Anda di halaman 1dari 30

Strategi Perencanaan Penanganan Kawasan Permukiman kumuh

(Studi Program KOTAKU di Kelurahan Sisir Batu)

LAPORAN OBSERVASI

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Seminar Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah
yang dibina oleh Bapak Dr. Hadi Sumarsono, S.T., M.Si.

Disusun Oleh :
Hani Puspitasari (150432607303)
Murti Uli Nurfakni (150432604754)
Reine Salencana R (150432605577)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
PROGRAM STUDI S1 EKONOMI PEMBANGUNAN
September 2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan
Observasi dan menyelesaikan penyususnan laporan Observasi dengan judul
“Strategi Perencanaan Penanganan Kawasan Prioritas Permukiman Kumuh (Studi
Program KOTAKU di Kelurahan Sisir Batu untuk Peningkatan Kualitas
Infrastruktur)”. Dengan selesainya Laporan Observasi ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Ibu Heni Purwaningsih, S.E., selaku Kepala Sub Bidang Ekonomi

2. Bapak Daniel Wicaksono, S.Sos., selaku Kepala Sub Bidang Sosial Politik

3. Bapak Dr. Hadi Sumarsono, S.T., M.Si. selaku dosen pembimbing Matakuliah
Seminar Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam menyelesaikan laporan ini
terdapat kekurangan dan kesalahan, semoga laporan Observasi ini bermanfaat bagi
pembaca.

Malang, 27 September 2018


DAFTAR ISI
BAB I
PERSIAPAN

1.1. Persiapan Penelitian


Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian Pada tahap awal penelitian, peneliti
terlebih dahulu memilih dan menentukan topik yang akan dibahas. Kemudian
peneliti melakukan upaya-upaya pencarian berbagai sumber literatur yang
berhubungan dengan tema yang peneliti kaji dan melaksanakan pra penelitian di
kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batu. Berdasarkan hasil
pencarian data tersebut, peneliti selanjutnya membentuk tema mengenai
permukiman kumuh dengan judul “Strategi Perencanaan Penanganan Kawasan
Permukiman kumuh (Studi Program KOTAKU di Kelurahan Sisir Batu)”.

