Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Low Back Pain (LBP) merupakan masalah umum kesehatan di

masyarakat dengan prevalensi tiap tahun mencapai 15-45%. Kondisi ini

menyebabkan ketergantungan dalam penggunaan pelayanan kesehatan hingga

menimbulkan kecatatan pada penderitanya (Purnamasari, dkk 2010; Maulana,

dkk 2016).

LBP merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan gejala utama

nyeri atau perasaan tidak enak pada punggung bawah yang berasal dari tulang

belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah tersebut dan sekitarnya.

(Isnain, 2013).

Berdasarkan laporan World Health Organization tahun 2011, terdapat

sekitar 80% orang diseluruh dunia yang menderita LBP. Di Amerika, LBP

merupakan penyakit yang paling sering menjadi alasan seseorang untuk

berkunjung ke dokter dan melakukan perawatan dirumah sakit (Purnamasari,

dkk 2010).

Data untuk jumlah penderita LBP di Indonesia tidak diketahui secara

pasti, namun diperkirakan 7,6%-37% dari populasi. Berdasarkan penelitian

Multisenter di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia yang dilakukan kelompok

studi nyeri (pokdi nyeri) PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh

Indonesia) pada bulan Mei 2002 menunjukkan 819 orang (18,37%) adalah

1
2

penderita LBP (Meliala et al, 2003). Penelitian lain oleh PERDOSSI di Poliklinik

Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), menemukan bahwa

proporsi penderita LBP sebanyak 15,6% pada kelompok usia 18-78 tahun

(Nurani, 2014). Di Surabaya, Low back Pain adalah sepuluh penyebab penderita

datang ke Poli Rawat Jalan RSUD dr. Soetomo dan 80% diantaranya merupakan

gangguan muskuloskeletal (Suharjanti, 2014).

Puskesmas Barengkrajan merupakan salah satu puskesmas di

Kabupaten Sidoarjo, dengan jumlah penduduk wilayah kerja pada tahun 2017

adalah 47.316 jiwa. Berdasarkan data dari Puskesmas Barengkrajan pada

tahun 2017 yang menderita low back pain 619 pasien yang memeriksakan diri

ke puskesmas (prevalensi 1,3%). Pada bulan Januari tahun 2018 terdapat 79

pasien low back pain yang terdata oleh daftar sepuluh diagnosa tertinggi

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Puskesmas Barengkrajan dari

total 2.935 pasien yang memeriksakan diri ke puskesmas (prevalensi 2,6%).

Dimana pada bulan Januari ini terjadi peningkatan prevalensi pada pasien low

back pain di awal tahun 2018.

Terjadinya LBP dapat berhubungan dengan beberapa faktor risiko

seperti karakteristik pekerjaan, faktor lingkungan, aktivitas fisik, dan faktor

genetik (Khruakhorm, 2010). Selain itu, terdapat faktor risiko lain yang dapat

memicu terjadinya LBP, seperti Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi,

obesitas morbidity, gaya hidup, dan kebiasaan merokok (Wheeler, 2013).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan gambaran dari status gizi

seseorang terutama pada status gizi orang dewasa yang dapat dinilai melalui
3

tinggi badan dan berat badan (Waspadji, 2003). Kondisi IMT yang tinggi akan

membuat beban tubuh semakin bertambah karena adanya penimbunan lemak

diperut yang mengakibatkan penekanan pada tulang belakang sehingga tulang

belakang menjadi tidak stabil (Meliala, 2003). Tulang belakang yang tidak

stabil akan mudah mengalami kerusakan pada struktur tulangnya dan sangat

membahayakan terutama pada bagian vertebra lumbal (Purnamasari dkk,

2010).

Meningkatnya kasus Low Back Pain di Puskesmas Barengkrajan

Kabupaten Sidoarjo merupakan sinyal bahwa semua instansi yang terkait

terutama instansi kesehatan harus memberikan perhatian lebih dengan melihat

faktor resiko lain yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian untuk mengetahui beberapa faktor resiko terjadinya low

back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian

Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018.

B. Rumusan masalah

Adakah hubungan beberapa faktor resiko terjadinya low back pain di

Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo

periode Januari tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis beberapa faktor resiko terjadinya low back pain di

Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten

Sidoarjo periode Januari tahun 2018.


4

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi faktor resiko usia terhadap kejadian Low Back Pain

di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten

Sidoarjo periode Januari tahun 2018.

b. Mengidentifikasi faktor resiko kebiasaan olahraga terhadap kejadian

Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan

Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018.

c. Mengidentifikasi faktor resiko kebiasaan merokok terhadap kejadian

Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan

Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018.

d. Mengidentifikasi faktor resiko indeks massa tubuh terhadap kejadian

Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan

Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018.

e. Menganalisis beberapa faktor resiko terhadap kejadian terhadap

kejadian Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan

Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018.


5

D. Manfaat Penelitian

1. Dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan

pengembangan ilmu sebagai bahan masukan pada staf Puskesmas

Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

2. Sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan

dengan beberapa faktor resiko low back pain yang nantinya akan

dilakukan di Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten

Sidoarjo.

3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dapat menjadi masukan untuk

dilanjutkan pada penelitian dengan desain penelitian yang lebih baik untuk

mengetahui hal-hal yang berhubungan terhadap kejadian low back pain.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Low Back Pain (LBP)

1. Anatomi Tulang Belakang

Bagian tulang belakang (spinal) yang berupa tulang secara

anatomis dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian anterior terdiri

atas serangkaian corpus vertebra berbentuk silinder yang saling

dihubungkan lewat diskus intervertebralis dan disatukan dengan kuat

oleh ligamentum longitudinalis. Bagian posterior terdiri atas

unsur yang lebih halus yang membentang dari corpus vertebra

sebagai pedikulus dan melebar ke arah posterior untuk memebentuk

lamina yang bersama struktur ligamentum membentuk canalis

vertebra. Unsur posterior dihubungkan dengan vertebra di

dekatnya lewat dua buah sendi sinovial bentuk faset kecil

sehingga memungkinkan gerakan dalam derajat yang paling kecil

di antara setiap dua buah segmen tetapi secara kesatuan akan

menghasilkan kisaran gerakan yang agak luas. Processus spinosus dan

transversus yang kokoh menonjol ke arah lateral serta posterior dan

berfungsi sebagai tempat perlekatan otot yang menggerakkan,

menunjang serta melindungi columna vertebra. Stabilitas tulang

belakang bergantung pada dua tipe tunjangan, yaitu tipe

tunjangan yang dihasilkan oleh articulatio tulang (terutama oleh


7

persendian diskus serta articulatio sinoval unsur – unsur

posterior) dan tipe kedua yang dihasilkan oleh struktur penunjang

ligamentum (pasif) serta muskuler (aktif) (Setyawati, 2009).

Struktur ligamentum cukup kuat, tetapi karena struktur ini

maupun corpus vertebra, yaitu compleks diskus, tidak memiliki

kekuatan integral yang memadai untuk bertahan terhadap gaya luar biasa

yang bekerja pada columna bahkan pada saat melakukan gerakan yang

sederhana (Setyawati, 2009).

Sekalipun, maka kontraksi volunter dan reflektoris otot

sakrospinal, abdominal, gluteal, psoas serta hamstring mampu

mempertahankan sebagian besar stabilitas tulang belakang. Struktur

vertebra dan paravertebra diinervasi oleh cabang – cabang dari saraf

spinalis segmental yang keluar dari foramen neuralis pada tiap batas tulang

belakang. Saraf sinovertebralis, yang dianggap saraf sensoris utama yang

mensuplai struktur tulang belakang lumbal, muncul dari saraf spinalis

sebeleum percabangannya menjadi suatu ramus anterior dan posterior.

Saraf sinovertebralis untuk memberi persarafan sensoris kepada

ligamentum longitudinal posterior, bagian luar anulus fibrosus

posterior, dura anterior, dura selubung akar saraf dan vena – vena

epidural, semua di dalamcanalis spinalis. Saraf utama lain yang

mensuplai struktur spinalis dan paraspinalis muncul dari ramus primer

posterior. Ramus primer posterior saraf spinalis lebih jauh terbagi

menjadicabang medial dan lateral. Bersama saraf ini mensuplai bagian


8

posterior tulang belakang, termasuk sendi faset, seperti juga otot dan

fasia paraspinalis. Sebagai tambahan, tiga saraf spinalislumbal memberi

sensasi kutaneus kepada kulit dari pinggang. Bagian belakang tubuh

yang memiliki kebebasan bergerak terbesar dan dengan demikian

yang paling sering terkena cedera, adalah daerah servikal dan lumbal.

Selain pergerakan sadar yang diperlukan untuk membungkuk, berputar

dan pergerakan lainnya, banyak aksi tulang belakang yang bersifat

refleks dan merupakan dasar postur (Setyawati, 2009).

2. Definisi Low Back Pain

Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan

gangguan musculoskeletal dengan manifestasi keadaan patologik yang

dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang

atau yang ada di dekat pinggang. Dalam menangani nyeri punggung

bawah tersebut kecuali menghilangkan rasa nyerinya sedapat mungkin

juga menghilangkan keadaan patologiknya, sehingga dengan demikian

walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang paling ringan (misalnya:

kelelahan otot) sampai yang paling berat (misalnya: tumor ganas) tetapi

sebagian besar LBP di masyarakat adalah akibat adanya faktor mekanik

yang tidak menguntungkan tulang punggung bagian bawah dalam

fungsinya untuk menjaga posisi tegak tubuh (statika) maupun dalam

fungsinya selama pergerakan tubuh (dinamika) (Idyan, 2007)


9

3. Etiologi Low Back Pain

Menurut Setyawati (2009), penyebab nyeri punggung bawah ada

berbagai macam, dibedakan dalam kelompok di bawah ini:

a. Nyeri punggung bawah mekanis, yaitu timbul tanpa kelainan

struktur anatomis seperti otot atau ligamen, atau timbul akibat

trauma, deformitas, atau perubahan degeratif pada suatu struktur

misalnya diskus intervertebralis.

b. Penyakit sistemik seperti spondilitis inflamasi, infeksi, keganasan

tulang, dan penyakit paget pada tulang bisa menyebabkan nyeri di

area lumbosakral

c. Skiatika (sciatica) adalah nyeri yang menjalar dari bokong ke

tungkai kemudian ke kaki, sering disertai parastesia dengan

distribusi yang sama ke kaki. Gejala ini timbul akibat penekanan

nervus iskiadikus, biasanya akibat penonjolan diskus

intervertebralis ke lateral.

Pembagian penyebab dari LBP ini berdasarkan oleh frekuensi

kejadian menurut Setyawati (2009) adalah:

a. Penyebab langsung (20%)

1) Berasal dari spinal : termasuk kondisi seperti infeksi,

tumor, tuberkulosis, tractus spondilosis


10

2) Berasal bukan dari spinal : termasuk masalah dilain sistem

seperti saluran urogenital, saluran gastroinstetinal, prolaps

uterus, keputihan kronik pada wanita, dan lain-lain.

b. Penyebab tidak langsung (80%)

Kejadian ini berkisar sekitar 8 dari 10 kasus. Kasus yang

bisa bervariasi mulai dari ketengangan otot, keseleo. Penyebab dari

berbagai penyakit ini adalah:

1) Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik

2) Cara mengangkat beban berat yang salah

3) Depresi

4) Aktivitas yang tidak biasa dan berat

5) Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah

Dari 90% kasus, tidak ditemukan kejadian yang serius, hanya

saja kasus yang nyeri punggung biasa. Pada dasarnya, timbulnya rasa

nyeri pada LBP diakibatkan oleh terjadinya tekanan pada susunan

saraf tepi yang terjepit pada area tersebut. Secara umum kondisi

ini seringkali terkait dengan trauma mekanik akut, namun dapat

juga sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu

tertentu. Akumulasi trauma dalam jangka panjang seringkali

ditemukan pada tempat kerja (Setyawati, 2009).

