Ta Ayo Mari
Ta Ayo Mari
LAPORAN OBSERVASI
Disusun Oleh :
Hani Puspitasari (150432607303)
Murti Uli Nurfakni (150432604754)
Reine Salencana R (150432605577)
2. Bapak Daniel Wicaksono, S.Sos., selaku Kepala Sub Bidang Sosial Politik
3. Bapak Dr. Hadi Sumarsono, S.T., M.Si. selaku dosen pembimbing Matakuliah
Seminar Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam menyelesaikan laporan ini
terdapat kekurangan dan kesalahan, semoga laporan Observasi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Sumber : http://dispendukcapil.batukota.go.id
Kepadatan penduduk tertinggi di kawasan permukiman kumuh terletak pada
Kelurahan Sisir. Maka dari itu diperlukan strategi perencanaan dalam penanganan
kawasan kumuh yang komprehensif di Kelurahan tersebut, sehingga dalam
implementasinya akan memberi dampak langsung di kawasan tersebut.
Perencanaan penanganan kawasan permukiman kumuh perlu disusun secara
komprehensif, mempertimbangkan berbagai indikator yang terkait, sehingga
penanganan kawasan permukiman kumuh dapat berjalan efektif, tepat sasaran,
sesuai kebutuhan penanganan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
2.2 Temuan Lapangan
Pada temuan lapangan peneliti memperoleh informasi tentang kegiatan
yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Batu. Latar
belakang program ini dilakukan untuk melakukan penanganan terhadap kawasan
permukiman kumuh prioritas Kota Batu khususnya Kawasan permukiman kumuh
di Kelurahan Sisir. Timbulnya kawasan permukiman kumuh tersebut dipicu oleh
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta terbatasnya lahan permukiman, yang
menyebabkan penggunaan fungsi lahan tidak sesuai dengan peruntukkannya,
sehingga memicu timbulnya permukiman kumuh. Adanya permukiman kumuh
akan memberikan berbagai dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Secara Khusus dampak permukiman kumuh juga akan menimbulkan paradigma
buruk terhadap penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan dampak citra
negatif akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam pengaturan
pelayanan kehidupan hidup dan penghidupan warganya.
Upaya penanganan kawasan permukiman kumuh kota Batu dapat dilakukan
melalui berbagai program penanganan dan pencegahan timbulnya kawasan
permukiman kumuh yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kualitas
lingkungan permukiman dan sarana prasarana infrastruktur permukiman kumuh.
Berikut adalah hasil temuan lapangan terkait program yang dilakukan
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah:
2.2.1 Nama dan Jenis Program
Upaya penanganan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh dilakukan
melalui program Pembangunan Infrastruktur berbasis Masyarakat. Strategi
Pembangunan Infrastruktur di Perkotaan diantaranya dilakukan melalui
pelaksanaan National Slum Up-grading Program (NSUP) atau Program Kota
Tanpa Kumuh (Program Kotaku) periode 2016-2020 untuk mencapai target “Kota
layak huni, produktif dan berkelanjutan”. Program tersebut dilakukan dilakukan
oleh Badan Perencanaan dan Pengembangan Kota Batu yang dikoordinasikan
kepada Tim Kotaku dan bekerjasama langsung dengan Kelurahan Sisisr serta
Masyarakat Setempat.
2.2.2 Tujuan Program
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) bertujuan untuk melakukan
penanganan maupun peningkatan kualitas terhadap kondisi permukiman dalam
kategori kumuh. Hal ini diwujudkan dalam visi Permukiman Kelurahan Sisir adalah
“Mewujudkan Kelurahan Sisir yang Layak huni dan Gemilang”. Gemilang disini
adalah Baik dalam semua bidang
Selain Penyusunan Visi juga ditetapkan misi-misi yang memuat sesuatu
pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya visi desa tersebut.
Visi berada di atas Misi. Misi merupakan penjabaran dari visi. Misi memuat
langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapai visi tersebut.
Sebagaimana penyusunan visi, misipun dalam penyusunannya menggunakan
pendekatan partisipatif dan mempertimbangkan potensi serta kebutuhan Kelurahan
Sisir.
2.3 Temuan Kondisi
2.3.1 Gambaran Umum Kelurahan Sisir
A. Luas Wilayah Desa
Secara Geografis dan secara administratif Kelurahan Sisir merupakan salah
satu dari. Keluarahan di Kota Batu, dan memiliki luas Wilayah 8.545 Km2, dan
memiliki 13 RW serta 82 RT.
B. Misi Kelurahan Sisir adalah sebagai berikut :
1. Memperbanyak kawasan terbuka hijau agar lingkungan segar dan bebas polusi.
2. Meningkatkan Sumber Daya manusia lingkungan Kelurahan Sisir
3. Meningkatkan kesejahteraan warga, terutama di bidang ekonomi berbasis
wisata.
4. Peningkatan penataan sanitasi dan drainase yang lebih baik sehingga terhindar
dari bencana banjir.
5. Meningkatkan pengolahan sampah agar terwujudnya lingkungan yang bersih,
nyaman dan menyenangkan.
6. Meningkatkan kualitas pendidikan.
7. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
C. Batas Wilayah
Posisi Kelurahan Sisir yang terletak di tengah Kota Batu, yang memiliki
batas sebelah utara yaitu dengan Desa Sidomulyo dan Desa Pandanrejo, sebelah
timur dengan Desa Pandanrejo dan Kelurahan Temas, sebelah selatan dengan
Kelurahan Temas dan Desa Oro-oro Ombo, sebelah barat dengan Kelurahan
Ngaglik dan Desa Sumberejo.
D. Kondisi Demografi
Kebutuhan informasi terkait dengan kondisi demografi berkaitan dengan
Daya Dukung dan Daya Tampung suatu wilayah, bahwa kebutuhan data dan
informasi yang disajikan yaitu berkaitan dengan jumlah penduduk, populasi
penduduk dan luas lahan,selengkapnya kondisi kependudukan pada wilayah
Kelurahan Kasin dapat diuraikan sebagai berikut.
Kondisi Kependudukan
Tabel 3.1. Kondisi Kependudukan Kelurahan Sisir
Kondisi Prasarana
Ketersediaan akses cukup penting dalam rangka mendukung aktivitas
pencapaian menuju suatu kawasan maupun mendukung kegiatan pergerakan dalam
kawasan. Berdasar ketentuan, aksesibilitas lingkungan dikatakan dapat memenuhi
syarat apabila jalan lingkungan memiliki lebar dimensi ≥ 1,5 meter, permukaannya
diperkeras,dan tidak mengalami kerusakan serta dilengkapi dengan saluran
samping jalan (saluran drainase).
Gambar Aksebilitas Lingkungan
Batas
Ja
Su
Kondisi Drainase Lingkungan
Jaringan drainase pada dasarnya diperlukan untuk mengalirkan limpasan air
hujan pada lingkungan permukiman menuju saluran utama agar tidak terjadi
genangan ataupun banjir yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan di
lingkungan tersebut. Penyediaan jaringan drainase yang memadai diperlukan pada
tiap lingkungan bahkan. Berdasar pada ketentuan, penyediaan drainase tidak hanya
sebatas pembangunan saluran saja namun terdapat kualitas minimum yang perlu
dipenuhi agar fungsi saluran dapat bekerja secara optimal.
Kondisi Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
Upaya pengelolaan limbah terutama limbah cair perlu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas kebersihan dan kesehatan lingkungan permukiman.
Pengelolaan air limbah pada lingkungan permukiman dipengaruhi oleh akses
masyarakat terhadap jamban, kualitas jamban sesuai dengan persyaratan teknis
serta saluran pembuangan air lim bah rumah tangga yang terpisah dengan saluran
drainase lingkungan.
Kondisi Penyediaan Air Minum
Air merupakan salah satu kebutuhan penting yang menunjang kehidupan
manusia, baik berupa air minum atau air bersih. Ketersediaan air tidak hanya
diperlukan untuk minum, tetapi juga untuk memasak, mandi, mencuci dan aktivitas
rumah tangga lainnya. Berdasar pada ketentuan, kebutuhan air minum minimal
untuk mendukung aktivitas minum, mandi, cuci tiap orang per hari adalah sebanyak
60 liter. Sarana air minum yang yang digunakan untuk melayani kebutuhan air
minum dapat berupa jaringan perpipaan maupun jaringan non perpipaan (sumur dan
lainnya) yang terlindungi dengan layak dan dapat diakses oleh masyarakat secara
sehari-hari.
Kondisi Pengelolaan Persampahan
Keberadaan sampah dapat menjadi sumber permasalahan pada lingkungan
permukiman, mulai dari kondisi kebersihan, estetika lingkungan dan lainnya. Oleh
karena itu, upaya pengelolaan sampah harus dilakukan mulai dari tingkat rumah
tangga dan dilakukan secara menyeluruh sampai dengan tingkat pengolahan akhir.
Tinjauan terhadap pengelolaan persampahan pada kawasan permukiman ini dapat
didasarkan pada data jumlah rumah tangga yang sampah-nya terangkut ke
TPS/TPA paling tidak 2 (dua) kali dalam seminggu. Indikasi tersebut juga dapat
menggambarkan kondisi sistem pengelolaan persampahan yang dapat dilakukan
secara mandiri oleh masyarakat maupun oleh instansi pemerintah daerah.
2. Kondisi Bangunan
Keteraturan bangunan perlu ditinjau karena mempengaruhi kondisi
kenyamanan dan keindahan lingkungan permukiman, dimana parameter yang
diukur adalah jumlah bangunan hunian yang berada dalam kondisi teratur. Variabel
yang diperlukan dalam identifikasi kawasan permukiman terkait dengan bangunan
ini adalah kondisi keteraturan bangunan dan kepadatan bangunan pada lingkungan
permukiman.
Tabel keteraturan dan Kepadatan Bangunan
Kajian Berdasarkan data, tingkat keteraturan bangunan paling tinggi berada
pada RW 06 dan RW 07 mencapai 100% dengan jumlah bangunan yang teratur
masing-masing sebanyak 497 dan 148 unit dari sejumlah 497 dan 151unit bangunan
hunian. Sementara, tingkat keteraturan bangunan yang paling rendah terdapat pada
RW 09dengan nilai hanya sebesar 57% atau bangunan yang teratur hanya sebesar
100 unit dari 184 unit bangunan hunian.
Tinjauan berikutnya adalah kepadatan bangunan, dimana kawasan kumuh
umumnya diindikasikan dari kepadatan bangunan yang cukup tinggi. Di antara RW
yang ada, wilayah yang memiliki kepadatan bangunan paling tinggi adalah RW 011
yang mencapai 132unit bangunan per hektar, sedangkan wilayah RW dengan
kepadatan bangunan paling rendah adalah RW 07 dengan tingkat kepadatan
bangunan sekitar 67unit per hektar. Berikut lebih jelasnya persebarannya dapat
dilihat pada
Peta Kepadatan dan Keteraturan Bangunan.
Berdasar pada tabel, proporsi bangunan hunian yang memiliki luas lantai ≥
7,2 m² per orang pada kawasan perencanaan rata-rata sebesar 90% yang berarti
masih banyak rumah tangga yang memiliki hunian dengan luasan yang layak.
Dalam hal ini, proporsi luas lantai yang layak paling besar berada di RW 06
mencapai 99% dari total bangunan hunian yang ada. Sementara itu, proporsi
bangunan hunian yang memiliki kondisi atap, lantai dan dinding yang sesuai dengan
persyaratan teknis rata-rata sudah cukup baik yang mencapai88%. Proporsi terbesar
terdapat pada RW 01, RW 05, RW 06 dan RW 07 yaitu100% sehingga dapat
disimpulkan bahwa bangunan hunian di RW tersebut hampir seluruhnya telah
memiliki kondisi dan jenis atap, lantai dan dinding yang sesuai dengan ketentuan
persyaratan teknis terutama terkait dengan bangunan hunian/tinggal yang layak
huni.
Gambaran tentang kondisi bangunan hunian tidak hanya didasarkan pada
kondisi fisik namun juga kondisi non fisik seperti legalitas bangunan hunian. Dalam
hal ini, aspek legalitas terkait dengan bangunan hunian harus memiliki IMB (Ijin
Mendirikan Bangunan) sebagai dasar pelaksanaan konstruksi bangunan serta harus
memiliki SHM/HGB/surat yang diakui oleh pemerintah terutama terkait dengan
kepemilikan lahannya. Permasalahan terkait dengan legalitas bangunan dan hunian
banyak terjadi pada kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan dari banyak
bangunan yang tidak dilengkapi IMB dan surat kepemilikan tanah secara memadai.
Secara umum, kondisi legalitas bangunan dan lahan yang terdapat pada kawasan
permukiman di kelurahan dapat dilihat sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel Kondisi Legalitas Pendirian Bangunan
Berdasar pada data maka dapat diketahui bahwa bangunan hunian pada
kelurahan yang sudah dilengkapi dengan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) hanya
RW 06 yang 100% memiliki IMB dengan jumlah bangunan hunian sebanyak 497
unit. Masih bnayak RW yang dibawah 80%, hal ini disebabkan banyaknya
rumah/bangunan hunian yang didirikan sebelum adanya perda IMB serta
masyarakat masih belum menaruh perhatian yang besar terhadap kepentingan
adanya IMB. Proporsi kepemilikan IMB terkecil terdapat di RW 04 yang hanya
30% atau sekitar 99unit rumah. Selanjutnya legalitas juga terkait dengan
kepemilikan surat bukti kepemilikan lahan/tanah yang dapat berupa SHM (Surat
Hak Milik), AJB (Akta Jual Beli), HGB (Hak Guna Bangunan), dan lainnya.
Indikator ini penting untuk melihat apakah kawasan permukiman yang ada
didirikan pada lahan legal atau malah ilegal. Dalam hal ini, proporsi kepemilikan
bukti atas lahan sudah cukup tinggi pada kelurahan ini dengan nilai mencapai 100%
Proporsi bangunan hunian yang memiliki SHM/HGB/surat yang diakui pemerintah
yang paling tinggi terdapat di RW 03, RW 05, RW 06, RW 07, RW 11, RW 12yang
sudah 100% sedangkan yang terendah berada pada wilayah RW 10yang
masihsekitar 93%
Indikator terakhir yang digunakan untuk menggambarkan kondisi bangunan
pada kawasan perencanaan adalah pemanfaatan energi listrik. Penggunaan daya
listrik dibagi menjadi 450 Watt, 900 Watt, 1.300 Watt, 2.200 Watt dan
menumpang/tidak memiliki meteran listrik sendiri. Penggunaan daya listrik ini
dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian tiap rumah tangga, dimana
penggunaan daya listrik paling banyak digunakan pada rumah tangga di kelurahan
adalah daya sedang yakni 900 Watt dengan jumlah mencapai 4096 unit rumah.
Sementara itu, terdapat rumah tangga yang tidak memiliki meteran listrik sendiri
sehingga harus bergabung atau mengakses layanan listrik dari unit bangunan
terdekat. Rumah tangga tersebut paling banyak terdapat di RW 10 dengan jumlah
mencapai 8 rumah tangga.
SOSIAL EKONOMI
1. Kondisi Sosial
Kondisi sosial masayarakat yang terdapat di Kelurahan Sisir ditinjau dari jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk berdasarkan rentang usia dan
jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan jumlah kelompok sosial yang
terdapat di lingkungan masyarakat Kelurahan Sisir.
Jumlah penduduk Kelurahan Sisir berdasarkan jenis kelamin dijelaskan pada Tabel