II. SUBJEKTIF
Autoanamnesis pada tanggal 8 Desember 2015, pukul 07.30.
Keluhan utama
Nyeri pinggang sejak 2 minggu SMRS
1
menuju ke kantor. Saat datang ke poli saraf RS Bhakti Yudha, pasien masih dapat berjalan
dan masih bisa merasakan lantai yang diinjaknya.
Sejak pasien merasa nyeri, pasien sudah tidak mengalami ereksi teratur setiap paginya.
Riwayat trauma, demam disangkal pasien.
III. OBJEKTIF
1. Status presens
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4M5V5 = 14
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 66 kali / menit
Suhu : 37° C
Pernafasan : 18 kali / menit
Berat badan : 64 kg
Kepala : normocephali, tidak tampak tanda trauma
Leher : tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, tak ada deviasi trakea
Jantung : BJ 1,2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Perut : soepel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), tidak teraba
pembesaran hepar / lien
Alat kelamin : tidak dilakukan
2. Status psikikus
2
Cara berpikir : sesuai usia
Perasaan hati : normotim
Tingkah laku : wajar, pasien sadar
Ingatan : amnesia (-)
Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan
3. Status neurologikus
Kepala
o Bentuk : normocephali
o Nyeri tekan : tidak ada
o Simetris : kanan sama dengan kiri
o Pulsasi : tidak ada
Leher
o Pergerakan : ada
o Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nervus cranialis
Nervus olfaktorius (N. I) Kanan Kiri
Subjektif Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Optikus (N. II)
Tajam penglihatan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pengenalan warna Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lapang pandang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Okulomotorius (N III)
Kelopak mata Terbuka Terbuka
Pergerakan bola mata
Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Interior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Diameter 4 mm 4 mm
3
Bentuk isokhor Isokhor
Diplopia - -
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Strabismus - -
Nistagmus - -
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak bola mata (ke bawah-dalam) + +
Strabismus - -
Diplopia - -
Nervus Trigeminus (N. V)
Membuka mulut Normal
Sensibilitas atas Tidak dilakukan
Sensibilitas bawah Tidak dilakukan
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks masseter Tidak dilakukan
Nervus Abducens (N. VI) Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Strabismus divergen - -
Diplopia - -
Nervus Fascialis (N. VII)
Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menyeringai Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menggembungkan pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Perasaan lidah 2/3 lateral Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Vestibulokoklearis (N. VIII)
Mendengar suara berbisik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Glossofaringeus (N. IX)
Daya mengecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan
4
Sengau -
Tersedak Tidak dilakukan
Arcus faring Tidak dilakukan
Nervus vagus (N. X)
Arcus faring Tidak dilakukan
Bicara Tidak ada kelainan
Menelan Tidak ada kelainan
Nervus Accesorius (N. XI) Kanan Kiri
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menoleh kanan, kiri, bawah Tidak ada kelainan
Nervus Hipoglossus (N. XII)
Pergerakan lidah (dan menjulurkan) Simetris
Tremor Tidak ada kelainan
Artikulasi Tidak ada kelainan
5
Lokalisasi + +
Refleks
Refleks kulit perut atas : normal
Refleks kulit perut tengah : normal
Refleks kulit perut bawah : normal
Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi + +
Refleks
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Hoffman-Tromer - -
Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi + +
Refleks
Kanan Kiri
KPR (Patella) ++ ++
APR (Achilles) ++ ++
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Rossolimo - -
Klonus kaki - -
Mendel-Bechterev - -
7
o Dismetria : tidak dilakukan
o Nistagmus test : tidak dilakukan
Gerakan-gerakan abnormal
o Tremor : tidak ada
o Miokloni : tidak ada
o Khorea : tidak ada
Alat vegetatif
o Miksi : warna urin kuning, tidak keruh, tak ada darah, dapat dikontrol
o Defekasi : lancar setiap hari, dapat dikontrol
Differential count :
basophil : 0%
eosinophil : 4%
neutrophile stab : 2%
neutrophile segmen : 60%
limfosit : 25%
monosit : 9%
Pemeriksaan radiologis
MRI lumbosacral
8
9
10
11
Hasil : lordosis ruas lumbal masih baik dan tidak ada spur forming. Signal bone marrow
masih baik dan tidak ada listhesis maupun fraktur kompresi. Terlihat penipisan dan bulging
discus L.3-4 yang mengindentasi dural, demikian pula pada L.4-5 terlihat ekstrusi discusnya
sub-ligamen yang menekan dural midline. Sebaliknya terlihat ekstrusi material discus L5-S1
dengan sekuester discusnya terlihat intrakanal dan sangat menekan radiks kiri pada level
foraminal root entry. Ligamen longitudinal posterior tidak utuh lagi pada level ini.