1.1.1. Mengurus Perijinan Penelitian


Dalam tahap ini peneliti berhubungan dengan lembaga-lembaga dan intansi
terkait untuk mempermudah dan memperlancar dalam melakukan penelitian. Surat
perijinan dilakukan dari Jurusan Ekonomi Pembangunan kemudian diserahkan
kepada bagian Akademik di Fakultas Ekonomi agar memperoleh ijin dari Wakil
Dekan Fakultas Ekonomi. Keberadaan dari surat perijinan tersebut sebagai bukti
bahwa peneliti memiliki ijin yang legal untuk melakukan penelitian yang berasal
dari pihak akademis yaitu Universitas Negeri Malang (UM). Adapun surat-surat
tersebut ditunjukan kepada lembaga Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.
Kemudian mendapat tembusan ke instansi-instansi lain seperti: Kepala Kantor
Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Batu.
Surat rujukan penelitian ke intansi terkait diterbitkan oleh Lembaga
BAKESBANGPOL. Setelah kami menerima surat rujukan penelitian ke intansi
terkait, tahap selanjutnya adalah menyerahkan surat tersebut ke sekretariat
BAPPEDA Kota Batu. Dalam proses tersebut kami menunggu beberapa hari untuk
proses disposisi. Setelah mendapat disposisi, kemudian kami melakukan konfirmasi
kepada pihak intansi yang akan kami tuju dalam observasi, terkait kegiatan
observasi yang akan kami lakukan yang berupa : Waktu pelaksanaan, lokasi
kegiatan dan penentuan narasumber.
1.1.2. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, terlebih dahulu peneliti
menyiapkan perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian. Adapun
perlengkapan penelitian yang perlu disiapkan sebelum melakukan penelitian antara
lain:
1. Surat izin penelitian dari Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Malang. Surat ini diperlukan agar sumber yang dituju oleh penulis merasa
yakin dengan keberadaan penulis dan narasumber akan memberikan informasi
sebaik-baiknya karena mengetahui bahwa ini untuk kepentingan ilmiah.
2. Instrumen wawancara
Instrumen wawancara diperlukan agar pembicaraan dengan narasumber tidak
melebar sehingga penulis akan mendapatkan data yang lebih fokus dan akurat.
Wawancara dilakukan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Pemerintah Kota Batu.
3. Alat perekam
Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan terhadap
narasumber.
4. Field notes (catatan lapangan)
Berfungsi untuk mencatat hal-hal penting dalam wawancara.
5. Penyusunan Daftar Pertanyaan
BAB II
TEMUAN LAPANG
2.1 Latar Belakang
Perkotaan merupakan suatu kawasan dengan fungsi sebagai penyedia
pelayanan publik, oleh karena itu suatu kota harus memenuhi kritera yang dapat
menjamin keberlangsungan hidup masyarakat perkotaan. Dalam
perkembangannya, suatu kota pasti akan dihadapkan dengan berbagai
permasalahan perkembangan. Dampak dari pembangunan di perkotaan salah
satunya adalah munculnya arus urbanisasi yang semakin deras diakibatkan
ketimpangan laju pembangunan di kota dibandingkan dengan di desa. Hubungan
positif antara urbanisasi dan konsentrasi penduduk, akan berpengaruh terhadap
kegiatan masyarakat dan akan menyebabkan semakin besarnya area konsentrasi
penduduk di daerah perkotaan. Hal ini berdampak pada munculnya permasalahan
pada daerah perkotaan.
Persebaran penduduk yang akhirnya tidak merata antara pedesaan dan
perkotaan menimbulkan kesenjangan sosial yang cukup memprihatinkan. Selain
itu pula hal tersebut menimbulkan dampak terhadap kondisi sosial demografis di
kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang
tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas umum dan
fasilitas sosial berupa fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial
budaya.
Menurut UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan
permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni antara
lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang,
kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan
penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak
terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan
kehidupan dan penghuninya.
Permasalahan permukiman kumuh perkotaan sering kali menjadi salah satu
isu utama yang cukup menjadi polemik, sehingga seperti tidak pernah terkejar oleh
upaya penanganan yang dari waktu ke waktu sudah dilakukan. Secara khusus
dampak permukiman kumuh juga akan menimbulkan paradigma buruk terhadap
penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan dampak citra negatif akan
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam pengaturan pelayanan
kehidupan hidup dan penghidupan warganya.
Dengan latar belakang tersebut Pemerintah menetapkan penanganan
perumahan dan permukiman kumuh sebagai target nasional yang dituangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu
tertulis “Terwujudnya Kota tanpa Permukiman Kumuh”. Dalam RPJMN 2015-
2019 disebutkan bahwa salah satu sasaran pembangunan kawasan permukiman
adalah tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 (nol)
hektar melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 Ha. Salah
satu upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam percepatan penanganan
permukiman kumuh menjadi 0 persen maka diciptakan Program KOTAKU “Kota
Tanpa Kumuh”. Penanganan permukiman kumuh membutuhkan kolaborasi banyak
sektor oleh banyak pihak untuk dapat mengerahkan beragam sumber daya dan dana
dari tingkat pusat, provinsi, kota, kecamatan, kelurahan, termasuk pihak swasta,
perguruan tinggi dan kelompok peduli lainnya melalui keterpaduan program.
Pemerintah kota diharapkan mampu menggalang kolaborasi tersebut dalam
peningkatan kualitas permukiman di wilayahnya untuk mewujudkan 0 ha
permukiman kumuh hingga tahun 2019.
Kecamatan Batu merupakan salah satu wilayah yang notabene sebagai pusat
daerah Kota Batu dengan fungsi sebagai pusat pelayanan regional yang masih
memiliki berbagai permasalahan pada wilayah perkotaan atau pusat kabupaten.
Salah satu permasalahan yang ada pada Kecamatan Batu yaitu permasalahan
mengenai permukiman kumuh. Pembangunan permukiman perkotaan di masing-
masing kecamatan memiliki kesenjangan yang cukup tinggi dengan tingkat
kepadatan tertinggi di Kecamatan Batu. Berdasarkan data persebaran penduduk
Kota Batu, tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Batu yang
notabenenya sebagai daerah pusat dari Kota Batu.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kota Batu Bulan Agustus
Tahun 2018
Sumber : http://dispendukcapil.batukota.go.id
Tingginya kepadatan penduduk tersebut tidak diimbangi dengan prasarana
lingkungan yang memadai sehingga memicu munculnya permukiman kumuh.
Kelurahan Pesisir merupakan salah satu kawasan permukiman kumuh yang terletak
di pusat kota, tepatnya disekitar Alun-Alun Kota Batu. Dengan tingkat kepadatan
penduduk seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kecamatan Batu

Sumber : http://dispendukcapil.batukota.go.id
Kepadatan penduduk tertinggi di kawasan permukiman kumuh terletak pada
Kelurahan Sisir. Maka dari itu diperlukan strategi perencanaan dalam penanganan
kawasan kumuh yang komprehensif di Kelurahan tersebut, sehingga dalam
implementasinya akan memberi dampak langsung di kawasan tersebut.
Perencanaan penanganan kawasan permukiman kumuh perlu disusun secara
komprehensif, mempertimbangkan berbagai indikator yang terkait, sehingga
penanganan kawasan permukiman kumuh dapat berjalan efektif, tepat sasaran,
sesuai kebutuhan penanganan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
2.2 Temuan Lapangan
Pada temuan lapangan peneliti memperoleh informasi tentang kegiatan
yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Batu. Latar
belakang program ini dilakukan untuk melakukan penanganan terhadap kawasan
permukiman kumuh prioritas Kota Batu khususnya Kawasan permukiman kumuh
di Kelurahan Sisir. Timbulnya kawasan permukiman kumuh tersebut dipicu oleh
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta terbatasnya lahan permukiman, yang
menyebabkan penggunaan fungsi lahan tidak sesuai dengan peruntukkannya,
sehingga memicu timbulnya permukiman kumuh. Adanya permukiman kumuh
akan memberikan berbagai dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Secara Khusus dampak permukiman kumuh juga akan menimbulkan paradigma
buruk terhadap penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan dampak citra
negatif akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam pengaturan
pelayanan kehidupan hidup dan penghidupan warganya.
Upaya penanganan kawasan permukiman kumuh kota Batu dapat dilakukan
melalui berbagai program penanganan dan pencegahan timbulnya kawasan
permukiman kumuh yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kualitas
lingkungan permukiman dan sarana prasarana infrastruktur permukiman kumuh.
Berikut adalah hasil temuan lapangan terkait program yang dilakukan
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah:
2.2.1 Nama dan Jenis Program
Upaya penanganan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh dilakukan
melalui program Pembangunan Infrastruktur berbasis Masyarakat. Strategi
Pembangunan Infrastruktur di Perkotaan diantaranya dilakukan melalui
pelaksanaan National Slum Up-grading Program (NSUP) atau Program Kota
Tanpa Kumuh (Program Kotaku) periode 2016-2020 untuk mencapai target “Kota
layak huni, produktif dan berkelanjutan”. Program tersebut dilakukan dilakukan
oleh Badan Perencanaan dan Pengembangan Kota Batu yang dikoordinasikan
kepada Tim Kotaku dan bekerjasama langsung dengan Kelurahan Sisisr serta
Masyarakat Setempat.
2.2.2 Tujuan Program
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) bertujuan untuk melakukan
penanganan maupun peningkatan kualitas terhadap kondisi permukiman dalam
kategori kumuh. Hal ini diwujudkan dalam visi Permukiman Kelurahan Sisir adalah
“Mewujudkan Kelurahan Sisir yang Layak huni dan Gemilang”. Gemilang disini
adalah Baik dalam semua bidang
Selain Penyusunan Visi juga ditetapkan misi-misi yang memuat sesuatu
pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya visi desa tersebut.
Visi berada di atas Misi. Misi merupakan penjabaran dari visi. Misi memuat
langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapai visi tersebut.
Sebagaimana penyusunan visi, misipun dalam penyusunannya menggunakan
pendekatan partisipatif dan mempertimbangkan potensi serta kebutuhan Kelurahan
Sisir.
2.3 Temuan Kondisi
2.3.1 Gambaran Umum Kelurahan Sisir
A. Luas Wilayah Desa
Secara Geografis dan secara administratif Kelurahan Sisir merupakan salah
satu dari. Keluarahan di Kota Batu, dan memiliki luas Wilayah 8.545 Km2, dan
memiliki 13 RW serta 82 RT.
B. Misi Kelurahan Sisir adalah sebagai berikut :
1. Memperbanyak kawasan terbuka hijau agar lingkungan segar dan bebas polusi.
2. Meningkatkan Sumber Daya manusia lingkungan Kelurahan Sisir
3. Meningkatkan kesejahteraan warga, terutama di bidang ekonomi berbasis
wisata.
4. Peningkatan penataan sanitasi dan drainase yang lebih baik sehingga terhindar
dari bencana banjir.
5. Meningkatkan pengolahan sampah agar terwujudnya lingkungan yang bersih,
nyaman dan menyenangkan.
6. Meningkatkan kualitas pendidikan.
7. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
C. Batas Wilayah
Posisi Kelurahan Sisir yang terletak di tengah Kota Batu, yang memiliki
batas sebelah utara yaitu dengan Desa Sidomulyo dan Desa Pandanrejo, sebelah
timur dengan Desa Pandanrejo dan Kelurahan Temas, sebelah selatan dengan
Kelurahan Temas dan Desa Oro-oro Ombo, sebelah barat dengan Kelurahan
Ngaglik dan Desa Sumberejo.
D. Kondisi Demografi
Kebutuhan informasi terkait dengan kondisi demografi berkaitan dengan
Daya Dukung dan Daya Tampung suatu wilayah, bahwa kebutuhan data dan
informasi yang disajikan yaitu berkaitan dengan jumlah penduduk, populasi
penduduk dan luas lahan,selengkapnya kondisi kependudukan pada wilayah
Kelurahan Kasin dapat diuraikan sebagai berikut.

