Laporan Kasus
Imunisasi Dasar
di Puskesmas Medangasem, Kabupaten Karawang
Oleh:
Nurfarahin binti Mustafa
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam rangka Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Makalah ini dibuat dengan pendekatan kedokteran keluarga. Semoga laporan
yang saya buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata,
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian makalah ini kepada Dr. dr. A. Aris
Susanto, MS, Sp.OK dan semua pihak yang turut membantu terselesainya makalah
ini.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah yang
saya buat ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga di masa mendatang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik.
Penyusun
2
Bab I
Pendahuluan
3
teratur sehingga dapat memiliki kesehatan yang baik sekaligus memutus mata rantai
penularan.7 Teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah
frekuensi imunisasi. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis hepatitis B-
0, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis Measles
Rubella (MR).1,7 Jika imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh, maka
efektivitas imunisasi dapat mencapai 85-90%. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 cakupan imunisasi dasar secara nasional yaitu Hep B-0
(79,1%), BCG (87,6%), campak (82,1%), polio-4 (77,0%), dan DPT-HB-3 (75,6%).8
Sedangkan berdasarkan Status Kelengkapan Imunisasi, status imunisasi lengkap
(59,2%), imunisasi tidak lengkap (32,1%), dan tidak imunisasi (8,7%).8 Semua
cakupan itu belum memenuhi target cakupan Imunisasi Dasar Nasional. Berdasarkan
hasil laporan imunisasi dasar untuk Kabupaten Karawang pada tahun 2014 oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, didapatkan cakupan imunisasi Hepatitis B
94%, BCG 95%, polio-3 96%, DPT-3 96%, dan campak 95%.9
Keberhasilan pelaksanaan imunisasi dasar diukur dengan pencapaian UCI
desa/kelurahan. UCI adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi
(anak dibawah usia 1 tahun).7 Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap AKB. Pada
tahun 2010, pemerintah mencanangkan program Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN-UCI 2010-2014). Pada
program ini pemerintah menargetkan cakupan desa/kelurahan yang mencapai UCI
adalah sebanyak 100% pada tahun 2014. Namun, pada tahun 2014 target UCI ini
hanya mencapai 81.82% sehingga pemerintah membuat target baru yaitu cakupan
desa/kelurahan UCI sebanyak 84% pada tahun 2015 dan 93% pada tahun 2019.1 Data
tahun 2014, di Kabupaten Karawang cakupan desa/kelurahan UCI didapatkan
sebanyak 50,81% sehingga belum mencapai target yang ditentukan.
4
3. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 cakupan
Imunisasi Dasar secara nasional yaitu Hep B-0 (79,1%), BCG (87,6%),
Campak (82,1%), Polio-4 (77,0%), dan DPT-HB-3 (75,6%), belum
memenuhi target cakupan Imunisasi Dasar Nasional.
4. Menurut Profil Kesehatan Nasional 2014 UCI tidak mencapai target
100%, melainkan hanya 81.82% .
5. Data tahun 2014, di Kabupaten Karawang cakupan desa/kelurahan UCI
didapatkan sebanyak 50,81% sehingga belum mencapai target yang
ditentukan.
1.3. Tujuan
Dengan melakukan kunjungan rumah kepada ibu yang memiliki bayi
usia 0-11 bulan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan
keluarganya akan pentingnya imunisasi dasar, konsultasi atas Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) yang dialami setelah imunisasi, serta memotivasi
keluarga agar memberi dukungan kepada ibu pasien agar memberikan
imunisasi dasar yang lengkap.
1.4. Sasaran
Sasaran yang dituju adalah pasien berusia 0-11 bulan yang
mendapatkan imunisasi di Posyandu.
1.5. Metode
Metode yang digunakan adalah penemuan penderita secara active case
finding dimana cara menjaring pasien dengan melibatkan peran kader masyarakat,
dalam hal ini yaitu kader posyandu untuk langsung datang ke rumah pasien yang
sesuai dengan target sasaran yaitu bayi berusia 0-11 bulan yang mendapatkan
imunisasi dasar. Hal yang dilakukan adalah:
a) Mendata lengkap mengenai pasien dari aspek biologis, psikologis, dan
sosialnya.