Tidak ada stenosis kanal spinal demikian pula tidak ada hipertrofik faset maupun penebalan
ligamen flava. Pedikel, lamina, dan processus normal.
Kesan : lumbal spine memperlihatkan herniasi disc L4-5 yang menahan dural dan herniasi L5-
S1 yang menekan radiks kiri.
V. RINGKASAN
Subjektif : Pasien 48 tahun datang dengan diantar dan berjalan sendiri ke poli saraf
mengeluhkan merasakan nyeri pinggang bawah sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terlokalisir di pinggang. Pasien juga
mengeluhkan bahwa nyeri dalam 2 minggu ini sudah menggangu aktivitas. Nyeri dirasakan
semakin berat saat pasien melakukan perubahan posisi (tidur ke duduk atau duduk ke berdiri).
Nyeri dirasakan semakin memberat, menjalar ke kedua kaki dan terasa baal kedua kakinya
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit setelah pasien turun dari motor. Namun pasien masig
bisa berjalan dan merasakan tanah yang diinjaknya. Sejak pasien merasa nyeri, pasien sudah
tidak mengalami ereksi teratur setiap paginya. Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan suka
mengangkat barang berat sejak 2007, namun tidak angkat barang berat lagi sejak mulai nyeri
pinggang belakang.
Objektif: Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis GCS 15 (E4M6V5),
tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 37°C, nadi 66 x/menit, nafas 18 x/menit. Refleks cahaya
langsung dan tidak langsung kanan kiri normal . Pupil isokor, bulat, Ø 3mm/3mm, anggota
gerak bagian bawah gerakan terbatas karena nyeri, normotonus, dan tidak ada atrofi. Refleks
fisiologis dalam batas normal. Refleks patologis (-), Tanda rangsal meningeal laseque <70o
sinistra, tanda kernig <135o sinistra. Pemeriksaan otot iliopsoas sinistra, otot abduktor sinistra,
fleksor tungkai bawah sinistra, gastrocnemius sinistra, dan fleksor digitorum longus sinistra
terbatas karena nyeri.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil dari laboratorium darah ditemukan adanya kelaianan pada
diff count. Dari hasil foto rontgen lumbo-sacral didapatkan kesan sesuai gambaran lumbal
spine memperlihatkan herniasi disc L4-5 yang menahan dural dan herniasi L5-S1 yang
menekan radiks kiri.
12
VI. DIAGNOSIS
a. Diagnosa klinik : nyeri radikuler
b. Diagnosa topik : radiks setinggi L3-S1
c. Diagnosa etiologik : trauma
d. Diagnosis patologis : kompresi radiks
VII. TERAPI
Non medikamentosa
istirahat
Hindari kerja/aktivitas yang berat
Menggunakan korset lumbal
Berenang baik untuk pasca-HNP lumbalis
Fisioterapi
Short wave diathermy (SWD)
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
Ultrasound
Latihan dan massage
Medikamentosa
IVFD RL / 8 jam
Methylprednisolone 1 x 125 mg, tappering off 1x 62,5 mg
Provelyn (Pregabalin) 1 x 75 mg
Capsul (Paracetamol 300 mg/ tramadol 25 mg/ Amitriptilin 5 mg/ Myobat 1 tablet) 2 x 1
Omeprazole 1x20 mg
VIII. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Pencegahan
Bekerja atau melakukan aktifitas dengan aman, menggunakan teknik yang aman. Mengontrol
berat badan bisa mencegah trauma punggung atau pinggang pada beberapa orang.
