Anda di halaman 1dari 1

Opini, suaradewata.

com - Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia telah digegerkan dengan


pemberitaan tentang adanya konflik horizontal, konflik mengatasnamakan agama Konflik tersebut
terjadi di Tolikora Papua, tepatnya pada tanggal 17 juli 2015 yang sekaligus bertepatan dengan hari raya
idul fitri 1436 H. Berdasarkan pemberitaan dari berbagai media massa bahwa konflik yang terjadi saat
akan melaksanakan sholat idul fitri tersebut menyebabkan ruko dan masjid terbakar dan juga
menewaskan 1 orang serta beberapa orang luka-luka. Namun demikian, terlepas dari dampak dari
insiden tersebut hal yang harus diperhatikan secara seksama adalah lebih tentang penyebab konflik
agama tersebut. Pasalnya berdasarkan isu yang berkembang bahw.a konflik tersebut hanya di tengarai
oleh hal sepele, yaitu speaker yang digunakan oleh warga muslim untuk menyuarakan atau mengajak
sholat idul fitri secara berjamaah.

Menariknya adalah mengapa hal yang begitu sepele tersebut dapat menjadi sumber terjadinya konflik
antar agama di Indonesia. Bukankah berdasarkan UUD 1945 Pasal 29 telah djelaskan bahwa setiap
warga Indonesia berhak untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing masing dan negara
Indonesia menjamin sepenuhnya hak-hak tersebut. Selain itu, di dalam pelajaran dan pendidikan sehari-
hari baik semasa kecil hingga dewasa pun kita telah diajarkan tentang nilai-nilai toleransi antar umat
beragama Jika melhat konfilk di tolka tersebut dimana ditengaai oleh hal yang sepertinya sangat sepele,
maka wajar jika kiranya kita memiliki asumsi yang sedikit negatif. Mungkinkah ada aktor intelektual di
balik kejadian tersebut? Apa motifnya? dan apa sebenarnya tujuan besar dari kejadian tersebut?
Mengacu hal itu, kiranya terdapat beberapa hipotesa atas kejadian tersebut, diantaranya yaitu:

1. Konflik mengatasnamakan agama tersebut adalah dendam lama yang menghangat kembali, baik
dendam masyarakat asli Papua atau dendam di daerah lain yang dimanfaatkan saat pelaksanaan
kegiatan di Papua
2. Konflik mengatasnamakan agama tersebut adalah settingan oknum tertentu dalam hal ini
tindakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau anasir asing yang tidak suka dengan kedamaian
dan ketentraman di Papua dengan tujuan agar masyarakat di Papua kembalil bergejolak
3. Konflik tersebut murni disebabkan karena keteledoran para pemangku dan tokoh-tokoh
masyarakat karena belunm berhasil memberikan rasa aman, nyaman dan tentram bagi
masyarakat Indonesia yang ada di Papua

pembelajaran bagi kita semua bahwa yang mentasnamakan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan
(SARA) masih menjadi isu strategis yang sangat rentan ditunggangi oleh kepentingan oknum-oknum
tertentu. Mungkin saat ini di Tolikora Papua, namun jika tidak segera ditindak lanjuti secara cepat
oleh berbagai pihak khsusunya pemerintah maka tidak menutup kemungkinan konflik yang sama
dapat kembali terulang, meskipun di daerah yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai