SKRIPSI
Oleh :
VERDIANAWATI CANDRA PUJI ASTUTI
101511296
1
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI
ANAK USIA 1-3 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
WALANTAKAN KABUPATEN MINAHASA
SKRIPSI
Diajukan kepada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
VERDIANAWATI CANDRA PUJI ASTUTI
101511296
2
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI
ANAK USIA 1-3 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
WALANTAKAN KABUPATEN MINAHASA
Oleh :
VERDIANAWATI CANDRA PUJI ASTUTI
3
Astuti Verdianawati. Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi
Anak Usia 1-3 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Walantakan
Kabupaten Minahasa. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sam Ratulangi Manado. Pembimbing : (I) Prof. dr. Nova. H.
Kapantow, DAN, MSc, SpGK, (II) dr. Budi. T. Ratag, MPH
ABSTRAK
Salah satu indikator pencapaian pembangunan kesehatan adalah status gizi anak
usia 1-3 tahun, karena kurang gizi pada anak berkaitan dengan akses yang rendah
terhadap pelayanan kesehatan. Selain itu kurang gizi pada anak meningkatkan
risiko kematian, menghambat perkembangan kongnitif dan mempengaruhi status
kesehatan pada usia remaja dan dewasa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak usia 1-3
tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten Minahasa. Penelitian
ini merupakan observasional analitik dengan desain Cross sectional study yang
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Walantakan pada bulan Juni – Agustus
2014. Populasi yaitu semua anak berusia 1-3 tahun baik laki-laki maupun
perempuan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Walantakan. Sampel yaitu
ibu sebagai responden dan anak usia 1-3 tahun sebagai subjek penelitian
berjumlah 84. Dalam penelitian ini, pengukuran akan menggunakan timbangan
berat badan dan mikrotoa, serta wawancara menggunakan kuesioner pola asuh.
Data dianalisis Univariate dan bevariate dengan menggunakan uji statistik chi
square. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak usia 1-3 tahun
berdasarkan BB/U mempunyai status gizi normal (97,6%) dan berdasarkan TB/U
yang mempunyai status gizi normal (95,2%), pola asuh berdasarkan praktek
pemberian makanan pada anak pada kategori baik (98,8%), rangsangan
psikososial pada kategori baik (97,6%), dan praktek higiene dan sanitasi
lingkungan pada kategori baik (98,8%). Didapatkan nilai (p>0,05). Tidak ada
hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi (BB/U dan TB/U) anak usia 1-3
tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten Minahasa. Kepada ibu-
ibu yang sudah menerapkan pola asuh yang baik tetap mempertahankannya.
Kepada ibu-ibu yang mempunyai anak yang berstatus gizi kurus dan pendek,
perlu diberikan penyuluhan oleh petugas kesehatan agar dapat memperbaiki status
gizi anak.
Kata Kunci: Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun
4
Astuti Verdianawati. The Relationship Between The Mother Rearing System
With The Nutritional Status Among The 1-3 Years Old Children At
Puskemas Walantakan Work Area, Minahasa Regency. Thesis. Faculty
of Public Health, Sam Ratulangi University Manado. Advisor : (I) Prof. dr.
Nova. H. Kapantow, DAN, MSc, SpGK, (II) dr. Budi. T. Ratag, MPH
ABSTRAK
One of the achievment indicators of health sector development is nutritional
status of 1-3 years old children, because less nutritional on the children is related
to the low access towards the health services. Be sides, less nutritional on the
children increases the death risk, blocks the cognitive development and influences
the health status on adolescent and adult age. The purpose of this study is to
analyse the relationship between the mother rearing System with the nutritional
status on the 1-3 years old children at Puskesmas Walantakan work area,
Minahasa Regency. This is an observational analytic study with cross sectional
study design which is conducted at Puskesmas Walantikan work area on June-
August 2014. The population is all 1-3 years old children both boy or girl at
Puskesmas Walantakan work area. The sample is the Mother and the 1-3 years
old children ad the subject of this study which numbers 84. In this study, the
measurement is conducted by using weight scale and microtoa also interviews by
rearing system questionnaires. The data is analysed by bivariate and univariate
with chi-square statistic test. The result shows that most of the 1-3 years old
children based on BB/U have normal nutritional status (97.6%) and according to
TB/U who have normal nutritional status (95.2%), the rearing system according
to the giving food practices to the children on good category (98.8%), psycho-
social stimulation on good category (97.6%), and hygiene practice also
environment sanitation on good category (98.8%). It's found value (p>0,05).
There is no relationship between the Mother rearing system with the nutritional
status (BB/U and TB/U) on the 1-3 years old children at Puskesmas Walantakan
work area, Minahasa Regency. The mothers who have applied the good rearing
system need to keep it up. The mothers who have children with skinny and short
nutritional status, need to be given informations by the health employee so that
they can imorove the children nutritional status.
Keywords: Mother Rearing System, Nutritional Status, 1-3 Years Old Children.
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya yang telah
memberikan kemampuan, hikmat, kesehatan dan kekuatan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan antara Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun
di Wilayah Kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten Minahasa”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado sekaligus untuk memperdalam pengetahuan
penulis mengenai materi yang dibahas.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis menemui berbagai
hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, arahan, motivasi, kritikan dan
saran dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan sebagaimana adanya. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. dr. Nova H. Kapantow, DAN, MSc, SpGK sebagai Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado dan sebagai Dosen
Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
koreksi dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
2. dr. Ricky C. Sondakh sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado dan sebagai Dosen
Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
3. dr. Budi T. Ratag, MPH sebagai sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, koreksi dan saran dalam
penyusunan skripsi ini.
4. dr. A. J. M. Rattu, MS, PhD, AIFO sebagai Dosen Penguji I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, masukan dan kritikan yang
berguna bagi penulis dalam perbaikan skripsi ini.
5. dr. J. Bernadus, M.BioMed sebagai Dosen Penguji II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan arahan, masukan dan kritikan yang berguna bagi
penulis dalam perbaikan skripsi ini.
6
6. dr. Nancy S. H. Malonda, MPH dan dr. Adriansa A. T. Tucunan, Mkes yang
telah meluangkan waktu dan membantu untuk memberikan arahan dan
masukan yang berguna bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sam Ratulangi Manado yang telah banyak membantu selama perkuliahan
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. dr. Meivie J. Tumiwa, sebagai Kepala Puskesmas Walantakan Kec. Langoan
Utara Kab. Minahasa yang telah mengizinkan penulis untuk dapat
melaksanakan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Walantakan dan
mengikuti kegiatan di Posyandu, terlebih khusus kepada Ibu-ibu dan anak usia
1-3 tahun yang telah bersedia menjadi responden dan subjek penelitian dalam
penelitian ini.
9. Djeine D. Robot, A.md.Keb sebagai pembimbing lapangan yang telah
membantu dan mendampingi selama jalannya penelitian.
10. Seluruh Perawat, Staf, dan Pegawai di Puskesmas Walantakan yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
11. Teman-teman seperjuangan, terima kasih untuk kebersamaan, dukungan dan
doa kalian selama ini sehingga dapat melewati masa-masa perkuliahan dengan
penuh motivasi dan semangat.
12. Teman-teman bidang minat Epidemiologi 2010 untuk motivasi dan doa
sehingga dapat melewati masa-masa perkuliahan dengan semangat.
13. Sahabat-sahabat terbaik Yuckho, Marieska, Brigita terima kasih untuk
motivasi, doa dan kebersamaan dari kalian semua selama masa-masa
perkuliahan hingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi.
14. Teman-teman PBL Posko Kalawat, terima kasih atas kebersamaan dan
motivasi dari kalian.
15. Terima kasih yang tak terhingga untuk mama tersayang Puji Rahayu atas doa,
motivasi, saran bahkan semangat kepada penulis selama proses perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi ini.
16. Terima kasih untuk Indra G. Kudati dan Keluarga yang selalu membantu dan
memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil bahkan
7
semangat dan doa kepada penulis selama proses perkuliahan sampai pada
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
17. Terima kasih buat Francis W. H. Watung, SPi dan Srijanti Lagonah, SSiT
selaku orang tua angkat atas kasih sayang, doa bahkan semangat dan
dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil kepada penulis selama
proses perkuliahan.
8
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………… 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
9
2.2.5 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada
Anak…………………………………………………………… 16
2.2.6 Persiapan dan Penyimpanan Makanan…………………………. 17
2.2.7 Rangsangan psikososial………………………………………… 17
2.2.8 Praktek Kebersihan / Hygiene dan Sanitasi Lingkungan……… 19
2.2.9 Perawatan Balita dalam Keadaan sakit…………………………. 20
2.3 Kerangka Teori Penelitian…………………………………………… 22
2.4 Kerangka Konsep Penelitian………………………………………… . 22
2.5 Hipotesis…………………………………………………………….... 23
10
4.2 Analisis Data ........................................................................................ 31
4.2.1 Analisis Univariat………………………………………………. 31
4.2.1.1 Karakteristik Reesponden (Ibu) .......................................... 31
4.2.1.1.1 Umur…………………………………………………. 31
4.2.1.1.2 Pendidikan…………………………………………… 32
4.2.1.1.3 Pekerjaan…………………………………………… . 32
4.2.1.2 Karakteristik Anak Usia 1-3 Tahun………………………. 33
4.2.1.2.1 Jenis Kelamin………………………………………. . 33
4.2.1.2.2 Umur…………………………………………… ........ 33
4.2.1.2.3 Status Gizi (BB/U)…………………………………... 33
4.2.1.2.4 Status Gizi (TB/U)…………………………………… 34
4.2.1.3 Gambaran Pola Asuh Ibu di Wilayah Puskesmas Walantakan 34
4.2.1.3.1 Praktek Pemberian Makanan Pada Anak …………... 34
4.2.1.3.2 Rangsangan Psikososial Melalui Sikap Memberikan
Makanan Dan Sikap Merawat Anak Usia 1-3 Tahun … 35
4.2.1.3.3 Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Untuk
Praktek Perawatan Anak Usia 1-3 Tahun …………….. 35
4.2.2 Analisis Bivariat………………………………………………... 35
4.2.2.1 Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak (BB/U) 35
4.2.2.1.1 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak
dengan Status Gizi (BB/U) ......................................... 35
4.2.2.1.2 Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status
Gizi (BB/U)… ............................................................. 36
4.2.2.1.3 Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan
Untuk Praktek Perawatan Anak dengan Status Gizi
(BB/U) ……. ................................................................ 37
4.2.2.2 Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak (TB/U) 37
4.2.2.2.1 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak
dengan Status Gizi (TB/U) ......................................... 37
4.2.2.2.2 Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status
Gizi (TB/U)… ............................................................. 38
4.2.2.2.3 Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan
11
Untuk Praktek Perawatan Anak dengan Status Gizi
(TB/U) ……. ................................................................ .. 39
BAB V. PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ...................................................................... 40
5.2 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak dengan Status
Gizi (BB/U) .......................................................................................... 40
5.3 Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status Gizi (BB/U)… ..... 42
5.4 Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Untuk
Praktek Perawatan Anak dengan Status Gizi (BB/U) .......................... . 43
5.5 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak dengan Status
Gizi (TB/U). ......................................................................................... 43
5.6 Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status Gizi (TB/U)……… 44
5.7 Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Melalui
Praktek Perawatan Anak Usia 1-3 Tahun dengan Status Gizi (TB/U) . 46
5.8 Status Gizi…………………………………………………………….. 47
5.9 Keterbatasan Penelitian……………………………………………….. 47
12
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks ............... 10
2. Distribusi Responden Menurut Umur………………………………….. 31
3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……………….. 32
4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan………………………….. 32
5. Distribusi Anak Menurut Jenis Kelamin……………………………… 33
6. Distribusi Anak Menurut Umur……………………………………… . 33
7. Distribusi Anak Berdasarkan BB/U…………………………………… 33
8. Distribusi Anak Berdasarkan TB/U…………………………………… 34
9. Distribusi Pola Asuh Praktek Pemberian Makanan Pada Anak……… . 34
10. Distribusi Pola Asuh Rangsangan Psikososial……………………… . 35
11. Distribusi Pola Asuh Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan…… 35
12. Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak dengan Status
Gizi (BB/U)…………………………………………… ...................... 36
13. Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status Gizi (BB/U)…… . 36
14. Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Status
Gizi (BB/U)…………………………………………………………… 37
15. Hubungan Praktek Pemberian makanan pada anak dengan Status Gizi
(TB/U)…………………………………………………………………. 38
16. Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status Gizi (TB/U)………. 38
17. Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Status
Gizi (TB/U)………………………………………………………… .. 39
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori Penelitian ...................................................................... 22
2. Kerangka Konsep Penelitian………………………………….. ............ 22
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Izin Penelitian ............................................................................... 54
2. Etik Penelitian………………………………….. .................................. 55
3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ....................................................... 56
4. Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................. 57
5. Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Penelitian ............................. 58
6. Penjelasan Penelitian .............................................................................. 59
7. Kuesioner Penelitian............................................................................... 60
8. Master Tabel ........................................................................................... 65
9. Hasil SPSS.............................................................................................. 73
10. Riwayat Penulis ................................................................................... 83
11. Dokumentasi Penelitian ....................................................................... 84
15
BAB I
PENDAHULUAN
16
penduduk usia balita lebih dari 20%, ada 12 provinsi dengan prevalensi
mengalami permasalahan gizi kronis lebih dari 40%, dan ada 26 provinsi dengan
prevalensi mengalami masalah gizi akut lebih dari angka nasional. Pada tahun
2010 diperkirakan sekitar 3,8 juta anak usia balita Indonesia mengalami status gizi
buruk atau kurang, 7,6 juta anak usia balita mengalami permasalahan gizi kronis,
dan 2,8 juta anak usia balita mengalami masalah gizi (LPEM FE UI, 2010).
Status gizi selain berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
balita, juga berpengaruh pada kecerdasannya. Balita dengan gizi kurang atau
buruk akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah, yang nantinya mereka
tidak mampu bersaing. Peran pola asuh anak terhadap status gizi sangat penting.
Usia balita merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan mengalami
tumbuh kembang dan aktivitas yang sangat pesat dibandingkan dengan ketika
masih bayi, kebutuhan zat gizi akan meningkat. Pemberian makanan juga akan
lebih sering. Indonesia sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah
mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat
atau keluarga yang optimal (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2006).
Pernyataan di atas didukung oleh penelitian dari Ruruh Setiati (2006) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan pola asuh
dengan sikap pola asuh dan tingkat kecukupan protein. Ditambahkan oleh Renni
Maliahsari (2013) menyataka bahwa menurut jenis makanan, sebagian besar pola
asuh ibu memberikan makanan anak baduta dengan status gizi normal berada pada
kategori jenis makanan tidak lengkap (77%), Untuk waktu pertama kali pemberian
ASI, terdapat 17,6% baduta yang berstatus gizi buruk tidak segera disusui setelah
melahirkan, sementara menurut waktu pertama kali pemberian MP-ASI, terdapat
8.5% baduta dengan status gizi yang sama, waktu pemberian MP-ASI nya
tergolong tidak baik. Juga oleh Erni Purwani (2013) menyatakan ada hubungan
yang signifikan antara hubungan antara pola pemberian makan dengan status gizi
pada anak usia 1 sampai 5 tahun di Desa Kabunan Kecamatan Taman Kabupaten
Pemalang.
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Jumlah kasus gizi buruk Provinsi Sulawesi
17
Utara tahun 2008 sebanyak 49 kasus, jumlah tersebut adalah jumlah terkecil
dalam 3 tahun terakhir yaitu 257 kasus pada tahun 2006 dan 106 kasus pada tahun
2007. Pemantauan pertumbuhan balita adalah salah satu kegiatan penting untuk
mengetahui adanya hambatan dalam pertumbuhan (growth faltering) secara dini.
Untuk mengetahui hambatan tersebut perlu dilakukan penimbangan rutin setiap
bulan di posyandu. Dalam pelaksanaan penimbangan di posyandu ditemukan
kecenderungan makin tinggi umur anak, makin rendah cakupan penimbangan
rutin. Jadi makin tinggi umur anak makin rendah pula persentase anak yang
ditimbang diposyandu. Balita dengan hambatan pertumbuhan yang ada di
Sulawesi Utara adalah sebesar 1,12 %. Angka ini lebih rendah dari target nasional
sebesar 5%. Hambatan pertumbuhan terbesar ada didaerah Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara sebesar 37,97 % sedangkan hambatan pertumbuhan terkecil
ada di Kota Bitung sebesar 0,18 % (Dinkes Provinsi Sulawsi Utara, 2008).
Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah
satunya adalah mendidik anak. Pola asuh merupakan interaksi anak dan orang tua
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang
diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian
penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik.
Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang
diterapkan. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi
kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun
mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh
masyarakat.
Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang
tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai
pola pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, anak cenderung menggunakan
cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi
beberapa perbedaan dalam pola asuh. Disatu sisi orang tua harus bisa menetukan
pola asuh yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi
lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk
18
anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang
tuanya.
Akhir-akhir ini banyak bermunculan kasus-kasus kekerasan terhadap anak
baik yang ditayangkan lewat media televisi maupun media cetak. Jenis kekerasan
yang menonjol ada dua yaitu kekerasan fisik dan ekonomi. Namun pada dasarnya
kedua jenis ini saling berkaitan satu sama lain, disamping juga bisa menjadi
menjadi hubungan sebab-akibat. Kekerasan fisik yang banyak dijumpai seperti
pemukulan terhadap anak, penyiksaan lain dengan membakar anak dan
sebagainya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan yang mendalam. Penyebabnya
terkadang sepele, ketika orang tua jengkel karena si anak terus saja merengek.
Apabila dirunut lebih jauh, krisis ekonomi yang berkepanjangan turut
menyebabkan kondisi ini terjadi. Dalam mengembangkan anak untuk menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan persiapan dan perlakuan
terhadap anak secara tepat sesuai dengan kondisi anak. Sebagai manusia, setiap
anak mempunyai ciri individual yang berbeda satu dengan yang lain. Di samping
itu setiap anak yang lahir di dunia ini berhak hidup dan berkembang semaksimal
mungkin sesuai dengan kondisi yang dimilikinya. Untuk dapat memberi
kesempatan berkembang bagi setiap anak diperlukan pola asuh yang tepat dari
orang tuanya, hal ini mengingat anak adalah menjadi tanggung jawab orang
tuanya baik secara fisik, psikis maupun sosial.
Setiap upaya yang dilakuakan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh
tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak seperti perilaku yang patut
dicontoh tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan
pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniru dan identifikasi
bagi anak-anaknya, kesadaran diri juga harus ditularkan pada anak-anak dengan
mendororng mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral.
Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan
observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal
tentang perilaku serta komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-
anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk
memecahkan permasalahanya.
19
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis akan melakukan penelitian
mengenai hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak usia 1-3 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Walantakan, dengan melihat data yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Minahasa tahun 2013 bahwa terdapat 78,6% tingkat partisipasi
masyarakat dalam kegiatan peningkatan status gizi anak balita atau kegiatan
posyandu di Puskesmas Walantakan dibandingkan dengan beberapa Puskesmas di
Minahasa yang telah mencapai lebih dari 80% tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan posyandu, serta terdapat 1 anak gizi lebih di wilayah Taraitak dan
1 anak gizi kurang di wilayah Taraitak I.
20
7. Untuk menganalisis hubungan antara praktek perawatan anak untuk higiene
dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 1-3 tahun di wilayah keja
Puskesmas Walantakan.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
22
dengan ketidak cukupan zat gizi seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral
atau organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c. Biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot.
d. Biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melibat kemamapuan
fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak Iangsung dapat dibagi tiga yaitu
(Supariasa, 2012) :
a. Survey Konsumsi Makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. survey ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik Vital yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian
karena penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c. Faktor Ekologi. Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
antara beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi, dan lain-lain.
23
e. Pantangan pada makanan tertentu.
f. Kesukaan terhadap jenis makanan tertentu.
g. Keterbatasan ekonomi.
h. Kebiasaan makan.
i. Selera makan.
j. Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan)
k. Pengetahuan gizi.
24
Pengukuran antropometri juga mempunyai kelemahan. Secara umum
kelemahannya sebagai berikut (Supariasa, 2012) :
a. Tidak sensitive. Metode ini tidak dapat mengidentifikasi status gizi dalam
waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi
tertentu seperti zinc dan Fe.
b. Faktor dari luar gizi (penyakit, genetic dan penurunan penggunaan energy)
dapat menurunkan spesifitas dan sensitifita pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjai pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena pengukuran, perubahan hasil pengukuran baik
fisik maupun komposisi jaringan, analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas yang tidak
cukup, kesalahan alat atau alat tidak ditera dan kesulitan pengukuran.
Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri untuk balita dan
anak menurut Kepmenkes RI No. 1995/menkes/SK/XII/2010 terdapat pada Tabel.
Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks
25
berat badan berkolerasi positif dengan umur dan tinggi badan. Indicator BB/U
yang rendah disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau sedang
menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut) (RisKesDas, 2013).
26
orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan
pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk
mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku di
lingkungannya (Hardywinoto, 2003).
27
2.2.3 Macam-macam Pola Asuh
Terdapat beberapa jenis pola asuh. Seorang ahli pola asuh terkemuka, Diana
Baumrind menyatakan bahwa, terdapat 4 jenis atau bentuk utama gaya
pengasuhan, diantaranya (Wahyuning, 2003) :
1. Pola Asuh Otoritarian (Authoritarian Parenting Style)
Pola asuh ini bersifat membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk
mengikuti kata orang tua mereka, harus hormat kepada orang tua mereka,
memiliki tingkat kekakuan (strictness) yang tinggi, dan memili intensitas
komunikasi yang sedikit. Anak yang dididik secara otoritarian ini memiliki
sifat yang kurang kompeten secara sosial, keterampilan komunikasi yang
buruk, dan takut akan perbandingan sosial. Dengan gaya otoritarian seperti ini
anak dimungkinkan memberontak karena tidak terima atau bosan dengan
pengekangan karena anak cenderung ingin mencari tahu tanpa mau dibatasi.
Dengan pola asuh ini, probabilitas munculnya perilaku menyimpang pada anak
menjadi semakin besar.
2. Pola Asuh Otoritatif (Authoritatif Parenting Style)
Pola asuh ini memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan kasih sayang,
keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orang tua terhadap anak, nalar, serta
mendorong pada kemandirian. Orang tua yang menerapkan pola asuh seperti
ini memiliki sifat yang sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada anak
tetapi tetap memberi batasan untuk mengarahkan anak menentukan keputusan
yang tepat dalam hidupnya. Anak yang dididik dengan pola asuh ini memiliki
tingkat kopetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki tingkat kemampuan
komunikasi yang baik, akrab dengan teman sebaya mereka, dan mengetahui
konsep harga diri yang tinggi. Karakteristik pola asuh ini dapat mengimbangi
rasa keingintahuan pada anak. Sehingga prpses anak dalam menimbulkan
prilaku tindakan antisosial cenderung bisa dibatasi. Karena walaupun anak
dibebaskan, orang tua tetap terlibat dengan memberi batasan berupa peraturan
yang tegas.
3. Pola Asuh Mengabaikan (Neglectful Parenting Style)
Pola asuh ini bercirikan orang tua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak
karena cenderung lalai. Urusan anak dianggap orang tua sebagai bukan urusan
28
mereka atau orang tua menganggap bahwa urusan sang anak tidak lebih
penting dari urusan mereka. Anak yang diasuh dengan gaya seperti ini
cenderung kurang cakap dalam secara sosial, memiliki kemampuan
pengendalian diri yang buruk, dan tidak bermotivasi untuk berprestasi, dalam
konteks ini timbulnya perilaku penyimpangan pada anak, pola asuh sepeti ini
menghasilkan anak-anak yang cenderung memiliki frekuensi tinggi dalam
melakukan tindakan anti sosial. Karena mereka tidak biasa untuk diatur
sehingga apa yang mereka mau lakukan, mereka akan lakukan tanpa mau
dilarang oleh siapapun.
4. Pola Asuh Memanjakan (Indulgent Parenting Style)
Pola asuh seperti ini membuat orang tua jadi sangat terlibat dengan anak-anak
mereka. Mereka menuruti semua kemauan anak mereka, dan sangat jarang
membatasi perilaku anak mereka. Anak yang dihasilkan dengan pola asuh
seperti ini, merupakan anak-anak yang sulit untuk mengendalaikan perilaku
mereka sendiri, karena terbiasa untuk dimanja. Anak-anak ini bisa seenaknya
untuk melakukan tindakan perilaku menyimpang, karena terbiasa dengan
sistem “apa saja dibolehkan”. Sehingga kemungkinan timbul dan perulangan
perilaku menyimpang sangat besar.
Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF (United Nations
International Children’s Emergency Fund) yang dikembangkan lebih lanjut
oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga komponen yaitu makanan,
kesehatan dan asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam
menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Pola asuh
meliputi 6 hal yaitu :
1. Perhatian / dukungan ibu terhadap anak dalam praktek pemberian makan
2. Pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak
3. Rangsangan psikososial terhadap anak
4. Persiapan dan penyimpanan makanan
5. Praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan
6. Perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.
29
2.2.4 Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam Praktek Pemberian
Makanan
Perhatian/dukungan ibu terhadap anak dalam praktek pemberian makanan adalah
gambaran mengenai sikap ibu dalam memilih makanan, menyusun menu
makanan, memberi makan, serta penyimpanan makanan. Untuk tumbuh dengan
baik balita tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan
dan asal menyuapi anak nasi, akan tetapi anak membutuhkan sikap orang tuanya
dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan
ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian
pula sampai anak sudah mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan
mana makanan yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan
seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu (Mustika,
2012).
Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda
dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah seperti bekerja
ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita yang bekerja di
luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak terlalu memperhatikan
keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan dalam jumlah atau banyaknya
makanan. Sedangkan gizi mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan
bagi pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak. Selama bekerja
ibu cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh anggota keluarga
lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau anak yang sudah
besar bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya.
Tujuan memberikan makan pada anak adalah untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya, pemulihan kesehatan sesudah
sakit, untuk aktifitas, pertumbuhan dan perkembangan. Dengan memberikan
makan, maka anak juga dididik agar dapat menerima, menyukai, memilih
makanan yang baik, juga untuk menentukan jumlah makanan yang cukup dan
bermutu. Dengan demikian dapat dibina kebiasaan yang baik tentang waktu
makan dan melalui cara pemberian makan yang teratur anak biasa makan pada
waktu yang lazim dan sudah ditentukan (Santoso, 2004).
30
2.2.5 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Anak
Air susu sebaiknya diberikan segera setelah bayi lahir. Air susu pertama, yang
bertahan sekitar 4-5 hari, masih berupa kolostrum yaitu cairan kental yang
berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi karena
mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian
ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat terutama ASI eksklusif sampai 6
bulan (Arisman, 2010).
Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI
merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 3 – 4
bulan pertama. WHO dan UNICEF merekomendasikan pemberian ASI eksklusif
selama sedikitnya 4 bulan sesudah bayi dilahirkan dan jika mungkin selama 6
bulan. Ada berberapa mekanisme yang membuat pemberian ASI bermanfaat bagi
perkembangan anak (Gibney, 2009) :
1. ASI merupakan sumber asam lemak tak jenuh majemuk dengan rantai atom
karbon yang panjang yang bukan hanya merupakan sumber energy, tetapi juga
merupakan molekul-molekul dominan yang ditemukan dalam selubung myelin,
dan asam lemak tersebut khususnya terkonsntrasi di dalam retina.
2. Pemberian ASI dapat meningkatkan imunitas bayi terhadap penyakit.
3. Pemberian ASI dapat membawa manfaat bagi interaksi ibu dan anak serta
menfasilitasi pembentukan ikatan yang lebih kuat sehingga menguntungkan
bagi perkembangan dan perilaku anak.
Menyapih, secara harafiah berarti membiasakan. Maksudya, secara
berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa
penyapihan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim
dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai mkanan
tambahan. Memasuki usia 4-6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan
cair arena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanana setengah
padat Dalam hal pengaturan pola konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang
sangat penting dalam memilih jenis makanan yang bergizi seimbang. Setelah
berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi
bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI (Arisman,2010).
31
2.2.6 Persiapan dan Penyimpanan Makanan
Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat
perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat
menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat
makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan
sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Tujuan utamanya ialah
untuk menyiapkan hasil panen agar tahan disimpan jangka panjang tanpa
mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik,
tidak banyak yang terpaksa terbuang karena rusak (Sediaoetama, 2010).
Cara penyimpanan bahan makanan harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
terutama bagi bahan makanan yang mudah rusak seperti bahan makanan khewani
(Sediaoetama, 2010) :
1. Biji-bijian harus disimpan dalam kondisi cukup kering.
2. Gudang harus mempunyai konstruksi bebas hama, terutama binatang mengerat
seperti tikus, cukup ventilasi dan dijaga kebersihannya.
3. Letak barang didalam gudang harus teratur dan memudahkan lalulintas untuk
dapat memindahkan tumpukan barag dengan mudah dan lancer.
4. Berbagai jenis bahan makanan di dalam gudang jangan campur baur dan
sebaiknya jangan bahan makanan disimpan di dalam satu gudang yang sama
dengan bahan-bahan beracun seperti insektisida.