13
FOLLOW UP
5 Desember 2015
S: nyeri masih hebat
O: CM, tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, T: 37°C, HR: 66x/menit, RR: 18x/menit
motorik superior 5555/5555 Laseque >70°/<70°
motorik inferior 5555/5555 Kernig >135°/<135°
biceps ++/++, triceps ++/++ KPR ++/++, APR ++/++
A: HNP lumbal
P: konsul rehabilitasi medik untuk fisioterapi mulai hari ini, terapi lanjutkan.
7 Desember 2015
S: nyeri agak berkurang, nyeri saat bergerak, masi baal di pinggang dan kedua kaki, tapi masih
bisa berjalan2.
O: CM, tampak sakit sedang
TD: 130/80 mmHg, T: 36,8°C, HR: 80x/menit, RR: 16x/menit
motorik superior 5555/5555 Laseque >70°/<70°
motorik inferior 5555/5555 Kernig >135°/<135°
biceps ++/++, triceps ++/++ KPR ++/++, APR ++/++
A: HNP lumbal
P: tambah metilprednisolon 1x62,5 mg, fisioterapi
8 Desember 2015
S: nyeri hanya kaki kiri saja, dan sudah berkurang, hanya kaki kiri saja yg masih baal, kacuali
jempol kiri
O: CM, tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, T: 37°C, HR: 66x/menit, RR: 18x/menit
motorik superior 5555/5555 Laseque >70°/<70°
motorik inferior 5555/5555 Kernig >135°/<135°
biceps ++/++, triceps ++/++ KPR ++/++, APR ++/++
A: HNP lumbal
P: rawat jalan, obat pulang: pregabalin 50 mg (0-0-1), mucosta 2x100 mg, kapsul campur
(Paracetamol 300 mg/ tramadol 25 mg/ Amitriptilin 5 mg/ Myobat 1 tablet)
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan yang berada di
antara ruas tulang belakang biasa disebut nucleus pulposus mengalami kompresi di
bagian posterior atau lateral, kompresi tersebut menyebabkan nucleus pulposus pecah
sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan
mengakibatkan iritasi dan penekanan radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa nyeri
yang menjalar.1 Berikut ini adalah sifat nyeri dari HNP adalah:
1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat batuk
atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang klien beristirahat atau berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5—S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan
15
Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak dalam
kanalis vertebralis dan dikelilingi oleh cairan serebrospinal. Pada manusia terdapat 31 pasang
saraf spinalis yang mana setiap pasang saraf ini akan ke bagian segmen tubuh tertentu. Berikut
merupakan pembagian segmen medula
spinalis:2
8 pasang saraf servikalis (C1-C8)
12 pasang saraf torakalis (T1-T12)
5 pasang saraf lumbalis (L1-L5)
5 pasang saraf sakralis (S1-S5)
1 pasang saraf koksigeal
Medula spinalis berakhir pada konus medularis setinggi L1 atau L2. Di bawah level ini, terdapat
sakus lumbalis (teca) yang hanya megandung filamen radiks saraf yang disebut kauda equina
(ekor kuda).3
16
Medula spinalis terdiri dari substansia grisea dan
substansia alba. Substansi alba mengandung
traktus asendens dan desendens, sedangkan
substansia grisea mengandung pelbagai jenis
neuron; kornu anterior terutama mengandung
neuron motorik, kornu lateral terutama
mengandung neuron otonom dan kornu posterior
terutama mengandung neuron somatosensorik.
Traktus ascenden adalah traktus yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti
rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi dan
traktus descenden adalah traktus yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan
mengontrol fungsi tubuh).2
Herniasi dari diskus intervertrebalis membentuk tonjolan dari anulus fibrosus. Dalam
keadaan normal anulus fibrosus melindungi dari letak nukleus yang terkandung di
dalamnya. Pada saat terjadi herniasi pada nukleus, terjadi kompresi pada jaras syaraf
yang berdekatan dengan tempat terjadinya herniasi sehingga terjadi iritasi yang
menyebabkan rasa nyeri yang bisa disebut skiatika, apabila semakin parah dapat terjadi
disfungsi sistem saraf.4
17
Gambar 4. Gambar proses terjadinya herniasi.5
C. Patofisiologi
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nukleus pulposus
(gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis vertebralis
menekan radiks.4 Bahan nuklear yang rusak pada diskus intervertebralis tersebut akan direspon
dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Bahan
nuklir yang dipindahkan ke kanal tulang belakang berhubungan dengan respon inflamasi yang
signifikan, seperti yang telah dibuktikan dalam studi hewan. Hasil cedera disk dalam
peningkatan proinflamasi yang molekul interleukin-1 (IL-1), IL-8, dan tumor necrosis factor
(TNF) alpha. Makrofag menanggapi bahan asing ini dan berusaha untuk membersihkan kanal
tulang belakang. Selanjutnya, bekas luka yang signifikan dihasilkan, bahkan tanpa operasi, dan
substansi P, yang berhubungan dengan nyeri, terdeteksi. Kompresi saraf akut bertanggung jawab
untuk disfungsi; kompresi dari hasil saraf motorik yang menyebabkan kelemahan, dan kompresi
dari hasil saraf sensorik yang menyebabkan mati rasa. Nyeri radikuler disebabkan oleh
peradangan pada saraf, yang menjelaskan kurangnya korelasi antara ukuran sebenarnya dari
sebuah herniasi disk yang intervertebralis atau bahkan tingkat konsekuen kompresi saraf dan
gejala klinis yang terkait.
Selanjutnya, degenerasi diskus intervertebralis dapat mengakibatkan robekan radial dan
kebocoran bahan nuklear, yang menyebabkan toksisitas saraf. Respon inflamasi selanjutnya
sering mengakibatkan iritasi saraf menyebabkan nyeri menjalar tanpa mati rasa, kelemahan, atau
kehilangan refleks, bahkan ketika kompresi saraf tidak ada.5
D. Penegakan Diagnosis
18
a. Anamnesis
Sistem klasifikasi yang simpel dan praktis pada NPB dapat dibagi menjadi 3 kategori : kondisi
patologi spinal yang spesifik, nyeri pinggang non spesifik dan nyeri radikuler atau stenosis
spinal. Prioritas pertama dalam melakukan triage diagnosis selama menggali anamnesis dari
pasien adalah melakukan identifikasi terhadap kondisi “red flags” (gejala dan tanda yang dapat
meningkatkan kecurigaan kita terhadap kemungkinan adanya suatu kondisi patologis spinal yang
serius) dan adanya kemungkinan potensi “yellow flags” (faktor yang meningkatkan resiko untuk
berkembangnya kondisi nyeri kronik dan disabilitas jangka panjang).⁶
19
b. Pemeriksaan Fisik
Tindakan pada pemeriksaan pokok terdiri dari 4 bagian yakni penentuan lokasi dari nyeri tekan,
nyeri gerak, penyelidikan nyeri pada kontraksi isometrik.7
Nyeri Tekan
Nyeri tekan dapat terungkap dengan penekanan pada daerah keluhan terutama pada tempat
tendon yang melekat pada tulang. Bagian tendon yang beralih ke otot, ototnya sendiri, fasia oto,
kapsul, tulang persendian, penonjolan tulang (epikondilus), tulang yang retak (patah) pembuluh
darah dan berkas saraf (nervi periferesi).7
Nyeri muskuloskeletal dapat timbul pada waku rehat, gerakan voluntar, gerakan pasif atau
gerakan isometrik dilakukan. Pembatasan lingkup gerakan bisa disebabkan oleh tenaga otot yang
berkurang atau adanya oleh nyeri. Dengan melakukan gerakan nyeri pasif maka faktor
berkurangnya tenaga dalam melakukan gerakan dikesampingkan sehingga faktor nyeri yang
merupakan penyebab dari pembatasan gerakan dapat diungkapkan secara tersendiri.7
Bilamana pada gerakan pasif tidak terasa nyeri tetapi suatu pola gerakan aktif membangkitkan
nyeri maka sumber nyeri terletak pada otot dan tendonnya. Kelompok yang bertindak aktif pada
pola gerakan tertentu maka sumber nyeri tendomiogenik dapat ditentukan.7
Sama seperti melakukan tes otot dimana orang diperiksa untuk kontraksi, fleksi ekstensi,
abduksi, adduksi, endorotasi/eksorotasi, supinasi, pronasi dengan melawan tahanan.7
Pemeriksaan neurologik
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik : dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau fasikulasi otot.