2.1. Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak
terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi
pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan
imunisasi lainnya. Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena
sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup
diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap untuk
mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan dan hidup anak. Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara
pasif dengan memberikan immunoglobulin.10,11
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah
dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi
limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah
yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya
adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk
menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya
dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk
antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk
tersebut. 10,11
Vaksinasi mempunyai keuntungan : 10.11
Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih
jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut
secara almiah.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang
diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau
6
toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin
diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional, upaya
pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh kembang
anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit
atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan
cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi komplikasi
yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa, cacat fisik
maupun mental. Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa
tersebut dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa
bantuan orang lain.
2.2. Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu 11,13
Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )
Inactivate ( bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif )
i) Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau
bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki
kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan
tetapi tidak menyebabkan penyakit.Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (
wild ) penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya
dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai
sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin
dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media
pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada
tahun 1954.
Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.
7
Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau
cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh(
antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan
yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan
antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan
virus liar.
Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk
patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan
tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan
mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam
tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia:
Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela,
polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ).
Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
ii) Vaksin Inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan
penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).
Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis
antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit (
walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami
mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh
antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi
berada di dalam sirkulasi darah.
Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis
pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau
menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis
8
kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai
respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun
terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak
menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated
menurun setelah beberapa waktu.
Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit
masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial
seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi
ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-
komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh
antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
Seluruh sel virus yang inactivated- influenza, polio, rabies, hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated- pertusis, tifoid, kolera, lepra.
Vaksin fraksional yang masuk sub unit -hepatitis B, influenza, pertusis a-
seluler, tifoid Vi, lyme disease.
Toksoid- difteria, tetanus, botulinum.
Polisakarida murni- pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus
influenzae tipe b.
Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).
2.3. Cara Penyuntikan Vaksin
i) Subkutan 10,12
9
ii) Intramuskular10,12
12
Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat dari ibu,
namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh karena itu,
sebaiknya anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin. Vaksin pertussis
diberikan dalam bentuk vaksin DPT (DTwP atau DtaP) dimulai pada saat
bayi berusia 2 bulan melalui suntikan ke dalam otot.
Pada awal pembuatan vaksin DPT, komponen pertusis yang
digunakan merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu seluruh bakteri
Bordetella pertussis yang telah di non aktifkan. Namun, sejak tahun 1962
mulai beredear vaksin dengan menggunakan fraksi sel/aselular (DtaP) yang
mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis. Dengan penggunaan
vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun sistemik yang
ditimbulkan lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan vaksin DTwP.
Vaksin ini tidak dapat mencegah pertusis seluruhnya, namun terbukti dapat
meperingan durasi dan tingkat keparahan pertusis.
Antara reaksi KIPI adalah demam ringan dengan reaksi lokal berupa
kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul
dapat mengakibatkan kejang demam (0,06%), anak gelisah dan menangis
terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying).
KIPI yang berat dapat terjadi ensefalopati akut atau reaksi alergi berat
(anafilaksis).
Kontra indikasi vaksin ini adalah tidak boleh diberikan pada anak
dengan riwayat alergi berat dan ensefalopati pada pemberian vaksin
sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah
bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan
gerak yang kurang (hipotonikhiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis
terus menerus selama 2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah
imunisasi DPT.
iii) Vaksinasi Tetanus10,15
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT.
Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda jika anak mengalami
demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau mengalami
gangguanpertumbuhan.
KIPI pemberian vaksinasi tetanus biasanya bersifat ringan, berupa
rasa nyeri, warna kemerahan dan bengkak di tempat penyuntikan, dan
13
demam. Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
Difteri, Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam
bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara
intramuscular atau subkutan sebanyak 0,5 ml.
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I),
umur 3 bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang waktu
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV) diberikan 1
tahun setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT V diberikan
pada saat usia prasekolah (5-6 tahun). Setelah mendapatkan serangkaian
imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin DT pada usia 14-16 tahun
dan kemudian dilanjutkan setiap 10 tahun karena vaksin memberikan
perlindungan selama 10 tahun dan setelah 10 tahun diberikan booster. Hampir
85% anak yang mendapatkan minimal 3kali suntikan yang mengandung
vaksin difteri, akan memberikan perlindungan terhadap difteri selama 10
tahun.
4. Vaksinasi Polio
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine)
dan IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan
suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan. Vaksin polio oral diberikan pada
bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar, diberikan pada
usia 2, 3, dan 4 bulan. Pada PIN (pekan imunisasi nasional) semua balita
harus mendapat imunisasi tanpa memandang status imunisasi kecuali pada
penyakit dengan daya tahan tubuh menurun (imunokompromise). Bila
pemberiannya terlambat, jangan mengulang pemberiannya dari awal tetapi
lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Bagi ibu yang
anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi
dasar. Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh terhadap respons
pembentukan daya tahan tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin,
anak tetap bisa minum ASI. Imunisasi booster polio diberikan saat berusia 18
bulan.
Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah
pemberian vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat
menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio
14
tidak dianjurkan diberikan ketika seseoarang sedang demam, muntah, diare,
sedang dalam pengobatan radioterapi atau obat penurun daya tahan tubuh,
kanker, penderita HIV, dan alergi pada vaksin polio. OPV tidak diberikan
pada bayi yang masih dirumah sakit karena OPV berisi virus polio yang
dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa diekskresikan melalui tinja selama 6
minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi yang dirawat
dirumah sakit, disarankan pemberian IPV. 10,15
5. Imunisasi Campak10,15
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-
anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan
dan campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin
diberikan pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2
jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan
dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin yang berasal dari virus campak
yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang
dicampur dengan garam aluminium). Imunisasi ulangan juga dianjurkan
dalam situasi tertentu :
a) Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan
terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak
peningkatan insidens kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang
memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan
mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra indikasi
b) Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka
anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang
c) Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin
d) Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya
e) Kontraindikasi bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi,
sedang memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki
riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah, alergi terhadap protein telur.
KIPI:
Demam lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam
dijumpai pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2 hari
15
Kejang demam
Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari
Reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem saraf, yang reaksinya
diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunisasi.
6. Vaksinasi MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus hidup.
Bagi balita, pada usia 12-15 bulan (jika tidak mendapatkan imunisasi
campak) dapat diberikan vaksinasi MMR untuk mencegah risiko tinggi yang
membahayakan bagi kesehatan. Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi
untuk mencegah penyakit campak, gondongan, dan rubella. Pemberian vaksin
biasanya dilakukan pada usia anak 12-15 bulan. Dosis tunggal 0,5 ml
diberikan secara intramuscular atau subkutan dalam. Vaksinansi MMR tidak
dianjurkan diberikan pada: anak yang alergi terhadap telur/neomycin, yang
sedang dalam pengobatan imunosupresif, anak dengan alergi berat, anak
dengan demam akut, setelah pemberian imunoglobulin atau transfuse darah.
Reaksi KIPI adalah reaksi sistemik, seperti malaise, demam, atau ruam yang
sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama 2-3 hari.
10,15
16
Bab III
Laporan Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas : Medangasem
Tanggal kunjungan rumah : 16 Agustus 2018
Ibu Pasien
- Nama : Ny. R
- Umur : 31 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Pendidikan : Tamat SD
- Alamat : Desa Ciptamarga
III. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan Kesehatan Sekarang : Baik
b. Kebersihan Perorangan : Cukup baik
c. Penyakit yang Sering Diderita : Tidak ada
17
d. Penyakit Keturunan : Tidak ada
e. Penyakit Kronis/ Menular : Tidak ada
f. Pola Makan : Tidak baik
g. Pola Istirahat : Baik
h. Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang
18
d. Kegiatan organisasi sosial : Tidak ada
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VIII. Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Sunda
b. Lain-lain : Tidak ada
IX. Daftar Anggota Keluarga
X. Keluhan Utama
Tidak ada
XI. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Pasien lahir tanggal 12 April
2018, persalinan spontan normal, dibantu oleh bidan. Pasien langsung
menangis, kulit berwarna kemerahan, gerak aktif. Berat badan lahir 3000
gram, panjang badan 50 cm. Menurut ibunya pasien tidak memiliki keluhan.
Pasien masih mengkonsumsi ASI saja tanpa tambahan minuman dan
makanan lain. Pasien pasca imunisasi DPT 3, polio 4 dan IPV.
XII. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat ikterik, alergi, kejang.
19
- Suhu : 36,7 oC
Pemeriksaan Umum
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor, reflex cahaya (+/+)
- Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
- Telinga : Lapang, tidak tampak kelainan dari luar
- Leher : Kelenjar getah bening regional dan kelenjar tiroid
tidak tampak membesar.
- Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen : Tampak datar, teraba supel, bising usus (+) normal.
- Ekstremitas : Bentuk normal, edema (-), atrofi (-), refleks fisiologis
(+), refleks patologis (-)
XIV. Diagnosis Penyakit
Bayi 4 bulan pasca imunisasi DTP – 3, polio 4, IPV.
XV. Diagnosis Keluarga
Tidak ada
XVI. Anjuran Penatalaksanaan Masalah
- Promotif
Penyuluhan tentang definisi imunisasi dasar lengkap, kandungan vaksin,
penyakit apa yang dicegah dengan pemberian vaksin, manfaat imunisasi,
apa kejadian ikutan pasca imunisasi yang boleh terjadi dan dampak jika
tidak diimunisasi
- Preventif
Mendorong ibu untuk membawa anak untuk diimunisasi pada waktu yang
ditetapkan.
XVII. Resume
Pasien bayi berusia 3 bulan, BBL 3000 gram, panjang badan 50 cm, saat ini
tidak memiliki keluhan dan baru mendapat imunisasi DPT 3, polio 4 dan IPV.
20
Bab V
Analisa Masalah
21
- Ventilasi : pada setiap kamar sudah dilengkapi jendela yang terbuat
dari kaca sehingga sinar matahari dapat masuk, namun kaca tidak
dapat dibuka, sehingga udara tidak dapat keluar dan masuk (sirkulasi
udara tidak baik).
- Penerangan : penerangan cukup baik karena terdapat lampu disetiap
ruangan.
- Kebersihan : kebersihan kurang baik karena banyak barang yang
sudah berdebu dan tertumpuk tidak tertata. Kebersihan daur dan
kebersihan kamar mandi kurang baik. Kebersihan kamar kurang baik
karena kamar berbau tidak sedap.
- Sanitasi dasar : sumber air minum berasal dari air PAM yang direbus,
sedangkan untuk mandi, mencuci, dan memasak menggunakan air
kali. Kamar mandi digunakan untuk mencuci baju dan untuk mencuci
peralatan makan.
22
Bab VI
Penutup
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data riwayat keluarga diatas kesimpulan yang dapat diambil
adalah keadaan kesehatan keluarga pasien sekarang baik.
6.2. Saran
Disarankan untuk tetap melanjutkan pemberian imunisasi sesuai jadwal dan
jangan takut dengan efek samping imunisasi. Disarankan untuk segi keadaan rumah
masih perlu dilakukan perbaikan seperti membersihkan bagian rumah yang kotor dan
berdebu, merapihkan barang, membersihkan kamar mandi, dapur, dan kamar agar
tidak berbau tidak sedap.
23
Daftar Pustaka
24
11. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010.h.
25-37.
12. Anderson VL. Promoting childhood immunizations. The Journal for Nurse
Practitioners. Elsevier; 2015. p. 1-10.
13. Connoly K. Prevention is better than cure. Irish Medical Times; 45(10): 2011.
p. 42.
14. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK Respiratologi PP
IDAI; 2007.h.24-38.
25
Lampiran
26
27
28