Kebanyakan kasus LBP terjadi dengan adanya pemicu seperti

kerja berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan

otot, cedera otot, ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang


11

belakang. Namun, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh keadaan

non-mekanik seperti peradangan pada ankilosing spondilitis dan

infeksi, neoplasma, dan osteoporosis (Setyawati, 2009).

4. Gambaran Klinis Low Back Pain

Gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai dengan 4 tahun.

Gejala dengan onset yang lebih cepat dihubungkan dengan riwayat trauma.

Intensitas nyeri dengan NPS (Numeric Pain Scale) >7 tercatat pada

70% kasus saat kunjungan pertama. Gejala yang menyertai LBP

meliputi iskialgia (95%), rasa baal (hipostesia) (77,5%), dan

kelemahan tungkai (7,5%). Riwayat trauma yang signifikan dijumpai

pada 82,5% kasus. Rasa baal sesuai dermatom pada 77,5%. Tanda

Lasegue positif pada 95% kasus (Mangwani, 2010).

Menurut Mangwani (2010), dalam LBP bisa di manifestasikan

dengan rasa nyeri yang bermacam penyebab dan variasi rasanya. Di

mana tipe – tipe tersebut dibedakan menjadi empat tipe ras nyeri : nyeri

lokal, nyeri alih, nyeri radikuler dan yang timbul dari spasme muskuler.

Nyeri lokal disebabkan oleh sembarang proses patologis yang menekan

atau merangsang ujung – ujung saraf sensorik. Keterlibatan struktur –

struktur yang tidak mengandung ujung – ujung saraf sensoris adalah

tidak nyeri. Sebagai contoh, bagian sentral, medula korpus vertebra dapat

dihancurkan oleh tumor tanpa menimbulkan rasa nyeri, sedangkan

fraktur atau ruptur korteks dan distorsi periosteum, membran sinovial,


12

otot, anulus fibrosus serta ligamentum sering memberikan nyeri yang

luar biasa. Struktur – struktur yang terakhir diinervasi oleh serabut –

serabut aferen rami primer posterior dan saraf sinuvertebralis.

Meskipun keadaan nyeri sering disertai dengan pembengkakan

jaringan yang terkena, hal ini bisa tidak tampak jika suatu struktur

yang dalam dari tubuh bagian belakang merupakan lokasi dari

penyakitnya. Nyeri lokal sering dikemukakan sebagai rasa nyeri yang

stabil tetapi bisa intermiten dengan variasi yang cukup besar menurut

posisi atau aktivitas pasien. Nyeri dapat bersifat tajam atau tumpul dan

sekalipun sering difus, rasa nyeri ini selalu terasa pas atau di dekat tulang

belakang yang sakit. Gerakan berlawanan arah secara refleks dari

segmen – segmen tulang belakang oleh otot – otot paravertebralis

sering tercatat dan dapat menyebabkan deformitas atau abnormalitas

postur. Gerakan atau sikap tertentu yang mengubah posisi jaringan

yang cedera memperberat nyeri. Tekanan yang kuat atau perkusi pada

struktur superfisial regio yang terkena biasanya menimbulkan nyeri tekan

yang merupakan gejala untuk membantu mengenali lokasi

abnormalitas.

Nyeri alih terdiri atas dua tipe yang diproyeksikan dari tulang

belakang ke regio yang terletak di dalam daerah dermatom lumbal

serta sakral bagian atas, dan diproyeksikan dari visera pelvik dan

abdomen ke tulang belakang. Nyeri akibat penyakit – penyakit di

bagian atas vertebra lumbal biasanya dialihkan ke permukaan anterior


13

paha dan tungkai; nyeri yang berasal dari segmen lumbal bawah dan

sakral akan dialihkan ke regio gluteus paha posterior, betis serta

kadang – kadang kaki. Nyeri jenis ini, meskipun berkualitas dalam,

sakit dan agak difus, cenderung pada beberapa saat untuk di proyeksi

ke superfisial. Pada umumnya, nyeri alih memiliki intensitas yang

sejajar dengan nyeri lokal pada punggung. Dengan kata lain, pergerakan

yang mengubah nyeri lokal mempunyai efek serupa pada nyeri rujukan,

meskipun tidak dengan ketepatan dan kecepatan seperti pada nyeri

radikuler. Suatu perkecualian yang penting dari hal ini adalah nyeri yang

disebabkan oleh aneurisma aorta. Aneuresmia aorta yang membesar

dengan perlahan – lahan dapat menimbulkan erosi pada vertebra

bagian anterolateral dan menimbulkan perasaan mengganggu yang

berubah mengikuti gerakan atau posisi berbaring. Nyeri radikuler memiliki

beberapa ciri khas nyeri alih tetapi berbeda dalam hal intensitasnya

yang lebih besar, distal, keterbatasan pada daerah radiks saraf dan

faktor – faktor yang mencetuskannya. Mekanisme terjadinya terutama

berupa distorsi, regangan, iritasi dan kompresi radiks spinal, yang

paling sering terjadi di bagian sentral terhadap foramen intervertebralis.

Sebagai tambahan, telah diduga bahwa pada pasien dengan stenosis

spinalis pola “klaudikasio lumbal” dapat disebabkan oleh iskemia

relatif yang berhubungan dengan kompresi. Meskipun nyerinya sendiri

sering tumpul atau sakit terus berbagai pergerakan yang meningkatkan

iritasi radiks atau meregangkannya bisa sangat memperhebat nyeri,


14

menimbulkan suatu kualitas menusuk – nusuk. Penjalaran nyeri hampir

selalu berasal dari posisi sentral di dekat tulang belakang hingga

bagian tertentu pada ekstermitas bawah. Batuk, bersin dan mengejan

merupakan manuver pencetus yang khas, tetapi juga karena

meregangkan atau menggerakkan tulang belakang, semua kejadian

tersebut dapat pula meningkatkan intensitas nyeri lokal. Gerakan

membungkuk ke depan dengan lutut diekstensikan atau “gerakan

mengangkat lutut dalam keadaan lurus” akan mencetuskan nyeri

radikuler pada penyakit bagian bawah vertebra lumbal yang terjadi

atas dasar regangan, kompresi vena jugularis yang menaikkan tekanan

intraspinal dan dapat menyebabkan suatu pergeseran pada posisi dari

atau tekanan pada radiks, dapat menimbulkan efek serupa. Iritasi

radiks saraf lumbal keempat serta kelima dan sakral pertama yang

membentuk nervus iskiadikus, akan menimbulkan rasa nyeri yang

terutama meluas ke bawah hingga mengenai permukaan posterior

paha dan permukaan posterior serta lateral tungkai. Secara khas,

penjalaran rasa nyeri ini yang disebut dengan istilah sciatica berhenti di

daerah pergelangan kaki dan disertai dengan perasaan kesemutan atau

rasa baal (parastesia) yang menjalar ke bagian yang lebih distal

hingga mengenai kaki. Rasa kesemutan, parastesia, dan rasa baal atau

kelainan sensoris pada kulit, perih pada kulit, dan nyeri sepanjang saraf

tersebut juga dapat menyertai nyeri skiatika klasik. Dan pada

pemeriksaan fisik, hilangnya refleks, kelemahan, atrofi, tremor


15

fasikuler, dan kadang – kadang edema statis dapat terjadi jika serabut =

serabut motoris radiks anterior terkena (Mangwani,2010).

Nyeri akibat spasme otot biasanya ditemukan dalam

hubungannya dengan nyeri lokal, namun dasar anatomik atau

fisiologisnya lebih tidak jelas. Spasme otot yang berkaitan dengan

berbagai kelainan tulang belakang dapat menimbulkan distorsi yang

berarti pada sikap tubuh yang normal. Akibatnya, tegangan kronik pada

otot bisa mengakibatkan rasa pegal atau sakit yang tumpul dan kadang

perasaan kram. Pada keadaan ini, penderita dapat mengalami rasa kencang

pada otot – otot skarospinalis serta gluteus dan lewat palpasi

memperlihatkan bahwa lokasi nyeri terletak dalam struktur ini

(Mangwani,2010).

Nyeri lainnya yang sering tidak ditemukan asalnya kadang

digambarkan oleh pasien sebagai penyakit kronis punggung bagian

bawah. keluhan - keluhan unilateral perasaan tertarik, kram (tanpa

spasme otot tidak sadar). Nyeri robek, berdenyut – denyut, atau

memukul – mukul, atau perasaan terbakar atau dingin sulit

diinterpretasikan namun. Seperti parastesia dan rasa baal, seharusnya

selalu memberi dugaan kemungkinan penyakit saraf atau radiks

(Mangwani,2010).

Menurut Depkes RI (2011), karakteristik LBP dibagi dalam beberapa

kelompok, yaitu:
16

a. LBP viserogenik

Disebabkan oleh adanya proses patologis di ginjal atau

visera didaerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang

dirasakan tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak

berkurang dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik yang

mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat untuk mengurangi

nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih

berbaring diam dalam posisi tertentu untuk menghilangkan nyerinya

(Depkes RI, 2011).

b. LBP vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat

menimbulkan nyeri punggung atau nyeri menyerupai iskialgia.

Insufisiensi arteria glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di

daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan mereda saat

berdiri. Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga sangat mirip dengan

iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terhubungan oleh presipitasi

tertentu misalnya: membungkuk, mengangkat benda berat yang

mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang columna vertebralis.

Klaudikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang

disebabkan oleh iritasi radiks (Depkes RI, 2011).

c. LBP neurogenik

Keadaan neurogenik pada saraf yang dapat menyebabkan nyeri

punggung bawah pada (Depkes RI, 2011):


17

1) Neoplasma

Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan

motorik, sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul

pada waktu sedang tidur sehingga membangunkan penderita.

Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.

2) Araknoiditis:

Pada keadaan ini terjadi perlengketan – perlengketan.

Nyeri timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh

perlengketan tersebut

3) Stenosis canalis spinalis:

Penyempitan canalis spinalis disebabkan oleh proses

degenerasi discus intervertebralis dan biasanya disertai

ligamentum flavum. Gejala klinis timbulnya gejala claudicatio

intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri tetap ada walaupun

penderita istirahat.

d. LBP spondilogenik,yaitu:

Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di

columna vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik,

miogenik dan proses patologik di artikulatio sacro iliaka (Depkes

RI, 2011).

1) LBP osteogenik

Sering disebabkan Radang atau infeksi misalnya

osteomielitis vertebral dan pondilitis tuberculosa. Trauma yang


18

dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis (Depkes

RI, 2011).

Keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri

yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput

artikulasi posterior satu sisi. Metabolik misalnya osteoporosis,

osteofibrosis, alkaptonuria, hipofosfatemia familial (Depkes RI,

2011).

2) LBP diskogenik, disebabkan oleh :

Spondilosis, disebabkan oleh proses degenerasi yang

progresif pada discus intervertebralis, sehingga jarak antar

vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit,

penyempitan canalis spinalis dan foramen intervertebrale dan

iritasi persendian posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh

terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong

duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala

neurologik timbul karena gangguan pada radiks yaitu:

gangguan sensibilitas dan motorik (paresis, fasikulasi dan atrofi

otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS dinaikkan

dengan cara penderita disuruh mengejan (percobaan valsava)

atau dengan menekan kedua vena jugularis (percobaan

Naffziger). Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan

dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian

menekan kearah canalis spinalis melalui annulus fibrosus yang


19

robek. Dasar terjadinya HNP yaitu degenerasi discus

intervertebralis. Pada umumnya HNP didahului oleh aktivitas

yang berlebihan misalnya mengangkat benda berat, mendorong

barang berat. HNPlebih banyak dialami oleh laki – laki dibanding

wanita. Gejala pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di

punggung bawah disertai nyeri di otot – otot sekitar lesi dan nyeri

tekan ditempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme otot –

otot tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya

lordosis lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan

paraparesis flaksid, parestesia dan retensi urin (Depkes RI, 2011).

HNP lateral kebanyakan terjadi pada Lumbal 5 - Sakral 1

dan Lumbal 4 – Lumbal 5 pada HNP lateral Lumbal 5– Sakral 1

rasa nyeri terdapat dipunggung bawah, ditengah – tengah

antara kedua bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki.

Kekuatan ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi achilles

negative. Pada HNP lateral Lumbal 4 – Lumbal 5 rasa nyeri dan

nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral

bokong, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis.

Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella

negative. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks

yang terkena, menurun. Pada tes lasegue akan dirasakan nyeri di

sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan naffziger

akan memberikan hasil positif. Spondilitis ankilosa, proses ini


20

mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas,

ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku

dipunggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah

mengadakan gerakan. Pada foto roentgen terlihat gambaran

yang mirip dengan ruas – ruas bamboo sehingga disebut

bamboo spine (Depkes RI, 2011).

e. LBP psikogenik:

Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan

depresi atau campuran keduanya. Pada anamnesis akan terungkap

bahwa penderita mudah tersinggung, sulit tidur atau mudah

terbangun di malam hari tetapi akan sulit untuk tidur kembali, kurang

tenang atau mudah terburu – buru tanpa alasan yang jelas, mudah

terkejut dengan suara yang cukup lirih, selalu merasa cemas atau

khawatir, dan sebagainya. Untuk dapat melakukan anamnesis ke

arah psikogenik ini, di perlukan kesabaran dan ketekunan, serta sikap

serius diseling sedikit bercanda, dengan tujuan agar penderita

secara tidak disadari akan mau mengungkapkan segala

permasalahan yang sedang dihadapi (Depkes RI, 2011).

f. LBP miogenik dikarenakan oleh:

1) Ketegangan otot:

Sikap tegang yang berulang – ulang pada posisi yang

sama akan memendekkan otot yang akhirnya akan

menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul karena iskemia


21

ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada

perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula

(Depkes RI, 2011).

2) Spasme otot atau kejang otot:

Disebabkan oleh gerakan yang tiba – tiba dimana

jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku

atau kurang pemanasan. Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot

yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan

memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi (Depkes

RI, 2011).

3) Defisiensi otot, yang dapat disebabkan oleh kurang latihan

sebagai akibat dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang

terlalu lama maupun karena imobilisasi (Depkes RI, 2011).

4) Otot yang hipersensitif dapat menciptakan suatu daerah yang

apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke

daerah tertentu (Depkes RI, 2011).


22

5. Diagnosis Low Back Pain

a. Anamnesis

1) Letak atau lokasi nyeri, penderita diminta menunjukkan nyeri

dengan setepat – tepatnya, atau keterangan yang rinci sehingga

letaknya dapat diketahui dengan tepat.

2) Penyebaran nyeri, untuk dibedakan apakah nyeri bersifat

radikular atau nyeri acuan.

3) Sifat nyeri, misalnya seperti ditusuk – tusuk, disayat,

mendeyut, terbakar, kemeng yang terus – menerus, dan

sebagainya.

4) Hubungan aktivitas terhadap nyeri, apa saja kegiatan oleh

penderita yang dapat menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa

sehingga penderita mempunyai sikap tertentu untuk meredakan

rasa nyeri tersebut.

5) Hubungan posisi tubuh atau anggota tubuh, erat kaitannya

dengan aktivitas tubuh, perlu ditanyakan posisi yang

bagaimana dapat memperberat dan meredakan rasa nyeri.

6) Riwayat Trauma, perlu dijelaskan trauma yang tak langsung

kepada penderita misalnya mendorong mobil mogok,

memindahkan almari yang cukup berat, mencabut singkong,

dan sebagainya.
23

7) Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, bersifat akut,

perlahan, menyelinap sehingga penderita tidak tahu pasti kapan

rasa sakit mulai timbul, hilang timbul, makin lama makin

nyeri, dan sebagainya.

8) Obat – obat analgetik yang diminum, menelusuri jenis

analgetik apa saja yang pernah diminum.

9) Kemungkinan adanya proses keganasan.

10) Riwayat menstruasi, beberapa wanita saat menstruasi akan

mengalami LBP yang cukup mengganggu pekerjaan sehari –

hari. Hamil muda, dalam trimester pertama, khususnya bagi

wanita yang dapat mengalami LBP berat.

11) Kondisi mental/emosional, meskipun pada umumnya penderita

akan menolak bila kita langsung menanyakan tentang “banyak

pikiran” atau “pikiran sedang ruwet” dan sebagainya. Lebih

bijaksana apabila kita menanyakan kemungkinan adanya

ketidakseimbangan mental tadi secara tidak langsung, dengan cara

penderita secara tidak sadar mau berbicara mengenai faktor

stress yang menimpanya (Setyawati,2009).

b. Pemeriksaan umum

1) Inspeksi

a) Observasi penderita saat berdiri, duduk, berbaring,bangun dari

berbaring.

b) Observasi punggung, pelvis, tungkai selama bergerak.


24

c) Observasi kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus

lumbal, adanya angulasi, pelvis yang asimetris dan postur

tungkai yang abnormal.

2) Palpasi dan perkusi

a) Terlebih dulu dilakukan pada daerah sekitar yang ringan

rasa nyerinya, kemudian menuju daerah yang paling nyeri.

b) Raba columna vertebralis untuk menentukan kemungkinan

adanya deviasi

c. Tanda vital (vital sign)

Pemeriksaan neurologik

1) Motorik: menentukan kekuatan dan atrofi otot serta kontraksi

2) Involunter.

3) Sensorik: periksa rasa raba, nyeri, suhu, rasa dalam, getar.

4) Refleks; diperiksa refleks patella dan Achilles.

Pemeriksaan range of movement:

Untuk memperkirakan derajat nyeri, function lesa, untuk

melihat ada tidaknya penjalaran nyeri (Yasin, 2010).

Percobaan – percobaan:

1) Tes Lasegue

Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila

pasien tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan

nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya


25

gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada herniasi

discus lumbalis / lumbo-sacralis.

2) Tes Patrick dan kontra-patrick

Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul.

Positif jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai

dengan rasa nyeri. Positif pada penyakit sendi panggul,

negative pada ischialgia.

3) Tes Naffziger

Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan

LCS akan meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks

bertambah, timbul nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.

4) Tes Valsava

Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS

akan meningkat, hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.

5) Tes Prespirasi

Dengan cara minor, yaitu bagian tubuh yang akan

diperiksa dibersihkan dan dikeringkan dulu, kemudian diolesi

campuran yodium, minyak kastroli, alkohol absolut. Kemudian

bagian tersebut diolesi tepung beras. Pada bagian yang

berkeringat akan berwarna biru, yang tidak berkeringat akan

tetap berwarna putih. Tes ini untuk menunjukkan adanya gangguan

saraf otonom.
26

Pemeriksaan Penunjang

1) Pungsi lumbal

Dapat diketahui warna cairan LCS, adanya kesan sumbatan

/ hambatan aliran LCS, jumlah sel, kadar protein, NaCl dan

glukosa. Untuk menentukan ada tidaknya sumbatan dilakukan tes

Queckenstedt yaitu pada waktu dilakukan pungsi lumbal

diperhatikan kecepatan tetesannya, kemudian kedua vena

jugularis ditekan dan diperhatikan perubahan kecepatan

tetesannya. Bila bertambah cepat dengan segera, dan waktu

tekanan dilepas kecepatan tetesan kembali seperti semula berarti

tidak ada sumbatan. Bila kecepatan bertambah dan kembalinya

terjadi secara perlahan-lahan berarti ada sumbatan tidak total. Bila

tidak ada perubahan makin lambat tetesannya berarti sumbatan

total (Yasin,2010).

2) Foto rontgen

Dapat diidentifikasikan adanya fraktur corpus vertebra,

arkus atau prosesus spinosus, dislokasi vertebra, spondilolistesis,

bamboo spine, destruksi vertebra, osteofit, ruang antar vertebra

menyempit, scoliosis, hiperlordosis, penyempitan foramen antar

vertebra, dan sudut ferguson lebih dari 30° (Yasin,2010).

3) Elektroneuromiografi (ENMG)

Dapat dilihat adanya fibrilasi serta dapat pula dihitung

kecepatan hantar saraf tepi dan latensi distal, juga dapat diketahui
27

adanya serabut otot yang mengalami kelainan. Tujuan ENMG

yaitu untuk mengetahui radiks yang terkena dan melihat ada

tidaknya polineuropati (Yasin,2010).

4) Scan Tomografik

Dapat dilihat adanya Hernia Nucleus Pulposus, neoplasma,

penyempitan canalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan

vertebra (Yasin,2010).

6. Penatalaksanaan Low Back Pain

a. Terapi konservatif

Rehat baring, penderita harus tetap berbaring ditempat tidur

selama beberapa hari dengan tempat tidur daripapan dan ditutup

selembar busa tipis. Tirah baring ini bermanfaat untuk nyeri

punggung bawah mekanik akut, fraktur dan HNP (Yasin,2010).

b. Medikamentosa

Obat – obat simptomatik yaitu: analgetika, kortikosteroid,

AINS. Obat – obat kausal: anti tuberculosis, antibiotic, nukleolisis

misalnya khimopapain, kolagenase (untuk HNP) (Yasin,2010).

c. Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi misalnya pada HNP,

trauma mekanik akut, serta traksi pelvis misalnya untuk relaksasi

otot dan mengurangi lordosis (Yasin,2010).


28

d. Terapi operatif

Jika tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang

nyata atau terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit

neurologik (Yasin,2010).

7. Pencegahan Low Back Pain

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya Low Back Pain dan

cara mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi, diantaranya adalah

(Setyawati,2009):

a. Latihan Punggung Setiap Hari

Dimana latihan ini bisa dilakukan sehari – hari dengan gerakan –

gerakan ringan, tekniknya adalah

1) Sikap dasar terlentang, gunanya untuk menguatkan otot gluteus

maksimus, mencegah hiperlordorsis lumbal. Tekniknya menekan

punggung anda pada alas sambil menegangkan otot perut dan kedua

otot gluteus maksimus, pertahankan selama 5 – 10 hitungan.

2) Lutut ke dada, gunanya untuk meregangkan otot punggung yang

tegang dan spasme. Tekniknya adalah tarik lutut ke dada

bergantian semaksimal mungkin tanpa menimbulkan rasa sakit,

dipertahankan 5 – 10 detik, lakukan juga dengan kedua lutut.

3) Meregangkan otot bagian lateral, gunanya untuk meregangkan

otot lateral tubuh yang tegang. Tekniknya adalah dengan tangan di

bawah kepala dan siku menempel pada alas, paha kanan disilangkan
29

ke paha kiri kemudian tarik kesamping kanan dan kiri sejauh

mungkin, lakukan juga dengan meyilangkan paha kiri di atas paha

kanan.

4) Straight Leg Raising, gunanya untuk meregangkan dan

menguatkan otot hamstring dan gluteus. Tekniknya adalah satu

lutut kanan di tekut, kaku kiri dinaikkan ke atas tanpa bantuan lengan

dan tangan, pertahankan 5 – 10 detik, ulangi sebaliknya.

5) Sit Up, gunanya untuk menguatkan otot perut dan punggung

bawah. Tekniknya adalah pelan – pelan menaikkan kepala dan leher

sehingga dagu menyentuh dada, diterukan dengan mengangkat

punggung bagian sampai kedua tangan mencapai lutut (tangan

diluruskan), sedangkan punggung bagian tengah dan bawah tetap

menempel pada dasar.

6) Hidung ke lutut, gunanya menguatkan otot perut dan

meregangkan otot iliopsoas. Tekniknya adalah denganposisi

menekuk, lutut secara bergantian ditarik sampai ke hidung,

pertahankan 5 – 10 detik, lakukan pada lutut satunya.

7) Gerakan gunting, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan

otot hamstring, punggung, gluteus dan abdomen. Tekniknya

adalah kedua tangan di belakang kepala, tarik kedua tungkai ke

atas kemudian kedua kaki disilangkan, tungkai ditarik ke muka

belakang bergantian, lakukan 10 kali, kemudian ke samping kanan

dan samping kiri.


30

8) Hipertekstensi sendi paha, gunanya untuk menguatkan otot gluteus

dan punggung bawah serta meregangkan otot fleksor paha.

Tekniknya adalah dengan posisi tengkurap, tungka ditarik keatas,

ulangi pada kaku sebelahnya.

b. Memberikan edukasi

1) Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi

2) Jangan berdiri waktu lama, selingi dengan jongkok

3) Berdiri dengan satu kaki diletakkan lebih tinggi untuk

mengurangi hiperlordosis lumbal

4) Bila mengambil sesuatu di tanah atau mengangkat benda berat,

jangan langsung membungkuk, tapi regangkan kedua kaki lalu

tekuklah lutut dan punggung tetap tegak dan angkatlah barang

tersebut sedekat mungkin dengan tubuh

5) Waktu berjalan, berjalannya dengan posisi tegak, rileks dan jangan

tergesa – gesa

6) Waktu duduk, pilihlah tempat duduk yang, dengan kriteria busa

jangan terlalu lunak, punggung kursi berbentuk huruf S, bila

duduk seluruh punggung harus sebanyak mungkin kontak

dengan kursi, bila duduk dalam waktu lama, letakkan satu kaki

lebih tinggi dari yang satunya

7) Waktu tidur, punggung dalam keadaan mendatar (kurangi

pemakain alas kasur yang memakai alas dari per)

8) Saat olahraga, sebaiknya olahraga renang dan jogging.


31

B. Faktor Resiko Low Back Pain

1. Usia

Pada umumnya keluhan musculoskeletal mulai dirasakan pada usia

kerja yaitu 25-65 tahun (Andini, 2015). Pada penelitian yang dilakukan

Andini (2015) menunjukkan insiden LBP tertinggi pada usia 35 – 55

tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia.

Usia berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas

tertentu dan mencapai puncaknya pada usia 24 tahun. Pada usia 50-60

tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan kerja fisik

seseorang yang berusia 60 tahun mencapai 50% dari usia manusia

yang berusia 25 tahun (Tarwaka et al, 2004).

Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi berupa

kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan

pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang

dan otot menjadi berkurang, sehingga semakin tua seseorang semakin

tinggi resiko untuk mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang

menjadi pemicu timbulgejala LBP (Andini, 2015).

Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berusia

dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima.

Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat

hingga usia sekitar 55 tahun (Setyawati, 2009).


32

2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama

terhadap keluhan nyeri pinggang sampai usia 60 tahun, namun pada

kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat memhubungani timbulnya

keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih

sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi,

selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan

tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga

memungkinkan terjadinya nyeri pinggang (Setyawati, 2009).

Walaupun masih terdapat perbedana pendapat

mengenaihubungan jenis kelamin terhadap resiko keluhan otot

skeletas, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan

menunjukkan bahwa jenis kelamin memhubungani tingkat risiko

keluhan LBP. Hal ini secara fisiologis menurut Tarwaka (2004) bahwa

kemampuan otot perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-

laki. Hasil penelitian Batti’e (1989) mwnunjukkan bahwa rata-rata

kekuatan otot perempuan kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot

laki-laki, khususnya otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat

dengan hasil penelitian Chiang (1993) dan Bernard (1994) yang

menyatakan bahwa perbandingan otot antara laki-laki dan perempuan

adalah 1:3 (Tarwaka, 2004).


33

3. Status Gizi (Indeks Massa Tubuh)

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi 3 yaitu status

gizi buruk, kurang baik dan baik (Almatsier, 2003).

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko

timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi

penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat

memungkinkan terjadinya nyeri pinggang (Setyawati, 2009).

a. Status Antopometri

1) Definisi Antopometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan tropos.

Anthropos berarti tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi

antropometri adalah ukuran dari tubuh. Dilihat dari sudut

pandang gizi maka antropometri dapat berarti segala bentuk

yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat

gizi (Supariasa, 2001).

2) Indeks Antopometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian

status gizi. Kombinasi antara parameter tersebut disebut Indeks

Antropometri. Beberapa Indeks telah diperkenalkan seperti pada


34

hasil seminar Antropometri 1975. Di Indonesia ukuran baku hasil

pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan

(BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku Harvard yang

disesuaikan untuk Indonesia. Indeks antropometri adalah Berat

badan menurut Usia (BB/U), Tinggi badan menurut Usia (TB/U)

dan Berat badan menurut Tinggi badan (BB/TB) (Supariasa,

2001).

Penggunaan Indeks antropometri yang paling sering

digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat badan menurut

Usia (BB/U), Tinggi badan menurut Usia (TB/U) dan Berat badan

menurut Tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran

total berat badan termasuk air, lemak, tulang dan otot (Supariasa,

2001). Diantara bermacam-macam indeks antropometri, BB/U

merupakan indikator yang paling sering digunakan sejak tahun

1972 dan dianjurkan juga menggunakan indeks TB/U dan BB/TB

untuk membedakan apakah kekurangan gizi ini bersifat kronis

atau akut. Keadaan gizi kronis atau akut mengandung arti terjadi

keadaan gizi yang dihubungkan dengan waktu lampau dan waktu

sekarang. Pada keadaan kekurangan gizi kronis, BB/U dan TB/U

rendah, tetapi BB/TB normal. Kondisi ini sering disebut stunting.

Dalam berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk

menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas. Penentuan

ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang


35

batas dapat disajikan ke dalam 3 cara yaitu : persen terhadap

media, persentil dan standar deviasi unit (Supariasa, 2001).

b. Indeks Massa Tubuh (IMT)

1). Definisi indeks massa tubuh

Pengukuran dengan cara antropometri mempunyai banyak

jenis, salah satunya adalah dengan mengukur IMT. Indeks massa

tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi

badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram

dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari

IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada usia maupun jenis

kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak berkorespondensi untuk

derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, pada sebagian,

dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada mereka (WHO,

2000).

IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak

tubuh total sehingga dapat dengan mudah mewakili kadar lemak

tubuh. Saat ini, IMT secara internasional diterima sebagai alat

untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas (Hill,

2005). IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk

dilakukan untuk memberikan indikator atas lemak tubuh dan

digunakan untuk screening berat badan yang dapat

mengakibatkan problem kesehatan (CDC, 2011).


36

Menurut Supariasa (2001), penggunaan IMT hanya berlaku

untuk orang dewasa berusia di atas 18 tahun. Pengukuran

berdasarkan IMT dianjurkan oleh FAO/WHO/UNU tahun 1985.

2). Klasifikasi indeks massa tubuh

Metode yang paling berguna dan banyak digunakan untuk

mengukur tingkat obesitas adalah IMT (Indeks Massa Tubuh).

Nilai perhitungan yang didapat tidak tergantung pada usia dan

jenis kelamin.

Tabel II.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang
Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Komorbiditas
Berat badan < 18,5 rendah (tetapi risiko terhadap
kurang masalah-masalah klinis lain
meningkat)
Kisaran normal 18,5 – 24,9 Rata-rata
Berat badan lebih > 25
Pra-obes 25,0 – 29,9 Meningkat
Obes tingkat I 30,0 – 34,9 Sedang
Obes tingkat II 35,0 – 39,9 Berbahaya
Obes tingkat III > 40 Sangat berbahaya
Sumber: WHO technical series, 2004
37

Tabel II.2 Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik


Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang < 18,5
Kisaran normal 18,5 – 22,9
Berat badan lebih > 23
Berisiko 23,0 – 24,9
Obes tingkat I 25,0 – 29,9
Obes tingkat II ≥ 30
Sumber: Sugondo, 2006.

Tabel di atas merupakan kriteria yang berlaku untuk

kawasan Asia Pasifik saja. Setiap kawasan mempunyai kriteria

sendiri berdasarkan populasi (etnik) yang mendiami kawasan

tersebut. Misalnya saja untuk etnik Amerika berkulit hitam

memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik

Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia,

Indonesia, dan Thailand masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan

2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal ini

memperlihatkan adanya nilai cut off IMT untuk obesitas yang

spesifik untuk populasi tertentu. (Sugondo, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Widjaya (2015), terdapat 43

pekerja mengalami LBP, kejadian pada pekerja dengan status

overweight sebanyak 22 orang (51,2%) dan non overweight

sebanyak 21 orang (48,8%). Berdasarkan hasil analisis uji

statistik, diperoleh nilai p = 0,011. Dengan demikian, dapat


38

disimpulkan bahwa ada hubungan antara overweight dengan

kejadian LBP. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya oleh Purnamasari et al (2010) bahwa seseorang yang

overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP dibandingkan

dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Hasil penelitian

ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Deyo dan

Weinstein (2001) yakni faktor risiko LBP meningkat pada

seseorang yang overweight.

4. Pekerjaan

Faktor resiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan

gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat,

penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang,

posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis

(Setyawati, 2009).

5. Aktivitas fisik (kebiasaan olahraga)

Manfaat olahraga salah satunya adalah sebagai jalan yang

dapat dilakukan untuk memperbaiki postur (posisi) tubuh. Postur

dibentuk oleh otot, tulang, ligament dan saraf yang membentu dan

mengontrol tubuh ketika berdiri, duduk, ataupun bergerak menjaga

keseimbangan (Nurazizah, 2015)


39

Aktivitas fisik atau kebiasaan olahraga termasuk kategori

teratur bila olahraga tersebut dilakukan minimal 3 kali dalam

seminggu. Kurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan suplai oksigen

ke dalam otot sehingga dapat menyebabkan keluhan otot (Nurazizah,

2015).

Sesuai dengan olahraga yang dilakukan, perubahan dapat

terjadi pada serat otot yang memungkinkan untuk merespon secara

efisien pada berbagai jenis kebutuhan pada otot.Dua perubahan yang

bisa diinduksi di serat otot yaitu, kapasitas sintesis ATP dan

perubahan diameternya. Latihan olahraga dapat meningkatkan potensi

oksidatif otot, sedang (Nurazizah, 2015). Dalam melakukan aktivitas

fisik sehari-hari ataupun olahraga selama 30 menit dalam sehari dapat

membakar kalori sedikitnya 150 kalori (Merliani, 2007).

Seseorang yang sering melakukan aktivitas olahraga lebih

besar akan mengalami kejadian low back pain dibandingan dengan

orang yang jarang melakukan aktivitas olahraga. Hal ini terjadi karena

ada beberapa jenis kebiasaan olahraga tertentu yang membutuhkan

posisi badan membungkuk secara statis misalnya balap sepeda,

dimana dalam dunia balap sepeda dibutuhkan core stability exercise

yaitu suatu program yang didalamnya memberikan bentuk latihan

dengan adanya peregangan / stretching dan penguatan / strengthening

pada bagian core antara pelvis dan vertebra, core stability sangat

diperlukan pada pembalap sepeda karena pada dasarnya bahwa


40

pembalap sepeda mengalami posisi statis yang lama dengan

membungkuk yang pada akhirnya akan memhubungani posisi

keseimbangan (Roth, 2010)

Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi

kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas

fisik dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari,

melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari

2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak

tangga dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat

pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang (Setyawati,

2009).

Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur,

mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan

nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa

duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau

seorang mahasiswa yang sering kali membungkukkan punggungnya

pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan

membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti

tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Kasur yang

diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang

bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi

berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi


41

yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok

terlebih dahulu (Setyawati, 2009).

6. Kebiasaan merokok

Merokok dapat menyebabkan penurunan perfusi dan

kekurangan gizi otot dan tulang akibat kurangannya aliran darah ke

jaringan. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan jaringan tidak

efisien untuk merespon stress mekanik yang dapat menyebabkan

keluhan nyeri punggung (Tveito, 2004).

Hasil penelitian terhadap 100 sampel menunjukan bahwa 43

pekerja mengalami LBP, kejadian pada bukan perokok sebanyak 12

orang (27,9%), perokok ringan sebanyak 26 orang (60,5%), dan

perokok berat 5 orang (11,6%). Berdasarkan hasil analisis uji statistik,

diperoleh nilai p = 0,307. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian low

back pain (Widjaya, 2015). Setiap individu memiliki respon tubuh

yang berbeda terhadap agen penyakit. Hal ini disebabkan tiap individu

berbeda dari yang lain dalam hal susunan genetik dan interkasi dengan

lingkungan (Wilson, 2005).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Kartana (2010) yang mendapatkan bahwa tidak ada

hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan low back pain dengan

nilai p = 0,734. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Soleha


42

(2009) yang menemukan ada hubungan yang signifikan antar

kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk

pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada

rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan.

Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki

kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran

darahnya, termasuk ke tulang belakang (Setyawati, 2009).

7. Abnormalitas struktur tulang

Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada

skoliosis, lordosis, maupun kifosis, merupakan faktor resiko untuk

terjadinya LBP (Setyawati, 2009).


43

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Berikut ini merupakan bagan dari kerangka konsep penelitian, yaitu:

Variabel Independen Variabel Dependen

Tidak dapat diubah


a. Abnormalitas struktur tulang
b.b. Usia
Usia
c. Jenis kelamin
d. Pekerjaan

Low Back Pain

Dapat diubah
a. Status gizi:
1) Status antopometri
2) Indeks
2) Indeks massa
massa tubuh
tubuh
b. Merokok
b. Merokok
c. Aktivitas
c. Aktivitas fisik
fisik (kebiasaan
olahraga)

Keterangan:
Diteliti

Tidak diteliti

Gambar III.1 : Kerangka Konsep Penelitian


44

Menurut penelitian yang dilakukan Nurzannah (2015), menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna proporsi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) yang

mengalami Low Back Pain pada TKBM dengan usia > 25- 65 tahun dibandingkan

TKBM yang mempunyai usia < 25 tahun. Adapun besarnya beda dapat dilihat

dari OR yang besarnya 0.259 (0.090 – 0.750 ), artinya resiko terjadinya Low Back

Pain pada TKBM yang mempunyai usia 25- 65 tahun 0.259 kali lebih besar

dibandingkan TKBM dengan usia < 25 tahun.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Teguh prayugo (2012), bahwa usia

memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan subjektif pada punggung

dengan nilai (OR 21, p value 0,02 < α 0,05).

Menurut Joko Susteyo (2008) mengatakan bahwa kondisi usia berpengaruh

terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik

maksimal seseorang dicapai pada usia 25-40 tahun dan akan terus menurun

seiring dengan bertambahnya usia.

Dalam penelitian Sahrul Munir (2012), Tulang belakang terutama daerah

lumbal memegang peranan penting dalam menahan beban tubuh .mereka yang

memiliki proporsi tubuh normal, maka beban pada tulang belakangnya juga dalam

batas yang normal.

Beban yang berlebihan di tulang belakang jugaakan meningkatkan tekanan di

diskus invertebrate menyempit. Hal ini akan memperbesar kemungkinan

terjepitnya serabut saraf yang keluar dari foramen intervertebrata dan pembulu

darah kecil yang memperdarahi daerah lumbal. Otot yang dipersarafi diperdarahi

oleh pembulu darah yang terjepit tersebut akan menurun kemampuannya dalam
45

melakukan kontraksi dan relaksasi. Kelelahan otot lebih cepat timbul dan

terjadilah nyeri (Nurzannah, 2015).

Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko terhadap Low Back

Pain hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke cakram dan

berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah

arteri. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri punggung karena perokok

memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya,

termasuk ke tulang belakang (Ruslan A Latif, 2007).

Penelitian yang dilakukan Nurzannah (2015),menunjukkan adanya hubungan

yang bermakna proporsi TKBM yang mengalami Low Back Pain pada TKBM

yang jarang berolahraga dibandingkan TKBM yang sering berolahraga. Adapun

besarnya beda dapat dilihat dari OR yang besarnya 0.259 (0.090 – 0.750) , artinya

resiko terjadinya Low Back Pain pada TKBM yang mempunyai kebiasaan

olahraga 0.259 kali lebih besar dibandingkan TKBM tidak berolahraga.

Dengan meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot punggung, beban akan

terdistribusi secara merata dan mengurangi beban hanya pada tulang belakang.

Selain sebagai upaya preventif misalnya dengan peregangan, olahraga ternyata

dapat juga mengurangi gejala nyeri bila sudah terjadi gangguan nyeri punggung

bawah (Syahrul Munir, 2012).


46

B. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan beberapa resiko terhadap terjadinya low back pain di

Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo

bulan Januari tahun 2018.


47

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi observasional

analitik dengan menggunakan rancangan case control. Case control adalah

penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara dua kelompok

yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2012). Studi

kasus kontrol dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok kasus dan

kelompok kontrol, kemudian secara retrospektif diteliti faktor-faktor risiko

yang mungkin dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol dapat terkena

paparan atau tidak dengan cara wawancara dan mengkaji catatan medik.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Barengkrajan,

Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada bulan Januari 2018.

C. Subjek Penelitian

Mengingat pada penelitian ini menggunakan rancangan case control maka

untuk pengambilan sampel dibagi menjadi kelompok kasus dan kelompok

kontrol.
48

1. Case

Seluruh pasien low back pain yang tercatat di Puskesmas

Barengkrajan pada bulan Januari 2018 sebanyak 79 kasus.

a. Kriteria inklusi kasus yang diajukan adalah:

1) Pasien yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Barengkrajan

2) Pasien yang terdiagnosis low back pain bulan Januari 2018 di

Puskesmas Barengkrajan dan memiliki data rekam medik lengkap

dengan alamat rumah

b. Kriteria inklusi kontrol yang diajukan adalah:

1) Pasien yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Barengkrajan

2) Pasien yang tidak terdiagnosis low back pain bulan Januari 2018 di

Puskesmas Barengkrajan

c. Kriteria eksklusi:

1) Nyeri punggung dirasakan akibat trauma dan menstruasi.

2.Kontrol

Non case yang mempunyai persyaratan setara dengan kelompok case

( dekat secara geografis, jenis kelamin, usia dan ras) sebanyak 79 kasus.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat, dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang
49

sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian

ini menggunakan dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab atau

berubahnya dependent variabel atau variabel terikat (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu usia, indeks massa

tubuh (IMT), kebiasaan merokok, aktivitas fisik (kebiasaan olahraga).

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas, variabel ini sering disebut

variabel respons (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel terikat yaitu low back pain (LBP).

E. Definisi Operasional

Tabel IV.1: Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Kategori Alat Ukur Skala


Data
1. Indeks Indeks massa tubuh (IMT) (1)Obesitas Timbangan Nominal
massa merupakan perhitungan angka (IMT >=30) dan
tubuh dari berat dan tinggi badan (2)Tidak obesitas Staturemeter
seseorang. Nilai IMT (IMT <30) (microtoise)
didapatkan dari berat dalam
kilogram dibagi dengan
kuadrat dari tinggi dalam meter
(kg/m2).
50

2. Usia Lama waktu hidup responden (1) 25-65 tahun Wawancara Nominal
sejak dilahirkan sampai dengan (2)<25 tahun dengan
dilakukan penelitian yang kuesioner
dibuktikan dengan kartu
identitas atau pengakuan
responden

3. Merokok Pernah melakukan aktivitas (1)Ya, Wawancara Nominal


menghisap atau menghirup (2)Tidak, dengan
asap rokok dengan kuesioner
menggunakan pipa atau rokok
minimal 1 batang per hari.

4. Kebiasaan Frekuensi berolahraga setiap (1) Sering, lebih Wawancara Nominal


Olahraga minggunya dari sama dengan
dengan 3kali/ kuesioner
minggu
(2) Jarang,
kurang dari
3kali/ minggu
5. Low Back Diagnosis Low Back Pain yabg (1) Ya, pasien Rekam medis Nominal
Pain telah ditentukan oleh dokter di yang
Puskesmas Barengkrajan dan didiagnosis
tercatat di rekam medis Low Back
Puskesmas Barengkrajan Pain dan
tercatat di
Puskesmas
Barengkrajan
(2) Tidak, pasien
yang tidak
didiagnosis
Low Back
Pain dan
tercatat di
Puskesmas
Barengkrajan
51

F. Prosedur Penelitian

Persiapan penelitian dengan mengurus administrasi yakni memberikan

surat izin penelitian pada Puskesmas Barengkrajan. Kasus yang diangkat

dalam penelitian ini adalah low back pain periode bulan Januari 2018

sebanyak 79 pasien.

Kemudian dilanjutkan dengan mencari kelompok kontrol yaitu

individu non-case yang mempunyai persyaratan geografis-klinis yang setara

dengan kelompok case (dekat secara geografis, jenis kelamin, dan usia)

sebanyak 79 responden.

Meminta persetujuan responden, melakukan pengumpulan data primer

dan data sekunder. Pengolahan data diolah dengan teknik editing, coding,

entry, tabulasi dan cleaning. Data akan dianalisis dengan menggunakan Uji

Chi-square dan program SPSS 16.0.


52

1. Alur Prosedur Penelitian

Persiapan penelitian

Mencari pasien yang didiagnosis low back pain dan tercatat di


Puskesmas Barengkrajan periode Januari 2018

Memilah subyek sesuai dengan kriteria inklusi kasus, inklusi


kontrol dan eksklusi

Memberikan informed consent kepada subyek penelitian

Tidak bersedia Bersedia

Analisis data dan penulisan laporan

Gambar IV.1: Alur penelitian

2. Kualifikasi dan Jumlah Petugas

Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai petugas yang

melakukan pengumpulan data. Dalam pengumpulan data tersebut peneliti

didampingi oleh tenaga kesehatan Puskesmas Barengkrajan.

3. Bahan/alat/instrumen

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah timbangan, staturemeter dan diberikan kuesioner kepada pasien.


53

4. Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat

kebenaran pengisian dan kelengkapan hasil pengamatan. Hal ini

dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga bila ada kekurangan

segera akan dapat dilengkapi.

b. Coding

Memasukkan hasil pengamatan ke dalam kategori kategori.

Klarifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, kemudian dimasukkan ke dalam lembar

tabel kerja.

c. Saving

Merupakan proses penyimpanan data sebelum data diolah atau

dianalisis.

d. Tabulating

Merupakan proses menyusun data dalam bentuk tabel,

selanjutnya diolah menggunakan bantuan komputer.

e. Cleaning

Merupakan kegiatan pengetikan kembali data yang sudah

diolah untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.


54

G. Analisis Data

Analisis data digunakan untuk menguji hipotesis yang telah

diterapkan yaitu mempelajari hubungan antara 2 variabel (Notoadmodjo,

2012).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas (usia, kebiasaan

merokok, kebiasaan olahraga, indeks massa tubuh), variabel terikat (low

back pain) maupun deskripsi karakteristik responden.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square

melalui dua tahapan. Tahap pertama yaitu mengetahui hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Tahapan kedua yaitu mengetahui

besar risiko variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengukuran besar

risiko pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung odds ratio, karena

jenis penelitian ini adalah case control. Odds Ratio (OR) adalah ukuran

asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian penyakit. Adapun rumus

Odds Ratio sebagai berikut:

Tabel IV.2 Tabel 2x2 Untuk Menghitung Odss Ratio

Faktor risiko Hipertensi


Kasus Kontrol
Termasuk faktor risiko A B
Tidak termasuk faktor C D
risiko
55

Adapun rumus dari Odds Ratio adalah sebagai berikut:


𝐴𝑥𝐷
OR= 𝐵 𝑥 𝐶

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

OR > 1 = faktor risiko menyebabkan sakit

OR = 1 = faktor risiko kelompok kasus sama dengan kelompok kontrol

OR < 1 = faktor risiko mencegah sakit

Oleh karena itu Ha pada penelitian ini diterima dan Ho ditolak bila OR

>1.

Apabila OR > 1, maka hasil OR di transformasi ke probabilitas. Adapun

rumus probabilitas menurut Dahlan (2011) adalag sebagai berikut:

𝑂𝑅
𝑥100%
𝑂𝑅 + 1
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian tentang beberapa faktor risiko terjadinya low back pain di

Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo

periode bulan Januari tahun 2018.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil penyebaran kuesioner dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel V.1 IMT pada Responden

IMT Frekuensi Persentase %

Obesitas 51 32,3

Tidak Obesitas 107 67,7

Total 158 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2018

32.3%
Obesitas
67.7%
Tidak Obesitas

Gambar V.1 Grafik IMT Pada Responden

56
57

Tabel V.1 dan Grafik V.1 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian tidak mengalami obesitas yaitu sebanyak 107

orang (67,7%) sedangkan 51 orang (32,3%) lainnya mengalami obesitas.

Tabel V.2 Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase %

25 – 65 Tahun 100 63,3

< 25 Tahun 58 36,7

Total 158 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2018

36.7%

25 - 65 Tahun
63.3%
< 25 Tahun

Gambar V.2 Grafik Usia Responden

57
58

Tabel V.2 dan Grafik V.2 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini sebanyak 58 orang (36,7%) berusia < 25

tahun, sisanya sebanyak 100 orang (63,3%) berusia antara 25 – 65 Tahun.

Tabel V.3 Karakteristik Berdasarkan Kebiasaan Merokok Responden

Merokok Frekuensi Persentase %

Ya 43 27,2

Tidak 115 72,8

Total 158 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2018

27.2%

Ya
72.8% Tidak

Gambar V.3 Grafik Berdasarkan Kebiasaan Merokok Responden

Tabel V.3 dan Grafik V.3 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 115 orang

(72,8%) sedangkan responden yang merokok sebanyak 43 orang (27,2%).


59

Tabel V.4 Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan Olahraga Frekuensi Persentase %

Sering 60 38,0

Jarang 98 62,0

Total 158 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2018

38.0%
Sering
62.0%
Jarang

Gambar V.4 Grafik Berdasarkan Kebiasaan Olahraga Responden

Tabel V.4 dan Grafik V.4 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden sebanyak 98 orang (62,0%) mengaku jarang melakukan olahraga,

dan responden yang sering melakukan olahraga sebanyak 60 orang (38,0%).


60

Tabel V.5 Kejadian Low Back Pain

Low Back Pain Frekuensi Persentase %

Ya 79 50,0

Tidak 79 50,0

Total 158 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2018

50.0%
50.0%
Ya
Tidak

Gambar V.5 Grafik Berdasarkan Kejadian Low Back Pain Responden

Tabel V.5 dan Grafik V.5 menunjukkan bahwa antara responden yang

mengalami kejadian low back pain dengan responden yang mengaku tidak

mengalami kejadian low back pain jumlahnya berimbang yaitu 79 orang

(50%).

C. Uji Statistik

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat)

dapat diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar

variabel. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian menggunakan uji odds

ratio (OR).
61

Tabel V.6 IMT sebagai faktor risiko terjadinya low back pain di
Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
LBP
IMT Total OR p-value
Ya Tidak

Obesitas 26 25 51

(51.0%) (49.0%) (100.0%)

Tidak Obesitas 53 54 107


1,060 0,865
(49.5%) (50.5%) (100.0%)

Total 79 79 158

(50.0%) (50.0%) (100.0%)

Sumber : Hasil Kuesioner Diolah

Hasil perhitungan odds ratio untuk IMT dengan confidence interval

95% diperoleh nilai 1,060 (>1), artinya orang dengan obesitas memiliki

peluang untuk terjadinya LBP 1,060 kali lebih besar (51,45%) dibandingkan

orang tidak obesitas. Hal ini bisa dilihat dari hasil peneltian ini bahwa dari

100% responden dalam penelitian ini yang obesitas didapatkan 51,0%

diantaranya menderita low back pain, sedangkan dari 100% responden yang

tidak obesitas 50,5% diantaranya tidak menderita low back pain.

Selain itu hasil pengujian Chi-square juga memperkuat dengan

perolehan nilai p-value sebesar 0,865 (> 0,05), sehingga dapat diartikan IMT

tidak berhubungan dengan kejadian low back pain di Poli Umum Puskesmas
62

Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari

tahun 2018.

Tabel V.7 Usia sebagai faktor risiko terjadinya low back pain di Poli
Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
LBP
Usia Total OR p-value
Ya Tidak

25 – 65 Tahun 72 27 99

(72,7%) (27,3%) (100.0%)

< 25 Tahun 7 52 59
19,810 0,000
(11,9%) (88,1%) (100.0%)

Total 79 79 158

(50.0%) (50.0%) (100.0%)

Sumber : Hasil Kuesioner Diolah

Hasil perhitungan odds ratio untuk usia dengan confidence interval

95% diperoleh nilai 19,810 (>1), artinya semakin tua usia seseorang peluang

untuk terjadinya low back pain 19,810 kali lebih besar (95,2%) dibandingkan

seseorang dengan usia lebih muda. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian ini

bahwa dari 100% responden dalam penelitian ini yang berusia 25 – 65 Tahun

didapatkan 72,7% di antaranya menderita low back pain, sedangkan dari

100% responden dengan usia < 25 Tahun 88,1% di antaranya tidak menderita

low back pain.


63

Selain itu hasil pengujian Chi-square diperoleh nilai p-value sebesar

0,000 (< 0,05), sehingga dapat diartikan terdapat pengaruh antara faktor usia

responden dengan kejadian low back pain di Poli Umum Puskesmas

Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari

tahun 2018.

Tabel V.8 Merokok sebagai faktor risiko terjadinya low back pain di Poli
Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
LBP
Merokok Total OR p-value
Ya Tidak

Ya 25 18 43

(58.1%) (41.9%) (100.0%)

Tidak 54 61 115
1,569 0,211
(47.0%) (53.0%) (100.0%)

Total 79 79 158

(50.0%) (50.0%) (100.0%)

Sumber : Hasil Kuesioner Diolah

Hasil perhitungan odds ratio untuk kebiasaan merokok dengan

confidence interval 95% diperoleh nilai 1,569 (>1), artinya seseorang dengan

kebiasaan merokok memiliki peluang 1,569 kali lebih besar (61,07%)

mengalami kejadian low back pain dibandingkan dengan orang yang tidak

memiliki kebiasaan merokok. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian ini
64

bahwa dari 100% responden dalam penelitian ini yang memiliki kebiasaan

merokok diketahui 58,1% di antaranya menderita low back pain, sedangkan

dari 100% responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok 53% di

antaranya tidak menderita low back pain.

Namun hasil pengujian Chi-square memperoleh nilai p-value sebesar

0,211 (> 0,05), yang artinya meski merokok merupakan faktor risiko

terjadinya low back pain namun dalam penelitian ini faktor merokok tidak

menjadi pengaruh terjadinya low back pain pada responden di Poli Umum

Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan

Januari tahun 2018.

Tabel V.9 Kebiasaan Olahraga sebagai faktor risiko terjadinya


low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
LBP
Kebiasaan Olahraga Total OR p-value
Ya Tidak

Sering 47 13 60

(78.3%) (21.7%) (100.0%)

Jarang 32 66 96
7,457 0,000
(32.7%) (67.3%) (100.0%)

Total 79 79 158

(50.0%) (50.0%) (100.0%)

Sumber : Hasil Kuesioner Diolah


65

Hasil perhitungan odds ratio untuk IMT dengan confidence interval

95% diperoleh nilai 7,457 (>1), artinya peluang seseorang yang sering

melakukan aktivitas olahraga 7,457 kali lebih besar (88,17%) akan

mengalami kejadian low back pain dibandingkan dengan orang yang jarang

melakukan aktivitas olahraga. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian ini

bahwa dari 100% responden dalam penelitian ini yang sering melakukan

kebiasaan olahraga didapatkan 78,3% di antaranya menderita low back pain,

sedangkan dari 100% responden yang jarang melakukan aktivitas olahraga

67,3% di antaranya tidak menderita low back pain.

Selain itu hasil pengujian Chi-square diperoleh nilai p-value sebesar

0,000 (< 0,05), sehingga dapat diartikan kebiasaan olahraga memiliki

hubungan dengan kejadian low back pain di Poli Umum Puskesmas

Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari

tahun 2018.
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah

punggung bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau

lesi tulang. Nyeri punggung bawah dapat diikuti dengan cedera atau

trauma punggung, tapi juga rasa sakit dapat disebabkan oleh kondisi

degeneratif misalnya penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang

lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan

bawaan pada tulang belakang (Tatilu, 2014)

Dalam penelitian ini 50% responden mengalami kejadian low back

pain. Low back pain (LBP) terjadi karena gangguan biomekanik vertebra

lumbal akibat perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan

posisi tubuh dan akan menimbulkan nyeri. Ketegangan (strain) otot dan

keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu

penyebab utama LBP (Farras Hadyan, 2015)

B. Hubungan IMT dengan Terjadinya Low Back Pain di Poli Umum


Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
periode Januari tahun 2018

Pada penelitian ini diketahui sebagian besar responden tidak

mengalami obesitas yaitu sebanyak 107 orang (67,7%). Dan hasil

perhitungan odds ratio untuk IMT dengan confidence interval 95%


66
67

diperoleh nilai 1,060 (<1), artinya IMT bukan termasuk faktor resiko

terjadinya low back pain pada seseorang. Selain itu hasil pengujian Chi-

square juga memperkuat dengan perolehan nilai p-value sebesar 0,865 (>

0,05), sehingga dapat diartikan IMT tidak berhubungan dengan kejadian low

back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian

Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018.

Menurut Sahrul Munir (2012), Tulang belakang terutama daerah

lumbal memegang peranan penting dalam menahan beban tubuh

mereka yang memiliki proporsi tubuh normal, maka beban pada tulang

belakangnya juga dalam batas yang normal. Beban yang berlebihan di

tulang belakang juga akan meningkatkan tekanan di diskus invertebrate

menyempit. Hal ini akan memperbesar kemungkinan terjepitnya

serabut saraf yang keluar dari foramen intervertebrata dan pembuluh

darah kecil yang memperdarahi daerah lumbal. Otot yang dipersarafi

diperdarahi oleh pembuluh darah yang terjepit tersebut akan menurun

kemampuannya dalam melakukan kontraksi dan relaksasi. Kelelahan

otot lebih cepat timbul dan terjadilah nyeri.

Berdasarkan hasil penelitian Widjaya (2015), terdapat 43 pekerja

mengalami LBP, kejadian pada pekerja dengan status overweight

sebanyak 22 orang (51,2%) dan non overweight sebanyak 21 orang

(48,8%). Berdasarkan hasil analisis uji statistik, diperoleh nilai p = 0,011.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

overweight dengan kejadian LBP. Hasil penelitian ini sejalan dengan


68

penelitian sebelumnya oleh Purnamasari et al (2010) bahwa seseorang

yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP dibandingkan

dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Hasil penelitian ini juga

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Deyo dan Weinstein (2001) yakni

faktor risiko LBP meningkat pada seseorang yang overweight.

Meskipun Hasil penelitian disini sejalan dengan hasil dengan

penelitian Nurzannah, dkk (2015) yang menyatakan tidak adanya hubungan

yang bermakna proporsi TKBM yang mengalami Low Back Pain pada

TKBM, artinya resiko terjadinya Low Back Pain pada TKBM yang

mempunyai IMT 18.5 – 25.0, 0.312 kali lebih besar dibandingkan

TKBM dengan IMT < 18.4. Hasil penelitian ini juga memiliki kontroversi

dimana penelitian lain dari Widjaya dan Purnamasari menyebutkan bahwa

orang dengan overweight 5 kali lebih berisiko low back pain, hal ini dapat

disebabkan beberapa hal, antara lain dari metode pengukuran peneliti, atau

dari teknik pengambilan sampel.

C. Hubungan Usia dengan kejadian Low Back Pain di Poli Umum


Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
periode bulan Januari tahun 2018

Hasil perhitungan odds ratio dalam penelitian ini diperoleh nilai

19,810 (>1), artinya semakin tua usia seseorang peluang untuk terjadinya

low back pain 19,810 kali lebih besar (95,2%) dibandingkan seseorang

dengan usia lebih muda. Hal ini bisa dilihat dari hasil peneltian ini bahwa

dari 100% responden dalam penelitian ini yang berusia 25 – 65 Tahun


69

didapatkan 72,7% diantaranya menderita low back pain, sedangkan dari

100% responden dengan usia < 25 Tahun 88,1% diantaranya tidak

menderita low back pain. Selain itu hasil pengujian Chi-square diperoleh

nilai p-value sebesar 0,000 (< 0,05), sehingga dapat diartikan terdapat

hubungan antara faktor usia responden dengan kejadian low back pain di

Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo

periode bulan Januari tahun 2018.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurzannah, dkk (2015) juga

menyatakan adanya hubungan yang bermakna proporsi TKBM yang

mengalami Low Back Pain pada TKBM dengan usia > 25- 65 tahun

dibandingkan TKBM yang mempunyai usia < 25 tahun. Adapun besarnya

beda dapat dilihat dari OR yang besarnya 0.259 (0.090 – 0.750), artinya

resiko terjadinya low back pain pada TKBM yang mempunyai usia 25-

65 tahun 0.259 kali lebih besar dibandingkan TKBM dengan usia < 25

tahun.

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil yang berhubungan, dan

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Teguh prayugo (2012),

bahwa usia memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan

subjektif pada punggung dengan nilai (OR 21, p value 0,02 < α 0,05).

Menurut Joko Susteyo (2008) mengatakan bahwa kondisi usia

berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot

seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada usia 25-

40 tahun dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya usia.


70

D. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian Low Back Pain di


Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018

Hasil perhitungan odds ratio dalam penelitian ini untuk kebiasaan

merokok dengan confidence interval 95% diperoleh nilai 1,569 (>1), artinya

seseorang dengan kebiasaan merokok memiliki peluang 1,569 kali lebih

besar mengalami kejadian low back pain dibandingan dengan orang yang

tidak memiliki kebiasaan merokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh

penurunan pasokan oksigen ke cakram dan berkurangnya oksigen darah

akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri. Kebiasaan

merokok dapat menyebabkan nyeri punggung karena perokok memiliki

kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya,

termasuk ke tulang belakang (Ruslan A Latif, 2007).

Namun hasil pengujian Chi-square memperoleh nilai p-value sebesar

0,211 (> 0,05), yang artinya meski merokok merupakan faktor resiko

terjadinya low back pain namun dalam penelitian ini faktor merokok tidak

memiliki hubungan dengan terjadinya low back pain pada responden di Poli

Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo

periode bulan Januari tahun 2018. Hal ini diperkirakan karena sebagian

besar responden dalam penelitian ini tidak memiliki kebiasaan merokok

yaitu sebanyak 115 orang (72,8%) sedangkan responden yang merokok

sebanyak 43 orang (27,2%).


71

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hasil yang didapatkan sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Heru Septiawan, (2013) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan

keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja bangunan di PT Mikroland

Property Development.

E. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan kejadian Low Back Pain di


Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018

Hasil perhitungan odds ratio untuk IMT dengan confidence interval

95% diperoleh nilai 7,457 (>1), artinya peluang seseorang yang sering

melakukan aktivitas olahraga 7,457 kali lebih besar akan mengalami kejadian

low back pain dibandingan dengan orang yang jarang melakukan aktivitas

olahraga. Hal ini terjadi karena ada beberapa jenis kebiasaan olahraga tertentu

yang membutuhkan posisi badan membungkuk secara statis misalnya balap

sepeda, dimana dalam dunia balap sepeda dibutuhkan core stability exercise

yaitu suatu program yang didalamnya memberikan bentuk latihan dengan

adanya peregangan / stretching dan penguatan / strengthening pada bagian

core antara pelvis dan vertebra, core stability sangat diperlukan pada

pembalap sepeda karena pada dasarnya bahwa pembalap sepeda mengalami

posisi statis yang lama dengan membungkuk yang pada akhirnya akan

mempengaruhi posisi keseimbangan (Roth, 2010)

Sedangkan hasil pengujian Chi-square diperoleh nilai p-value sebesar

0,000 (< 0,05), sehingga dapat diartikan kebiasaan olahraga memiliki


72

hubungan dengan kejadian low back pain di Poli Umum Puskesmas

Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari

tahun 2018.

Dengan meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot punggung,

beban akan terdistribusi secara merata dan mengurangi beban hanya pada

tulang belakang. Selain sebagai upaya preventif misalnya dengan peregangan,

olahraga ternyata dapat juga mengurangi gejala nyeri bila sudah terjadi

gangguan nyeri punggung bawah (Syahrul Munir, 2012).

Olahraga yang dianjurkan untuk mencegah LBP adalah : low impact

aerobic (seperti jalan kaki, bersepeda atau berenang) sebaiknya dilakukan

30 sampai 45 menit 3 – 5 kali dalam seminggu yang diawali dengan

pemanasan dan diakhiri dengan pendinginan (Nurzannah, 2015).

Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini didapatkan hasil yang

serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurzannah, dkk (2015) yang

menyatakan resiko terjadinya low back pain pada TKBM yang

mempunyai kebiasaan olahraga 0.259 kali lebih besar dibandingkan

TKBM tidak berolahraga.


BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMT bukan termasuk faktor resiko

terjadinya low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan

Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periodeJanuari tahun 2018

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia merupakan faktor resiko

terjadinya low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan

Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa merokok tidak menjadi faktor

resiko terjadinya low back pain pada responden di Poli Umum

Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode

Januari tahun 2018

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan olahraga merupakan

faktor resiko terjadinya low back pain di Poli Umum Puskesmas

Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari

tahun 2018.

73
74

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat di ambil beberapa saran

sebagai beriku:

1. Bagi responden diharapakn untuk melakukan peregangan otot sebelum

melakukan aktivitas fisik/kerja yang berat seperti mengangkat, menahan dan

memindahkan beban, karena peregangan otot sangat baik untuk kelenturan

otot tulang belakang. Olahraga ringan yang dianjurkan untuk mencegah

nyeri punggung bawah seperti jalan kaki, bersepeda atau berenang

sebaiknya dilakukan 30 sampai 45 menit atau 3 - 5 kali seminggu

2. Bagi instansi terkait diharapkan dapat memberi penyuluhan dan pembinaan

tentang bahaya terjadinya low back pain. Sehingga masyarakat dapat berhati

– hati dalam melakukan aktivitas yang berat dalam keseharian mereka.

3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian low back pain

seperti beban kerja, sikap saat beraktivitas / bekerja, lama bekerja serta masa

kerja.
75

Daftar Pustaka

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama. Hal. 100.

Andini, F. 2015. Risk Factory of Low Back Pain in Workers. Tesis. Lampung:

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

CDC. 2011. Healthy Weight - it's not a diet, it's a lifestyle! (Online)

(http://www.cdc.gov/healthyweight/physical_activity/index.html) Diakses

tanggal 8 Mei 2018.

Dahlan, Muhamad Sopiyudin. 2011. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan.

Deskriptif, Bivariat dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan

Menggunakan SPSS. Cetakan ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Halaman 195.

Deyo, R.A., dan Weinstein, J.N. 2001. “Primary Care Low Back Pain”. N Engl J

M, Vol. 344, pp. 363-370.

Heru Septiawan. 2013. Faktor Berhubungan Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Pada Pekerja Bangunan PT Mikroland Semarang. Unnes Journal of Public

Health. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan,

Universitas Negeri Semarang, Indonesia.

Hill. 2005. Dalam: Idapola, S, S, J. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan

Biokimia Darah: Trigliserida, Kolesterol, dan Glukosa Darah. Jakarta:

Universitas Indonesia.
76

Isnain M., 2013. Hubungan Antara Tinggi Hak Sepatu dan Indeks Massa Tubuh

(IMT) dengan Keluhan Nyeri Pinggang Bawah Pada Sales Promotion Girl

(SPG) Ramayana Salatiga. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 2(1): p.

1-9.

Joko Susetyo, Titin Isna. 2008. Prevalensi Keluhan Subyektif Atau Kelelahan

Karena Sikap Kerja Yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak.

http://www.e-jurnal.com/2014/09/prevalensi-keluhan-subyektif-atau.html

Kartana, T. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain

pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading

Jakarta Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Khruakhorn S, Sritipsukho P, Siripakarn Y, Vachalathiti R., 2010. Pravelence and

Risk Factor of Low Back Pain among the University Staff. J Med

Assoc Thai Vol. 93 (Suppl. 7) : 142-148.

Lailani TM. Hubungan Antara Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan

Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik

Saraf RSUD Dokter Soedarso Pontianak. Jurnal Mahasiswa PSPD FK

Universitas Tanjungpura. 2013; 1(1): p. 1-15.

Maulana, Ruli Syukran dkk., 2016. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan

Tingkat Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP) di Poliklinik Saraf

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Kedokteran Biomedis, Vol. 1 Nomor 4:1-6.


77

Mangwani J, Giles C, et al. 2010. Obesity and Recovery from Low Back Pain: A

prospective Study to Investigate The effect of body mass index on

recovery from low back pain.

Meliala. L.KRT, et al., 2003. Nyeri Punggung Bawah. Kelompok Studi Nyeri

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta.

Muhammad Farras Hadyan. 2015. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian

Low Back Pain pada Pengemudi Transportasi Publik. Majority | Volume 4 |

Nomor 7 | Juni 2015 | Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Merliani &amp; Tantan, S. 2007. 100 Question and Answer Hypertension.

Jakarta:PT.Elex Media Komputindo.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, hal. 103.

Nurani JI. Kombinasi Manipulasi Sakroiliaka dan Latihan Mobilisasi Aktif Lebih

Baik Dalam Menurunkan Indeks Disabilitas Dari Pada Manipulasi

Sakroiliaka Pada Sacroiliac Joint Blockade. [Online]; 2014 [cited 2014

April 2014]. Available from: http://digilib.esaunggul.ac.id.

Nurzannah; Makmur Sinaga; Umi Salmah. 2015. Hubungan Faktor Resiko

Dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga

Kerja Bongkar Muat (TKBM) Di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2015.

Jurnal Penelitian. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM

USU. Medan.

Nurzazizah, Sherly et al . 2015. Hubungan Kebiasaan Olahraga Dengan Low

Back Pain Disability. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.


78

Purnamasari, Hendy dkk. 2010. Overweight sebagai Faktor Resiko Low Back

Pain pada Pasien Poli Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Mandala of Health. Vol.4, Nomor 1, Januari 2010; 26-32.

Prayugo, Teguh. 2012. Faktor yang berpengaruh terhadap nyeri punggung di

Ruang UGD dan HCU Rumah Sakit prikasih Jakarta Tahun 2012.

Universitas pembangunan nasional Veteran. Jakarta.

Roth, Trist Wisbey. 2010. The Importance of Core Strength In Cycling. Masters

Sports Physiotherapy (AIS/UC). Past Australian Cycling Team/Olympic.

Ruslan A Latif, 2007, Nyeri Punggung Bawah,

http://medicastore.com/penyakit/2007/08/Nyeri_Punggung_Bawah .html

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta. Hal. 13-39

Sugondo, Sidartawan. 2006. Obesitas dalam Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi

IV. Depok: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Supariasa dan Dewa Nyoman I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Suharjanti, Isti. 2014. Kasus Low Back Pain Perlu Perhatian Khusus. Artikel

diakses 5 Mei 2018 dari http://fk.unair.ac.id/archives/2014/02/11/kasus-

low-back-pain-perlu-perhatian-khusus.html

Syahrul, Munir., 2012. Analisis Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bagian

Final Packing dan Part Supply di PT.X Tahun 2012.Tesis: Fakultas

Kesehatan Masyarakat program Keselamatan dan Kesehatan Kerja UI Juli

2012, Jakarta.
79

Tatilu, Joice Ester. 2014. Hubungan antara Sikap Kerja dengan Keluhan Nyeri

Punggung Bawah pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Kantor

Kesyahbandaraan dan Otoritas Pelabuhan Manado. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Tarwaka. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta:

UNIBA PRESS.

