Anda di halaman 1dari 3

Berinovosi untuk Kemajuan Negeri

Survei terbaru World intellertual Property Organization (WIPO) baru-baru ini


bereditorial The global innovation Index 2014: The Human Factor in Innovation .
Berada di peringkat 87 menjadikan Indonesia termasuk negara yang harus bekerja
keras untuk mengejar ketertinggalannya di bidang inovasi. Padahal tahun lalu kita
terhormat," bercokol di posisi 85 dari 143 negara yang disurvei.

Keunggulan sebuah bangsa kini tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer
atau persenjataan canggih yang sanggup menghabisi barisan pertahanan lawan.
Teknologi peran meningkatkan "kewibawaan" sebuah negara di kancah perekonomian
global dewasa ini.

Lihat saja Uni Soviet di era komunis. Siapa yang meragukan kemampuan militer
negara itu hadapan dengan Amerika Serikat sebagai seteru abadinya saat dunia
dilanda Perang Dingin tidak gentar untuk selalu mengimbangi atau bahkan menandingi
kekuataan persenjataan nuklir W disebar di daratan Eropa. . Moskwa sama sekali
tidak sama sekali tidak gentar untuk selalu mengimbangi atau bahkan menandingi
kekuatan persenjataan nuklir Washington yang disebar di daratan Eropa

Untunglah, perang dingin tidak sampai berkobar menjadi perang terbuka antara
dua negara adidaya beserta para sekutunya tersebut. Namun, kesalahan fatal dalam
mengurus negara justru telah membuat perekonomia Uni Soviet porak-poranda.
Tangguh dalam hal persenjataan, tetapi perekonomiannya hancur lebur, tak ubahnya
negara yang kalah perang

Meski belum dapat dikatakan mati, paradigma lama yang mengagung-agungkan


keunggulan arsenal tempur sebagai barometer kekuatan bangsa agaknya sudah mulai
ditinggalkan.

Sebaliknya, segala sumber daya, terutama dari sisi manusianya, untuk


menghadirkan teknologi persenjataan yang mampu memusnahkan peradaban dalam
sekejap itu kini dicurahkan untuk memacu peningkatan daya saing dalam konteks
perekonomian global yang makin kompleks.

Sebenamya, globalisasi juga merupakan wujud dari sebuah "perang" untuk


membuktikan siapa yang paling siap memanfaatkan atau menguasai perekonomian dunia.
Inilah pertempuran modern yang tidak kasat mata, karena mandalanya adalah manusia
yang diberi ruang dan kesempatan seluas-luasnya untuk berinovasi sekaligus
menunjukkan jati diri.
Bukan Amerika Serikat atau Rusia sebagai jagonya, sang kampiun dipegang oleh
Swiss sebagai negara yang paling inovatif. Berada di peringkat 87 menjadikan
Indonesia termasuk yang harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalannya di
bidang inovasi. Padahal tahun lalu kita lebih "terhormat," bercokol di posisi 85 dari
143 negara yang disurvei

Tidak seperti Swiss, Inggris, Finlandia, Swedia, Belanda, atau Amerika


Serikat, negeri ini belum mampu menciptakan hubungan ekosistem inovasi dengan
mengombinasikan investasi modal sumber daya manusia dan ndonesia adalah dalam
aspek institusi dan regulasi. Soal paten juga infrastruktur inovasi yang tangguh.

Selain itu, juga terungkap bahwa titik lemah l Jumlah SDM berkompetensi
tinggi di belum mengembirakan karena pendaftaran ke sistem paten global amat minim.
Jumlah SDM berkompetensi tingi di Indonesia juga masih kalah jauh dibandingkan
dengan para penguasa inovasi tadi yang sebagian besar berasal dari Eropa.

Dunia pendidikan nasional yang kerap menyesakkan dada juga menjadi titik
lemah yang harus dibenahi. Pasalnya, minat baca siswa dan ketertarikan pada
matematika dan sains masih rendah. Inilah sejumlah pekerjaan rumah besar yang perlu
segera dituntaskan agar Indonesia tidak hanya puas sebagai jago kandang dalam
berinovasi.

Pemerintahan baru mendatang, sepatutnya menjadikan laporan WIPO tersebut


untuk perbaikan kineri sekaligus etos kerja bangsa ini. Tidak hanya dalam berinovasi,
tetapi juga berkreasi. Dalam mereformasi institusi dan regulasi, kita dapat belajar
dari Vietnam. Negara yang pernah diamuk perang dahsyat pada dekade 1950 hingga
awal 1970-an itu melakukan terobosan untuk memacu rakyatnya berinovasi.

. Caranya, perolehan hak kekayaan intelektual yang difasilitasi oleh negara.


Negara pula yang menikmat ya. Namun, penemu atau inventor sama sekali tidak gigit
jari karena mereka akan tetap memeroleh royalty haknya ketika penemuannya
dieksploitasi.

Tanpa ada aturan main yang jelas dan tegas, sulit mengharapkan semangat
berinovasi yang tinggi bisa tumbuh subur. Oleh karena merasa berjuang sendiri dan
tidak ada yang melindungi, bukan tidak mungkin inventor cemerlang dari Indonesia
lebih memilih hengkang ke negeri orang yang lebih menjanjikan dan sangat
mengapresiasi makna dari sebuah penemuan monumental yang memberi manfaat besar
bagi banyak orang.
Keterangan :
Argumentasi Reorientasi
Tesis

Anda mungkin juga menyukai