Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikrobiologi merupakan ilmu pengetahuan tentang perikehidupan makhluk-
makhluk kecil yang hanyakelihatan dengan mikroskop (bahasa Yunani: micros =
kecil, bios = hidup, logos = kata atau ilmu). Makhluk-makhluk kecil itu disebut
dengan mikroorganisme, mikroba, protista, atau jasad renik.
Ilmu pengetahuan tentang mikroorganisme dapat diamalkan guna menambah
kesejahteraan hidup manusia. Sesuai dengan itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai mikrobiologi industri yang merupakan salah satu dari cabang ilmu
mikrobiologi.
Mikrobiologi industri merupakan suatu usaha memanfaatkan mikrobia sebagai
komponen untuk industri atau mengikutsertakan mikrobia dalam proses. Mikrobia
dalam industri menghasilkan bermacam produk, diantaranya adalah antibiotic dan
pakan ternak.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
mikrobiologi industri yang meliputi mikrobia penghasil antibiotika, pakan ternak dan
mikrobia yang digunakan dalam proses fermentasi serta penjernihan air.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa masalah, yaitu
1. Apakah yang dimaksud dengan mikrobiologi industri?
2. Apa sajakah mikroba yang digunakan dalam pembuatan pakan ternak?
3. Apa sajakah mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi?
4. Apa sajakah mikroba yang digunakan dalam proses pembuatan antibiotik?
5. Apa sajakah mikroba yang digunakan dalam proses penjernihan air?

1|Page
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan mikrobiologi industri
2. Untuk mengetahui mikroba yang digunakan dalam pembuatan pakan ternak
3. Untuk mengetahui mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi
4. Untuk mengetahui mikroba yang digunakan dalam proses pembuatan antibiotik
5. Untuk mengetahui mikroba yang digunakan dalam proses penjernihan air

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mikrobiologi Industri


Mikrobiologi Industri adalah suatu proses produksi mikroorganisme dalam
jumlah besar dalam kondisi terkendali dengan tujuan untuk menghasilkan produk
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan bermanfaat. Dilihat dari sudut industri,
mikroorganisme merupakan “pabrik zat kimia” yang mampu melakukan perubahan
yang dikehendaki. Mikroorganisme merombak bahan mentah (substrat) menjadi
suatu produk baru :

Substrat + Mikroorganisme = Produk baru

Substrat : karbohidrat, pati, molasses, limbah hasil pertanian, tebu, dsb.


Mikroorganisme : bakteri, jamur, yis dll.
Produk baru : enzim, alcohol, antibiotic, vitamin, hormone steroid, asam
amino, asam organic, protein sel tunggal.

 Kelebihan mikroorganisme sebagai sumber industri :


1. Mikroba tumbuh dengan cepat (dimana dalam waktu 20 – 30 menit mikroba sudah
dapat berkembang biak),
2. Tidak memerlukan lahan yang luas,
3. Tidak dipengaruhi iklim, mudah dikendalikan,
4. Secara genetic mikroba mudah dimodifikasi sesuai dengan kehendak,
5. Mikroorganisme dapat tumbuh pada berbagai limbah yang memiliki nilai ekonomi
rendah untuk diubah menjadi bahan dengan nilai ekonomi tinggi.
6. Dalam suatu reaksi, memang mesti harus menggunakan mikroba (tidak dapat
digantikan oleh zat kimia).

3|Page
 Peranan Mikroba Dalam Industri
Tidak semua mikroorganisme yang ada dapat digunakan dalam industri.
Mikroorganisme yang diisolasi dari alam memperlihatkan pertumbuhan sel seperti
komponen fisiologi utamanya, sedangkan mikroorganisme industri merupakan
organisme yang dipilih secara hati-hati sehingga dapat membuat satu atau banyak
produk khusus. Bahkan jika mikroorganisme industri merupakan salah satu yang
sudah diisolasi dengan teknik tradisional, mikroorganisme tersebut menjadi
organisme yang sangat ‘termodifikasi” sebelum memasuki industri berskala-besar.
Sebagian besar mikroorganisme industri, merupakan spesialis metabolik, yang secara
spesifik mampu menghasilkan metabolit tertentu dan dalam jumlah yang sangat
banyak.
Untuk mencapai spesialisasi metabolik tinggi tersebut, strain industri dirubah
secara genetika melalui mutasi atau rekombinasi. Jalur metabolik minor biasanya
ditekan atau dihilangkan. Sering terdapat ketidak-seimbangan metabolik, misalnya
kemampuan pertumbuhannya yang rendah, kehilangan kemampuan untuk
membentuk spora, dan mengalami perubahan pada komponen biokimia dan selnya.
Meskipun strain industri dapat tumbuh dengan sangat memuaskan di bawah kondisi
fermentor industri yang sangat terspesialisasi, strain tersebut dapat memperlihatkan
kemampuan pertumbuhan dalam lingkungan yang kompetitif di alam.

 Strain Mikroorgansime Untuk Industri


1. Asal Strain Industri
Sumber utama semua strain mikroorganisme industri adalah lingkungan
alaminya. Tetapi setelah beberapa tahun, sebagai proses mikrobiologi berskala-besar
maka strain dapat menjadi sempurna, sejumlah strain industri disimpan pada koleksi
biakan. Sejumlah koleksi biakan yang tersedia pada tempat penyimpanan biakan
mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 13-1. Meskipun koleksi bikan ini dapat
tersedia sebagai sumber biakan yang siap pakai, harus dimengerti bahwa sebagian

4|Page
besar perusahaan industri akan enggan menyimpan biakan terbaiknya pada koleksi
biakan.
Tabel: Koleksi biakan (kultur) yang menyediakan biakan mikroorganisme
untuk industri
Singkatan Nama Tempat
ATCC American Type Culture Collection Rockville, MD USA
CBS Centraalbureau voor Schimmelcultur Baam, Netherlands
CCM Czechoslovak Collection of J.E. Purkyne University,
Microorganisme Brno,
CDDA Canadian Department of Agriculture Czechoslovakia Ottawa,
Canada
CIP Collection of the Institut Pasteur Paris, France
CMI Commonwealth Mycological Institute Kew, UK
DSM Deutsche Sammlung von Gottingen, Federal Republic
Mikroorganismen of Germany
FAT Faculty of Agriculture Tokyo University Tokyo, Japan
IAM Institute of Applied Microbiology University of Tokyo, Japan
NCIB National Collection of Industrial Bacteria Aberdeen, Scotland
NCTC National Collection of Type Culture London, UK
Northern
NRRL Northern Regional Research Laboratory Peoria, IL USA
Keterangan: Daftar di atas hanya sejumlah koleksi biakan umum. Beberapa
universitas dan laboratorium penelitian memelihara koleksi kelompok biakan
mikroorganisme spesifik.

2. Perbaikan Strain Untuk Industri


Seperti kita ketahui, bahwa sumber asal mikroorganisme industri adalah
lingkungan alaminya, tetapi isolat asal tersebut akan dimodifikasi secara besar-

5|Page
besaran di laboratorium. Sebagai akibat modifikasi tersebut, dapat diharapkan
penambahan perbaikan dalam menghasilkan suatu produk. Peningkatan perbaikan
yang paling dramatik, contohnya terjadi pada penisilin, antibiotik yang dihasilkan
oleh fungi Penicillium chrysogenum. Pertamakali dihasilkan pada skala besar,
penisilin diperoleh sebanyak 1-10 µg/ml. Setelah beberapa tahun, sebagai hasil
perbaikan strain dengan merubah kondisi pertumbuhan dan medium, hasilnya
meningkat menjadi 50.000 µg/ml. Yang menarik ialah, peningkatan hasil sampai
50.000 kali-lipat diperoleh melalui mutasi dan seleksi; tidak melibatkan manipulasi
rekayasa genetika. Selanjutnya diperkenalkan teknik genetika baru, walaupun lebih
sederhana, hasilnya meningkat.

 Syarat-syarat Mikroorganisme Industri


Suatu mikroorganisme dianggap layak digunakan dalam industri, bukan saja
mampu menghasilkan substansi yang menarik, tetapi harus lebih dari itu.
Mikroorganisme harus tersedia sebagai biakan murni, sifat genetiknya harus stabil,
dan tumbuh dalam biakan berskala-besar. Bikan juga harus dapat dipelihara dalam
periode waktu yang sangat panjang di laboratorium dan dalam ‘plant’ industri.
Biakan tersebut lebih disukai jika dapat menghasilkan spora dan bentuk sel
reproduktif lain sehingga mikroba mudah diinokulasikan ke dalam fermentor besar.
Karakteristik penting yang harus dimiliki mikroorganisme industri yaitu harus
tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang diharapkan dalam waktu yang relatif
singkat, karena alasan sebagai berikut:
1. Alat-alat yang digunakan pada industri berskala besar termasuk mahal, hal tersebut
tidak menjadi masalah (secara ekonomi) jika produk dapat dihasilkan dengan
cepat;
2. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, kontaminasi fermentor akan
berkurang;
3. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, akan lebih mudah mengendalikan
berbagai faktor lingkungan dalam fermentor.

6|Page
Sifat penting lain yang harus dimiliki mikroorganisme industri adalah:
a. Organisme
Organisme yang akan digunakan harus dapat menghasilkan produk dalam
jumlah yang cukup banyak. Karakteristik penting yang harus dimiliki
mikroorganisme industri yaitu harus tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang
diharapkan dalam waktu yang relatif singkat, memiliki sifat-sifat genetik yang
stabil, mampu menghasilkan substansi yang menarik, serta dapat dipelihara dalam
periode waktu yang sangat panjang di laboratorium. Mikroba yang digunakan
dalam industri adalah kapang, khamir, bakteri, dan virus.
b. Medium
Substrat yang digunakan oleh organisme untuk membuat produk baru harus
murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Misalnya, limbah yang banyak
mengandung nutrisi dari industri persusuan dan industri kertas untuk
menghasilkan bahan-bahan yang bernilai tinggi.
c. Hasil
Fermentasi industri dilakukan dalam tangki-tangki yang besar kapasitasnya
dapat mencapai 200.000 liter. Produk metabolisme mikroba biasanya merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari sel-sel mikroorganisme dalam jumlah yang
sangat banyak, komponen-komponen medium yang tidak terpakai, dan produk-
produk metabolisme yang tidak dikehendaki. Karena itu, harus dikembangkan
metode-metode yang mudah dilaksanakan dalam skala besar untuk memisahkan
dan memurnikan produk akhir yang diinginkan.
d. Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan dan
tumbuhan.
e. Harus non-patogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin, harus cepat di-
inaktifkan. Karena, ukuran populasi besar dalam fermentor industri, sebenarnya
tidak memungkinkan menghindari kontaminasi dari lingkungan luar fermentor,
suatu patogen yang ada akan mampu mendatangkan masalah.

7|Page
f. Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel mikroorganisme
pertamakali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi sentrifugasi bersifat sulit dan
mahal untuk industri skala-besar.
g. Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih mudah
dipindahkan dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan penyaring yang relatif
murah). Sehingga, fungi, ragi, dan bakteri berfilamen, lebih disukai. Bakteri
unisel, berukuran kecil sehingga sulit dipisahkan dari biakan cair.
h. Terakhir, mikroorganisme industri harus dapat direkayasa secara genetik. Dalam
bioteknologi mikroorganisme tradisional peningkatan hasil diperoleh melalui
mutasi dan seleksi. Mutasi akan lebih efektif untuk mikroorganisme dalam bentuk
vegetatif dan haploid, dan bersel satu. Pada organisme diploid dan bersel banyak
mutasi salah satu genom tidak akan menghasilkan mutan yang mudah diisolasi.
Untuk fungi berfilamen, lebih disukai yang menghasilkan spora, karena filamen
tidak mampu mempermudah rekayasa genetika. Organisme juga diharapkan dapat
direkombinasi secara genetik, juga dengan proses seksual dan beberapa jenis
proses paraseksual. Rekombinasi genetik memungkinkan penggabungan genom
tunggal sifat genetik dari beberapa organisme. Teknik yang sering digunakan
untuk menciptakan hibrid, bahkan tanpa siklus seksual adalah fusi/penggabungan
protoplasma, menyertai regenasi sel vegetatif dan seleksi progeni hibrid.
Bagaimanapun, beberapa strain industri sudah diperbaiki secara genetik tanpa
menggunakan rekombinasi genetika.

 Produk Mikroorganisme Dalam Proses Industri


Proses pertumbuhan mikroorganisme dan tahap-tahapnya yang meliputi
tahap: lag, log, dan fase stationer, sudah diketahui sebelumnya. Berbagai metabolit
yang dibentuk pada fase-fase pertumbuhan tersebut perlu diketahui, untuk
memperoleh metabolit yang diharapkan dalam proses industri. Terdapat dua bentuk
dasar metabolit mikroorganisme yang disebut metabolit primer dan sekunder.

8|Page
Metabolit primer merupakan salah satu yang dibentuk selama fase
pertumbuhan primer mikroorganisme, sedangkan metabolit sekunder merupakan
salah satu yang dibentuk menjelang akhir fase pertumbuhan primer mikroorganisme,
seringkali menjelang atau fase stationer pertumbuhan.

1. Metabolit Primer
Salah satu proses dimana produknya dihasilkan selama fase pertumbuhan
primer mikroorganisme adalah fermentasi alkohol (etanol). Etanol merupakan suatu
produk metabolisme anaerobik dari ragi dan bakteri tertentu, dan dibentuk sebagai
bagian dari metabolisme energi. Karena pertumbuhan hanya terjadi jika terjadi
produksi energi, pembentukan etanol terjadi secara paralel dengan pertumbuhan.

2. Metabolit Sekunder
Suatu yang sangat menarik, sekalipun sangat kompleks, tipe proses industri
mikroorganisme, salah satu produknya yang diharapkan tidak dihasilkan selama fase
pertumbuhan primer, tetapi menjelang atau tepat pada fase stasioner Metabolit yang
dihasilkan pada fase tersebut sering dinamakan metabolit sekunder, dan merupakan
sejumlah metabolit yang penting dan menarik dalam industri.
Metabolisme primer umumnya sama pada semua sel, sedangkan metabolisme
sekunder memperlihatkan perbedaan antara satu organisme dengan yang lainnya.
Karakteristik metabolit sekunder yang dikenal, adalah :
1. Setiap metabolit sekunder dihasilkan hanya oleh sebagian kecil organisme/relatif
sedikit.
2. Metabolit sekunder kelihatannya tidak penting untuk pertumbuhan dan reproduksi
sel.
3. Pembentukan metabolit sekunder sangat ekstrim bergantung pada kondisi
pertumbuhan, khususnya komposisi medium. Sering terjadi tekanan pembentukan
metabolit sekunder.

9|Page
4. Metabolit sekunder sering dihasilkan sebagai kelompok struktur yang berhubungan
erat. Sebagai contoh, strain tunggal spesies Streptomyces ditemukan dapat
menghasilkan 32 antibiotika antrasiklin yang berbeda tetapi berhubungan.
5. Sering terjadi produksi metabolit sekunder secara berlebihan, sedangkan metabolit
primer terikat pada metabolisme primernya, biasanya tidak mengalami kelebihan
produksi seperti hal tersebut.

 Trofofase dan Idiofase


Dalam metabolisme sekunder terdapat dua fase yang berbeda, yang disebut
trofofase dan idiofase. Trofofase merupakan fase pertumbuhan, sedangkan idiofase
merupakan fase pembentukan metabolit. Meskipun merupakan suatu kekeliruan
untuk menganggap hal tersebut menjadi dua fase, tapi istilah tersebut merupakan
penyederhanaan yang sesuai, karena menolong kita dalam kajian fermentasi industri.
Jadi, jika kita berurusan dengan metabolit sekunder, harus menjamin kondisi yang
tersedia selama trofofase untuk pertumbuhan yang baik, selanjutnya kita harus yakin
bahwa kondisi tersebut pantas untuk diubah pada waktu yang hampir bersamaan
supaya menjamin pembentukan produk yang baik.
Antibiotika adalah metabolit sekunder yang terkenal dan diteliti secara luas.
Pada metabolisme sekunder, terdapat pertanyaan mengapa produk tidak dihasilkan
dari substrat pertumbuhan primer, tapi dari produk yang dengan sendirinya dibentuk
dari substrat pertumbuhan primer. Jadi metabolit sekunder umumnya dihasilkan dari
beberapa produk perantara yang berkumpul dalam medium atau dalam sel, selama
metabolisme primer.
Satu karakteristik metabolit sekunder adalah enzim yang terlibat pada
produksi metabolit sekunder diatur secara terpisah dari enzim metabolisme primer.
Dalam banyak kasus, sudah diidentifikasi inducer spesifik metabolit sekunder.
Sebagai contoh, inducer spesifik untuk produksi streptomisin, yaitu suatu senyawa
yang disebut A-factor .

10 | P a g e
 Hubungan Metabolisme Primer Dengan Metabolisme Sekunder
Sebagian besar metabolit sekunder merupakan molekul organik kompleks
yang dibutuhkan untuk sintesis sejumlah besar reaksi enzimatik spesifik. Sebagai
contoh, saat ini diketahui paling sedikit 72 tahap enzimatik yang dilibatkan dalam
sintesis antibiotika tetrasiklin dan lebih dari 25 tahap enzimatik pada sintesis
eritromisin, tidak satupun raksi tersebut terjadi selama metabolisme primer, karena
bahan pemula untuk metabolisme datang dari jalur biosintetik utama. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 13-3.

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mikroorganisme dalam Industri


Kegiatan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Perubahan
dilingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi

11 | P a g e
mikroorganisme. Beberapa golongan mikroorganisme resisten terhadap perubahan
lingkungan karena dengan cepat melakukan adaptasi dengan lingkungan. Faktor-
faktor lingkungan yang sering mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain:
a) Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba.
Beberapa mikroba mampu hidup dalam kisaran suhu yang luas. Terkait dengan suhu
pertumbuhan maka dikenal suhu minimum, maksimum dan optimum. Suhu minimum
adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih berlangsung. Suhu
optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan mikroba. Sedangkan suhu
maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat menumbuhkan mikroba tetapi
pada tingkat kegiatan fisisologi yang paling rendah.
Atas dasar suhu perkembangannya mikroba dapat dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu psikofil, mesofil dan termofil.
 Mikroba psikofil/kriofil dapat tumbuh pada suhu antara 0o C-30o C, dengan suhu
optimum 15OC. Kebanyakan tumbuh ditempat-tempat dingin, baik di daratan
maupun dilautan
 Mikroba mesofil mempunyai suhu optimum antara 25-37oC, dengan suhu
minimum 15oC dan suhu maksimum antara 45-55oC. Mikroba ini biasa hidup pada
tanah dan perairan.
 Mikroba termofil mempunyai suhu pertumbuhan antara 40-75oC, dengan suhu
optimum 55-60oC.
b) Kelembaban
Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya
khamir dan bakteri membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan jamur.
Banyak mikroba yang tahan tahan hidup dalam keadaan kering untuk waktu yang
lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora dan mentuk-bentuk Krista
c) pH

12 | P a g e
Berdasarkan pH yang ada, mikroba dikenal dengan asidofil, neurofil, dan
alkalifil. Asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0.
Mikroba neutrofil adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kisaran pH 5,5-8,0
sedangkan mikroba alkalifil dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4-9,5. Bakteri
memerlukan pH 6,5-7,5, khamir memerlukan pH 4,0-4,5, sedangkan jamur
mempunyai kisaran pH yang luas.
d) Ion-ion logam
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au dan Pb pada kadar yang sangat
rendah dapat bersifat toksik. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut
oligodinamik. Ion-ion logam dapat mengganggu sistem enzim sel. Misalnya
Hg++ akan bergabung dengan gugus sulfidril (-SH) dalam enzim sehingga aktivitas
enzim dengan gugus aktif sulfidril akan terhambat aktivitasnya. Ion-ion Li++ dan
Zn++ bersifat toksik bagiLactobacillus dan Leuconostoc, namun demikian jika Ph
diturunkan maka peracunan Li++ dan Zn++ dapat dikurangi.
e) Iradiasi
Radiasi pengion dicirikan oleh energi yang sangat tinggi dan kemampuan
penetrasi yang besar. Demikian juga sifat letalnya. Penggunaan radiasi pengion
terutama pada bidang farmasi, kedokteran,proses industri, serta digunakan dalam
bidang mikrobiologi, misalnya menggunakan sinar ultraviolet dan sinar gamma.
 Sinar UV yang paling efektif dalam membunuh mikroorganisme adalah yang
memiliki panjang gelombang yang dekat dengan 260 nm, dengan energi kuantum
sekitar 4,9 Ev. Sinar dengan panjang gelombang dibawah 200 nm tidak efektif
karena mudah diserap oleh oksigen atmosfir. Sinar dengan panjang gelombang
360-450 nm umumnya disebut UV gelombang panjang dan biasa digunakan untuk
menstimulasi flourisensi, misalnya untuk menunjukkan adanya
pigmen pseudomonas pada telur.
Penggunaan lain UV pada bidang industri bahan makanan adalah pada ruang
pendingin yang dipergunakan untuk menyimpan daging. Tujuannya dalah untuk

13 | P a g e
menunda pertumbuhan mikroba permukaan. Iradiasi ultraviolet dengan internsitas
2 mW/cm2 terhadap pseudomonas pada daging dapat mengurangi kecepatan
pertumbuhannnya menjadi 85% bila dibandingkan dengan kontrol, dan akan
menjadi 75% bila intensitas pada permukaan 24 mW/cm2.
 Sinar gamma, iradiasi gamma telah digunakan sebagai metode dalam pengawetan
pangan di beberapa Negara seperti Belgia, Perancis, Jepang dan Belanda. Di
Indonesia sendiri baru dilakukan dalam skala laboratorium. Proses dilakukan
dengan penyinaran pangan dengan menggunakan kobalt radioisotope (60oC).
Iradiasi akan mempengaruhi fungsi metabolisme dan fragmentasi DNA yang dapat
mengakibatkan kematian sel mikroba sehingga memperbaiki kualitas
mikrobiologis pangan dengan mengurangi jumlah jasad perusak dan pathogen.
Selain faktor di atas, mikroba juga melakukan interaksi, sebab di alam jarang
dijumpai mikroba yang hidup sebagai biakan murni, tetapi selalu berada dalam
asosiasi dengan jasad lain. Interaksi antar mikroba dapat terjadi antara dua
mikroba yang sama ukuran selnya (dua sel bakteri, dua sel protozoa) atau antara
dua sel yang berbeda ukurannya (sel bakteri dengan sel protozoa). Dua sel yang
ukurannya sama memiliki kebutuhan nutrisi yang kurang lebih sama, sebab
susunan molekul suatu sel pada umumnya relatif sama. Berbeda halnya jika
ukuran sel berbeda, kebutuhan ruang berbeda. Protozoa membutuhkan ruang
ribuan kali lebih besar daripada bakteri. Begitu juga dengan kebutuhan nutrisinya.
Contohnya interaksi antar Pseudomonas synoyanea dengan Sterptococcus
lactis yang menyebabkan terjadinya warna biru pada susu.

2.2 Makanan Ternak


Teknik produksi pakan ternak adalah serangkaian aktivitas yang melibatkan
sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan pakan yang memenuhi standar yang
telah ditetapkan oleh nutrisionist. Bahan pakan terdiri dari bahan organik dan
anorganik. Bahan organik yang terkandung dalam bahan pakan antara lain, protein,
lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang bahan anorganik yang

14 | P a g e
dimaksud seperti calsium, phospor, magnesium, kalium, natrium dan lain sebagainya.
Kandungan bahan organik ini dapat diketahui dengan melakukan analisis proximate
dan analisis terhadap vitamin dan mineral untuk masing masing komponen vitamin
dan mineral yang terkandung didalam bahan yang dilakukan di laboratorium dengan
teknik dan alat yang spesifik.
Formulasi pakan ternak, biasanya disusun oleh seorang ahli nutrisi
(nutrisionist) yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai aspek-aspek teknis,
zooteknis dan ekonomis. Paduan dari ketiga aspek diatas adalah terciptanya suatu
susunan tiga atau lebih bahan baku pakan yang telah diperhitungkan target kandungan
nutrisinya sehingga dapat direkomendasikan penggunaannya untuk ternak dan produk
pakan tersebut harus marketable.
Nutrisionist adalah seorang ahli pakan ternak, persyaratan yang harus dimiliki
adalah mengetahui kebutuhan hidup untuk setiap jenis dan periode hidup ternak,
toleransi ternak terhadap zat-zat pakan tertentu, macam dan jenis pakan yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak, faktor penghambat (antinutrisi) yang terkandung dalam
bahan pakan, pengaruh musim dan lingkungan terhadap ketersedian bahan baku
pakan, mampu menjamin kontinuitas produksi, mampu menjamin tidak menyebabkan
ternak sakit serta mampu mengkalkulasi formula yang ekonomis dengan kualitas
memenuhi standar.
Contoh Pakan Ternak
 Silase
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku
yang berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami
lainya, dengan jumlah kadar/kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di
masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara, yang biasa disebut
dengan Silo, selama sekitar tiga minggu. Didalam silo tersebut tersebut akan terjadi
beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana “bakteri asam
laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga
terjadilah proses fermentasi. Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat

15 | P a g e
di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan
nutrisi dari bahan bakunya.
 Tujuan pembuatan Silase
Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan
kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar
bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai
pakan bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan
hijauan pada musim kemarau. Sayangnya fermentasi yang terjadi didalam silo
(tempat pembuatan silase), sangat tidak terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan
nutrisi pada bahan yang di awetkan menjadi berkurang jumlahnya. Maka untuk
memperbaiki berkurangnya nutrisi tersbut, beberapa jenis zat tambahan (additive)
harus di gunakan agar kandungan nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis,
bahkan bisa meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang
memakannya.
 Prinsip Dasar Fermentasi Silase
Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara silase fermentasi adalah sebagai
berikut.
 Respirasi
Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen,
maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di butuhkan
dalam aktivitas normalnya. Respirasi ini merupakan konversi karbohidrat menjadi
energi. Respirasi ini bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang terkandung,
beberapa saat setelah bahan di masukan dalam silo. Namun respirasi ini
mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan panas, sehingga waktunya harus
sangat di batasi. Respirasi yang berkelamaan di dalam bahan baku silase, dapat
mengurangi kadar karbohidrat, yang pada ahirnya bisa menggagalkan proses
fermentasi. Pengurangan kadar oksigen yang berada di dalam bahan baku silase,
saat berada pada ruang yang kedap udara yg disebut dengan Silo, adalah cara
terbaik meminimumkan masa respirasi ini.

16 | P a g e
 Fermentatsi.
Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai. Fermentasi
adalah menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai dengan kadar
pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo.
Penurunan kadar pH ini dilakukan oleh lactic acid yang di hasilkan oleh bakteri
Lactobacillus. Lactobasillus itu sendiri sudah berada didalam bahan baku silase,
dan dia akan tumbuh dan berkembang dengan cepat sampai
bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan mengkonsumsi karbohidrat untuk
kebutuhan energinya dan mengeluarkan lactic acid. Bakteri ini akan terus
memproduksi lactic acid dan menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase.
Sampai pada tahap kadar pH yang rendah, dimana tidak lagi memungkinkan
bakteri ini beraktivitas. Sehingga silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada
lagi perubahan yang terjadi, sehingga bahan baku silase berada pada keadaan yang
tetap. Keadaan inilah yang di sebut keadaan terfermentasi,
dimana bahan baku berada dalam keadaan tetap , yang disebut dengan menjadi
awet. Pada keadaan ini maka silase dapat di simpan bertahun-tahun selama tidak
ada oksigen yang menyentuhnya
 Bakteri Clostridia
Bakteri ini juga sudah berada pada hijauan atau bahan baku silase lainnya,
saat mereka di masukan kedalam silo. Bakteri ini mengkonsumsi karbohidrat,
protein dan lactic acid sebagai sumber energi mereka kemudian mengeluarkan
Butyric acid, dimana Butyric acid bisa diasosiasikan dengan pembusukan silase.
Keadaan yang menyuburkan tumbuhnya bakteri clostridia adalah kurangnya kadar
karbohidrat untuk proses fermentasi, yang biasanya di sebabkan oleh kehujanan
pada saat pencacahan bahan baku silase, proses respirasi yang terlalu lama, terlalu
banyaknya kadar air di dalam bahan baku. Dan juga kekurangan jumlah bakteri
Lactobasillus. Itulah sebabnya kadang di perlukan penggunaan bahan tambahan
atau aditive.
 Tahapan atau Phase yang terjadi pada proses fermentasi Silase

17 | P a g e
Proses fermentasi ini (yang biasa di sebut dengan Ensiling), berjalan dalam
enam phase, yaitu:
 Phase I
Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan
tersebut terdapat organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic,
yaitu bacteri yang membutuhkan udara / oksigen. Sehingga pada saat pertamakali
hijauan sebagai bahan pembuatan silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut
akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam ruang silo
tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat
ensiling, karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan
mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.
Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah
oksigen di dalam silo, sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita
kehendaki dalam ensiling, namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan
peningkatan suhu/panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi
digestibility kandungan nutrisi, seperti misalnya protein. Proses perubahan
kimiawi yang terjadi pada phase awal ini adalah terurainya protein tumbuhan,
yang akan terurai menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan amines.
Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai. Laju
kecepatan penguraian protein ini (proteolysis), sangat tergantung dari laju
berkurangnya kadar pH. Ruang lingkup silo yang menjadi acid, akan mengurangi
aktivitas enzym yang juga akan menguraikan protein.
Lama terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara
dalam silo, dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan
beberapa jam saja. Dengan teknik penanganan yang kurang memadai maka phase
ini akan berlangsung sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu.
Untuk itu maka tujuan utama yang harus di capai pada phase ensiling ini
adalah, semaksimum mungkin di lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen,
sehingga keadaan anaerobic dapat secepatnya tercapai.

18 | P a g e
Kunci sukses pada phase ini adalah:
o Kematangan bahan
o Kelembaban bahan
o Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo
o Kecepatan memasukan bahan dalam silo
o Kekedapan serta kerapatan silo
 Phase II
Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di
mulai, disinilah proses fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan
berkembangnya bakteri acetic – acid. Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat
dan menghasilkan acetic acid sebagai hasil ahirnya. Pertumbuhan acetic acid ini
sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untuk ternak ruminansia juga
menurunkan kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic
acid akan menurun dan akhirnya berhenti dan itu merupakan tanda berahirnya
phase-2. Dalam fermentasi hijauan phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72 jam.
 Phase III
Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan
perkembangan bakteri anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada
phase ini latic acid akan bertambah terus
 Phase IV
Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat
yang akan terurai menjadi latic acid juga makin bertambah. Latic acid ini sangat
di butuhkan dan memegang peranan paling penting dalam proses fermentasi.
Untuk pengawetan yang efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total
organic acid dalam silase. Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di
manfaatkan sebagai sumber energi ternak tersebut.
Phase 4 ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan
terus sampai kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga

19 | P a g e
mencapai kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan
hijauan atau bahan baku lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses
penguraian selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di masukan.
 Phase V
Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di
awetkan, dan juga kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya
akan mencapai kadar pH 4,5, jagung 4.0. Kadar pH saja tidaklah merupakan
indikasi dari baik buruknya proses fermentasi ini.
Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses
yang berlainan pada phase 5 ini. Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang
tumbuh dan berkembang, namun bakteri clostridia yang akan tumbuh dan
berkembang. Bakteri anaerobic ini akan memproduksi butyric acid dan bukan latic
acid, yang akan menyebabkan silase berasa asam. Kejadian ini berlangsung karena
pH masih di atas 5.0 (Tonyu, 2008).
 Phase VI
Phase ini merupakan phase pengangkatan silage dari tempatnya /silo.

 Proses yang terjadi dalam 6 phase


Phase I Phase II Phase III Phase IV Phase V Phase VI
Umur 0-2 hari 2-3 days 3-4 days 4-21 days 21 days-
Silase
Lactic Respirasi Produksi Pembetuk Pembentu Penyimp Pembusuk
sel; acetic an kan Lactic anan an
menghasilk acid acid acid Material Aerobic
an dan lactic re-
CO2, panas acid exposure
danair dengan ox
ygen

20 | P a g e
Perubahan 69-90 F 90-84 F 84 F 84 F 84 F 84 F
suhu **
Perubahan 6.5-6.0 6.0-5.0 5.0-4.0 4.0 4.0 4.0-7.0
pH
Produksi Acetic Lactic Lactic pe
yg di acid acid acid mbusukan
hasilkan dan lactic bacteria bacteria
acid
bacteria
** Suhu atau temperatur sangat tergantung suhu ruangan. (Tonyu, 2008)

 Pengolahan Jerami Padi dengan Memanfaatkan Mikroba


Kemajuan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba merupakan alternatif
cara optimalisasi daur ulang limbah pertanian, dan teknologi starbio adalah salah satu
produk bioteknologi tersebut. Starter mikroba atau starbio adalah probiotik hasil
bioteknologi yang dibuat dari koloni alami mikroba rumen sapi dicampur tanah, akar
rerumputan, daun serta dahan pohon tertentu. Koloni tersebut memiliki mikroba yang
spesifik dengan fungsi yang berbeda-beda seperti mikroba lignolitik, selulolitik,
proteolitik. (Mahardika, 2010)
Untuk meningkatkan kualitas limbah pertanian seperti jerami padi sebagai
pakan ternak ruminansia dapat digunakan starbio ternak yang dapat meningkatkan
derajat fermentasi bahan organik terutama komponen serat sehingga menyediakan
sumber energi yang lebih baik. Dengan fermentasi jerami padi dengan starbio
menunjukkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi,
dimana kadar protein kasar mengalami peningkatan dan diikuti dengan penurunan
kadar serat kasar.
Penggunaan starbio dalam fermentasi dapat menurunkan kadar dinding sel
jerami padi. Hal ini memberikan indikasi bahwa selama fermentasi terjadi pemutusan