Tveito, T.H., et al. 2004. “Low Back Pain Interventions at the Workplace: A

Systematic Literature Review”. Occup Med, Vol. 54, pp. 3-13.

Waspadji S, Suyono S, Sukardji K, Kresnawan T., 2003. Studi epidemiologi dan

Penelitian di Rumah Sakit, Jakarta : Balai penerbit FK UI, pp : 222

Wheeler, H.A. 2013. Low Back Pain and Sciatica

http://emedicine.medscape.com/article/1144130, diakses pada 8 Mei 2018.

Widjaya. Mario Polo., Aswar, Haeril., dan Pala’langan, Samuel. 2015. Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Low Back Pain Pada Pekerja

Furniture. Kendari: Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Wilson, L.M. 2005. Konsep Umum Penyakit. Dalam: Hartanto, H., et al. Editor.

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Vol. 1. Jakarta:

EGC.

WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Report of a

WHO Consultation. Geneva, Switzerland: WHO. p. 11.

WHO. 2004. Body Mass Index Classification. (Online)

(http://www.who.int/mediacentre/) Diakses tanggal 8 Mei 2018.


80

Lampiran

Lampiran 1: Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)

Judul penelitian : Beberapa Faktor Resiko Terjadinya Low Back Pain di Poli
Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018
Tujuan Penelitian :
1. Tujuan umum
Menganalisis beberapa faktor resiko terjadinya low back pain di Poli
Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
periode Januari tahun 2018.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi faktor usia yang menjadi resiko terhadap kejadian
Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari tahun 2018.
b. Mengidentifikasi faktor aktivitas fisik (kebiasaan olahraga) yang
menjadi resiko terhadap kejadian Low Back Pain di Poli Umum
Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
periode Januari tahun 2018.
c. Mengidentifikasi faktor kebiasaan merokok yang menjadi resiko
terhadap kejadian Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas
Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari
tahun 2018.
d. Mengidentifikasi faktor indeks massa tubuh yang menjadi resiko
terhadap kejadian Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas
Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari
tahun 2018.
e. Menganalisis beberapa faktor yang menjadi resiko terhadap kejadian
terhadap kejadian Low Back Pain di Poli Umum Puskesmas
Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode Januari
tahun 2018.
81

Manfaat Penelitian :
1. Dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan
pengembangan ilmu sebagai bahan masukan pada staf Puskesmas
Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
2. Sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan
dengan beberapa faktor resiko low back pain yang nantinya akan
dilakukan di Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo.
3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dapat menjadi masukan untuk
dilanjutkan pada penelitian dengan desain penelitian yang lebih baik untuk
mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap kejadian low back pain.

Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat


penelitian yang berjudul “Beberapa Faktor Resiko Terjadinya Low Back Pain di
Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
periode Januari tahun 2018”, saya mengerti bahwa saya diminta untuk menjawab
pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan low back pain. Saya
memerlukan waktu sekitar 5-15 menit sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak membawa risiko.
Apabila ada pertanyaan yang menimbulkan respon emosional, penelitian ini akan
dihentikan dan peneliti akan memberikan dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan,
dan kerahasiaannya ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas saya tidak
akan ditulis pada instrumen penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di
tempat yang aman.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai
responden atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi atau
kehilangan hak-hak saya.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab dengan
memuaskan.
Secara sukarela saya sadar dan bersedia berperan dalam penelitian ini
dengan menandatangani Surat Persetujuan Menjadi Responden.

Sidoarjo, ………………2018
Responden

(………………………………)
Saksi:
1. ……………………….. (tanda tangan)

(…………………….....) (nama terang)


82

Lampiran 2: Kuesioner

A. FORMULIR IDENTITAS RESPONDEN


Kode Responden :
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Tanggal Lahir/ Umur :
Pekerjaan :
Tanggal Pengukuran :

B. DATA ANTOPEMETRI
Tinggi badan : cm
Berat badan : kg

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔) Status Gizi


IMT=𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2 )=

Kurang/Normal/Gemuk/Obesitas

Kuisioner Faktor Resiko Low Back Pain


1. Berapakah usia anda?
□ <25 tahun
□ 25-65 tahun

2. Jika anda bekerja (mengajar, bertani, bekerja di kantor, dll), sudah berapa lama
anda bekerja?
□ <4 tahun
□ ≥ 4 tahun

3. Dalam satu hari berapa lama anda bekerja?


□ >8 jam
□ ≤8 jam

4. Sikap tubuh anda dalam bekerja termasuk dalam sikap yang bagaimana?
□ Dominan duduk
□ Dominan berdiri

5. Apakah anda melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari dirumah seperti mencuci


baju, membersihkan rumah, dll selama lebih dari 30 menit dalam satu hari?
□ Ya
□ Tidak
83

6. Apakah anda merokok?


□ Ya
□ Tidak
7. Apakah anda menghisap rokok ≥ 10 batang dalam sehari?
□ Ya
□ Tidak

8. Sudah berapa lama anda merokok?


□ <4 tahun
□ ≥ 4 tahun

9. Apakah anda melakukan kegiatan olahraga?


□ Sering (> 3 x seminggu)
□ Jarang (<3 x seminggu)

10. Berapa lama dalam satu hari anda melakukan kegiatan olahraga?
□ <30 menit
□ ≥ 30 menit

11. Apakah jenis kegiatan olah raga yang anda lakukan melibatkan mengangkat
beban?
□ Ya
□ Tidak

12. Dalam satu hari anda makan berapa kali?


□ ≤ 3 kali
□ 3 kali

13. Apakah anda suka mengkonsumsi makanan ringan atau cemilan (keripik,
biscuit, dll) setelah selesai makan makanan pokok anda?
□ Ya
□ Tidak

14. Apakah anda mengkonsumsi sayuran ≤ 3 kali dalam seminggu?


□ Ya
□ Tidak

15. Apakah anda mengkonsumsi buah-buahan ≤ 3 kali dalam seminggu?


□ Ya
□ Tidak

16. Apakah anda sering mengkonsumsi makanan sepat saji/ fast food?
□ Ya
□ Tidak
84

17.Apakah dalam seminggu anda mengkonsumsi makanan cepat saji ≥3 kali?


□ Ya
□ Tidak

18. Apakah anda merasakan nyeri pada punggung bawah ≥1 tahun ?


□ Ya
□ Tidak

19. Apakah nyeri yang anda rasakan mengganggu tidur saat malam hari?
□ Ya
□ Tidak

20. Apakah nyeri yang anda rasakan menjalar sampai ke kaki?


□ Ya
□ Tidak
85

Lampiran 3: Tabulasi SPSS

Uji chi-square dan odds ratio hubungan faktor risiko IMT dengan kejadian
low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
IMT * LBP1 Crosstabulation

LBP1 Total

Ya Tidak

Count 26 25 51

Expected Count 25,5 25,5 51,0


Obesitas
% within IMT 51,0% 49,0% 100,0%

% of Total 16,5% 15,8% 32,3%


IMT
Count 53 54 107

Expected Count 53,5 53,5 107,0


Tidak Obesitas
% within IMT 49,5% 50,5% 100,0%

% of Total 33,5% 34,2% 67,7%


Count 79 79 158

Expected Count 79,0 79,0 158,0


Total
% within IMT 50,0% 50,0% 100,0%

% of Total 50,0% 50,0% 100,0%


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square ,029a 1 ,865


Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,029 1 ,865
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear
,029 1 ,865
Association
N of Valid Cases 158

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25,50.
b. Computed only for a 2x2 table
86

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for IMT


1,060 ,544 2,065
(Obesitas / Tidak Obesitas)
For cohort LBP1 = Ya 1,029 ,740 1,432
For cohort LBP1 = Tidak ,971 ,693 1,361
N of Valid Cases 158

Uji chi-square dan odds ratio hubungan faktor risiko usia dengan kejadian
low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
UMUR * LBP Crosstabulation

LBP Total

ya tidak

Count 72 27 99

Expected Count 49,5 49,5 99,0


berisiko
% within UMUR 72,7% 27,3% 100,0%

% of Total 45,6% 17,1% 62,7%


UMUR
Count 7 52 59

Expected Count 29,5 29,5 59,0


tidak berisiko
% within UMUR 11,9% 88,1% 100,0%

% of Total 4,4% 32,9% 37,3%


Count 79 79 158

Expected Count 79,0 79,0 158,0


Total
% within UMUR 50,0% 50,0% 100,0%

% of Total 50,0% 50,0% 100,0%


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 54,777a 1 ,000


Continuity Correctionb 52,369 1 ,000
Likelihood Ratio 60,039 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
54,430 1 ,000
Association
N of Valid Cases 158
87

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for UMUR


19,810 8,017 48,948
(berisiko / tidak berisiko)
For cohort LBP = ya 6,130 3,026 12,416
For cohort LBP = tidak ,309 ,221 ,433
N of Valid Cases 158

Uji chi-square dan odds ratio hubungan faktor risiko kebiasaan merokok
dengan kejadian low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018
MEROKOK * LBP2 Crosstabulation

LBP2 Total

Ya Tidak

Count 25 18 43

Expected Count 21,5 21,5 43,0


Merokok
% within MEROKOK 58,1% 41,9% 100,0%

% of Total 15,8% 11,4% 27,2%


MEROKOK
Count 54 61 115

Expected Count 57,5 57,5 115,0


Tidak Merokok
% within MEROKOK 47,0% 53,0% 100,0%

% of Total 34,2% 38,6% 72,8%


Count 79 79 158

Expected Count 79,0 79,0 158,0


Total
% within MEROKOK 50,0% 50,0% 100,0%

% of Total 50,0% 50,0% 100,0%


88

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1,566a 1 ,211


Continuity Correctionb 1,150 1 ,283
Likelihood Ratio 1,571 1 ,210
Fisher's Exact Test ,283 ,142
Linear-by-Linear
1,556 1 ,212
Association
N of Valid Cases 158

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for MEROKOK


1,569 ,773 3,185
(Merokok / Tidak Merokok)
For cohort LBP2 = Ya 1,238 ,900 1,704
For cohort LBP2 = Tidak ,789 ,533 1,168
N of Valid Cases 158
89

Uji chi-square dan odds ratio hubungan faktor risiko kebiasaan olahraga
dengan kejadian low back pain di Poli Umum Puskesmas Barengkrajan
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo periode bulan Januari tahun 2018

OLAHRAGA * LBP3 Crosstabulation

LBP3 Total

Ya Tidak

Count 47 13 60

Expected Count 30,0 30,0 60,0


Sering
% within OLAHRAGA 78,3% 21,7% 100,0%

% of Total 29,7% 8,2% 38,0%


OLAHRAGA
Count 32 66 98

Expected Count 49,0 49,0 98,0


Jarang
% within OLAHRAGA 32,7% 67,3% 100,0%

% of Total 20,3% 41,8% 62,0%


Count 79 79 158

Expected Count 79,0 79,0 158,0


Total
% within OLAHRAGA 50,0% 50,0% 100,0%

% of Total 50,0% 50,0% 100,0%


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 31,063a 1 ,000


Continuity Correctionb 29,262 1 ,000
Likelihood Ratio 32,504 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
30,866 1 ,000
Association
N of Valid Cases 158

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30,00.
b. Computed only for a 2x2 table
90

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for OLAHRAGA


7,457 3,539 15,712
(Sering / Jarang)
For cohort LBP3 = Ya 2,399 1,753 3,284
For cohort LBP3 = Tidak ,322 ,195 ,531
N of Valid Cases 158
91

Lampiran 4: Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai