Anda di halaman 1dari 28

Universitas Kristen Krida Wacana

Laporan Kasus
Imunisasi Dasar
di Puskesmas Medangasem, Kabupaten Karawang

Oleh:
Nurfarahin binti Mustafa

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, September 2018
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam rangka Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Makalah ini dibuat dengan pendekatan kedokteran keluarga. Semoga laporan
yang saya buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata,
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian makalah ini kepada Dr. dr. A. Aris
Susanto, MS, Sp.OK dan semua pihak yang turut membantu terselesainya makalah
ini.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah yang
saya buat ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga di masa mendatang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik.

Jakarta, September 2018

Penyusun

2
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit dengan cara pemberian
suatu vaksin sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya mengalami sakit ringan.1 Secara umum tujuan imunisasi adalah
untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak,
polio, tetanus serta hepatitis B.2,3
Data dari WHO menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5
juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati akibat tidak
mendapatkan imunisasi.4 Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu
indikator terpenting yang menentukan derajat kesehatan dan kesejahteraan suatu
5
masyarakat. Berdasarkan data WHO menunjukkan bahwa Infant Mortality Rate
(IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia pada tahun 2014 sebesar 34,46 per
1000 kelahiran hidup.4Adapun data yang berasal dari Current World Infant Mortality
Rate menunjukkan bahwa Infant Mortality Rate (IMR) di dunia pada tahun 2015
sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup.
Angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 menyebutkan, AKB 23 per
1.000 kelahiran hidup, turun sedikit dibandingkan tahun 2012, yaitu 32 per 1.000
kelahiran hidup.6 AKB ini masih jauh dari target yang telah ditetapkan dalam tujuan
ke empat Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan angka kematian
bayi dan dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDG’s) pada tahun
2016 – 2030. Dalam SDGs, target AKB yang ingin dicapai tahun 2030 adalah 12 per
1000 kelahiran hidup. Angka harapan hidup untuk anak yang berusia 1 tahun ke atas
sangat ditentukan oleh pelayanan kesehatan saat bayi terutama melalui program
imunisasi. Sehingga Departemen Kesehatan menganjurkan agar semua anak sebelum
berusia satu tahun telah mendapatkan imunisasi dengan lengkap dan teratur agar
keefektifan imunisasi dapat mencapai 85-90%, sehingga dapat menurunkan AKB
Departemen Kesehatan pada tahun 2008 menganjurkan agar semua anak
sebelum berusia satu tahun telah mendapatkan imunisasi dasar dengan lengkap dan

3
teratur sehingga dapat memiliki kesehatan yang baik sekaligus memutus mata rantai
penularan.7 Teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah
frekuensi imunisasi. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis hepatitis B-
0, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis Measles
Rubella (MR).1,7 Jika imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh, maka
efektivitas imunisasi dapat mencapai 85-90%. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 cakupan imunisasi dasar secara nasional yaitu Hep B-0
(79,1%), BCG (87,6%), campak (82,1%), polio-4 (77,0%), dan DPT-HB-3 (75,6%).8
Sedangkan berdasarkan Status Kelengkapan Imunisasi, status imunisasi lengkap
(59,2%), imunisasi tidak lengkap (32,1%), dan tidak imunisasi (8,7%).8 Semua
cakupan itu belum memenuhi target cakupan Imunisasi Dasar Nasional. Berdasarkan
hasil laporan imunisasi dasar untuk Kabupaten Karawang pada tahun 2014 oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, didapatkan cakupan imunisasi Hepatitis B
94%, BCG 95%, polio-3 96%, DPT-3 96%, dan campak 95%.9
Keberhasilan pelaksanaan imunisasi dasar diukur dengan pencapaian UCI
desa/kelurahan. UCI adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi
(anak dibawah usia 1 tahun).7 Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap AKB. Pada
tahun 2010, pemerintah mencanangkan program Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN-UCI 2010-2014). Pada
program ini pemerintah menargetkan cakupan desa/kelurahan yang mencapai UCI
adalah sebanyak 100% pada tahun 2014. Namun, pada tahun 2014 target UCI ini
hanya mencapai 81.82% sehingga pemerintah membuat target baru yaitu cakupan
desa/kelurahan UCI sebanyak 84% pada tahun 2015 dan 93% pada tahun 2019.1 Data
tahun 2014, di Kabupaten Karawang cakupan desa/kelurahan UCI didapatkan
sebanyak 50,81% sehingga belum mencapai target yang ditentukan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Data dari WHO menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat
1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati akibat
tidak mendapatkan imunisasi.
2. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015
menyebutkan, AKB di Indonesia 23 per 1.000 kelahiran hidup, turun
sedikit dibandingkan tahun 2012, yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup.