21 | P a g e
ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik dalam starbio
membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin dapat
terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase. Fenomena ini terlihat dengan
menurunnya kandungan selulosa dan lignin jerami padi yang difermentasi.
Menurunnya kadar lignin menunjukkan selama fermentasi terjadi penguraian
ikatan lignin dan hemiselulosa. Lignin merupakan benteng pelindung fisik yang
menghambat daya cerna enzim terhadap jaringan tanaman dan lignin berikatan erat
dengan hemiselulosa. Disamping itu fermentasi jerami padi dengan strarbio dapat
melarutkan sebagian zat-zat makanan atau mineral-mineral yang sukar larut sehingga
mengakibatkan meningkatnya kecernaan bahan kering dibanding jerami padi tanpa
fermentasi.
Hal yang samakecernaan bahan organik juga mengalami peningkatan pada
jerami padi yang difermentasi. Fenomena ini memberi indikasi bahwa probiotik
starbio dalam proses fermentasi mampu mencerna lignin dan zat-zat yang sukar larut
yang terdapat dalam bahan organik.
Pelaksanaan fermentasi jerami padi dengan menggunakan starbio dan
penambahan urea, terlebih dahulu dipersiapkan tempat fermentasi berupa
naungan/tempat fermentasi (misalnya tiang dari bambu dan atap dari daun nipah).
Prosedur pelaksanaan pengolahan jerami padi adalah
a. Jerami padi ditumpuk 30 cm, kalau perlu diinjak-injak lalu ditaburi urea dan
starbio masing-masing 0.6 %/berat jerami padi dan kemudian disiram air
secukupnya mencapai kadar air 60 %, dengan tanda-tanda jerami padi diremas,
apabila air tidak menetes tetapi tangan basah berarti kadar air mendekati 60 %,
b. Tahapan point pertama diulangi hingga ketinggian mencapai ketinggian tertentu
(misalnya dua meter),
c. Tumpukan jerami padi dibiarkan selama 21 hari dan tidak perlu dibolak-balik,
d. Setelah 21 hari jerami padi dibongkar lalu diangin-anginkan atau dikeringkan, dan
e. Jerami padi diberikan pada ternak sapi atau dapat disimpan sebagi stok pakan.
(Mahardika, 2010)

22 | P a g e
2.3 Makanan Hasil Fermentasi
 Sosis
Bakteri Pediococcus sp. digunakan dalam pembuatan sosis. Tidak semua
sosis dibuat melalui proses fermentasi. Sosis fermentasi dikenal dengan istilah dry
sausage atau semi dry sausage. Contoh sosis jenis ini antara lain adalah Salami
Sausage, Papperson Sausage,Genoa Sausage, Thurringer Sausage,
Cervelat Sausage, Chauzer Sausage
 Yogurt
Bakteri Lactobacillus bulgaricus merupakan salah satu bakteri yang
berperan penting dalam pembuatan yoghurt. Yoghurt merupakan hasil olahan
fermentasi dari susu dan mengeluarkan asam laktat yang dapat mengawetkan susu
danmengurai gula susu sehingga orang yang tidak tahan dengan susu murni dapat
mengonsumsi yoghurt tanpa khawatir akan menimbulkan masalah kesehatan.
 Tempe
jamur Rhyzopus oryzae merupakan jamur yang berperan dalam pembuatan
tempe. Tempe sendiri dapat dibuat dari kacang kedelai maupun bahan nabati lain
yang berprotein. Pada tempe berbahan kedelai, jamur selain bergungsi untuk
mengikat atau menyatukan biji kedelai juga menghasilkan berbagai enzim yang
dapat meningkatkan nilai cerna saat dikonsumsi.
 Kecap
Aspergillus wentii dan Aspergillus oryzae merupakan jamur yang berperan
dalam pembuatan kecap dan tauco. Kecap atau tauco dibuat dari kacang kedelai.
Proses pembuatannya mengalami dua tahap fermentasi. Proses fermentasi pertama,
yaitu adanya peran jamur Aspergillus wentii dan Aspergillus oryzae. Protein akan
diubah menjadi bentuk protein terlarut, peptida, pepton dan asam-asam amino,
sedangkan karbohidrat diubah oleh aktivitas enzim amilolitik menjadi gula
reduksi. Proses fermentasi kedua menghasilkan kecap atau tauco yang merupakan
aktivitas bateri Lactobacillus sp. Gula yang dihasilkan pada Kecap proses

23 | P a g e
fermentasi diubah menjadi komponen asam amino yang menghasilkan rasa dan
aroma khas kecap.

2.4 Antibiotik
Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan dari
kata anti (lawan) dan bios (hidup). Kalau diterjemahkan bebas menjadi "melawan
sesuatu yang hidup". Antibiotika di dunia kedokteran digunakan sebagai obat untuk
memerangi infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau protozoa. Antibiotika adalah zat
yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat
atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara
semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak
diturunkan dari produk mikroba.
Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba yang
menyebabkan infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif
setinggi mungkin. Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk
mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia. Yang harus selalu diingat,
antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh
virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Cara kerja obat antibiotik ini dapat
dibedakan menjadi tiga:
- bakteri akan dicegah tingkat pertumbuhannya
- bakteri dimusnahkan, tetapi secara secara materi (physical) masih ada
- bakteri dimusnahkan dan selnya dihancurkan (Setyaningsih, 2011)
Antibiotika merupakan produk metabolisme sekunder. Meskipun hasilnya
relatif rendah dalam sebagian besar industri fermentasi, tetapi karena aktivitas
terapetiknya tinggi maka menjadi memiliki nilai ekonomik tinggi, oleh karena itu
antibiotika dibuat secara komersial melalui fermentasi mikroba. Beberapa antibiotika
dapat disintesis secara kimia, tetapi karena kompleksitas bahan kimia antibiotika dan

24 | P a g e
cenderung menjadi mahal, maka tidak memungkinkan sintesis secara kimia dapat
bersaing dengan fermentasi mikroorganisme.
Penggunaan antibiotika secara komersial, pertamakali dihasilkan oleh fungi
berfilamen dan oleh bakteri kelompok actinomycetes. Daftar sebagian besar
antibiotika yang dihasilkan melalui fermentasi industri berskala-besar, dapat dilihat
pada Tabel 1.1. Seringkali, sejumlah senyawa kimia berhubungan dengan keberadaan
antibiotika, sehingga dikenal famili antibiotik. Antibiotika dapat dikelompokkan
berdasarkan struktur kimianya (Tabel 1.1). Sebagian besar antibiotika digunakan
secara medis untuk mengobati penyakit bakteri, meskipun sebagian diketahui efektif
menyerang penyakit fungi. Secara ekonomi dihasilkan lebih dari 100.000 ton
antibiotika per tahun, dengan nilai penjualan hampir mendekati $ 5 milyar.
Tabel 1.1 Beberapa antibiotika yang dihasilkan secara komersial

(Sumber:Brock & Madigan,(1991 dalam Kusnadi (tanpa tahun)


a) Pencarian Antibiotika Baru
Bahan antibiotik yang sudah diketahui, lebih dari 8.000, dan beberapa ratus
antibiotika ditemukan dalam beberapa tahun. Dan sejumlah peneliti mempercayai
bahwa berbagai antibiotika baru dapat ditemukan lagi jika penelitian dilakukan
terhadap kelompok mikroorganisme selain Streptomyces, Penicillium,

25 | P a g e
dan Bacillus. Sekali diketahui urutan struktur gen mikroorganisme penghasil-
antibiotika, dengan teknik rekayasa genetika memungkinkan pembuatan
antibiotika baru.
Cara utama dalam menemukan antibiotika baru yaitu melalui screening.
Dengan pendekatan tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme
penghasil-antibiotika yang diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya
isolat tersebut diuji untuk produksi antibiotika dengan bahan yang diffusible, yang
menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk pengujian,
dipilih dari berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan dengan bakteri patogen.
Prosedur pengujian mikroorganisme untuk produksi antibiotika adalah metode
gores silang, pertamakali digunakan oleh Fleming. Dengan program pemisahan
arus, ahli mikrobiologi dapat dengan cepat mengidentifikasi, apakah antibiotika
yang dihasilkan termasuk baru atau tidak. Sekali ditemukan organisme penghasil
antibiotika baru, antibiotika dihasilkan dalam sejumlah besar, dimurnikan, dan
diuji toksisitas dan aktivitas terapeutiknya kepada hewan yang terinfeksi. Sebagian
besar antibiotika baru gagal menyembuhkan hewan uji, dan sejumlah kecil dapat
berhasil dengan baik. Akhirnya, sejumlah antibiotika baru ini sering digunakan
dalam pengobatan dan dihasilkan secara komersial.

