Anda di halaman 1dari 8

KARYA ILMIAH

CANDI BOROBUDUR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………….2

1 Latar belakang ……………………………………………………………………………....2

BAB II SEJARAH CANDI BOROBUDUR..………………………………………………....3

1 Struktur Borobudur........……………………………………………………………...…….3

2 Relief......................……………………………………………………………………..….4

3 Tahapan pembangunan Borobudur………………………………………………………....5

BAB III PENUTUP………………………………………………………..............................6

Kesimpulan ......……………………………………………………………………………….6

III.2
Saran………………………………………………………………………………………......6

III.3 Penutup …………………………………………………………………………………..6

DAFTAR PUSTAKA ………………..…………………………………………………….....7


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu program untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.


Pendidikan didapat tidak hanya di sekolah tetapi diluar sekolah pun kita dapat memperoleh
pendidikan, contohnya sewaktu saya bersama teman-teman sekolah study tour ke Yogyakarta
dan sekitarnya. Dari tour tersebut kami mengunjungi beberapa obyek wisata diantaranya
candi Borobudur.

Candi Borobudur adalah sebuah tempat wisata yang sangat terkenal baik didalam
maupun diluar negeri. Namun tak banyak orang yang mengetahui sejarah candi Borobudur.
Maka dari itulah saya membuat karya ilmiah ini yang berjudul “SEJARAH CANDI
BOROBUDUR” yang didalamnya terdapat berupa sejarah-sejarah, arti nama candi
Borobudur dan lainnya.Agar para pembaca mengetahui sejarah candi Borobudur.

Sebagai penutup penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang telah
membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

BAB II

SEJARAH CANDI BOROBUDUR

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,


Magelang,Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya
Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut
agama Budha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra.Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya
menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya
"gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat
beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para
Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa
nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata
vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang
artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan
dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang
berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada
1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti
Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan, pendiri Borobudur adalah raja dari
dinasti Syailendra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat
diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur
diperkirakan memakan waktu setengah abad.

Struktur Borobudur

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat
berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama
sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab


Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan
Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai
oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang
diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur
tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan
itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.

Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri
dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung
Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai
berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas
dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-
patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa


stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam
stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga
unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui
penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai
itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang
salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang
dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.

Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua
patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja
Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun
1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada
ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding
mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan
melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa
ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk
punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu
seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.

Relief

Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca
sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari
bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.

Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang
sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu
gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya
(utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-
sisi lainnya serupa benar.

Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :

Karmawibhangga

Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur
yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan
merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang
mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap
perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga
perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan
manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh
agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.

Lalitawistara

Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi


bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga
Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini
berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27
pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan,
baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan
terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya
Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang
berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran
Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan
dharma dilambangkan sebagai roda.

Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran
Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang
Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan
baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.

Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan
Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana
yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita
Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya
keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal
dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair
Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

Gandawyuha

Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang
berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang
Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab
suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

Tahapan pembangunan Borobudur

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal
yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar
dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa
kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:

Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750
dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan
pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu
andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai
cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi
lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida
berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun
tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar
yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.

Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal
induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil
dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang
besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang
membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga
bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai
batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong
struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah
bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya
sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk
membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras
melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk
menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang
membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang
yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan
relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu

Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar
langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung
kaki.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Candi Borobudur merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang sampai saat
ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia, baik dari segi keparawisataan,arkeologi dan
pengetahuan. Maka dari itu kita harus menjaga dan mengenalnya lebih jauh, Candi
Borobudur adalah candi terbesar agama budha di dunia. Kemegahan Candi Borobudur tidak
hanya menunjukan kemampuan rancang bangunan nenek moyang Indonesia yang luar biasa
tetapi menunjukan penguasaan kerajaan saat itu. Struktur dari Candi Borobudur merupakan
gambaran dari perjalanan kehidupan manusia dan kaitanya dengan alam semesta yang
diyakini oleh warga budha mahayana.

Saran

Mengelilingi Candi Borobudur tentu sangat melelahkan. Namun kelelahan itu akan terbayar
setimpal dengan keindahan yang akan kita dapatkan. Dan didalam area Candi Borobudur
banyak ditumbuhi pohon yang rindang, itu dapat digunakan untuk bersantai ria melepas
kelelahan. Bila anda pergi ke Yogyakarta jangan lupa untuk mampir ke Borobudur yang
begitu indah dan eksotik karena didalamnya banyak sekali ilmu pengetahuan yang kita dapat.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai