Anda di halaman 1dari 35

0

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP TEORI DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN EFUSI PLEURA

A. KONSEP TEORI

1. Pengertian

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan

dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis

dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis

danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

a. Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru

berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam

tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda

ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).

0
1

Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau

kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru

atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura

(Syaifudin B.AC , 1992, 104).

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi

paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan

permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari

dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru.

Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.

b. Fisiologi

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang

berarti “bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan

oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh.

Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang

vital bagi kehidupan.

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :

1) Ventilasi

Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses

ini terdiri atas 2 tahap :

Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi

terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis

eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar sehingga

tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.

1
2

Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang

terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax

mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan volume

paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara

keluar dari paru.

2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.

3) Transport gas

Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke

paru dengan bantuan darah (aliran darah).

4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme

penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO 2 yang juga

disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).

Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah

bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam

keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua

pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang

merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur

(Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga

pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura,

maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik

(yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam

mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan

lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara

produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis .

2
3

Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena

ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang

fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).

3. Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi

transudat, eksudat dan hemoragis

a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal

jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),

syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.

b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,

tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

c. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,

infark paru, tuberkulosis.

d. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi

unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan

yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang

bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan

jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus

eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam

rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya

tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan

pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun.

3
4

Misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya

permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,

bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan

negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A,

1995, 145).

Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas

dalam kavum pleura.

Kemungkinan penyebab efusi antara lain :

a. penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,

b. gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan

perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan

yang berlebihan ke dalam rongga pleura

c. sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga

memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan

d. infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan

pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan

memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga

secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

Pathway :
Peradangan Pleura
Gagal jantung kiri Cairan protein dari
Obstruktif vena cava superior getah bening masuk
Asites pada sirosis hati Permeable membrane rongga pleura
Dialysis peritoneal kapiler meningkat
Obstruktif fraktus urinarius 4
5

Konsentrasi protein
Peningkatan tekanan kapiler cairan pleura meningkat
sisemik/pulmonal
Terdapat jaringan Penurunan tekanan koloid
netrotik pada septa osmotic dan pleura
Eksudat
Penurunan tekanan intra
pleura
Kongesti pada
pembuluh limfe
Gangguan Tekanan Kapiler
Hidrostatik dan koloid
osmotic intrapleura

Transudat

Gangguan Penumpukan Cairan Pada


pertukarana gas rongga Pleura

Ekspansi paru Penekanan pada abdomen Drainase

Sesak Nafas Anoreksia Resiko tinggi


terhadap tindakan
Ketidakseimbangan nutrisi drainase dada
kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri Resiko Infeksi


Ketidakefektifan Insufisiensi Oksigenasi
pola nafas

Gangguan metabolism O2 Suplai O2

Energi Berkurang Gangguan Rasa Nyaman

Intoleransi Aktifitas
Defisit Perawatan
Diri
(Asuhan Keperawatan
5. Manifestasi KlinisPraktis : Berdasarkan Penerapan Nanda NIC NOC
Dalam Berbagai Kasus Ed.Revisi Jilid 1, 2016)
a. Batuk kering atau berdahak
b. Demam dan menggigil
c. Keringat berlebihan, terutama berkeringat di malam hari

5
6

d. Ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)


e. Berat badan menurun
f. Nyeri dada
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Medis
1) Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan. Gambaran Efusi pleura akan tampak
sbb :
a) Cairan pleura tampak berupa perselubungan hemogen
menutupi struktur paru baeah yang biasanya relatif radioopak
dengan permukaan atas cekung
b) Perselubungan berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah
c) Kadang-kadang tampak mediastinum terdorong ke arah
kontralateral
2) CT Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3) USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran
cairan.
4) Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi,
berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8.Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
5) Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura
dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan

6
7

untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman


penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)
(Soeparman, 1990, 788).
6) Bronskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia
diperiksakan juga cairan pleura :
a) Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
b) Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan
metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
2) Analisa cairan pleura
a) Transudat : jernih, kekuningan
b) Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
c) Hilothorax : putih seperti susu
d) Empiema : kental dan keruh
e) Empiema anaerob : berbau busuk
f) Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
3) Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB
paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan
jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3
cairan tampak kemorogis, sering dijumpai
pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan
infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang
lebih terdeteksi karena akumulasi cairan
pleura lewat mekanisme obstruksi,

7
8

preamonitas atau atelektasis (Alsagaff


Hood, 1995 : 147,148)
4) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter.
Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya
dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998:
788).
7. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks.
Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membrane-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara
keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema

8
9

Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang


mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi
yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah
dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas
bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas
dan rasa sakit.
8. Penatalaksanaan
a. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
b. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
c. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan
nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks.
Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau
pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
d. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan
mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
e. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi
dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

9
10

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang

melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk

mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses

terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai

untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara

sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat

komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian,

perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai

(Budianna Keliat, 1994,2).

1. Pengkajian

Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

10
11

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,

bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.

Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan

berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi

pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk

dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya

tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada

dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan

mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan

untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti

TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.

Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor

predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

11
12

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura

seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi

kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap

pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan

merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa

menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan

kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien

dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan

12
13

akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.

Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

3) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan

mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS.

Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih

banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain

akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan

penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

4) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang

terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas

minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi

aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi

kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh

perawat dan keluarganya.

5) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu

tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur

dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari

lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,

dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain

sebagainya.

13
14

6) Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan

mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah

tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai

seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.

Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami

perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal

pasien.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang

tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.

Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa

penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam

hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif

terhadap dirinya.

8) Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,

demikian juga dengan proses berpikirnya.

9) Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks

intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien

berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

14
15

10) Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya

akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya

pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang

mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan

dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini

adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. Pemeriksaan fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana

penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama

dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,

bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan

dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi

badan berat badan pasien.

2) Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang

sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,

pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke

arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea

15
16

dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya

dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang

jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga

ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada

yang sakit.

Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah

cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura,

maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung

dengan ujung lateral atas ke medical penderita

dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux.

Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di

punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai

menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis,

dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,

mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari

atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi

dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan

kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut

egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,

1994,79)

3) Sistem Cardiovasculer

16
17

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal

berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1

cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung

(health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur

tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu

getaran ictus cordis.

Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah

jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan

adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau

gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala

payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya

peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen

membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus

menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya

benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus

dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu

juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa

(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi

pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi

17
18

abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan

menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping

juga diperlukan pemeriksaan GCS.

Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks

patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu

fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial,

palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi

perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan

inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot

kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada

tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan

tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O 2.

Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,

hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta

turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

i. Pemeriksaan Penunjang

18
19

1. Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari

300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya

berupa penumpukkan kostofrenikus.

Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari

300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan

meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax

lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan

memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit

(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

2. Biopsi Pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan

pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini

digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-

kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor

pleura) (Soeparman, 1990, 788).

3. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa


pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat

yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3

Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5

19
20

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi < 1,016 >

1,016

Rivalta Negatif

Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia

diperiksakan juga cairan pleura :

1) Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-

penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma

2) Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan

metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

b. Analisa cairan pleura

1) Transudat : jernih, kekuningan

2) Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

3) Hilothorax : putih seperti susu

4) Empiema : kental dan keruh

5) Empiema anaerob : berbau busuk

6) Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi

20
21

Leukosit 25.000 (mm3):empiema

Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB

paru

Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan

jamur

Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3

cairan tampak kemorogis, sering dijumpai

pada pankreatitis atau pneumoni. Bila

erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan

infark paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa

disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan

dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang

lebih terdeteksi karena akumulasi cairan

pleura lewat mekanisme obstruksi,

preamonitas atau atelektasis (Alsagaff

Hood, 1995 : 147,148)

d. Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura

adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas,

enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman

21
22

tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %

(Soeparman, 1998: 788).

2. Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan

dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada

penderita effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam

diagnosa keperawatan.

3. Diagnosa Keperawatan

Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data

sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di

kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan.

(Budianna Keliat, 1994,1)

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien

dengan effusi pleura antara lain :

1) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga

pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,

pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap

penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).

22
23

3) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang

dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

4) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang

menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara

Engram).

5) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan

keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk,

1998).

6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan

sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram,

1993)

4. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan

untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.

(Budianna Keliat, 1994, 16)

a. Diagnosa Keperawatan I

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga

pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam

batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya

akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Rencana tindakan :

23
24

1) Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat

menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil

tindakan yang tepat.

2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan

setiap perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi pasien.

3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,

dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada

sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

4) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan

respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi

adanya penurunan fungsi paru.

5) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas

pada bagian paru-paru.

6) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang

efektif.

24
25

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas

dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk

lebih efektif.

7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-

obatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban

pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.

Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya

cairan dan kembalinya daya kembang paru.

b. Diagnosa Keperawatan II

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu

makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan

normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :

1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh

kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan

pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

2) Auskultasi suara bising usus.

25
26

Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat

menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.

3) Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu

makan.

4) Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat

meningkatkan nafsu makan.

5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan

energi, banyak selingan memudahkan reflek.

6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP

Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme

dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan

kalori dan semua asam amino esensial.

7) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan

suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika

intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat

menambah asam lemak dalam tubuh.

c. Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian

yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

26
27

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya

sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu

beradaptasi dengan keadaannya.

Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan

santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali

permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :

1) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan

semi fowler.

Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti

sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.

2) Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

3) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara

konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

4) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

5) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi

masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam

mengurangi kecemasan.

27
28

6) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila

sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu

dapat diketahui.

d. Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang

menetap dan nyeri pleuritik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan

istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan

nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat

tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan

pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per

hari.

Rencana tindakan :

1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan

akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.

2) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan

kebiasaan pasien sebelum dirawat.

Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan

sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.

3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

28
29

4) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan

terhadap kondisi pasien.

e. Diagnosa Keperawatan V

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan

dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal

mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien

kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene

pasien cukup.

Rencana tindakan :

1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat

aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.

Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas.

2) Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan

mandiri.

3) Awasi Px saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam

perawatan selanjutnya.

4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

29
30

Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas

secara penuh.

5) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara

aktivitas dan istirahat.

Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan

metabolisme.

6) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara

bertahap.

Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu

mengembalikan pasien pada kondisi normal.

f. Diagnosa Keperawatan VI

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan

sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan

pengobatan.

Kriteria hasil : Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab

masalah, PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda

dan gejala yang memerlukan evaluasi medic, Px dan

keluarga mengikuti program pengobatan dan

menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk

mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :

1) Kaji patologi masalah individu.

30
31

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.

Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi

dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

2) Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka

panjang.

Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit

paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.

3) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik

cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).

Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi

medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.

4) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik,

istirahat, latihan).

Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan

penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

4. Pelaksanaan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh

perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;

ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan

cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis

klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

31
32

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari

rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan

dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana

evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan

melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana

keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan

pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk

mengembalikan aktivitas seperti biasanya.

e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan

seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke

dokter atau perawat yang merawatnya.

f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.

32
33

g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang

berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan

yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum

minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan

tentang kondisi penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Sagaff H dan Mukti, A. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga


University Press. Surabaya ; 1995

Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi
6. Penerbit Buku Kedokteran EGC;1995

Carpenito, Lynda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2.


Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995

Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I.


Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999

Ganong F, William. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta EGC ; 1998

Gibson, John.MD. Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat. Jakarta EGC ;
1995

Huda A, Nurarif & Kusuma Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis :


Berdasarkan Penerapan Nanda NIC NOC Dalam Berbagai Kasus Ed.Revisi
Jilid 1. Jogjakarta. Mediaction Publishing.

Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan. Arcan Jakarta ; 1991

Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Dasar – Dasar Diagnostik Fisik


Paru. Surabaya; 1994

Lismidar, H, dkk. Proses keperawatan. AUP. 1990

Marrilyn E, Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3
Jakarta EGC ; 1999

33
34

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press; 1994

Soeparman A. Sarwono Waspadj. Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990

Soedarsono. Guidelines of Pulmonology. Surabaya ; 2000

Susan Martin Tucker. Standar Perawatan Pasien. Jakarta EGC ; 1998

Syaifudin. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. EGC; 1992

34

Anda mungkin juga menyukai