Kondisi Kependudukan
Tabel 3.1. Kondisi Kependudukan Kelurahan Sisir

Apabila didasarkan sebaran jumlah rumah tangga MBR pada tiap RW


maka RW 02 dan RW 05 memiliki jumlah rumah tangga MBR yang paling banyak
dibanding RW lainnya, dimana yang paling tinggi sebanyak 212 rumah tangga.
Kemudian untuk RW 07 tidak terdapat rumah tangga MBR. Untuk mengkaji
kondisi sebuah permukiman dapat digunakan pula Indikator Kepadatan Penduduk.
Indikator Kepadatan penduduk dipengaruhi oleh luas lahan serta jumlah penduduk
yang terdapat pada suatu wilayah.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan kondisi kepadatan penduduk dapat
dilihat pada gambar dan tabel berikut :
Tabel Kepadatan Penduduk Kawasan Perencanaan
Sumber : Baseline 2016
Gambar 2.1. Kepadatan Penduduk per Rw Kelurahan Sisir

Sumber : Baseline 2016 RP2KPKP diolah

D. Kondisi Sarana dan Prasarana


Berdasarkan SNI 03-6981-2004, Sarana lingkungan adalah fasilitas
penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya sedangkan Prasarana lingkungan adalah kelengkapan
dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat
berfungsi sebagaimana mestinya berupa jaringan jalan, jaringan saluran air limbah
dan jaringan drainase.
Kondisi Sarana
Lahan di Kelurahan Sisiryang dimanfaatkan sebagai sarana ada berbagai
macam, antara lain diperuntukkan sebagai sarana pendidikan, kesehatan,
perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, serta sarana peribadatan. Berikut
guna lahan Desa sebagai pusat sarana :
Tabel Sarana Fasilitas di Kelurahan Sisir

Kondisi Prasarana
Ketersediaan akses cukup penting dalam rangka mendukung aktivitas
pencapaian menuju suatu kawasan maupun mendukung kegiatan pergerakan dalam
kawasan. Berdasar ketentuan, aksesibilitas lingkungan dikatakan dapat memenuhi
syarat apabila jalan lingkungan memiliki lebar dimensi ≥ 1,5 meter, permukaannya
diperkeras,dan tidak mengalami kerusakan serta dilengkapi dengan saluran
samping jalan (saluran drainase).
Gambar Aksebilitas Lingkungan

Batas
Ja
Su
Kondisi Drainase Lingkungan
Jaringan drainase pada dasarnya diperlukan untuk mengalirkan limpasan air
hujan pada lingkungan permukiman menuju saluran utama agar tidak terjadi
genangan ataupun banjir yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan di
lingkungan tersebut. Penyediaan jaringan drainase yang memadai diperlukan pada
tiap lingkungan bahkan. Berdasar pada ketentuan, penyediaan drainase tidak hanya
sebatas pembangunan saluran saja namun terdapat kualitas minimum yang perlu
dipenuhi agar fungsi saluran dapat bekerja secara optimal.
Kondisi Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
Upaya pengelolaan limbah terutama limbah cair perlu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas kebersihan dan kesehatan lingkungan permukiman.
Pengelolaan air limbah pada lingkungan permukiman dipengaruhi oleh akses
masyarakat terhadap jamban, kualitas jamban sesuai dengan persyaratan teknis
serta saluran pembuangan air lim bah rumah tangga yang terpisah dengan saluran
drainase lingkungan.
Kondisi Penyediaan Air Minum
Air merupakan salah satu kebutuhan penting yang menunjang kehidupan
manusia, baik berupa air minum atau air bersih. Ketersediaan air tidak hanya
diperlukan untuk minum, tetapi juga untuk memasak, mandi, mencuci dan aktivitas
rumah tangga lainnya. Berdasar pada ketentuan, kebutuhan air minum minimal
untuk mendukung aktivitas minum, mandi, cuci tiap orang per hari adalah sebanyak
60 liter. Sarana air minum yang yang digunakan untuk melayani kebutuhan air
minum dapat berupa jaringan perpipaan maupun jaringan non perpipaan (sumur dan
lainnya) yang terlindungi dengan layak dan dapat diakses oleh masyarakat secara
sehari-hari.
Kondisi Pengelolaan Persampahan
Keberadaan sampah dapat menjadi sumber permasalahan pada lingkungan
permukiman, mulai dari kondisi kebersihan, estetika lingkungan dan lainnya. Oleh
karena itu, upaya pengelolaan sampah harus dilakukan mulai dari tingkat rumah
tangga dan dilakukan secara menyeluruh sampai dengan tingkat pengolahan akhir.
Tinjauan terhadap pengelolaan persampahan pada kawasan permukiman ini dapat
didasarkan pada data jumlah rumah tangga yang sampah-nya terangkut ke
TPS/TPA paling tidak 2 (dua) kali dalam seminggu. Indikasi tersebut juga dapat
menggambarkan kondisi sistem pengelolaan persampahan yang dapat dilakukan
secara mandiri oleh masyarakat maupun oleh instansi pemerintah daerah.

E. Tata Guna Lahan dan KondisiBangunan


1. Tata Guna Lahan
Karakteristik penggunaan lahan Kelurahan Sisir secara umum di dominasi
oleh area persawahan yang mencapai 149 Ha ( 58%) diikuti oleh ladang/Tegalan
yaitu seluas 41,5 Ha ( 16%), berikutnya adalah guna lahan untuk pemukiman
beserta segala fasilitasnya yaitu berkisar 38,4 Ha.Berikut merupakan luas
penggunaan lahan di wilayah Kelurahan Sisir :

2. Kondisi Bangunan
Keteraturan bangunan perlu ditinjau karena mempengaruhi kondisi
kenyamanan dan keindahan lingkungan permukiman, dimana parameter yang
diukur adalah jumlah bangunan hunian yang berada dalam kondisi teratur. Variabel
yang diperlukan dalam identifikasi kawasan permukiman terkait dengan bangunan
ini adalah kondisi keteraturan bangunan dan kepadatan bangunan pada lingkungan
permukiman.
Tabel keteraturan dan Kepadatan Bangunan
Kajian Berdasarkan data, tingkat keteraturan bangunan paling tinggi berada
pada RW 06 dan RW 07 mencapai 100% dengan jumlah bangunan yang teratur
masing-masing sebanyak 497 dan 148 unit dari sejumlah 497 dan 151unit bangunan
hunian. Sementara, tingkat keteraturan bangunan yang paling rendah terdapat pada
RW 09dengan nilai hanya sebesar 57% atau bangunan yang teratur hanya sebesar
100 unit dari 184 unit bangunan hunian.
Tinjauan berikutnya adalah kepadatan bangunan, dimana kawasan kumuh
umumnya diindikasikan dari kepadatan bangunan yang cukup tinggi. Di antara RW
yang ada, wilayah yang memiliki kepadatan bangunan paling tinggi adalah RW 011
yang mencapai 132unit bangunan per hektar, sedangkan wilayah RW dengan
kepadatan bangunan paling rendah adalah RW 07 dengan tingkat kepadatan
bangunan sekitar 67unit per hektar. Berikut lebih jelasnya persebarannya dapat
dilihat pada
Peta Kepadatan dan Keteraturan Bangunan.

Selanjutnya variabel kondisi bangunan yang ditinjau adalah kelayakan


bangunan hunian untuk diperkirakan berpengaruh terhadap kondisi perkembangan
masyarakat. Berdasar pada ketentuan, bangunan hunian yang dikatakan layak
apabila bangunan tersebut memiliki luas lantai ≥ 7,2 m² untuk tiap orang serta
memiliki kondisi atap, lantai, dan dinding yang sesuai dengan persyaratan teknis
layak huni. Pada umumnya, kondisi bangunan hunian pada kawasan permukiman
kumuh memiliki lantai yang relatif sempit serta jenis atap, lantai dan dinding yang
kurang memadai/kurang layak. Untuk itu, tingkat kepemilikan luas lantai dan jenis
atas, lantai dan dinding sesuai dengan persyaratan teknis pada tiap kelurahan akan
ditampilkan sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel Kelayakan Bangunan Hunian

Berdasar pada tabel, proporsi bangunan hunian yang memiliki luas lantai ≥
7,2 m² per orang pada kawasan perencanaan rata-rata sebesar 90% yang berarti
masih banyak rumah tangga yang memiliki hunian dengan luasan yang layak.
Dalam hal ini, proporsi luas lantai yang layak paling besar berada di RW 06
mencapai 99% dari total bangunan hunian yang ada. Sementara itu, proporsi
bangunan hunian yang memiliki kondisi atap, lantai dan dinding yang sesuai dengan
persyaratan teknis rata-rata sudah cukup baik yang mencapai88%. Proporsi terbesar
terdapat pada RW 01, RW 05, RW 06 dan RW 07 yaitu100% sehingga dapat
disimpulkan bahwa bangunan hunian di RW tersebut hampir seluruhnya telah
memiliki kondisi dan jenis atap, lantai dan dinding yang sesuai dengan ketentuan
persyaratan teknis terutama terkait dengan bangunan hunian/tinggal yang layak
huni.
Gambaran tentang kondisi bangunan hunian tidak hanya didasarkan pada
kondisi fisik namun juga kondisi non fisik seperti legalitas bangunan hunian. Dalam
hal ini, aspek legalitas terkait dengan bangunan hunian harus memiliki IMB (Ijin
Mendirikan Bangunan) sebagai dasar pelaksanaan konstruksi bangunan serta harus
memiliki SHM/HGB/surat yang diakui oleh pemerintah terutama terkait dengan
kepemilikan lahannya. Permasalahan terkait dengan legalitas bangunan dan hunian
banyak terjadi pada kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan dari banyak
bangunan yang tidak dilengkapi IMB dan surat kepemilikan tanah secara memadai.
Secara umum, kondisi legalitas bangunan dan lahan yang terdapat pada kawasan
permukiman di kelurahan dapat dilihat sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel Kondisi Legalitas Pendirian Bangunan

Berdasar pada data maka dapat diketahui bahwa bangunan hunian pada
kelurahan yang sudah dilengkapi dengan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) hanya
RW 06 yang 100% memiliki IMB dengan jumlah bangunan hunian sebanyak 497
unit. Masih bnayak RW yang dibawah 80%, hal ini disebabkan banyaknya
rumah/bangunan hunian yang didirikan sebelum adanya perda IMB serta
masyarakat masih belum menaruh perhatian yang besar terhadap kepentingan
adanya IMB. Proporsi kepemilikan IMB terkecil terdapat di RW 04 yang hanya
30% atau sekitar 99unit rumah. Selanjutnya legalitas juga terkait dengan
kepemilikan surat bukti kepemilikan lahan/tanah yang dapat berupa SHM (Surat
Hak Milik), AJB (Akta Jual Beli), HGB (Hak Guna Bangunan), dan lainnya.
Indikator ini penting untuk melihat apakah kawasan permukiman yang ada
didirikan pada lahan legal atau malah ilegal. Dalam hal ini, proporsi kepemilikan
bukti atas lahan sudah cukup tinggi pada kelurahan ini dengan nilai mencapai 100%
Proporsi bangunan hunian yang memiliki SHM/HGB/surat yang diakui pemerintah
yang paling tinggi terdapat di RW 03, RW 05, RW 06, RW 07, RW 11, RW 12yang
sudah 100% sedangkan yang terendah berada pada wilayah RW 10yang
masihsekitar 93%
Indikator terakhir yang digunakan untuk menggambarkan kondisi bangunan
pada kawasan perencanaan adalah pemanfaatan energi listrik. Penggunaan daya
listrik dibagi menjadi 450 Watt, 900 Watt, 1.300 Watt, 2.200 Watt dan
menumpang/tidak memiliki meteran listrik sendiri. Penggunaan daya listrik ini
dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian tiap rumah tangga, dimana
penggunaan daya listrik paling banyak digunakan pada rumah tangga di kelurahan
adalah daya sedang yakni 900 Watt dengan jumlah mencapai 4096 unit rumah.
Sementara itu, terdapat rumah tangga yang tidak memiliki meteran listrik sendiri
sehingga harus bergabung atau mengakses layanan listrik dari unit bangunan
terdekat. Rumah tangga tersebut paling banyak terdapat di RW 10 dengan jumlah
mencapai 8 rumah tangga.

SOSIAL EKONOMI
1. Kondisi Sosial
Kondisi sosial masayarakat yang terdapat di Kelurahan Sisir ditinjau dari jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk berdasarkan rentang usia dan
jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan jumlah kelompok sosial yang
terdapat di lingkungan masyarakat Kelurahan Sisir.
Jumlah penduduk Kelurahan Sisir berdasarkan jenis kelamin dijelaskan pada Tabel

Sex ratio adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara jumlah


penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan dalam suatu wilayah. Berdasarkan
Tabel 3.9, diketahui bahwa sex ratio di Kelurahan Sisir adalah 98.86. Jadi, setiap 100%
perempuan terdapat sekitar 98% laki-laki. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah
penduduk perempuan di Kelurahan Sisir lebih besar daripada jumlah penduduk Laki-
laki.
Lembaga/ Kelompok Sosial
Kondisi Sosial, Lembaga yang ada di Kelurahan Sisir LPMK, BKM, PKK,
Karang Taruna, RW, sangat membantu untuk proses terwujudnya program ini
karena kebanyakan lembaga tersebut sudah mempunyai data konkrit terutama yang
terkait dengan MBR sehingga untuk data dasar masalah Sosial lebih mudah
mendapatkannya, adapun kedepan yang perlu perhatian adalah, Penyuluhan dan
pemberdyaan masyarakat yang berkaitan dengan kepedulian, kesadaran terhadap
lingkungannya. Adapun Data sosial dapat di uraikan dalam tabel berikut ini.
Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi masayarakat yang terdapat di Kelurahan Sisir ditinjau dari
jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian serta
jumlah fasilitas perdagangan dan home industri yang terdapat di lingkungan
masyarakat Kelurahan Sisir.
Jumlah Penduduk Miskin
Kelurahan Sisir yang berada di pusat Kota Batu, mejadikan penduduk di
Kelurahan Sisir cenderung heterogen. Heterogenitas penduduk salah satunya dapat
ditinjau dari tingkat ekonomi. Tingkat ekonomi penduduk di Kelurahan Sisir
cenderung beragam. Tingkat ekonomi penduduk di Kelurahan Sisir diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yakni Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah (MBR) dan
Rumah Tangga Berpenghasilan Menengah ke Atas (non-MBR). Jumlah rumah
tangga MBR dan Non MBR di Kelurahan Sisir dijelaskan pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 menunjukkan jumlah rumah tangga MBR tertinggi berada di RW 02.
Jumlah rumah tangga MBR yang terdapat di RW 02 berjumlah 212 rumah tangga.
Tingginya jumlah rumah tangga MBR di suatu kawasan menunjukkan cenderung
rendahnya tingkat perekonomian masyarakat di kawasan tersebut. Dengan demikian,
wilayah RW 02 merupakan wilayah dengan tingkat perekonomian terendah di Kelurahan
Sisir.
Rumah tangga MBR yang terdapat di suatu wilayah juga akan mempengaruhi
pembangunan di wilayah tersebut, terutama terkait pengentasan kekumuhan. Sebab,
sebagian besar rumah tangga MBR bermukim di kawasan kumuh. Selain itu, perbandingan
atau selisih jumlah rumah tangga MBR dan non-MBR di suatu wilayah akan
mempengaruhi proses pembangunan di wilayah tersebut. Sebab, adanya kecenderungan
bahwa rumah tangga MBR dan non-MBR sulit untuk membaur dalam kegiatan sosial yang
diadakan oleh masyarakat Kelurahan Sisir.

Jenis Usaha Ekonomi


Kondisi ekonomi Kelurahan Sisir cukup baik, dengan jumlah penduduk
padat yang sudah dijelaskan diatas, Sisir merupakan ‘pasar’ potensial dari berbagai
jenis produk, mulai dari makanan, minuman, furniture, kecantikan, kain dan
fashion, kebutuhan pokok, barang-barang substitusi dan sebagainya.Sehingga
banyak penduduk Sisir yang berprofesi sebagai wirausaha, baik produsen,
pedagang, supplier/kanvaser, sampai ritel/pengecer dan grosir. Berikut dapat dilihat
kodisi mata pencaharian dari kepala rumah tangga.

Sebagian besar penduduk wilayah Kelurahan Sisir kondisi ekonominya


sudah baik, tetapi masih ada kantong-kantong kemiskinan yang perlu mendapatkan
perhatian untuk ditangani oleh lembaga yang ada Kelurahan Sisir dimana upaya
penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan secara
langsung pada masyarakat miskin. Karena kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh
aspek-aspek yang bersifat materialistik (ekonomis) semata, akan tetapi juga karena
kerentanan dan minimnya akses untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat
miskin. Pendekatan pemberdayaan dapat menjadi solusi konkrit, hal ini
dimaksudkan agar masyarakat miskin dapat keluar dari kemiskinan dengan
menggunakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya sendiri ataupun
kelompoknya.
Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat
merupakan sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan kemiskinan. Pada
tahap ini, masyarakat miskin diharapkan mulai menyadari kemampuan dan potensi
yang dimilikinya untuk keluar dari kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan sebagai
instrumen dari program, dimaksudkan tidak hanya melakukan penyadaran terhadap
masyarakat miskin tentang potensi dan sumber daya yang dimiliki. Namun juga
mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam kerangka yang lebih
luas, yaitu proses pembangunan di tingkat lokal/wilayahnya.
Adapun UPK BKM Sisir (Unit Pengelola keuangan) juga ambil serta dalam
usaha Pinjaman Bergulir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Kelompok
Swadaya Masyarakat dan mengurangi MBR yang ada di Kelurahan Sisir. Posisi
pada Bulan Desember 2016 UPK BKM Sisir terdapat 45 KSM yang diberikan
pinjaman dengan total pinjaman sebesar Rp. 188.137.500,-

2.4. Strategi Konsep Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman


Perumusan kebutuhanPencegahan danPeningkatan kualitasPermukiman
kumuh Kelurahan Merupakan proses identifikasi untuk memperkirakan kebutuhan
penanganan dalam konteks pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman
kumuh pada skala perencanaan kelurahan, berdasarkan rumusan isu, potensi,
permasalahan, dan strategi hasil analisa SWOT.
MODEL PENANGANAN KAWASAN KUMUH
(Menurut UU No. 1 thn 2011 ttg PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN)
2.5. Kelayalan Model/ Metodologi
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh pada temuan lapangan dan
temuan kondisi, peneliti menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah
proses identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna menentukan rumusan
yang tepat dalam melakukan strategi yang terbaik. Analisis ini berdasarkan logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),
namun secara bersama dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
ancaman (Threats)

Anda mungkin juga menyukai