Tabel 2. Klasifikasi antibiotika sesuai dengan struktur kimianya


Antibiotika Contoh
1. Antibiotika mengandung-karbohidrat
- Gula murni Nojirimisin
- Aminoglikosida Streptomisin
- Ortosomisin Everninomisin
- N-glikosida Streptotrisin
- C-glikosida Vankomisin
- Glikolipid Moenomisin

26 | P a g e
2. Lakton makrosiklik
- Antibiotik makrolida Eritromisin
- Antibiotik polien Kandisidin
- Ansamisin Rifamisin
- Makrotetrolida Tetranaktin
3. Quinon dan antibiotika yang berhubungan.
- Tetrasiklin Tetrasiklin
- Antrasiklin Adriamisin
- Naftoquinon Aktinorodin
- Benzoquinon Mitomisin
4. Antibiotika peptida dan asam amino
- Turunan asam amino Sikloserin
- Antibiotik b-laktam Penisilin
- Antibiotik peptida Basitrasin
- Kromopeptida Aktinomisin
- Depsipeptida Valinomisin
- Peptida pembentuk-selat Bleomisin
5. Antibiotika heterosiklik mengandung nitrogen
- Antibiotika nukleosida Polioksin
6. Antibiotika heterosiklik mengandung oksigen
- Antibiotika polieter Monensin
7. Turunan alisiklik
- Turunan sikloalkan Sikloheksimida
- Antibiotika steroid Asam fusidat
8. Antibiotik aromatik
- Turunan benzen Kloramfenikol
- Antibiotika aromatik terkondensasi Griseofulvin
- Eter aromatik Novobiosin

27 | P a g e
9. Antibiotika alifatik
- Senyawa mengandung fosfor Fosfomisin

 Tahap-tahap menuju produk komersial


Suatu antibiotika yang dihasilkan secara komersial, pada awalnya harus
berhasil diproduksi pada fermentor industri berskala-besar. Salah satu gugus-tugas
penting adalah pengembangan efisiensi metode pemurnian. Metode elaborasi (yang
terperinci) sangat penting dalam ekstraksi dan pemunian antibiotika, karena jumlah
antibiotika yang terdapat dalam cairan fermentasi hanya sedikit (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Seluruh proses ekstraksi dan pemurnian antibiotik


(Sumber:Brock & Madigan,1991 dalam Kusnadi (tanpa tahun)

28 | P a g e
Jika antibiotika larut dalam pelarut organik yang tidak dapat bercampur
dengan air, maka pemurniannya relatif lebih mudah, karena memungkinkan untuk
mengekstraksi antibiotika ke dalam suatu pelarut bervolume kecil, sehingga lebih
mudah mengumpulkan antibiotika tersebut. Jika antibiotika tidak larut dalam pelarut,
selanjutnya harus dipindahkan dari cairan fermentasi melalui adsorpsi, pertukaran
ion, atau presipitasi secara kimia. Pada semua kasus, tujuannya untuk memperoleh
produk kristalin yang sangat murni, meskipun sejumlah antibiotika tidak mudah
terkristalisasi dan sulit dimurnikan.
Masalah yang berhubungan adalah, kultur sering menghasilkan produk akhir
lain, termasuk antibiotika lain, dalam hal ini penting mengakhiri proses dengan suatu
produk yang hanya terdiri dari antibiotik tunggal. Pemurnian secara kimia mungkin
dibutuhkan untuk mengembangkan metode dalam rangka menghilangkan produk
sampingan yang tidak diharapkan, tetapi dalam beberapa kasus hal tersebut penting
untuk ahli mikrobiologi untuk menemukan strain yang tidak menghasilkan senyawa
kimia dan tidak diharapkan.

 Klasifikasi Antibiotik
Dalam beberapa hal mekanisme kegiatan antibiotik sukar diterangkan, karena
beberapa alasan, seperti :
1. Kesulitan menetapkan gangguan tersebut sebagai pengaruh sekunder atau primer.
2. Kebanyakan antibiotik merupakan substansi kimia yang rumit dan sering tidak
mungkin disintesis secara kimia, se-hingga sulit membuat antibiotik bertanda
radioaktif.
3. Reaksi esensiil yang diblokir, mungkin belum diketahui dengan jelas.
4. Metabolisme organisme berbeda satu sama lain walaupun pada prinsipnya sama,
sehingga mekanisme kegiatan pada satu organisme, mungkin bukan cara antibiotik
tersebut menghambat pertumbuhan organisme lainnya (Usman,1992).
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-
macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan

29 | P a g e
bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses
biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan
antibiotik sebagai berikut:
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida,
Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a) Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada
enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri,
sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini
mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta
pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan
yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya
efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer
membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu
menembus dinding peptidoglikan.
b) Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan
antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan
untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram
positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis
antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak
resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap
digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c) Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya
bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat
sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan
Vancomycin digunakan untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus.
Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri gram negatif.
d) Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme
kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan

30 | P a g e
dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP
(Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin,
terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan
antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding
peptidoglikan menjadi terhambat.
e) Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding
peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram
positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada
Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer
membran) pada bakteri gram negatif.
f) Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik
bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang
telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-
laktam.
g) Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran
yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat
bakterisidal.

2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam


golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid,
Lincosamides, Metronidazole.
a) Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan
topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan
transkripsi DNA. Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b) Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan
cara berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat

31 | P a g e
transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein. Rifampicin umumnya
menyerang bakteri spesiesMycobacterum.
c) Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme
kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan
untuk penyakit demam tipus.
d) Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan
banyak digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous
colitis. Contoh dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e) Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan
berefek menghambat sintesis DNA.

3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan


ini adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol,
kanamycin, Oxytetracycline.
a) Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga
dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan
untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam
konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya
menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya
infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella
mycoplasma, dan Haemophilus.
b) Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin,
merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S
sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya
berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c) Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit
ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A
pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi

32 | P a g e
protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan
gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d) Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat
sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat
kuman Salmonella.

4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain


Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar
kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan
kebocoran sel.

5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam


golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a) Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor
kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan
dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam
tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat,
di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam
produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein. Biasanya
Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserriameningitis.
b) Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui
penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide.
Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang
seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi
tetrahidrofolat (THF).
c) Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai
purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya
metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan

33 | P a g e
sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang
merupakan salah satu asam amino dalam protein.

 Contoh Antibiotik
Penisilin
Penisilin merupakan salah satu antibiotik yang paling efektif selama empat
decade ini. Peningkatan kebutuhan medis akan penisilin telah membuka peluang bagi
pengembangan industri pembuatan penisilin secara komersial yang menuntut
peningkatan kualitas dan kuantitas dari penisilin yang dihasilkan. Perbaikan kualitas
dan kuantitas penisilin dapat tercapai apabila parameter-parameter metabolik dari
proses fermentasi adalah optimum.
Penisilin merupakan campuran asam organik berstruktur komplek yang
diisolasi sebagai garam-garam natrium, kalium dan kalsium. Pensilin dihasilkan
selama pertumbuhan dan metabolisme kapang Penicillium notatum dan P.
chrysogenum. Kultur yang sama dapat menghasilkan beberapa macam molekul
penisilin antara lain penisilin G dan penisilin V (Husein,1982). Dewasa ini dikenal 5
jenis penisilin hasil proses fermentasi . Penisilin G merupakan penisilin yang paling
banyak diproduksisecara komersial dewasa ini.
Sebagai strain penghasil antibiotika salah satunya adalah Penicillium
chrysogenum. Ada beberapa alasan penelitian ini menggunakan antimikroba ini,
antara lain adalah
1. Mikroorganisme ini menghasilkan antibiotik Penisilin dengan cara proses
fermentasi.
2. Mikroorganisme ini mempunyai spektrum yang sangat luas terhadap bakteri gram
positif dan gram negatif serta beberapa jamur dengan daya toksisitas yang rendah.
3. Antibiotik penisilin dikenal sebagai antibiotik β-laktam merupakan inhibitor
spesifik terhadap sintesis dinding sel bakteri.
4. Situs aksi antibiotika ini adalah transpeptidase dan D-alanin karboksipeptidase,
yang mengkatalis polimerisasi rantai peptidoglikan (1)(3)(7) (Viena ,dkk.2003).

34 | P a g e
Menurut Maya (2002), Penisilin diproduksi secara komersial dengan
menggunakan bahan baku utama berupa glokosa, laktosa, dan cairan rendaman
jagung. Mineral-mineral yang digunakan adalah NaNO3, Na2SO4, CaCO3, KH2PO4,
MgSO4, 7H2O, ZnSO4, dan MnSO4. Untuk meningkatkan yield dan modifikasi tipe
penisilin yang akan dihasilkan, maka kedalam media fermentasi ditambahkan juga
precursor, misalnya phenylacetic acid yang digunakan untuk memproduksi penisilin
G. Cairan rendaman jagung adalah media fermentasi dasar yang terdiri dari
asamamino, polipeptida, asam laktat dan mineral-mineral. Kualitas cairan rendaman
jagung sangat bergantung pada derajat pengenceran hingga diperoleh konsentrasi
yang diinginkan, sedangkan besarnya jumlah nutrient dan alkali yang ditambahkan
kedalam media dasar disesuaikan dengan jumlah media fermentasi dasar ini.
Proses fermentasi penisilin didahului oleh tahapan seleksi strain Penicillium
chrysogenum pada media agar di laboratorium dan perbanyakan pada tangki
seeding. Penicillium chrysogenum yang dihasilkan secara teoritis dapat mencapai
konversi yield maksimum sebesar 13 – 29 %. Media fermentasi diumpankan ke
dalam fermentol pada suasana asam (pH 5,5).Proses fermentasi ini diawali dengan
sterilisasi media fermentasi melalui pemanasan dengan steam bertekanan sebesar 15
lb (120 0C) selama ½ jam. Sterilisasi ini dilanjutkan dengan proses pendinginan
fermentol dengan air pendingin yang masuk ke dalam fermentol melalui coil
pendingin.
Fermentol yang digunakan merupakan fessel vertikal bertekanan yang terbuat
dari carbon steel dan dilengkapi dengan coil pemanas, coil pendingin, pengaduk tipe
turbin dan sparger yang berfungsi untuk memasukkan udara steril.
Saat temperatur mencapai 75oF (24 oC), media ini diinokulasi pada kondisi
aseptic dengan mengumpankan spora-spora kapang Penicillium chrysogenum.
Selama proses fermentasi berlangsung dilakukan pengadukan, sementara udara steril
dihembuskan melalui sparger kedalam fermentol. Proses fermentasi ini akan
berlangsung secara batch terumpani selama 100 – 150 jam dengan tekanan operasi 5
– 15 psig. Temperatur operasi dijaga konstan selama fermentasi penisilin berlangsung