32
Diperkirakan bahwa kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh
negatif terhadap penggunaan zat gizi didalam tubuh, sebaliknya kondisi
psikososial yang baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus
merangsang anak untuk melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan
psikososial yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik
pula sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi,
pertumbuhan dan perkembangan. Namun demikian interaksi antara orang tua dan
anak jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan karena membesarkan anak pun
akan mengubah anda, dengan kata lain perkembangan anak adalah hasil siklus
interaksi yang terus-menerus antara kepribadian dasarnya dengan lingkungan
sekitarnya (Woolfson).
Adapun beberapa gangguan kesehatan pada anak antara lain (Santoso, 2004) :
1. Ganguan psikis
Kesehatan juga mencakup kesehatan pisikis yang kelihata dari adanya berbagai
gangguan, temporer (muncul sewaktu-waktu tanpa diduga sebelumya) maupun
rutin (perasaan yang pernah terjadi akan terulang kembali).
2. Ganguan emosi
Ada sedikit masalah, anak bertingkah laku yang tidak dapat diterima atau akal
sehat menggangu tingkah laku. Orang tua dan lingkungan perlu menangani
anak secara hati-hati, sabar, rasional, dan tegas.
3. Ganguan belajar
Keberhasilan belajar ditentuakn atas faktor bakat, lingkungan , motivasi,
peralatan sekolah atau belajar, kondisi anak dan gizi. Ganguan belajar dapat
berupa tidak dapt megikuti pelajaran yang biasa, prestasi belajar tiba-tiba
menurun, kurang penyesuaian antara kemampuan dengan sekolah dan
gangguan khusus yang berhubungan dengan sekolah.
4. Ganguan sosial
Terjadi karena tidak adanya keseimbangan diri dengan lingkungan di
sekitarnya. Awal gangguan sosial adalah dari pendidikan orang tua yaitu pada
saat pertama anak melakukan tindakan yang keliru, orang tua tidak menegur
atau menegaskan bagaimana seharusnya.
33
5. Ganguan khusus
Ganguan ini bersifat organic dan umumnya disebabkan oleh kebiasaan.
Sebenarnya jika tidak terlambat kejadian ini dapat segera diobati atau dibuat
normal kembali. Contohnya epilepsy dan lain-lain.
6. Ganguan psikiatri yang timbul akibat faktor psikososial
a. Gangguan dalam hubungan dengan orang tua akibat putusnya hubungan
karena orang tua bercerai, mempunyai adik berjarak usia dekat sehingga
merasa kurang kasih sayang, perlindungan, dan pegangan. Bila orang tua
tidak adil maka anak akan merasa iri hati, sebaliknya jika terlalu banayak
perlindungan maka anak tidak dapat mandiri.
b. Gangguan dalam diri anak ini terjadi pada anak yang memiliki kekurangan
atau cacat. Anak akan merasa rendah diri, merasa gelisah, dan
mempengaruhi tingkah laku. Hal yang harus dilakukan ialah
membangkitkan rasa percaya diri dan bangga melalui kesadaran akan hal
positif pada dirinya serta hal yang bersifat kerohanian.
c. Gangguan dalam interaksi sosial, anak perlu menyesuaikan diri dengan
lingkungan (beradaptasi) dan mengadakan integrasi dengan baik. Anak yang
mengalami gangguan dalam interaksi akan merasa kesepian, sendiri, tidak
tenang, memutup diri, sulit diajak bicara. Penangannya adalah anak diajak
bicara mengenai kecakapannya sehingga ia merasa dirinya diakui
keberadaannya anak diaktifkan dalam berbagai kegiatan kolektif.
34
2. Pencegahan berkembangbiaknya vektor penyakit, seprti lalat dan serangga
lainnya.
3. Pengamanan makanan terhadp pencemaran kuman penyakit
4. Perubahan perilaku segenp wara kea rah perilaku hidup sehat yang dapat
mencegah penularan penyakit.
Penjagaan lain adalah membiasakan anak menjaga kebersihan diri. Jika
kebiasaan bersih sudah ditanamkan sejak usia dini, maka etika dewasa akan
bertingkah laku sesuai dengan norma kebersihan. Awalnya mungkin anak
keberatan dengan berbagai latihan tersebut. Namun, dengan latihan terus-menerus
dan diimbangi rasa kasih sayang dan dukungan oaring tua, anak akan menerima
kebijaksanaan dan tindakan disiplin tersebut. Hal ini juga berlaku dalam hal
berpakaian, makan, dan semua kegiatan anak sehari-hari. kebersihan lingkungan
tempat tinggal mencakup halaman yang asri dan bersih, ada tempat pembuangan
smpah yang tertutup (sampah hanya ditemukan pada tempat sampah dan tidak di
tempat lainnya), saluran air limbah yang cukup untuk menyalurkan air kotor dan
ventilasi untuk pertukaran udara yang cukup dan cahaya matahari yang cukup
(Santoso, 2004).
35
2. Suara serak. Jika pilek disertai suara serak berarti infeksi dan pembengkakan
telah terjadi pada pangkal tenggorokan. Lebih lanjut akan terjadi penyempitan
pada mulut saluran tenggorokan dan akibatnya menimbulkan sumbatan
pernapasan.
3. Selera makan berkurang. Ketika terserang penyakit selera makan anak hilang.
Biasanya ketika mulai sakit anak cengeng, tidaak mau makan
4. Muntah. Infeksi saluran pernapasan pada anak dapat menimbulkan muntah.
Muntah umumnya diikuti panas badan, jika muntah disertai buang air besar
harus segera dibawa ke dokter karena tlalu banyak cairan tubuh hilang dapat
mengakibatkan kematian.
5. Kejang. Kejang terjadi pada anak dengan disertai mengigil, sebelum suhu
tubuhnya meninggi. Kejang terjadi pada penyakit malaria, campak, demam dan
lainnya. Anak harus ditangani dengan kesabaran dan rasional.
6. Nyeri. Yang sering terjadi adalah nyeri kepala, leher, perut, pegal-pegal. Gejala
ini sering mendahului suatu penyakit. Anak yang biasanya gembira dan aktif
menjadi pendiam dan pasif. Perubahan juga terjadi karena keadaan psikologis
seperti kehilangan perhatian orang tua karena ada adik baru, anak mengalami
kekecewaan dan sebagainya.
Upaya pemeliharaan kesehatan anak menurut hasil penelitian Bellock dan
Breslow (Eckholm, 1981) untuk menjaga agar tetap sehat, seseorang perlu
melakukan kebiasaan dibawah ini (Santoso, 2004) :
1. Tidur 7 hingga 8 jam sehari
2. Makan tiga kali sehari dengan hanya sedikit makan makanan kecil, diantaranya
makan pagi tiap hari.
3. Mempertahankan berat tubuh yang dikehendaki.
4. Melakukan latihan jasmani secara teratur.
5. Istirahat yang cukup.
36
2.3 Kerangka teori penelitian
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
Status gizi
Antopometri (BB/U, anak usia 1-
TB/U, BB/TB) 3 tahun
Praktek pemberian
Faktor yang makan Pada Anak
dapat diubah
Pemberian ASI atau
makanan pendamping
pada anak
Persiapan dan
penyimpanan makanan
Rangsangan psikososial
terhadap anak
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian populasi yang jumlahnya dihitung
menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut :
N
𝑛 = 1+(N x d2 )
538 538 538
𝑛 = 1+(538)(0,12 ) = 1+(538)(0,01) = 6,38 = 84
39
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Bersedia menjadi responden.
2. Bertempat tinggal di daerah penelitian
40
c. Normal, bila nilai Z – Score terletak antara -2 SD sampai dengan 2 SD
e. Tinggi, bila nilai Z – Score >2 SD
Dalam laporan ini ada beberapa istilah status gizi yang digunakan, yaitu :
Pendek : istilah untuk gabungan sangat pendek dan pendek (Stunting)
Kurus : istilah untuk gabungan sangat kurus dan kurus (Wasting)
2. Berat Badan adalah ukuran massa tubuh anak yang ditentukan dengan skala
rasio, cara penimbangannya anak diletakan diatas timbangan dengan posisi
tidur atau duduk menggunakan alat pengukur berat badan merek GEA RGZ-
20A 20 Kg dengan tingkat ketelitian 0,1 Kg.
3. Tinggi Badan adalah ukuran tinggi tubuh anak yang ditentukan dengan skala
ratio, cara pengukuran menggunakan alat mikrotoa merek Measuring Tape 80
cm dalam satuan centimeter (cm), yaitu anak ditidurkan pada tempat yang lurus
datar kemudian diukur.
4. Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu
bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma
dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Pola asuh ini
menggunakan skala nominal dan diukur dengan menggunakan kuesioner pola
asuh melalui wawancara, hasilnya akan dikategorikan dalam 2 kategori sikap
yaitu kurang baik dan baik.
5. Praktek pemberian makanan pada anak adalah gambaran mengenai sikap ibu
dalam memilih makanan, menyusun menu makanan, memberi makan, serta
penyimpanan makanan. Variabel ini diukur dengan skala guttman yaitu
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dan ibu dari anak usia
1-3 tahun adalah respondennya. Nilai untuk pilihan ya = 2 dan tidak = 1
sehingga diperoleh nilai maksimal = 20 dan nilai minimal = 1 yang kemudian
dikategorikan menjadi :
a. Kurang baik : apabila nilai yang diperoleh < 10,5
b. Baik : apabila nilai yang diperoleh ≥ 10,5
6. Rangsangan psikososial adalah rangsangan berupa perilaku seseorang terhadap
orang lain yang ada di sekitar lingkungannya seperti orang tua, saudara
kandung dan teman bermain. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan dari sikap dalam
41
memberikan makanan dan sikap merawat anak batita, ibu dari anak batita
adalah respondennya. Nilai untuk pilihan sangat setuju = 5, setuju = 4, netral =
3, tidak setuju = 2 dan sangat tidak setuju = 1 sehingga diperoleh nilai
maksimal = 100 dan nilai minimal = 20 yang kemudian dikategorikan menjadi:
a. Kurang baik : apabila nilai yang diperoleh < 60
b. Baik : apabila nilai yang diperoleh ≥ 60
7. Menjaga kesehatan anak dalam kebersihan dan lingkungan meliputi praktek
perawatan anak, keadaan rumah, air bersih, pembuangan sampah dan praktek
kesehatan di rumah. Variabel ini diukur dengan skala guttman yaitu
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dan ibu dari anak usia
1-3 tahun adalah respondennya. Nilai untuk pilihan ya = 2 dan tidak = 1
sehingga diperoleh nilai maksimal = 20 dan nilai minimal = 1 yang kemudian
dikategorikan menjadi :
a. Kurang baik : apabila nilai yang diperoleh < 10,5
b. Baik : apabila nilai yang diperoleh ≥ 10,5
42
2. Angka kemudian dilihat pada skala yang ada pada mikrotoa dan dicatat.
43
wawancara) tinggal memeberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda
tertentu.
