Gerakan Separatis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain (atau suatu negara lain). Istilah ini biasanya tidak diterima para kelompok separatis sendiri karena mereka menganggapnya kasar, dan memilih istilah yang lebih netral seperti determinasi diri. Gerakan separatis biasanya berbasis nasionalisme atau kekuatan religius. Selain itu, separatisme juga bisa terjadi karena perasaan kurangnya kekuatan politis dan ekonomi suatu kelompok.Adapun contoh gerakan separatis di Indonesia adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka), RMS (Republik Maluku Selatan) dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Gerakan separatis sendiri diketahui telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Selain itu ketentuan mengenai tindakan makara tau gerakan separatis juga dirumuskan dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa “Makar (aanslag yang dilakukan dengan niat hendak menaklukkan daerah negara sama sekali atau sebahagiannya kebawah pemerintah asing atau dengan maksud hendak memisahkan sebahagian dari daerah itu, dihukum pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. (KUHP 41, 35,87, 110, 128, 130 dst., 140, 164 dst.)”
Ilustrasi Gerakan Separatis Organisasi Papua Merdeka
Adapun solusi pencegahan gerakan separatis antara lain: 1. Pemulihan kondisi keamanan dan ketertiban serta menindak secara tegas para pelaku separatism bersenjata yang melanggar hak-hak masyarakat sipil; 2. Peningkatan kualitas pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi serta demokratisasi; 3. Peningkatan deteksi dini dan pencegahan awal potensi konflik dan separatisme; 4. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah rawan konflik atau separatisme, melalui perbaikan akses masyarakat lokal terhadap sumber daya ekonomi dan emerataan pembangunan antardaerah; 5. Pelaksanaan pendidikan politik secara formal, informal, dialogis, serta melalui media massa dalam rangka menciptakanrasa saling percaya; 6. Penerapan konsep penyelesaian konflik secara damai, menyeluruh, dan bermartabat.