35 | P a g e
dengan cara mensirkulasikan air pendingin melalui coil. Busa-busa yang terbentuk
dapat diminimalkan dengan penambahan agen anti-foam. Kapang aerobic dibiarkan
tumbuh selama 5 – 6 hari saat gas CO2 mulai terbentuk.
Ketika penisilin ini dihasilkan jumlahnya telah maksimum, maka cairan hasil
fermentasi tersebut didinginkan hingga 28 oF (2 oC), dan diumpankan kedalam rotary
vacum filter untuk memisahkan miselia dan penisilin. Miselia akan dibuang, sehingga
diperoleh filtrat berupa cairan jernih yang mengandung penisilin. Untuk mendapatkan
penisilin yang siap dikomsumsi, maka tahapan dilanjutkan dengan proses ekstraksi
dan kristalisasi.

 Ada beberapa hal yang mempengaruhi fermentasi penisilin, yaitu


a. Pengaruh Faktor Lingkungan
Fermentasi pensilin sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi proses dan
lingkungannya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses
pembuatan penisilin ini antara lain adalah : Temperatur, pH, Sistem Aerasi, Sistem
Pengadukan, Penggunaan zat anti busa, dan upaya pencegahan kontaminasi pada
medium.
b. Temperatur
Fermentasi untuk pembuatan penisilin akan menghasilkan produk yang
maksimum apabila temperatur operasi dijaga pada 24oC. Temperatur berkaitan erat
dengan pertumbuhan mikroorganisme, karena kenaikan temperatur dapat
meningkatkan jumlah sel mikroorganisme baru. Apabila temperatur sistem
meningkat melebihi temperatur optimumnya, maka produk yang dihasilkan akan
berkurang, karena sebagian dari media fermentasi akan digunakan oleh
mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya.
c. pH
Pengaturan pH dilakukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH sistem.
Menurut Moyet dan Coghill kehilangan penisilin dapat terjadi pada pH dibawah 5
atau pH diatas 7,5. PH medium dipengaruhi oleh jenis dan jumlah karbohidrat

36 | P a g e
(glukosa atau laktosa) dan buffer. Karbohidrat akan difermentasi menjadi asam-
asam organik. Fermentasi glukosa yang berlangsung cepat akan menurunkan pH,
sedangkan laktosa terfermentasi dengan sangat lambat sehingga perubahan pH
berlangsung lambat pula. Konsentrasi gula hasil fermentasi ini berfungsi
mempertahankan kenaikan pH agar tetap lambat. Larutan buffer dapat digunakan
untuk mempertahankan pH sistem. Kalsium karbonat merupakan senyawa yang
sering digunakan untuk tujuan ini. Kalsium karbonat mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan pH sistem saat ditambahkan media fermentasi.
d. Aerasi
Aerasi yang cukup merupakan hal penting untuk memaksimalkan penisilin,
sebab aerasi dapat menghasilkan oksigen yang dihasilkan oleh kapang Penicillum
chrysogenum untuk metabolismenya. Aerasi pada fermento diberikan melalui
proses pengadukan atau dengan tekanan sebesar 20 lb/in2 akan mengurangi
penisilin yang dihasilkan.
e. Pengadukan
Pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengadukan yang sesuai akan
memperbaiki hasil penisilin ketika laju aerasi konstan. Kecepatan pengadukan
proses fermentasi umumnya berkisar pada range 250 – 500 cm/detik.
Pembentukan busa yang berlebihan selama proses fermentasi dapat dieliminasi
dengan penambahan tributinit sutrat. Secara umum, busa akan menurunkan pH
apabila konsentrasinya terus bertambah.
f. Sterilisasi
Kontaminasi dapat dihindarkan dengan cara sterilisasi sistem perpipaan,
fermentol, dan peralatan lain yang kontak langsung dengan penisilin. Uap panas
umumnya digunakn untuk sterilisasi media fermentasi dan peralatan tersebut. Zat
anti busa dan udara untuk aerasi juga hasus disterilkan terlebih dahulu sebelum
diumpankan kedalam media fermentasi.

37 | P a g e
2.5 Penjernihan air
Penjernihan air adalah proses pengolahan air kotor menjadi air bersih dan
sehat. Arti dari kata air berarti cairan yang tidak begitu kental dan lengket. Arti dari
penjernihan adalah pembersihan terhadap kuman yang ada diair.
 Teknik Pengolahan Air Limbah Dengan Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi
polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi
oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur
kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada
banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan
beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan
yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang
biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-
polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-
senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak
aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan
yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh
pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan
kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang
mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-
mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium
dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang
diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri

38 | P a g e
ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada
minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-
bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang
telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan
karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan
jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-
komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
 Cara bioremediasi air

 Wastewater treatment (Pengolahan limbah cair)


1. Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju
fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan
disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material
berlumpur yang disebut sludge. Sedangkan air yang mengalir keluar disebut
effluent yang digunakan untuk aerasi tangki karena bakteri aerobik dan
mikroba lain akan mengkoksidasi bahan organik yang terdapat effluent.
2. Di dalam tangki ini, air disemprotkan di atas batu atau plastik yang ditutupi
dengan biofilm mikroba pendegradasi sampah yang secara aktif
mendegradasi bahan organik dalam air.
3. Effluent dialirkan melalui system sludge dengan menggunakan tangki yang
mengandung sejumlah besar mikroba pendegradasi sampah yang tumbuh
pada lingkungan yang dikontrol
4. Effluent didesinfeksi dengan klorin sebelum air dialirkan ke sungai atau laut.

39 | P a g e
5. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung
bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan
gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering
dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan
peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-
cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu
menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil.
6. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan
pertanian atau pupuk.
 Groundwater clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan
tersebut mencemari air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan
mengkombinasikan antara bioremidiasi ex situ (bagian atas permukaan tanah)
dan bioremidiasi in-situ (di dalam tanah).

1. Bioremidiasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah


menggunakan bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh
pada biofilm à bakteri ini mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan
oksigen ditambahkan pada bioreaktor
2. Bioremidiasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk,
bakteri dan oksigen à dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
 Turning wastes into energy

40 | P a g e
Pada waktu proses bioremidiasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil
nutrients dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan
digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan soil nutrients digunakan sebagai
pupuk.
Contoh. Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan
bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima
elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana bisa
menghasilkan energi. Karena bakteri ini menggunakan reaksi redoks untuk
mendegradasi molekul pada lapisan sedimen elektron ditangkap oleh
elektroda elektroda ini berfungsi mentransfer elektron ke generator arus
listrik.

Teknik bioremediasi menciptakan lingkungan yang terkontrol untuk


memproduksi enzim yang sesuai bagi reaksi terkatalisis yang diinginkan.
Kebutuhan dasar dari proses biologis yaitu :
1. Kehadiran mikroorganisme dengan kemampuan untuk mendegradasi senyawa
target.
2. Keberadaan substrat yang dikenali dan dapat digunakan sebagai sumber
energi dan karbon.