44
berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel-variabel penelitian dengan
status gizi anak usia 1-3 tahun. Jika sebaliknya hipotesis Ho diterima maka tidak
ada hubungan yang signifikan.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
46
Dapat diketahui dari hasil penelitian yang sudah dilakukan bahwa distribusi
responden menurut umur yang terbanyak adalah ibu berumur 21–29 tahun yaitu
sebanyak 54 orang (64,3%) dan yang paling sedikit adalah ibu yang berumur >40
tahun yaitu 2 orang (2,4%), hal ini terlihat pada tabel no. 2 diatas.
4.2.1.1.2 Pendidikan
Dari hasil pendataan pada responden maka dapat dilihat distribusi karakteristik
responden berdasarkan tingkat pendidikan melalui tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Ibu n %
SD 10 11,9
SLTP 24 28,6
SLTA 47 56
DIII 1 1,2
S1/S2/S3 2 2,4
Total 84 100
4.2.1.1.3 Pekerjaan
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari responden berikut adalah hasil distribusi
karakteristik responden berdasarkan pekerjaan.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Ibu n %
PNS 12 14,3
Pegawai Swasta 12 14,3
Wiraswasta 10 11,9
Lainnya (IRT) 50 59,5
Total 84 100
Dari tabel no. 4 dapat dilihat bahwa responden terbanyak adalah responden
dengan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu 50 orang (59,5%) dan
yang paling sedikit bekerja sebagai wiraswasta yaitu 10 orang (11,9%).
47
4.2.1.2 Karakteristik Anak Usia 1-3 Tahun
4.2.1.2.1 Jenis Kelamin
Dari hasil pengumpulan data, dapat dilihat pada tabel 5 distribusi karakteristik
anak usia 1-3 tahun menurut jenis kelamin.
Tabel 5. Distribusi Anak Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 36 42,9
Perempuan 48 57,1
Total 84 100
Dapat diketahui dari hasil penelitian yang sudah dilakukan bahwa distribusi anak
usia 1-3 tahun menurut jenis kelamin yaitu laki-laki terdapat 36 orang (42,9%)
dan perempuan sebanyak 48 orang (57,1%), hal ini terlihat pada tabel no. 5 diatas.
4.2.1.2.2 Umur
Dari hasil pendataan pada subjek penelitian maka dapat dilihat distribusi
karakteristik anak menurut umur melalui tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Distribusi Anak Menurut Umur
Umur Anak n %
1 Tahun 42 50
2 Tahun 40 47,6
3 Tahun 2 2,4
Total 84 100
Berdasarkan tabel no. 6 dapat dilihat bahwa terdapat anak yang berusia 1 tahun
yaitu 42 orang (50%), usia 2 tahun 40 orang (47,6%) dan usia 3 tahun yaitu 2
orang (2,4%).
48
Dari tabel no. 7 dapat dilihat bahwa terdapat anak usia 1-3 tahun berdasarkan
BB/U yang tergolong kurus yaitu 2 orang (2,4%) dan yang tergolong normal yaitu
82 orang (97,6%) serta tidak ditemukan anak yang tergolong gemuk.
Dari tabel no. 8 dapat diketahui status gizi (TB/U) terdapat banyak anak usia 1-3
tahun tergolong normal yaitu 80 orang (95,2%) dan tergolong pendek ada 4 orang
(4,8%), hal ini terlihat pada tabel no. 8 diatas.
Dapat diketahui dari hasil penelitian yang sudah dilakukan bahwa distribusi pola
asuh praktek pemberian makanan pada anak yang menjawab dengan sikap baik
yaitu 83 orang (98,8%) dan yang menjawab dengan sikap kurang baik yaitu 1
orang (1,2%), hal ini terlihat pada tabel no. 9 diatas.
49
4.2.1.3.2 Rangsangan Psikososial Melalui Sikap Dalam Memberikan
Makanan Dan Sikap Merawat Anak Usia 1-3 Tahun
Dari hasil pengolahan data maka dapat dilihat pada tabel 10 hasil distribusi pola
asuh rangsangan psikososial.
Tabel 10. Distribusi Pola Asuh Rangsangan Psikososial
Rangsangan Psikososial n %
Kurang Baik 2 2,4
Baik 82 97,6
Total 84 100
Berdasarkan tabel no. 10 dapat dilihat bahwa responden dengan sikap baik yaitu
82 orang (97,6%) dan sikap kurang baik yaitu 1 orang (1,2%).
Dari tabel no. 11 dapat dilihat bahwa responden terbanyak yaitu dengan sikap baik
83 orang (98,8%) dan yang sedikit adalah sikap kurang baik yaitu 1 orang (1,2%).
50
Tabel 12. Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak dengan Status Gizi
(BB/U)
Praktek Pemberian Status Gizi Anak (BB/U) Total ρ
Makanan Pada Anak Kurus Normal value
n % n % n %
Kurang baik 0 0 1 1,2 1 1,2 0,875
Baik 2 2,4 81 97,6 83 98,8
84 100
Hasil penelitian hubungan antara praktek pemberian makanan pada anak dengan
status gizi BB/U menunjukkan bahwa sikap kurang baik sebesar 0% (0
responden) yang mengalami status gizi kurus dan sikap kurang baik terdapat 1
anak (1,2%) yang mengalami status gizi normal. Pada sikap baik terdapat 2 anak
(2,4%) yang mengalami status gizi kurus dan 81 anak (97,6%) yang mengalami
status gizi normal.
Berdasarkan hasil yang sudah di uji dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai ρ>0,05 (0,875). Hal ini menunjukan bahwa antara praktek
pemberian makanan pada anak dengan status gizi BB/U tidak terdapat hubungan
yang berarti H1 ditolak dan H0 diterima.
Berdasarkan hasil pengukuran data dari tabel 13 menunjukan bahwa sikap kurang
baik sebesar 0% (0 responden) yang mengalami status gizi kurus dan sikap kurang
baik terdapat 2 anak (2,4%) yang mengalami status gizi normal. Pada sikap baik
terdapat 2 anak (2,4%) yang mengalami status gizi kurus dan 80 anak (95,2%)
yang mengalami status gizi normal.
51
Berdasarkan hasil yang sudah di uji dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai ρ>0,05 (0,823). Hal ini menunjukan bahwa H1 ditolak dan H0
diterima yang berarti antara rangsangan psikososial dalam sikap merawat anak
dan sikap memberi makan anak dengan status gizi BB/U tidak terdapat hubungan.
Hasil penelitian hubungan antara praktek higiene dan sanitasi lingkungan untuk
praktek perawatan anak usi 1-3 tahun dengan status gizi BB/U menunjukkan
bahwa sikap kurang baik sebesar 0% (0 responden) yang mengalami status gizi
kurus dan sikap kurang baik terdapat 1 anak (1,2%) yang mengalami status gizi
normal. Pada sikap baik terdapat 2 anak (2,4%) yang mengalami status gizi kurus
dan 81 anak (97,6%) yang mengalami status gizi normal.
Berdasarkan hasil yang sudah di uji dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai ρ>0,05 (0,875). Hal ini menunjukan bahwa H1 ditolak dan H0
diterima yang berarti antara praktek higiene dan sanitasi lingkungan untuk praktek
perawatan anak dengan status gizi BB/U tidak terdapat hubungan.
4.2.2.2 Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak (TB/U)
4.2.2.2.1 Hubungan Praktek Pemberian Maknan Pada Anak Dengan Status
Gizi (TB/U)
Berdasarkan hasil pengolahan data maka dapat dilihat pada tabel 15 hasil uji yang
digunakan.
52
Tabel 15. Hubungan Praktek Pemberian makanan pada anak dengan Status Gizi
(TB/U)
Praktek Pemberian Status Gizi Anak (TB/U) Total ρ
Makanan Pada Anak Pendek Normal
n % n % n %
Kurang Baik 0 0 1 1,2 1 1,2 0,822
Baik 4 4,8 79 94 83 98,8
84 100
Berdasarkan hasil pengukuran data dari tabel 15 menunjukan bahwa sikap kurang
baik sebesar 0% (0 responden) yang mengalami status gizi pendek dan terdapat 1
anak (1,2%) yang mengalami status gizi normal. Pada sikap baik terdapat 4 anak
(4,8%) yang mengalami status gizi pendek dan 79 anak (94%) yang mengalami
status gizi normal.
Berdasarkan hasil yang sudah di uji dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai ρ>0,05 (0,822). Hal ini menunjukan bahwa antara praktek
pemberian makanan pada anak dengan status gizi TB/U tidak terdapat hubungan
yang berarti H1 ditolak dan H0 diterima.
53
Berdasarkan hasil yang sudah di uji dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai ρ>0,05 (0,749). Hal ini menunjukan bahwa H1 ditolak dan H0
diterima yang berarti antara rangsangan psikososial dalam sikap merawat anak
dan sikap memberi makan anak dengan status gizi BB/U tidak terdapat hubungan.
Berdasarkan hasil pengukuran data dari tabel 17 menunjukan bahwa sikap kurang
baik sebesar 0% (0 responden) yang mengalami status gizi pendek dan 1 anak
(1,2%) yang mengalami status gizi normal. Pada sikap baik terdapat 4 anak
(4,8%) yang mengalami status gizi pendek dan 79 anak (94%) yang mengalami
status gizi normal.
Berdasarkan hasil yang sudah di uji dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai ρ>0,05 (0,822). Hal ini menunjukan bahwa H1 ditolak dan H0
diterima yang berarti antara praktek higiene dan sanitasi lingkungan untuk praktek
perawatan anak dengan status gizi TB/U tidak terdapat hubungan.
54
BAB V
PEMBAHASAN
5.2 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pada Anak Dengan Status Gizi
(BB/U)
Dari hasil statistik yang digunakan, diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara
praktek pemberian makanan pada anak dengan status gizi. Pola asuh ibu berupa
praktek pemberian makanan pada anak sebagian besar berada pada sikap yang
55
baik 98,8% dan pada sikap kurang baik 1,2%, hal ini dikarenakan ibu selalu
mendampingi anaknya ketika hendak makan, juga karena sebagian besar
pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga (IRT) 59,5%, kapanpun ketika
anaknya meminta makanan, ibu tersebut langsung merespon permintaan anaknya
untuk menyediakan makanan disamping itu ibu juga memilih makanan apa yang
hendak diberikan dan disukai anaknya dengan harapan anak tersebut akan
menghabiskannya.
Ada juga ibu yang sudah memiliki sikap yang baik dalam praktek
pemberian makanan namun memiliki anak dengan status gizi kurus, ini
dikarenakan konsumsi makanan bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang
dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara
perorangan. Hal ini juga bergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan
pendidikan masyarakat bersangkutan. Disadari pula bahwa disamping kandungan
gizi, makanan harus aman untuk dikonsumsi dilihat dari segi kandungan zat racun,
mikroba patogen atau zat lain yang berbahaya bagi tubuh. Bila makanan tidak
dipilih dengan baik maka tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial
tertentu. Juga ditemukan bahwa sebelumnya ketika anak berusia 0-6 bulan sudah
mendapatkan makanan pendamping ASI berupa biskuit.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Purwani dan kawan-
kawan (2013) tentang pola pemberian makan dengan status gizi anak usia 1
sampai 5 tahun di Kabunan Taman Pemalang yaitu diperoleh hasil penelitian
terdapat hubungan yang singnifikan atau bermakna antara pola pemberian makan
dengan status gizi pada anak (BB/TB). Penyediaan makanan bagi keluarga pada
umumnya merupakan tugas seorang ibu rumah tangga yang bukan seorang ahli
gizi. Namun demikaian, seorang ibu rumah tangga harus sanggup menyediakan
hidangan yang cukup, mencontohi orang tuanya dan pengalaman serta
keterampilan yang didapat ibu rumah tangga dipergunakan kemudian untuk
mengelola persoalan menyediakan makanan di rumah tangga sendiri terlebih
khusus pada anaknya (Sediaoetama, 2008).
56
5.3 Hubungan Rangsangan Psikososial Dengan Status Gizi (BB/U)
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan
antara sikap memberikan makanan dan sikap merawat anak dalam rangsangan
psikososial dengan status gizi. Hal ini dikarenakan ibu selalu dapat meluangkan
waktu, selalu memperhatikan waktu dalam memberikan makanan, dan mengatur
jam tidur anak serta membiasakan hal-hal yang bermanfaat kepada anak.
Pendidikan orangtua sangat penting dalam tumbuh kembang anak karena dengan
pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar
terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik. Ada pun ibu yang sudah
memiliki sikap yang baik namun memiliki anak dengan status gizi kurus, ini
dikarenakan pertumbuhan anak tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi makan,
namun juga dipengaruhi oleh psikologi anak, di lapangan juga menunjukan bahwa
ibu setelah kembali dari berkerja dan telah bersama dengan anaknya akan
mencurahkan semua kasih sayang kepada anaknya dan lebih menekankan pada
cara memberikan makan pada anak sehingga anak mau makan. Gizi pada usia
muda berpengaruh tergadap perkembangan mental dan kemampuan berpikir,
pengaruh keturunan terhadap kebutuhan gizi dan perilaku, serta berakibat
terganggunya perkembangan dan fungsi otak secara permanen. Otak mencapai
bentuk maksimal pada usia dua tahun.
Aspek sosial budaya pangan adalah fungsi pangan dalam masyarakat yang
berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan
pendidikan masyarakat tersebut (Almatsier, 2009). Penelitian ini berbeda dengan
dengan hasil penelitian dari Purwati dan kawan-kawan (2012) tentang hubungan
pola asuh makan oleh ibu pekerja dengan status gizi baduta di kecamatan
Tongkuno Selatan kabupaten Muna yang menunjukan bahwa ada hubungan
namun tidak singnifikan antara pola asuh makan dengan status gizi baduta
berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Untuk itu diharuskan ibu selalu
berupaya untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pola makan anaknya.
57
5.4 Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Untuk Praktek
Perawatan Anak Dengan Status Gizi (BB/U)
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara praktek higiene
dan sanitasi lingkungan untuk praktek perawatan anak dengan status gizi.
Penelitian ini didukung oleh penelitian dari Yulindar (2012) tentang gambaran
pola asuh dan tingkat sosial ekonomi keluarga balita bawah garis merah (BGM) di
wilayah puskesmas Saigon kecamatan Pontianak Timur yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara praktek kebersihan dengan status gizi anak (BB/U).
Hal ini dikarenakan peran orang tua dalam tindakannya merawat anak dipengaruhi
oleh pengetahuan ibu dalam pola hidup bersih dan sehat, membawa anak ke
puskesmas atau posyandu binaan untuk menimbang berat badan 1 bulan sekali,
faktor lingkungan seperti tersedianya air bersih dan air minum di rumah, jika anak
sakit ibu langsung membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan, serta selain
dengan mengatur makanannya, untuk menjaga kesehatannya anak dibiarkan tidur
dengan waktu yang lebih lama. Ada pun ibu yang sudah memiliki sikap yang baik
namun memiliki anak dengan status gizi kurus, ini dikarenakan keadaan gizi anak
tidak seimbang maka pertumbuhannya terganggu. Dalam waktu yang singkat
sering terjadi perubahan berat badan sebagai akibat menurunya nafsu makan,
sakit, diare, infeksi atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi.
Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga organ mudah terserang infeksi
seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
Kondisi sakit yang terlalu lama mengakibatkan berat badan anak cepat menurun
dan memudahkan anak mejadi kurang gizi. Disamping itu pula ditemukan faktor-
faktor lingkungan seperti polusi dan obat-obatan terhadap status gizi, serta
pengakuan terhadap faktor-faktor gizi yang berperan dalam pencegahan dan
pengobatan terhadap penyakit degeneratif.
5.5 Hubungan Praktek Pemberian Maknan Pada Anak Dengan Status Gizi
(TB/U)
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara praktek
pemberian makan dengan status gizi. Ini dikarenakan sebagian besar ibu dari anak
dapat menciptakan suasana menyengkan saat anak makan, bila anak tidak mau
58
makan ibu dapat membujuk agar anak mau makan, ibu selalu memperhatiakan
kebersihan bahan makanan yang hendak dimasak untuk dijadikan makanan
anaknya. Ada pun ibu yang sudah memiliki sikap yang baik namun memiliki anak
dengan status gizi pendek, ini dikarenakan ibu adalah seorang ibu rumah tangga
yang otomatis memiliki waktu yang lebih banyak untuk anaknya sehingga mampu
memperhatikan asupan sang anak dan juga kebanyakan ibu memiliki anak yang
sedikit 1-2 orang saja sehingga ibu dapat memberikan makan dengan lebih baik
dalam hal waktu dan cara pemberiannya. Penggunaan makanan oleh tubuh
bergantung pada pencernaan dan penyerapan serta metabolisme zat gizi. Bila
susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan,
kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya.
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik
atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Berbeda dengan hasil penelitian dari Adriani Merryana dan Vita Kartika
(2013) tentang pola asuh makan pada balita dengan status gizi kurang di Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah Tahun 2011 yang menyatakan ada
hubungan yang signifikan antara pola asuh makan dengan status gizi berdasarkan
pekerjaan ibu. Para ibu dan pengasuh berharap mendapat penyuluhan tentang cara
pemberian makan yang benar baik, sehingga mereka mengerti cara memberikan
makanan yang bergizi, bervariasi, berimbang dan aman. Penerapan prinsip
peanekaragaman yang minimal adalah menyediakan hidangan sehari-hari yang
berasal dari satu jenis makanan sumber zat tenaga (beras, jagung, gandum), satu
jenis makanan sumber zat pembangun (tempe, telur, ikan) dan satu jenis makanan
sumber pengatur (sayur, buah) (Mustika, 2012).
59
memberikan waktu anaknya untuk bermain-main, apabila anak melakukan
kesalahan, ibu akan menegur dan memberikan nasehat kepada anaknya sehingga
anak tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik, sebagian besar ibu memiliki
kebiasaan memberi makan seadanya dan belum memperhatikan asupan gizi yang
dibutuhkan. Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan
sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah
rontok. Ada pun anak yang ditinggal oleh orang tuanya saat berkerja sehingga
masih kurang dalam perhatian untuk stimulasi perkembangan. Anak yang
mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan
dengan anak yang tidak atau kurang mendapatkan stimulasi. Juga ibu-ibu yang
memiliki kebiasaan memberikan makanan pengganti nasi, lauk atau sayur karena
anak tidak menyukai makanan tersebut atau anak mengalami kesulitan makanan
untuk di konsumsi maka ibu memberikan makanan seperti jajanan atau makanan
ringan, minuman kaleng, gorengan dan permen dengan tujuan agar anak kenyang
dan tidak rewel serta lebih mengutamakan keinginan anak tanpa memperhatikan
nilai gizi makanan seimbang, hingga pada penelitian ini terdapat 4 anak (4,8%)
berstatus gizi pendek namun ibu memiliki sikap yang baik. Keadaan ini
berlangsung terus menerus maka anak akan kekurangan zat gizi terutama protein
dan lemak sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan akhirnya menjadi
pendek dan sangat pendek.
Penelitian ini sama dengan hasil penelitian dari Desmika w.s dan kawan-
kawan (2012) tentang hubungan antara status gizi dengan perkembangan kasar
anak usia 1-5 tahun di posyandu buah hati ketelan Banjarmasin Surakarta yaitu
tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan perkembangan
motorik kasar anak balita. Perkembangan anak bersifat multidimensional dan
terdiri dari beberapa domain yang saling terkait meliputi perkembangan motorik,
kongnitif, sosial dan emosional. Berdasarkan keadaan gizi biasanya lebih
memfokuskan perhatian mereka pada perkembangan motorik dan kognitif anak
(Gibney, 2009).
60
5.7 Hubungan Praktek Higiene Dan Sanitasi Lingkungan Melalui Praktek
Perawatan Anak Dengan Status Gizi (TB/U)
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara praktek higiene
dan sanitasi lingkungan melalui praktek perawatan anak dengan status gizi. Hal
ini dikarenakan sanitasi lingkungan baik maka akan berpengaruh pada
meningkatnya status gizi anak, tetapi tingkat pemahaman mengenai personal
higiene saja tidak cukup bila tidak diimbangi dengan aplikasi dan praktek yang
benar karena dilapangan banyak ibu-ibu yang merasa tahu dalam higiene sanitasi
lingkungan tetapi belum tergambar nyata pada status gizi anak. Kekurangan gizi
di awal kehidupan manusia tidak memberikan dampak langsung terhadap
perkembangan manusia dikemudian hari karena ada beberapa faktor lain yang
berperan seperti keadaan lingkungan, sosial ekonomi, keadaan kesehatan, dan
stimulasi. Juga termasuk Ibu yang selalu mempunyai waktu meskipun sedang
bekerja, meskipun tidak tinggal serumah dengan anaknya namun selalu
meluangkan waktu mengunjungi anaknya, tidak lupa adanya kegiatan posyandu
yang berlangsung dan meskipun ada pula yang hanya menyuruh orang lain untuk
membawa anaknya ke posyandu, selalu memperhatiakn kebersihan rumah dan
sekitar rumah sehingga anak tidak gampang sakit merupakan faktor lainnya.
Semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh
setelah makanan dikonsumsi, yaitu faktor yang menyebabkan terganggunya
pencernaan (gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan
kekurangan enzim), faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat-zat
gizi (penyakit hati, diabetes mellitus, kanker, penggunaan obat-obat tertentu dan
sebagainya), faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga meneybabkan banyak
kehilangan zat-zat gizi (banyak kencing, banyak keringat, dan penggunaan obat-
obatan). Faktor lingkungan juga merupakan faktor yang memegang peranan
penting dalam menetukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah dimiliki,
selain itu juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti budaya,
lingkungan, sosial, ekonomi keluarga, dan sebagainya (Hidayat, 2008).
Penelitian ini berbeda dengan dengan hasil penelitian dari Debby Y.S dan
kawan-kawan (2012) tentang hubungan antara kondisi sosial ekonomi dan
hygiene sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di kecamatan
61
Seginim kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2012 yang menyatakan antara
pengetahuan ibu tentang gizi dan hygiene sanitasi lingkungan mempunyai tingkat
hubungan korelasi erat serta penelitian dari Yulindar (2012) yang menyatakan ada
hubungan antara perawatan anak dengan status gizi. Oleh karena itu mayoritas ibu
mengahrapkan adanya penyuluhan tentang kesehatan dan gizi juga pengobatan,
serta bantuan yang berupa makanan bergizi dan pemberian multi vitamin.
62
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Puskesmas Walantakan,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tidak ada hubungan antara praktek pemberian makanan pada anak dengan
status gizi BB/U anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan.
2. Tidak ada hubungan antara rangsangan psikososial melalui sikap dalam
memberikan makanan dan sikap merawat anak dengan status gizi BB/U anak
usia 1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan.
3. Tidak ada hubungan antara Praktek higiene dan sanitasi lingkungan untuk
praktek perawatan anak dengan status gizi BB/U anak usia 1-3 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Walantakan.
4. Tidak ada hubungan antara praktek pemberian makanan pada anak dengan
status gizi TB/U anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan.
5. Tidak ada hubungan antara rangsangan psikososial melalui sikap dalam
memberikan makanan dan sikap merawat anak dengan status gizi TB/U anak
usia 1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan.
6. Tidak ada hubungan antara Praktek higiene dan sanitasi lingkungan untuk
praktek perawatan anak dengan status gizi TB/U anak usia 1-3 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Walantakan.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi ibu
a. Yang sudah menerapkan pola pengasuhan anak seperti sikap dan praktek
pemberian makan serta sikap dan praktek perawatan kesehatan yang sudah
baik diharapkan agar tetap mempertahankannya.
b. Tetap memperhatikan asupan gizi anak, baik asupan energi maupun protein
63
2. Bagi petugas kesehatan
Perlu juga peningkatan kesadaran ibu dengan diberikan penyuluhan agar dapat
memperbaiki status gizi anak yang kurus dan pendek.
3. Bagi peneliti
Diharapkan bagi peneliti dimasa yang akan datang agar dapat melakukan
penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pola asuh
seperti pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak, persiapan dan
penyimpanan makanan, dan perawatan balita dalam keadaan sakit seperti
pencari pelayanan kesehatan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M. dan V. Kartika. 2013. Pola Asuh Makan Pada Balita Dengan Status
Gizi Kurang Di Jawa Timur, Jawa Tengah Dan Kalimantan Tengah, Tahun
2011. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Volume 16 No. 2 Hal 185-193.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/3309/330
0 diakses pada tanggal 8 September 2014.
Adiningsih, S. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda, Tip Mengatasi Anak Sulit
Makan, Sulit Makan Sayur, dan Minum Susu. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Arisman, MB. 2010. Bahan Ajar Ilmu Gzi, Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Budiarto, E. dan D. Anggreani. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Debby, Y.S., S.P. Utama dan A.M.H. Putranto. 2012. Hubungan Antara Kondisi
Sosial Ekonomi Dan Higiene Sanitasi Lingkungan Dengan Status Gizi Anak
Usia 2-5 Tahun Di Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun
2012. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Volume 1 No. 2 ISSN 2302-6715. http://repository.unib.ac.id/407/1/
DEBBY%20YURIKE% 20SANTI-1.pdf diakses pada tanggal 19
September 2014.
Desmika, W.S., Endang N.W dan S. Purwanto. 2012. Hubunga Antara Status Gizi
Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1-5 Tahun Di Posyandu
Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta. Jurnal Kesehatan. Volume 5 No. 2
Hal 157-164 ISSN 1979-7621. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/
handle/123456789/3285/8.%20DESMIKA.pdf?sequence=1 diakses pada
tanggal 19 September 2014.
Dinas Kesehatan Provinsi. 2008. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Utara. (Online) http://www.sulutprov.go.id/diskes1/gizi.html. diakses pada
tanggal 24 April 2014.
Fakultas Ekonomi UI. 2010. Indonesia Economic outlook 2010. LPEM : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Gibney, J.M., B. Margetts., J. Kearney dan L. Arab. 2009. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hardywinoto, T. dan Setibudhi. 2003. Anak Unggul berotak Prima. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
65
Hidayat, A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Kapantow, N.H. dan G. Korompis. 2011. Bahan Ajar Biostatistika Deskriptif.
Manado : FKM Unsrat
Kemenkes RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. 2011. Kementerian
kesehatan RI No. 1995/menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antopometri
Penilaian Status Gizi Anak. Kemenkes RI
Meliahsari, R., B. Bakar dan S. Sirajuddin. 2013. Hubungan Pola Asuh Makan
Oleh Ibu Bukan Pekerja Dengan Status Gizi Baduta Di Kecamatan
Tongkuno Selatan Kabupaten Muna. Media Gizi Masyarakat Indonesia.
Volume 2 No. 2 Hal 113-118. http://www.google.com/url?q=http://jurnal.
unimus.ac.id/index.php/JKA/article/view/903/957&sa=U&ei=yi84U4enJIP
EkgWE5ICgCw&ved=0CDkQFjAF&usg=AFQjCNFTTFoFdaVpQXnm3M
CVPd03q0HGbA diakses pada tanggal 30 Maret 2014.
Muljono, P. dan H. Djaali. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Grasindo
Mustika, N. H. 2012. Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Purwani, E. dan Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi
Anak Usia 1-5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Jurnal Keperawatan
Anak. Volume 1 No. 1 Hal 30-36. http://www.google.com/search?hl=
en&source=hp&q=jurnal+hubungan+antara+pola+asuh+ibu+dengan+status
+gizi+pada+balita&gbv=2&oq=jurnal+hubungan+antara+pola+asuh+ibu+d
engan+status+gizi+pada+balita&gs_l=heirloomhp.3...3175.27600.0.28266.6
7.24.0.43.4.3.807.7016.2j8j4j4j4j0j2.24.0....0...1ac.1.34.heirloomhp..48.19.3
227.OgreoUvInE diakses pada tanggal 30 Maret 2014.
Purwati, A., B. Bakar dan A. Syam. 2012. Hubungan Pola Asuh Makan Oleh Ibu
Pekerja Dengan Status Gizi Baduta Di Kecamatan Tongkuno Selatan
Kabupaten Muna. Media Gizi Masyarakat Indonesia. Volume 2 No. 1 Hal
11-16. http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/434-652-1-SM_abs.pdf
diakses pada tanggal 19 September 2014.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Santoso, S. dan Anne L.R. 2004. Kesehatan & Gizi. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sediaoetama, A.D. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta :
Dian Rakyat
Setiati, R. 2006. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Pola Asuh Ibu
Dengan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Miskin Penerima DBLT
Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo.
66
http://eprints.undip.ac.id/9152/1/2842.pdf diakses pada tanggal 30 Maret
2014.
Suhardjo. 2010. Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta : Kanisus
Sunyoto, D. 2012. Statistik Non Parametrik Untuk Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
Supariasa, I.D.N., B. Bakri dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Surbakti, EB. 2008. Awas Tayangan Televisi, Tayangan Misteri Dan Kekerasan
Mengancam Anak Anda. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Susianto. 2010. The Miracle Of Vegan. Perpustakaan Nasional : Katalog dalam
Terbitan (KDT)
Wahyuning, W., Jash dan M. Rachmadiana. 2003. Mengkonunikasikan Moral
Kepada Anak. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Woolfson, R. C. Mengapa Anakku Begitu?. Erlangga for kids
Yulindar, V. 2012. Gambaran Pola Asuh Dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga
Balita Bawah Garis Merah Di Wilayah Puskesmas Saigon Kecamatan
Pontianak Timur. http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/viewFile/
2760/2799 diakses pada tanggal 8 September 2014.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
69
Lampiran 2. Etik Penelitian
70
Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian
71
Lampiran 4. Pernyataan Keaslian Tulisan
NRI : 101511296
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya sendiri, bukan pengambil ahlian tulisan atas pikiran orang
lain. Saya akui skripsi ini sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
72
Lampiran 5. Pernyataan bersedia menjadi reponden penelitian
Nama :
Alamat :
Umur :
Nama Anak :
Manado, Juni
2014
Peneliti Responden
73
Lampiran 6. Penjelasan Penelitian
PENJELASAN PENELITIAN
1. Penelitian ini berjudul Hubungan antara Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi
Anak Usia 1-3 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten
Minahasa.
2. Subjek dan responden dalam penelitian ini adalah Ibu dan Anak Usia 1-3
Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Walatakan yang bersedia menandatangani
informed consent.
3. Responden dapat menolak atau mengundurkan diri dari penelitian saat
penelitian berlangsung karena penelitian ini bersifat sukarela dan tidak
dipaksakan.
4. Responden yang bersedia dengan menandatangani informed consent, dan
memenuhi persyaratan kriteria inklusi dan eksklusi pada metode penelitian
selanjutnya akan diwawancarai dengan menggunakan kuesioner.
5. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
pola asuh ibu dengan status gizi anak usia 1-3 tahun.
6. Segala efek yang timbul akibat penelitian ini akan ditangani sesuai prosedur
yang berlaku dan menjadi tanggung jawab peneliti.
7. Penelitian ini tidak menjanjikan adanya insentif/imbalan dalam bentuk apapun
bagi responden yang ikut serta dalam penelitian ini.
8. Segala sesuatu yang diperoleh dari penelitian ini termasuk didalamnya hasil
wawancara dengan menggunakan kuesioner dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti.
74
Lampiran 7. Kuesioner Penelitian
KUESIONER
POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 1-3 TAHUN
DI PUSKESMAS WALANTAKAN KABUPATEN MINAHASA
KETERANGAN PENCACAHAN
1. Tanggal Wawancara Tgl/bln/thn …./…./….
Pewawancara ………………………
I. KARAKTERISTIK ANAK BALITA
2. Nomor Sampel ……
3. Nama Anak …………………..
4. Alamat Rumah …………………..
5. Jenis Kelamin 1. Laki-laki …
2. Perempuan
6. Tanggal Lahir Tgl/bln/thn …./…./….
II. STATUS EKONOMI KELUARGA
7. Nama Orang Tua : ………………….
a. Ayah ………………….
b. Ibu
8. Umur Orang Tua
a. Ayah a. ……
b. Ibu b. ……
9. Pendidikan Orang Tua 1. Tidak Tamat SD
a. Ayah 2. SD a. ……
b. Ibu 3. SLTP b. ……
4. SLTA
5. DIII
6. S1/S2/S3
10. Pekerjaan Orang Tua 1. PNS
a. Ayah 2. Pegawai Swasta a. …..
b. Ibu 3. Wiraswasta ……………..
4. ABRI b. …..
5. Polisi ……………..
6. Lainnya, sebutkan…….
11. Pendapatan Keluarga (rata-rata Rp.
per bulan)
III. STATUS GIZI
12. Berat Badan …. ….
13. Tinggi Badan …. …. ….
14. Status Gizi a. Kurus sekali
b. Kurus …..
c. Normal
d. Gemuk
75
SIKAP DAN PRAKTEK DALAM MERAWAT DAN MEMBERI MAKAN
PADA ANAK BALITA
PETUNJUK PENGISIAN
Skala sikap ini untuk mengetahui bagaimana sikap pengasuh anak balita sehari-
hari dalam merawat dan memebrikan makan pada anak balita. Diminta pengasuh
dengan bantuan petugas untuk dapatt mengisi angket ini sejujurnya. Adapun cara
mengisi angket ini :
Untuk skala sikap (I dan II) yaitu dengan cara memberikan tanda pada pertanyaan
yang tersedia, sesuai sikap pengasuh dengan keterangan sebagai berikut :
SS = Sangat setuju
S = Setuju
N = Netral
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju
Sedangkan pada bagian III dan IV berikan tanda pada jawaban Ya atau Tidak.
I. SIKAP MERAWAT ANAK BALITA
76
II. SIKAP DALAM MEMBERIKAN MAKANAN
77
IV. PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN ANAK BALITA
78
79
80
81
82
83
84
Keterangan Master Tabel
KODE KETERANGAN
B1 Nomor Sampel
KARAKTERISTIK ANAK
C1 C1A Inisial Nama Anak
C1B Alamat Rumah
2.
C1C Jenis Kelamin 1. Laki-laki Perempuan
C1D Tanggal Lahir (Tgl/Bln/Thn) (Usia)
STATUS EKONOMI KELUARGA
Inisial Nama Orang Tua
D1 D1A Ayah
D1B Ibu
4. 41-50
Umur Orang Tua 1. <20 tahun tahun
D2 D2A Ayah 2. 20-30 tahun
D2B Ibu 3. 31-40 tahun
1. Tidak Tamat
Pendidikan Orang Tua SD 4. SLTA
D3 D3A Ayah 2. SD 5. DIII
D3B Ibu 3. SLTP 6. S1/S2/S3
Pekerjaan Orang Tua 1. PNS 4. ABRI
2. Pegawai
D4 D4A Ayah Swasta 5. Polisi
6.
D4B Ibu 3. Wiraswasta Lainnya….
1. ≤ Rp. 2. > Rp.
D5 Pendapatan Keluarga (Rata-rata per keluarga) 1.000.000,- 1.000.000,-
STATUS GIZI ANAK
3. Normal, -2
1. Sangat Kurus, SD sampai
E1 E1A Berat Badan Per Umur <-3 SD dengan 2 SD
2. Kurus, -3 SD
sampai dengan <- 4. Gemuk,
2 SD >2 SD
3. Normal, -2
1. Sangat Pendek, SD sampai
E1B Tinggi Badan Per Umur <-3 SD dengan 2 SD
2. Pendek, -3 SD
sampai dengan <- 4. Tinggi, >2
2 SD SD
3. Baik, -2
SD sampai
E1C Status Gizi (BB/TB) 1. Buruk, <-3 SD dengan 2 SD
2. Kurang, -3 SD
sampai dengan <- 4. Lebih, >2
2 SD SD
85
POLA ASUH
1. Sikap Sangat 4. Sikap
F1A Tidak Setuju Setuju (Skor
F1 - F1J I. Sikap Merawat Anak (Skor 1-20) 61-80)
5. Sikap
2. Sikap Tidak Sangat
Setuju (Skor 21- Setuju (Skor
40) 81-100)
3. Sikap Netral
(Skor 41-60)
1. Sikap Sangat 4. Sikap
F2A Tidak Setuju Setuju (Skor
F2 - F2J II. Sikap Dalam Memberikan Makanan (Skor 1-20) 61-80)
5. Sikap
2. Sikap Tidak Sangat
Setuju (Skor 21- Setuju (Skor
40) 81-100)
3. Sikap Netral
(Skor 41-60)
F3A 1. Sikap Tidak 2. Sikap Ya
F3 –F3J III. Praktek Perawatan Anak (Skor 1-10) (Skor 11-20)
F4A
– 1. Sikap Tidak 2. Sikap Ya
F4 F4J IV. Praktek Pemberian Makanan Anak (Skor 1-10) (Skor 11-20)
Skor Sikap Dalam Memberikan Makanan dan 1. Kurang Baik 2. Baik (≥
G1 G1A Sikap Merawat Anak (<60) 60)
1. Kurang Baik 2. Baik (≥
G1B Skor Praktek Perawatan Anak (<10,5) 10,5)
1. Kurang Baik 2. Baik (≥
G1C Skor Praktek Pemberian Makanan (<10,5) 10,5)
86
Lampiran 9. Hasil SPSS
CROSSTABS
/TABLES=Q3 Q1 Q2 BY BB
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Notes
Dimensions Requested 2
87
Case Processing Summary
Cases
BB/U Anak
Baik Count 2 81 83
88
Chi-Square Tests
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
b. Computed only for a 2x2 table
BB/U Anak
Baik Count 2 80 82
89
Chi-Square Tests
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.
b. Computed only for a 2x2 table
BB/U Anak
Baik Count 2 81 83
90
Chi-Square Tests
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
b. Computed only for a 2x2 table
91
CROSSTABS
/TABLES=Q3 Q1 Q2 BY TB
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Notes
Dimensions Requested 2
92
Case Processing Summary
Cases
TB/U Anak
Baik Count 4 79 83
93
Chi-Square Tests
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.
b. Computed only for a 2x2 table
TB/U Anak
Baik Count 4 78 82
94
Chi-Square Tests
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
b. Computed only for a 2x2 table
TB/U Anak
Baik Count 4 79 83
95
Chi-Square Tests
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.
b. Computed only for a 2x2 table
96
Lampiran 10. Riwayat Penulis
RIWAYAT PENULIS
97
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian
98
99
100
101