a. Otot kuadriceps femoris (L2-L4, saraf femoralis). Lutut (tungkai bawah)
diekstensikan, sambil ditahan pemeriksa
b. Otot iliopsoas (L1-L3, saraf femoralis). Pasien berbaring telentang dan lutut
difleksikan, lalu paha difleksikan lebih jauh sambil ditahan pemeriksa
20
c. Otot aduktor (L2-L4, saraf obturatorius). Pasien berbaring pada sisinya dan lutut
diekstensikan, lalu ekstremitas bawah diaduksi. Tungkai yang di atas disokong oleh
pemeriksa.
d. Otot abduktor. Tungkai diabduksikan melawan tahanan
e. Fleksor tungkai bawah “Hamstring” (L4, L5, S1, S2). Pasien tengkurap, tungkai
bawah difleksikan sambil ditahan pemeriksa
f. Otot gastrocnemius (L5,S1,S2, saraf tiialis. Pasien tengkurap, lalu memfleksi plantar
kakinya sambil ditahan pemeriksa dari plantarnya.
g. Otot fleksor digitorum longus (S1, S2, saraf tibialis). Jari-jari kaki diplantar- fleksikan
sambil diberi tahanan oleh pemeriksaan.8
c. Pemeriksaan tendon.
Pemeriksaan yang sering dilakukan sebagai berikut.7
1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)
3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi.
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan Elekrofisiologik
21
- Foto polos: Tidak direkomendasikan untuk evaluasi rutin NPB. Direkomendasikan
untuk mengenyampingkan adanya kelainan tulang.
- Mielografi, Mielo-CT, CT scan, MRI: Diindikasikan untuk mencari penyebab nyeri
antara lain tumor, HNP, perlengketan.9 Mielografi umumnya dilakukan untuk
pemeriksaan praoperasi, seringkali digabungkan dengan CT-scan.10
Pemeriksaan Laboratorium.
Trauma medula spinalis (spinal cord injury) adalah trauma langsung atau tidak langsung
terhadap medula spinalis yang menyebabkan kerusakan.Trauma pada tulang belakang yang
menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis yang dapat
menyebabkan kecacatan menetap atau kematian. Mekanisme terjadinya dikarenakan fraktur
vertebra/dislokasi, luka penetrasi/tembus, perdarahan epidural/subdural, trauma tidak langsung,
trauma intramedular/kontusio. Tujuan pengobatan pada trauma medula spinalis adalah :
Menjaga sel yang masuh hidup agar terhindar dari kerusakan lannjut
Eliminasi kerusakan akibat proses patogenesis sekunder
Mengganti sel saraf yang rusak
Menstimulasi pertumbuhan akson dan koneksitasnya.
Memaksimalkan penyembuhan defisit neurologis.
Stabilisasi vertebra
Neurorestorasi dan neurohebilitasi untuk mengembalikan fungsi tubuh.
22
Tabel 1 : Frekuensi traumatic spinal cord injury berdasarkan tingkat cedera.11
Prognosis tergantung pada lokasi lesi (lesi servikal atas prognosis lebih buruk), luas lesi
(komplit.inkomplit), tindakan dini (prehospital dan hospital), trauma multipel, faktor penyulit
(komorbiditas).
Impairment scale dari American spinal injury association/ international medical society
paraplegia (IMSOP). Klasifikasi tingkat dan keparahan trauma medula spinalis yang ditegakkan
pada saat 72 jam sampai 7 hari setelah trauma.
23
sakral (saddel anastahesia). Hal ini dikarenakan bagian traktus spinota yang terletak paling
dekat dengan permukaan medula spinalis yang membawa informasi sensorik dari dermatom
lumbosakral paling rentan terhadap efek kompresi eksternal, sedangkan lesi intrinsik
cenderung merusak bagian yang lebih sentral dari traktus spinotalamikus terlebih dahulu
(sacral sparing) walaupun itu bukan yang mutlak.
Sindroma Cauda Cedera akar saraf Gangguan motoric sedang sampai berat,
Equina lumbosacral asimetris, dan atrofi (+)
Gangguan sensibilitas saddle anesthesia,
24
asimetris, timbul lebih lambat, disosiasi
sensibilitas (-)
Nyeri menonjol, hebat, timbul dini, radicular,
asimetris
Gangguan reflex bervariasi
Gangguan sfingter timbul lambat, jarang berat,
reflex jarang terganggu, disfungsi seksual
jarang
Tatalaksana
1. Konservatif
Tirah baring. Direkomendasikan selama 2-4 hari, dan pasien secara bertahapkembali ke
aktivitas yang biasa.
Medikamentosa.
o Analgetik dan NSAID. Contoh analgetik : paracetamo,aspirin, tramadol.
Contoh NSAID : ibuprofen, Natriumdiklofenak, ethodolak, selekoksib, perlu
diperhatikan efeksamping obat.
o Obat pelemas otot : tinazidin, esperidone, karisoprodol.
o Opioid.
o Kortikosteroid oral.
o Analgetik adjuvant : Amitriptilin, carbamazepin dangabapentin.
Terapi fisik.
o Traksi pelvis.
o Ultrasoundwave. Diatermi, kompres panas, kompres dingin.
o Transkutaneus elektrikal nerve stimulation.
o Korset lumbal atau penumpang lumbal yang lain.
o Latihan dan modifikasi gaya hidup.
Akupuntur..
Penyuluhan pasien.
2. Terapi bedah.Terapi bedah perlu dipertimbangkan bila : setelah satu bulan dirawat
secarakonservatif tidak ada perbaikan, ischialgia yang berat, Ischia yang menetapatau
bertambah berat, ada gangguan miksi, defekasi dan seksual, ada buktiterganggunya radik
saraf, adanya paresis otot tungkai bawah.15
BAB 3
PEMBAHASAN
Telah diperiksa laki-laki, 48 tahun datang ke Poli dengan nyeri pinggang yang awalnya
hanya di pinggang saja sejak 2 minggu SMRS. Setiap bangun dari tidur ke posisi duduk maupun
duduk ke berdiri pasien juga merasakan nyeri. Pasien juga mengeluhkan bahwa nyeri dalam 2
minggu ini sudah menggangu aktivitas. Namun nyeri menjalar ke kedua kaki sejak ± 3 jam
25
SMRS saat turun dari motornya saat hendak bekerja. Rasanya seperti tertusuk-tusuk pada kedua
kaki. Pasien mengatakan bahwa dia tidak mempunyai riwayat terjatuh, ataupun trauma.
Sejak pasien merasa nyeri, pasien sudah tidak mengalami ereksi teratur setiap paginya.
Pasien suka mengangkat barang berat sejak tahun 2007, namun sejak pinggang belakang
mulai nyeri sudah tidak mengangkat barang berat lagi. Pasien juga merasakan baal di kedua kaki
sehingga kaki sulit digerakkan sejak ±3 jam SMRS. Pasien mendadak merasakan baal saat
sedang turun dari motornya saat perjalanan menuju ke kantor. Saat datang ke poli saraf RS
Bhakti Yudha, pasien masih dapat berjalan dan masih bisa merasakan lantai yang diinjaknya. Hal
ini dapat menjadi yellow flags.
Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan rasa baal pada tungkai yang simetris, hal ini
sesuai dengan pemeriksaan MRI yang menunjukkan herniasi disc L4-5 yang menahan dural dan
herniasi L5-S1 yang menekan radiks kiri karena trauma degeneratif yang dialami pasien
sehingga mengalami HNP. Karena menurut gejala klinis keseluruhan pada pasien dan pada MRI
terjadi penekanan radiks pada L4-5 dan L5-S1 (di bawah kauda equina), maka sesuai dengan
sindrom konus medularis di mana terjadi gangguan sensorik saddle anesthesia (rasa baal) yang
simetris, muncul lebih awal, bilateral, ada disosiasi sensibilitas terutama pada kaki, namun
sangat nyeri, relatif ringan, simetris, bilateral pada daerah perineum dan paha, terjadi gangguan
ereksi dan ejakulasi, namun tidak mengganggu kekuatan motorik maupun fisiologis, tidak ada
atrofi, dan tidak ada gangguan BAB dan BAK. Hal ini tidak sesuai dengan sindrom kauda equina
karena gangguan motorik dan rasa nyeri hebat cenderung asimetris, timbul lebih lambat,
gangguan reflex bervariasi sedangkan pada pasien baal bersifat simetris dan terjadi tiba-tiba, dan
tidak ada gangguan refleks fisiologis. Namun kesesuaian dengan sindrom kauda equina adalah
karena cedera terjadi di lumbosacral, dalam hal nyeri menonjol dan hebat, ada rasa baal pada
kedua kaki, gangguan sfingter timbul lambat, jarang berat, reflex jarang terganggu, disfungsi
seksual jarang
Klasifikasi tingkat dan keparahan trauma medula spinalis menurut IMSOP pada pasien
ini adalah grade D yaitu inkomplit dengan fungsi motorik terganggu di bawah level dan otot-otot
motorik utama punya kekuatan > 3.
Dengan kondisi pasien sekarang untuk mengurangi gejala kesemutan dan nyeri dapat
Methylprednisolone 1 x 125 mg, tappering off 1x 62,5 mg, Provelyn (Pregabalin) 3 x 75 mg,
Capsul (Myobat tab dan Amiltriptilin 2 mg) 2x1, Omeprazole 1x20 mg karena nyeri yang
dialami pasien cukup hebat dan bilateral, metythylprednisolon diberikan ntuk mengurangi
inflamasi dan di-tappering off karena nyeri yang dialami pasien berkurang berarti inflamasi juga
berekurang.
26
Pasien tidak ada indikasi operasi karena ada perbaikan saat terapi konservatif < 1 bulan
(4 hari), penekanan radiksnya tidak seluruhnya (inkomplit) yang tidak mengganggu fungsi miksi
dan, serta tidak ada kelemahan otot tungkai masih ada kekuatan motorik > 3.
Penting untuk menjelaskan kepada pasien prognosis penyakitnya secara ad vitam adalah
bonam dimana penyakit yang diderita tidak mengancam jiwa. Untuk prognosis ad fungsionam,
dapat digunakan impairment scale dari American Spinal Injury Association/International
Medical Society of Pareplegia (IMSOP). Prognosis ad sanationam pasien ini adalah dubia ad
bonam karena berdasarkan keadaan pasien, faktor penyulit dan ada tidaknya yellow flags yaitu
pekerjaannya mengangkat barang berat adalah yang dapat meningkatkan resiko kondisi nyeri
pasien menjadi kronis. Sedangkan prognosis ad functionam pasien ini juga dubia ad bonam
karena regenerasi pada cedera saraf lebih lambat daripada regenerasi sel-sel lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
27
10. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnose dan tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009. p. 125.
11. Diunduh dari http://drianhuang.com/informasi-kesehatan/tenaga-medis/spinal-cord-injury-
sci/
12. Diunduh dari https://www.academia.edu/9989674/P._point_medulla_spinalis
13. Diunduh dari https://books.google.co.id/books?id=-
8fn_73yc6cC&pg=PA131&lpg=PA131&dq=sindrom+medula+spinalis+serta+gejala+klini
snya&source=bl&ots=yNgGE3VroF&sig=_tBZ2rvy7OChViox-
5oLEvt0Cu8&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiClYbj863KAhUOCI4KHW2kBLkQ6AEIU
TAG#v=onepage&q=sindrom%20medula%20spinalis%20serta%20gejala%20klinisnya&f
=false
14. Diunduh dari http://www.spinal-injury.net/incomplete-spinal-cord-injury.htm
15. Diunduh dari http://dokumen.tips/documents/presus-lbp.html
28