41 | P a g e
3. Adanya pengumpanan yang menyebabkan terjadinya sintesa spesifik untuk
senyawa target.
4. Keberadaan sistem penerima-donor elektron yang sesuai.
5. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk reaksi terkatalisis enzim dengan
kelembaban dan pH yang mendukung.
6. Ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan sel mikroba dan
produksi enzim.
7. Suhu yang mendukung aktivitas mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8. Ketersediaan bahan atau substansi beracun terhadap mikroorganisme tersebut.
9. Kehadiran organisme untuk mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran organisme untuk mencegah timbulnya racun antara.
11. Kondisi lingkungan yang meminimumkan organisme kompetitif bagi
mikroorganisme pendegradasi.
Tanpa adanya enzim yang mengkatalis reaksi degradasi, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan lama. Enzim mempercepat proses
tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan
untuk memulai suatu reaksi. Tanpa adanya mikroba, proses penguraian di
lingkungan tidak akan berlangsung. Kotoran, sampah, hewan, dan tumbuhan yang
mati akan menutupi permukaan bumi, suatu kondisi yang tidak akan pernah kita
harapkan. Sebagai akibatnya, siklus nutrisi atau rantai makanan akan terputus.
Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami
seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari
prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui
proses yang sama.
 Optimalisasi Kondisi Dalam Bioremediasi
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim
pendegradasi hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan

42 | P a g e
kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan
faktor-faktor lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan, temperature, oksigen,
dan nutrient yang tersedia.
1. Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzm-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran
tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses
biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok
untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil
kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien
dan substrat di dalam tanah.
2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada
suhu 38oC bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di
Inggris untuk mengontrol mikroorganisme pathogen. Pada temperatur yang
rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana
rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan
meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat
berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun
kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan
demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi
hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a)
kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya

43 | P a g e
oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon
minyak.
4. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi
biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor
sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan
pertumbuhannya meningkat.
5. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam
mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi
antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya
adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi
senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
 Bioaugmentasi
Bioaugmentasi adalah penambahan organisme atau enzim pada suatu bahan
untuk menyingkirkan bahan kimia yang tidak diinginkan. Bioaugmentasi
digunakan untuk menyingkirkan produk sampingan dari bahan mentah dan polutan
potensial dari limbah. Organisme yang biasa digunakan dalam proses ini adalah
bakteri. Namun banyak aplikasi yang berhasil menggunakan tumbuhan untuk
menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri pathogen. Penggunaan
tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah phytoremediasi. Pemilihan metode
bioremediasi yang cocok dengan kondisi lingkungan diharapkan akan dapat
meningkatkan kecepatan biodegradasi. Dua metode yang biasa dilakukan untuk
bioremediasi adalah : (1) dengan menstimulasi populasi mikroorganisme eksogen
(biostimulasi) dan (2) dengan menambahkan mikroorganisme eksogen
(bioaugmentasi). Bioaugmentasi dipilih apabila kontaminan membutuhkan
waktu degradasi yang lama, bila lingkungan yang tercemar sulit dimodifikasi
dalam rangka mencapai kondisi optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme, atau

44 | P a g e
bila tingginya konsentrasi kontaminan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
indogenus. Bioaugmentasi juga dilakukan untuk menurunkan keragaman jalur
degradasi hidrokarbon terutama untuk mempercepat proses degradasi hidrokarbon
poliaromatik. Keberhasilan aplikasi bioaugmentasi diukur dari peningkatan jumlah
mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi serta daya tahan
mikroorganisme eksogen pada lingkungan yang tercemar. Walter (1997)
menyatakan bahwa untuk memperoleh strain mikroorganisme ataupun konsorsium
mikroorganisme yang tepat bagi aplikasi bioaugmentasi ada tiga pilihan metode
yang bisa dilakukan, yaitu : pengkayaan selektif, penggunaan produk
mikroorganisme komersial atau rekayasa genetika.

 Bio Trent Limbah


Adalah kultur campuran berbagai mikroorganisme yang mampu mengurai
berbagai senyawa organik di dalam air limbah. Kandungan BIO-TRENT adalah :
Mikroorganisme seperti Lactobacillus, Actinomycetes, Bakteri Nitrifikasi, Bakteri
Pelarut Fosfat, Bakteri Fotosintetik, Zat Penghilang Bau dan Jamur Fermentasi. Di
samping itu, BIO-TRENT juga dilengkapi dengan nutrisi seperti Glukosa,
Fruktosa dan lainnya.
Keunggulan
1. Lebih cepat mengurai bahan-bahan organik
Bakteri BIO-TRENT adalah bakteri pengurai yang dapat bekerja
sendiri-sendiri atau bersama-sama. Sifat bakteri yang mampu hidup dalam
keadaan ekstrim, membuat bakteri BIO-TRENT lebih cepat mengurai
dibanding bakteri alami yang ada di air limbah. Setiap bakteri mengurai dengan
bantuan zat (enzim) yang dihasilkan. Bakteri BIO-TRENT yang beragam
(kompleks) akan menghasilkan enzim pengurai yang beragam pula, sehingga
kemampuan penguraiannya lebih tinggi dibanding bakteri lain.
2. Mencegah bau

45 | P a g e
Actinomycetes adalah bakteri yang mampu menghasilkan zat
penghilang bau tak sedap. Dengan tumbuhnya bakteri ini di dalam sistem sudah
dipastikan bau tak sedap dapat dicegah. Instalasi air limbah banyak
menggunakan bahan terbuat dari logam. Seperti pompa dan blower. Logam
bersifat mudah terkorosi, apalagi terkena H2S dan CO2 agresif. H2S dalam
bentuk tak terionisasi bersifat sangat toksik dan korosif. H2S dan CO2 dapat
berasal dari dekomposisi bahan organik oleh bakteri tertentu. Kerugian yang
diderita perusahaan/instansi dengan kerusakan tersebut sangatlah besar. Untuk
mencegah korosi atau karat pada instalasi pengolahan air limbah, dibutuhkan
bakteri yang mampu mencegah terjadinya proses penguraian yang
menghasilkan H2S dan CO2 agresif. Bakteri tersebut ada di dalam produk BIO-
TRENT.
3. Menghambat pertumbuhan bakteri patogen
Bakteri patogen (penyebab penyakit) diantaranya E. col (penyebab
penyakit diare), Legionella pneumophilla (penyebab penyakit pernapasan akut),
Leptospira (penyebab penyakit leptospirosis), Shigella (penyebab penyakit
disentri) Vibrio cholerae (penyebab penyakit kolera). Dan bakteri penyebab
penyakit lainnya. Untuk menghambat tumbuhnya bakteri-bakteri tersebut di
dalam air limbah, maka perlu kita hidupkan bakteri BIO-TRENT di dalam
system. Bakteri Lactobacillus di dalam BIO-TRENT mampu menghasilkan
antibiotik alami (zat) pembunuh bakteri patogen.
 Perkembangan Technologi Bioremediasi
Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan
mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah
lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel.
Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan
mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator.

46 | P a g e
Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi
ataupun biodegradasi adalah dengan cara: Feeding, atau dengan memodifikasi
lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut Candidatus Brocadia
Anammoxidans yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi ammonium pada
suasana anaerob (sebagian besar produk yang terdapat dalam urin). Penting sekali
untuk menghilangkan amonium dalam limbah cair sebelum air dialirkan ke sungai
atau laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi memberikan dampak negatif
bagi lingkungan.

Tanah dan air yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak


lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah dan air yang
terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) sesuai dengan Kep. Men LH 128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi
minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak
kedalam tanah.

47 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mikrobiologi industri merupakan suatu usaha memanfaatkan mikrobia
sebagai komponen untuk industri atau mengikutsertakan mikrobia dalam
proses. Mikrobia dalam industri menghasilkan bermacam produk, diantaranya
adalah antibiotic dan pakan ternak.
2. Teknik produksi pakan ternak adalah serangkaian aktivitas yang melibatkan
sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan pakan yang memenuhi standar
yang telah ditetapkan oleh nutrisionist
3. Contoh pada pakan ternak Silase ,Bakteri Clostridia,Bakteri ini juga sudah
berada pada hijauan atau bahan baku silase lainnya, saat mereka di masukan
kedalam silo dan pada pengelolaan jerami padi memanfaatkan mikroba,
Mikroba lignolitik dalam starbio membantu perombakan ikatan lignoselulosa
sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim
lignase.
4. Makanan Hasil Fermentasi, beberapa makanan diantaranya :
 Bakteri Pediococcus sp. digunakan dalam pembuatan sosis.
 Bakteri Lactobacillus bulgaricus merupakan salah satu bakteri yang
berperan penting dalam pembuatan yoghurt
 Jamur Rhyzopus oryzae merupakan jamur yang berperan dalam
pembuatan tempe.
 Aspergillus wentii dan Aspergillus oryzae merupakan jamur yang
berperan dalam pembuatan kecap dan tauco
5. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis

48 | P a g e
lain. Penggunaan antibiotika secara komersial, pertamakali dihasilkan oleh
fungi berfilamen dan oleh bakteri kelompok actinomycetes.

49 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Black, Jacquelyn G. 2002. Microbiology. John Wiley & Sons, Inc.

Brock. TD. Madiqan. MT. 1991. Biology of Microorganisms. Sixth ed. Prentice-Hall
International, Inc.

Cappuccino, JG. & Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The


Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.

Case, C.L. & Johnson, T.R. 1984. Laboratory Experiments in Microbiology.


Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.

Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi, PAU IPB.

Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi (Common Teksbook). Biologi FPMIPA UPI,


IMSTEP.

Moat, A.G. & Foster, J.W. 1979. Microbial Physiology. John Wiley & Sons

Nicklin. J.K. Graeme-Cook. T. Paget & R. Killington. 1999. Instans Notes in


Microbiology. Springer Verlag. Singapore Pte, Ltd.

Tortora Gerard J. et al. 1992. Microbiology an Introduction. Fourth Ed. The


Benjamin Cummings Publishing Company, Inc.

50 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai