 meskipun istilah sektor informal masih ditemukan di empat
tempat, tetapi diperkirakan akan tidak ada lagi dimasa mendatang, karena istilah-
istilah ekonomi rakyat adalah lebih tepat dan sudah merupakan istilah atau konsep
baku dalam UUD 1945 yang selanjutnya mendapat penekanan 25 kali dalam
GBHN 1993 antara lain sebagai berikut (Mubyantoro.1998) :
Dari kutipan GBHN 1993 ini, jelas bahwa rakyat Indonesia meyakini perlunya
“koreksi total” terhadap aneka rupa ketidakmerataan sebagai dampak
pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I)
“rakyat banyak”, yang dalam proses pertumbuhan ekonomi tinggi belum ikut
menikmati hasil-hasilnya, harus benar-benar ditingkatkan pendapatan dan daya
belinya. Peningkatan taraf hidup rakyat banyak itulah maka sesungguhnya dari
pemerataan pembangunan.
1. E. Kesimpulan
Penerapan ekonomi politik pada suatu negara harus ditelaah lebih komperhensip
dan diprediksi jangka pendak dan panjangnya, karena ekonomi mempunyai
pengaruh yang signifikan bagi perkembangan suatu negara. Yang terjadi mala
akan semakin kompleks ketika sistem ekonomi politik tidak tepat diterapkan
dalam lingkungan negara multikultural yang berbasis pada kerakyatan seperti
Indonesia ini, jadi saran saya adalah “aati kull dzi haqqin haqqohu” proporsional
terhadap keadaan yang ada di Indonesia ini, ekonomi kerakyatan adalah
keselarasan antara ideologi negara dan kehidupan berBhineka tunggal ika. Itulah
yang menjadi impian rakyat indonesia, dari rakyat untuk rakyat.
Daftar Pustaka
[1] Rachmat Hidayat, MPA. Istilah dan pengertian ekonomi politik 1dan 2,Fisip
Universitas Jember,Pdf diunduh pada tanggal 16 Mei 2013 pukul 19:55
[2] ibid
[3] http://www.pmkri.or.id/kebijakan-ekonomi-politik-di-indonesia-153.php
[4] ibid
[5] ibid
[6] ibid