4
3. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 cakupan
Imunisasi Dasar secara nasional yaitu Hep B-0 (79,1%), BCG (87,6%),
Campak (82,1%), Polio-4 (77,0%), dan DPT-HB-3 (75,6%), belum
memenuhi target cakupan Imunisasi Dasar Nasional.
4. Menurut Profil Kesehatan Nasional 2014 UCI tidak mencapai target
100%, melainkan hanya 81.82% .
5. Data tahun 2014, di Kabupaten Karawang cakupan desa/kelurahan UCI
didapatkan sebanyak 50,81% sehingga belum mencapai target yang
ditentukan.

1.3. Tujuan
Dengan melakukan kunjungan rumah kepada ibu yang memiliki bayi
usia 0-11 bulan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan
keluarganya akan pentingnya imunisasi dasar, konsultasi atas Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) yang dialami setelah imunisasi, serta memotivasi
keluarga agar memberi dukungan kepada ibu pasien agar memberikan
imunisasi dasar yang lengkap.

1.4. Sasaran
Sasaran yang dituju adalah pasien berusia 0-11 bulan yang
mendapatkan imunisasi di Posyandu.
1.5. Metode
Metode yang digunakan adalah penemuan penderita secara active case
finding dimana cara menjaring pasien dengan melibatkan peran kader masyarakat,
dalam hal ini yaitu kader posyandu untuk langsung datang ke rumah pasien yang
sesuai dengan target sasaran yaitu bayi berusia 0-11 bulan yang mendapatkan
imunisasi dasar. Hal yang dilakukan adalah:
a) Mendata lengkap mengenai pasien dari aspek biologis, psikologis, dan
sosialnya.

b) Mendata lengkap mengenai keadaan rumah dan keluarga pasien.

c) Mendata lengkap tentang keadaan lingkungan tempat tinggal pasien.

d) Menganalisa dan memberikan penjelasan pada pasien mengenai


pentingnya kunjungan di Posyandu untuk imunisasi selajutnya.
5
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak
terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi
pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan
imunisasi lainnya. Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena
sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup
diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap untuk
mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan dan hidup anak. Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara
pasif dengan memberikan immunoglobulin.10,11
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah
dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi
limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah
yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya
adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk
menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya
dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk
antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk
tersebut. 10,11
Vaksinasi mempunyai keuntungan : 10.11
 Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
 Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
 Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih
jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut
secara almiah.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang
diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau
6
toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin
diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional, upaya
pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh kembang
anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit
atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan
cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi komplikasi
yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa, cacat fisik
maupun mental. Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa
tersebut dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa
bantuan orang lain.
2.2. Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu 11,13
 Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )
 Inactivate ( bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif )
i) Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau
bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki
kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan
tetapi tidak menyebabkan penyakit.Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (
wild ) penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya
dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai
sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin
dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media
pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada
tahun 1954.
 Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.

7
 Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau
cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh(
antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
 Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan
yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan
antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan
virus liar.
 Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk
patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
 Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan
tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan
mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam
tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
 Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia:
 Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela,
polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ).
 Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
ii) Vaksin Inactivated
 Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan
penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).
 Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis
antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit (
walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami
mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh
antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi
berada di dalam sirkulasi darah.
 Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis
pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau
menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis
8
kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai
respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun
terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak
menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated
menurun setelah beberapa waktu.
 Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit
masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial
seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi
ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-
komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh
antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
 Seluruh sel virus yang inactivated- influenza, polio, rabies, hepatitis A.
 Seluruh bakteri yang inactivated- pertusis, tifoid, kolera, lepra.
 Vaksin fraksional yang masuk sub unit -hepatitis B, influenza, pertusis a-
seluler, tifoid Vi, lyme disease.
 Toksoid- difteria, tetanus, botulinum.
 Polisakarida murni- pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus
influenzae tipe b.
 Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).
2.3. Cara Penyuntikan Vaksin
i) Subkutan 10,12

 Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis

Umur Tempat Insersi jarum


Bayi (lahir s/d12 Paha anterolateral Arah jarum 450 terhadap
bulan) kulit
Cubit tebal untuk
suntikan subkutan
Aspirasi spuit sebelum
disuntikan
Untuk suntikan multipel
diberikan pada ekstremitas
berbeda

9
ii) Intramuskular10,12

 Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.

Umur Tempat Insersi jarum


Bayi (lahir s/d12 Otot vastus lateralis 1. Pakai jarum yang cukup panjang
bulan) pada untuk mencpai otot
paha daerah 2. Suntik dengan arah jarum 80-90o.
anterolateral lakukan dengan cepat
3.Tekan kulit sekitar tepat suntikan
dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum
ditusukan
4. Aspirasi spuit sblm vaksin
disuntikan, untuk meyakinkan tidak
masuk ke dalam
vena.Apabilaterdapat
darah, buang dan ulangi dengan
suntik
yang baru.
5.Untuk suntikan multipel diberikan
pada bagian ekstremitas berbeda

2.4. Keadaan Bayi atau Anak Sebelum Imunisasi


Orang tua atau pengantar bayi/anak dianjurkan mengingat dan
memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah
ini 10,11
 Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat ( memerlukan
pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit ).
 Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin ( misalnya neomisin ).
 Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau
kemoterapi.
 Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun ( leukimia,
kanker, HIV/AIDS ).
10
 Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan
imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ).
 Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup ( vaksin
campak, poliomielitis, rubela ).
 Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.
 Menderita penyakit susunan syaraf pusat
2.5. Imunisasi Dasar
1. Vaksinasi Tuberkulosis 10,14
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis dibiak
berulang selama 1-3 tahun sehingga di dapat basil yang tidak virulen tetapi
masih mempunyai imunogenitas.Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang
memberi perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah
infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier).
Vaksin BCG membutuhkan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek
(perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang
bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis.
Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan
pemerintah. Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya
diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak
usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak ada
scar). Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah untuk 0,05 ml dan untuk
anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus
kanan. Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada
pasien imunokompromise (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka
panjang atau pada infeksi HIV).
KIPI yang didapat setelah vaksinasi adalah papul merah yang kecil
timbul dalam waktu 1 – 3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan
menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk
sembuh. Biarkan vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan
kering.
2. Vaksinasi Hepatitis B
Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi
bayi dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai jenis
pilihan vaksin yang diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan dosis
11
serta cara pemberiannya. Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian,
disuntikan secara dalam (sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal
0, 1, 6 bulan (kontak pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Apabila
sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh imunisasi hepatitis
B, maka secepatnya diberikan. 10,15
Reaksi KIPI yang sering terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang
ringan dan bersifat sementara, terkadang dapat menimbulkan demam ringan
untuk 1-2 hari. Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi absolut pemberian
vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan laktasi bukan kontraindikasi vaksin
Hepatitis B.10,15
3. Vaksinasi DTP
i) Vaksinasi Difteri10,15
Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat
pemberian. Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan
dengan imunisasi tetanus dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada
beberapa dekade terakhir, pemberian vaksin DPT telah menjadi imunisasi
yang diwajibkan oleh pemerintah. Vaksin DPT (DtaP atau DTwP) diberikan
untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun. Untuk anak usia 7-18 tahun
diberikan vaksin difteri dalam bentuk vaksin Td (Tetanus dan Difteri) atau
vaksin Tdap (tetanustoxoid, reduced diphteria toxoid, dan acellular pertussis
vaccine adsorbed). Vaksin Td diberikan juga pada anak dengan kontraindikasi
terhadap komponen pertusis dan dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun
untuk memperkecil kejadian ikutan pasca-imunisasi karena toxoid difteri.
Jadwal vaksinasi yang dianjurkan saat ini dimulai pada usia 2 bulan,
melalui suntikan intramuskular. Dari laporan yang ada, daya proteksi vaksin
difteri sebesar 98,45% setelah suntikan yang ketiga, namun kekebalan yang
terbentuk setelah imunisasi dasar hanya bertahan selama 10 tahun, sehingga
perlu diberikan booster setiap 10 tahun sekali.
Reaksi KIPI dari vaksin DPT adalah terjadinya demam ringan dan
reaksi lokal berupa kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan.
Demam yang timbul dapat mengakibatkan kejang demam (sekitar 0,06%).
Vaksin DPT tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi dan
kejang pada pemberian vaksin yang pertama.
ii) Vaksinasi Pertusis10,15

12
Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat dari ibu,
namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh karena itu,
sebaiknya anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin. Vaksin pertussis
diberikan dalam bentuk vaksin DPT (DTwP atau DtaP) dimulai pada saat
bayi berusia 2 bulan melalui suntikan ke dalam otot.
Pada awal pembuatan vaksin DPT, komponen pertusis yang
digunakan merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu seluruh bakteri
Bordetella pertussis yang telah di non aktifkan. Namun, sejak tahun 1962
mulai beredear vaksin dengan menggunakan fraksi sel/aselular (DtaP) yang
mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis. Dengan penggunaan
vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun sistemik yang
ditimbulkan lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan vaksin DTwP.
Vaksin ini tidak dapat mencegah pertusis seluruhnya, namun terbukti dapat
meperingan durasi dan tingkat keparahan pertusis.
Antara reaksi KIPI adalah demam ringan dengan reaksi lokal berupa
kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul
dapat mengakibatkan kejang demam (0,06%), anak gelisah dan menangis
terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying).
KIPI yang berat dapat terjadi ensefalopati akut atau reaksi alergi berat
(anafilaksis).
Kontra indikasi vaksin ini adalah tidak boleh diberikan pada anak
dengan riwayat alergi berat dan ensefalopati pada pemberian vaksin
sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah
bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan
gerak yang kurang (hipotonikhiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis
terus menerus selama 2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah
imunisasi DPT.
iii) Vaksinasi Tetanus10,15
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT.
Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda jika anak mengalami
demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau mengalami
gangguanpertumbuhan.
KIPI pemberian vaksinasi tetanus biasanya bersifat ringan, berupa
rasa nyeri, warna kemerahan dan bengkak di tempat penyuntikan, dan

13
demam. Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
Difteri, Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam
bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara
intramuscular atau subkutan sebanyak 0,5 ml.
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I),
umur 3 bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang waktu
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV) diberikan 1
tahun setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT V diberikan
pada saat usia prasekolah (5-6 tahun). Setelah mendapatkan serangkaian
imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin DT pada usia 14-16 tahun
dan kemudian dilanjutkan setiap 10 tahun karena vaksin memberikan
perlindungan selama 10 tahun dan setelah 10 tahun diberikan booster. Hampir
85% anak yang mendapatkan minimal 3kali suntikan yang mengandung
vaksin difteri, akan memberikan perlindungan terhadap difteri selama 10
tahun.
4. Vaksinasi Polio
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine)
dan IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan
suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan. Vaksin polio oral diberikan pada
bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar, diberikan pada
usia 2, 3, dan 4 bulan. Pada PIN (pekan imunisasi nasional) semua balita
harus mendapat imunisasi tanpa memandang status imunisasi kecuali pada
penyakit dengan daya tahan tubuh menurun (imunokompromise). Bila
pemberiannya terlambat, jangan mengulang pemberiannya dari awal tetapi
lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Bagi ibu yang
anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi
dasar. Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh terhadap respons
pembentukan daya tahan tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin,
anak tetap bisa minum ASI. Imunisasi booster polio diberikan saat berusia 18
bulan.
Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah
pemberian vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat
menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio

14
tidak dianjurkan diberikan ketika seseoarang sedang demam, muntah, diare,
sedang dalam pengobatan radioterapi atau obat penurun daya tahan tubuh,
kanker, penderita HIV, dan alergi pada vaksin polio. OPV tidak diberikan
pada bayi yang masih dirumah sakit karena OPV berisi virus polio yang
dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa diekskresikan melalui tinja selama 6
minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi yang dirawat
dirumah sakit, disarankan pemberian IPV. 10,15
5. Imunisasi Campak10,15
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-
anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan
dan campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin
diberikan pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2
jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan
dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin yang berasal dari virus campak
yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang
dicampur dengan garam aluminium). Imunisasi ulangan juga dianjurkan
dalam situasi tertentu :
a) Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan
terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak
peningkatan insidens kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang
memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan
mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra indikasi
b) Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka
anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang
c) Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin
d) Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya
e) Kontraindikasi bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi,
sedang memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki
riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah, alergi terhadap protein telur.
KIPI:
 Demam lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam
dijumpai pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2 hari
15
 Kejang demam
 Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari
 Reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem saraf, yang reaksinya
diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunisasi.
6. Vaksinasi MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus hidup.
Bagi balita, pada usia 12-15 bulan (jika tidak mendapatkan imunisasi
campak) dapat diberikan vaksinasi MMR untuk mencegah risiko tinggi yang
membahayakan bagi kesehatan. Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi
untuk mencegah penyakit campak, gondongan, dan rubella. Pemberian vaksin
biasanya dilakukan pada usia anak 12-15 bulan. Dosis tunggal 0,5 ml
diberikan secara intramuscular atau subkutan dalam. Vaksinansi MMR tidak
dianjurkan diberikan pada: anak yang alergi terhadap telur/neomycin, yang
sedang dalam pengobatan imunosupresif, anak dengan alergi berat, anak
dengan demam akut, setelah pemberian imunoglobulin atau transfuse darah.
Reaksi KIPI adalah reaksi sistemik, seperti malaise, demam, atau ruam yang
sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama 2-3 hari.
10,15

16
Bab III
Laporan Hasil Kunjungan Rumah

Puskesmas : Medangasem
Tanggal kunjungan rumah : 16 Agustus 2018

Data riwayat keluarga :


I. Identitas Pasien
- Nama : An.B
- Umur : 4 bulan
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan :-
- Pendidikan :-
- Alamat : Desa Ciptamarga
II. Identitas Orang Tua Pasien
Ayah Pasien
- Nama : Tn. S
- Umur : 35 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : Buruh harian lepas
- Pendidikan : Tamat SD
- Alamat : Desa Ciptamarga

Ibu Pasien
- Nama : Ny. R
- Umur : 31 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Pendidikan : Tamat SD
- Alamat : Desa Ciptamarga
III. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan Kesehatan Sekarang : Baik
b. Kebersihan Perorangan : Cukup baik
c. Penyakit yang Sering Diderita : Tidak ada

17
d. Penyakit Keturunan : Tidak ada
e. Penyakit Kronis/ Menular : Tidak ada
f. Pola Makan : Tidak baik
g. Pola Istirahat : Baik
h. Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

IV. Psikologis Keluarga


a. Kebiasaan buruk : Tidak ada
b. Pengambilan keputusan : Orang tua
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas, Bidan
e. Pola rekreasi : Kurang
V. Keadaan Rumah/ Lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Semen dan tanah
c. Luas rumah : 5x8 m2
d. Penerangan : Cukup
e. Kebersihan : Kurang
f. Ventilasi : Cukup
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Tidak ada
i. Sumber air minum : Air PAM yang direbus
j. Sumber pencemaran air : Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Tidak ada
m. Tempat pembuangan sampah : Tidak ada
n. Sanitasi lingkungan : Kurang
VI. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Cukup
VII. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan : Kurang
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik

18
d. Kegiatan organisasi sosial : Tidak ada
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VIII. Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Sunda
b. Lain-lain : Tidak ada
IX. Daftar Anggota Keluarga

No Nama Hub. Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Keterangan


dgn KK kesehatan

1 Tn. S Ayah 35 Tamat SD Buruh Muslim Sehat -


harian
lepas
2 Ny. R Ibu 31 Tamat SD Ibu rumah Muslim Sehat -
tangga
3 An. M Anak 7 - - Muslim Sehat -
4 An. B Anak 4 bulan - - Muslim Sehat -

X. Keluhan Utama
Tidak ada
XI. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Pasien lahir tanggal 12 April
2018, persalinan spontan normal, dibantu oleh bidan. Pasien langsung
menangis, kulit berwarna kemerahan, gerak aktif. Berat badan lahir 3000
gram, panjang badan 50 cm. Menurut ibunya pasien tidak memiliki keluhan.
Pasien masih mengkonsumsi ASI saja tanpa tambahan minuman dan
makanan lain. Pasien pasca imunisasi DPT 3, polio 4 dan IPV.
XII. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat ikterik, alergi, kejang.

XIII. Pemeriksaan Fisik


Tanda-Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 130 x/menit
- Frekuensi nafas : 30 x/menit

19
- Suhu : 36,7 oC
Pemeriksaan Umum
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor, reflex cahaya (+/+)
- Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
- Telinga : Lapang, tidak tampak kelainan dari luar
- Leher : Kelenjar getah bening regional dan kelenjar tiroid
tidak tampak membesar.
- Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen : Tampak datar, teraba supel, bising usus (+) normal.
- Ekstremitas : Bentuk normal, edema (-), atrofi (-), refleks fisiologis
(+), refleks patologis (-)
XIV. Diagnosis Penyakit
Bayi 4 bulan pasca imunisasi DTP – 3, polio 4, IPV.
XV. Diagnosis Keluarga
Tidak ada
XVI. Anjuran Penatalaksanaan Masalah
- Promotif
Penyuluhan tentang definisi imunisasi dasar lengkap, kandungan vaksin,
penyakit apa yang dicegah dengan pemberian vaksin, manfaat imunisasi,
apa kejadian ikutan pasca imunisasi yang boleh terjadi dan dampak jika
tidak diimunisasi
- Preventif
Mendorong ibu untuk membawa anak untuk diimunisasi pada waktu yang
ditetapkan.
XVII. Resume
Pasien bayi berusia 3 bulan, BBL 3000 gram, panjang badan 50 cm, saat ini
tidak memiliki keluhan dan baru mendapat imunisasi DPT 3, polio 4 dan IPV.

20
Bab V
Analisa Masalah

5.1. Analisa Kasus


Seorang bayi perempuan usia 4 bulan yang ditemui ketika melakukan
kunjungan rumah tidak terdapat keluhan sama sekali. Bayi telah mendapatkan
imunisasi DPT 3, polio 4 dan IPV. Bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa
tambahan makanan dan minuman lain.. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
pernapasan 30x/menit, suhu 36,7ᵒC, dan frekuensi denyut jantung 130x/menit. Bayi
perempuan tersebut dalam keadaan sehat.

5.2. Riwayat keluarga


Keadaan kesehatan keluarga baik. Tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan.

5.3. Analisis Kunjungan Rumah


5.3.1. Kondisi Pasien
Kondisi pasien dalam keadaan sehat karena dari hasil aloanamnesis dan
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

5.3.2. Keadaan Rumah


- Lokasi : Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain rapat.
- Kondisi : Jenis bangunan rumah pasien adalah permanen. Rumah
tersebut dindingnya terbuat dari batu bata yang telah disemen dan dicat
dan sebagian lagi belum disemen dan belum dicat sehingga masih tampak
susunan batu bata. Lantai rumah terbuat dari semen, juga ada sebagian
yang lantainya masih dengan tanah (bagian dapur). Atap dan langit-langit
rumah belum permanen (berupa anyaman rotan). Rumah tampak kurang
rapi di mana didalam kamar terdapat beberapa barang yang berserakan, di
dapur terdapat panci, piring, gelas yang belum dicuci.
- Luas rumah : 40 m2.
- Pembagian rumah : rumah terdiri dari 1 tingkat yang terbagi menjadi 2
kamar tidur, 1 ruang tengah, 1 kamar mandi di luar dan 1 buah dapur.

21
- Ventilasi : pada setiap kamar sudah dilengkapi jendela yang terbuat
dari kaca sehingga sinar matahari dapat masuk, namun kaca tidak
dapat dibuka, sehingga udara tidak dapat keluar dan masuk (sirkulasi
udara tidak baik).
- Penerangan : penerangan cukup baik karena terdapat lampu disetiap
ruangan.
- Kebersihan : kebersihan kurang baik karena banyak barang yang
sudah berdebu dan tertumpuk tidak tertata. Kebersihan daur dan
kebersihan kamar mandi kurang baik. Kebersihan kamar kurang baik
karena kamar berbau tidak sedap.
- Sanitasi dasar : sumber air minum berasal dari air PAM yang direbus,
sedangkan untuk mandi, mencuci, dan memasak menggunakan air
kali. Kamar mandi digunakan untuk mencuci baju dan untuk mencuci
peralatan makan.

5.4. Analisis Fungsi Keluarga


5.4.1. Keadaan Biologis
Dalam keluarga pasien saat ini semua dalam keadaan sehat.

5.4.2. Keadaan Psikologis


Hubungan pasien dengan semua anggota keluarga terjalin dengan baik,
karena pasien diasuh dan diberi ASI sendiri oleh ibu kandung pasien.

5.4.3. Keadaan Sosiologis


Pasien sebagai anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Pasien
disayangi oleh semua anggota keluarga.

5.4.4. Keadaan Religius


Semua anggota keluarganya menjalankan ibadah mereka dengan baik.

22
Bab VI
Penutup

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data riwayat keluarga diatas kesimpulan yang dapat diambil
adalah keadaan kesehatan keluarga pasien sekarang baik.

6.2. Saran
Disarankan untuk tetap melanjutkan pemberian imunisasi sesuai jadwal dan
jangan takut dengan efek samping imunisasi. Disarankan untuk segi keadaan rumah
masih perlu dilakukan perbaikan seperti membersihkan bagian rumah yang kotor dan
berdebu, merapihkan barang, membersihkan kamar mandi, dapur, dan kamar agar
tidak berbau tidak sedap.

23
Daftar Pustaka

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penyelenggaraan imunisasi.


Permenkes No.12/2017. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2017.
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Modul Pelatihan Imuniasi bagi Petugas Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2013.
3. World Health Organization. Global health observatory data on immunization.
2013. Diunduh dari http://www.who.int/gho/immunization/en/. Diunduh pada
23 Agustus 2018.
4. World Health Organization. Global and regional immunization profile. 2015.
Diunduh dari
http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/data/. Diunduh
pada 23 Agustus 2018.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia tahun
2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gerakan Akselarasi Imunisasi
Nasional Universal Child Immunization 2010-2014. Kepmenkes RI
No.482/MENKES/SK/2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2010.
7. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan; 2013. 189-94.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana strategis Kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019. Kepmenkes RI
No.HK.02.02/MENKES/52/2015. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2015.
9. Profil Kesehatan provinsi Jawa Barat tahun 2014. Dinas Kesehatan Bandung
Provinsi Jawa Barat 2014. Diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20 jabar% 202014.pdf. Pada
23 Agustus 2018.
10. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h. 43-52.

24
11. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010.h.
25-37.

12. Anderson VL. Promoting childhood immunizations. The Journal for Nurse
Practitioners. Elsevier; 2015. p. 1-10.

13. Connoly K. Prevention is better than cure. Irish Medical Times; 45(10): 2011.
p. 42.

14. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK Respiratologi PP
IDAI; 2007.h.24-38.

15. Rusmil K, Gunardi H, Fadlyana E, Soedjatmiko, Dhamayanti M, Sekartini R,


dkk. The immunogenicity, safety, and consistency of an Indonesia combined
DTP-HB-Hib vaccine in expanded program on immunization schedule. BMC
Pediatrics 2015;15:219.

25
Lampiran

26
27
28

Anda mungkin juga menyukai