Anda di halaman 1dari 21

IRITABILITAS SARAF DAN OTOT

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan dan Manusia
yang dibina oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Pd

Oleh kelompok 5 :
Dhio Putra Mahendra (170341615059)
Eliza Fitri Kamaliya (170341615027)
Febby Ey Dwi (170341615016)
Olivia Nabilla Maharani (170341615088)
Rini Nurlaeli Alfari (170341615014)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
September 2018
Tanggal Kegiatan: Rabu, 26 September 2018

TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf sebelum saraf diputus dari medulla
spinalis
2. Mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf sesudah saraf diputus dari medulla
spinalis

DASAR TEORI
Iritabilitas merupakan kemampuan sel untuk bereaksi terhadap rangsangan
fisik maupun kimiawi (Jusuf, 2009). Kemampuan tersebut salah satunya dimiliki oleh
sel otot dan saraf. Otot dan jaringan syaraf disebut jaringan yang dapat dieksitasi
karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan dan menyebarkan sinyal-sinyal
listrik yang disebut potensial aksi. Jaringan otot memiliki kemampuan untuk
berkontraksi dan menghasilkan kekuatan dan gerakan. Ada jenis jaringan otot dalam
tubuh yaitu otot jantung yang berada di jantung, otot polos yang berada di organ
dalam, dan otot rangka yang berada di rangka (Silverthorn dan Johnson, 2010).
Kemampuan otot bergerak dikarenakan sel otot mengandung protein kontraktil, yaitu
miosin yang berfungsi sebagai penyusun filamen tebal, dan aktin, troponin, yang
berfungsi sebagai penyusun filamen tipis. Selama kontraksi, filamen-filamen bergeser
untuk menghasilkan pemendekan dan tegangan. Pergeseran terjadi karena dipicu oleh
Ca++ sistolik yang disebabkan karena adanya eksitasi membran sel otot (Soewolo,
2005).
Jaringan syaraf memiliki dua jenis sel yaitu neuron dan neuroglia. Neuron
atau sel saraf berfungsi membawa informasi dalam bentuk sinyal kimia dan listrik
dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Jaringan saraf tidak hanya yang terkonsentrasi
di otak dan sumsum tulang belakang tetapi juga termasuk jaringan sel yang meluas ke
hampir setiap bagian dari tubuh. Sedangkan neuroglia adalah sel-sel pendukung
untuk neuron (Silverthorn dan Johnson, 2010).
Lintasan impuls saraf berawal dari reseptor lalu dihantarkan oleh saraf
sensorik kemudian menuju saraf pusat yang berupa otak dan sum-sum tulang
belakang. Selanjutanya impuls dihantarkan oleh saraf motorik dan menghasilkan
efektor. Hal tersebut disebut lengkung refleks (Susilowati dkk, 2016)

ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum ini adalah:
A. Alat
1. Papan dan alat seksi 5. Pipet
2. Batang gelas 6. Baterai
3. Gelas arloji 7. Lampu spiritus
4. Gelas piala 50 cc
B. Bahan
1. Kapas
2. NaCl Kristal
3. Larutan Ringer
4. Katak

PROSEDUR KERJA
A. Membuat sediaan otot dan saraf:

Melakukan single pith pada katak sebelum dibedah

Menggunting kulit pada perut katak ± 3 cm diatas paha dengan arah transversal
melingkari tubuh

Menarik kulit ke arah bawah (seperti melepas celana) sampai kulit terlepas dari betis
katak

Membuka perut dan membuang viscera sehingga tampak saraf iskhiadikus berwarna
putih di sebelah kanan dari tulang belakang

Memisahkan saraf iskhiadikus dari otot yang mengelilinginya dengan cepat dan hati-
hati

Melepaskan otot gastroknemius dari tulang dengan memotong tendonnya

Memotong ruas tulang belakang di atas tempat keluarnya saraf iskhiadikus

Setelah bagian yang tidak digunakan sudah dibuang, makan akan diperoleh sediaan
otot saraf yang terdiri dari sebagian ruas tulang belakang, sepasang saraf iskhiadikus,
dan sepasang otot gastroknemius dengan sisa tendonnya.

Memasukan sediaan ke dalam cawan petri yang berisi lautan ringer

Mendiamkan selama 2-3 menit


NB : saraf dan otot harus selalu dibasahi dengan larutan Ringer, dan usahakan jangan
sampai terlalu banyak terpegang tangan atau pinset.

B. Perlakuan terhadap Otot dan Saraf


1. Perlakuan sebelum saraf diputus dari medula spinalis
 Rangsangan mekanis
Saraf
Menyubit dengan pelan saraf sebelah kanan dengan pinset

Mengamati respon pada otot gastroknemia sebelah kanan maupun kiri


Catat hasilnya

Mengulangi perlakuan yang sama untuk saraf sebelah kiri

Otot

Menyubit dengan pelan otot gastroknemius kanan dengan pinset

Mengamati respon yang terjadi pada ototgastroknemius kanan maupun kiri

Catat hasilnya

Mengulangi perlakuan yang sama untuk otot gastroknemius kiri

 Rangsangan Termis
Menyentuh saraf kanan dengan batang gelas hangat

Mengamati respon pada otot gastroknemia sebelah kanan maupun kiri

Catat hasilnya

Mengulangi perlakuan yang sama untuk saraf sebelah kiri


NB: Kerjakan hal yang sama pada otot gastroknemius & catat hasilnya

 Rangsangan Kimia
Meneteskan 1-2 tetes HCl 1% pada saraf sebelah kanan

Mengamati respon pada otot gastroknemia sebelah kanan maupun kiri


Catat hasilnya

Mengulangi perlakuan yang sama untuk saraf sebelah kiri

Mencuci bagian yang terkena HCl dengan larutan ringer dan segera hisap dengan
kertas hisap
NB : Kerjakan hal yang sama pada otot gastroknemius

 Rangsangan Osmotis
Memberi sedikit kristal NaCl pada saraf sebelah kanan

Mengamati agak lama respon pada otot gastroknemia sebelah kanan maupun kiri

Catat hasilnya

Mengulangi perlakuan yang sama untuk saraf sebelah kiri

Catat hasilnya
NB : Kerjakan hal yang sama pada otot gastroknemius

 Rangsangan listrik
Saraf
Menyentuh saraf bagian kanan dengan kabel yang sudah dihubungkan dengan baterai

Mengamati respon pada otot gastroknemius kanan maupun kiri

Catat hasilnya
Mengulangi perlakuan yang sama untuk saraf sebelah kiri

Otot
Menyentuh otot gastroknemius dengan kabel yang sudah dihubungkan dengan baterai

Mengamati respon pada otot gastroknemius

Catat hasilnya

NB: Setiap selesai satu perlakuan, otot dan saraf harus di istirahatkan 1-2 menit
2. Perlakuan sesudah saraf diputus dari medula spinalis
Memutus salah satu saraf dari medula spinalis

Mengerjakan perlakuan seperti pada saraf sebelum diputus dari medula spinalis
(perlakuan 1 s/d 5) pada sediaan yang telah diputus dari medula spinalis

Catat hasilnya

HASIL PENGAMATAN

SEBELUM DIPUTUS SESUDAH DIPUTUS (kanan)


NO. PERLAKUAN Otot Otot Saraf Saraf Otot Otot Saraf Saraf
kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri
1. Mencubit Otot - - - - - - - -
kanan
Otot - - - - - - - -
kiri
Saraf V V V V - - - -
kanan
Saraf - V V V - - - -
kiri
2. Termis Otot - - - - - - - -
kanan
Otot - - - - - - - -
kiri
Saraf - - - - - - - -
kanan
Saraf - - - - - - - -
kiri
3. Kimia Otot - - - - - - - -
kanan
Otot - - - - - - - -
kiri
Saraf - - - - - - - -
kanan
Saraf - - - - - - - -
kiri
4. Osmotis Otot - - - - - - - -
kanan
Otot - - - - - - - -
kiri
Saraf - - - - - - - -
kanan
Saraf - - - - - - -
kiri
5. Listrik Otot V V V V - V - -
kanan
Otot V V V V - V - V
kiri
Saraf V V V V - - - -
kanan
Saraf V V V V - V - V
kiri

Keterangan :

V : bergerak ketika diberi perlakuan

- : tidak bergerak

ANALISIS DATA

A. Rangsangan mekanis

Pada perlakuan yang pertama yaitu diberikan rangsangan mekanis dengan


cara mencubit pada saraf sebelah kanan, maka respon yang terjadi adalah pada
otot sebelah kanan sementara otot sebelah kiri, Saraf sebelah kiri dan kanan tidak
dapat merespon. setelah medula spinalis di potong dan diberikan perlakuan yang
sama pada saraf kanan, yang terjadi tidak terdapat respon .

B. Rangsangan termis

Perlakuan termis dengan cara menyentuh saraf kanan dengan batang gelas
yang sudah dihangatkan dan yang terrjadi tidak terdapat respon baik otot kanan,
kiri maupun saraf kanan, kiri. Setelah saraf dipotong dan batang gelas
disentuhkan pada gastronekmus kanan dan gastronekmus kiri tidak terjadi respon
sama sekali

C. Rangsangan kimia

Perlakuan yang ke -3 yaitu memberika rangsangan kimia pada katak dengan


meneteskan 1-2 HCl 1% pada saraf sebelah kanan, saraf sebelah kiri, otot
gastronekmus kanan dan kiri sebelum dipotong dan sesudah dipotong tidak
terjadi respon dan gerakan sama sekali.

D. Rangsangan Osmotis

Pemberian rangsangan osmotis dilakukan dengan memberikan sedikit kristal


NaCl. Pemberian pada otot kanan tidak menimbulkan respon pada otot kiri, saraf
kiri dan saraf kanan. Pemberian pada otot kiri juga tidak memberikan respon
pada otot kanan, saraf kanan dan saraf kiri. Begitu juga dengan pemberian NaCl
pada saraf kanan maupun kiri juga tidak memberikan respon pada otot kanan
maupun kiri. Jadi pada rangsangan osmotic yang kami lakukan tidak
menimbulkan respon sama sekali.

Pemberian pada otot kanan tidak menimbulkan respon pada otot kiri, saraf kiri
dan saraf kanan. Pemberian pada otot kiri juga tidak memberikan respon pada
otot kanan, saraf kanan dan saraf kiri. Begitu juga dengan pemberian NaCl pada
saraf kanan maupun kiri juga tidak memberikan respon pada otot kanan maupun
kiri. Jadi pada rangsangan osmotic yang kami lakukan tidak menimbulkan
respon sama sekali.

E. Rangsangan Listrik

Pemberian rangsang dilakukan dengan mengkubungkan bagian yang diamati


dengan kabel yang dialiri listrik yang bersumber dari baterai. Pemberian
rangsang pada otot kanan memberikan respon pada otot kanan itu sendiri, otot
kiri, saraf kanan dan saraf kiri. Sedangkan pemberian pada otot kiri sama
hasilnya dengan otot kanan. Lalu pada pemberian rangsang pada saraf kanan
maupun kiri juga menimbulkan respon ke semua bagian yang diamati yaitu, otot
kanan, otot kiri, saraf kanan dan saraf kiri. Jadi pada rangsangan listrik ini terjadi
respon di semua bagian.

Setelah saraf diputus dari medulla spinalis dilakukan juga pemberian rangsang
listrik. Hasilnya sedikit berbeda dari yang sebelum diputus. Pada pemberian
rangsang di otot kanan terjadi respon di saraf kiri dan otot kiri itu sendiri. Pada
pemberian rangsang di otot kiri memberikan respon ke saraf kiri dan otot kiri.
Pada pemberian rangsang di saraf kanan tidak memberikan respon apapun. Pada
pemberian rangsang di saraf kiri memberikan respon ke saraf kiri dan otot kiri

PEMBAHASAN

A. Rangsangan Mekanis
 Sebelum Saraf Medulla Spinalis dipotong

Rangsangan yang diberikan pertama kali adalah rangsangan mekanis


dengan cara mencubit saraf dan otot gatrocnemius. Didapatkan hasil pada
perlakuan pencubitan otot gastroknemius kanan maupun kiri tidak ada
pergerakan dari saraf iskhiadikus pada keadaan sebelum pemotonngan
saraf dari medulla spinalis. Sifat iritabilitas ini dapat melemah, misalnya
otot dalam keadaan lelah akibat pemberian rangsang yang terus menerus,
dan dapat meningkat apabila otot dalam kondisi optimum, yaitu cukup
energi dan oksigen (Soewolo,1999). Perlakuan dengan mencubit saraf
kanan memberikan respon pada otot kanan dan kiri. Terlihat ada
pergerakan namun berlangsung cepat dan sesaat. Respon yang
ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan
respon yang ada pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses
pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls.
Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektorna. Lintasan
impuls saraf dari reseptor sampai efektor disebut lengkung refleks
(Haryono, 2010). Untuk pencubitan saraf kiri hanya menimbulkan
pergerakan di otot kiri.

 Sesudah Saraf Medulla Spinalis dipotong

Rangsang mekanik berupa cubitan dilakukan pada otot kanan dan kiri,
keduanya tidak memberikan respon pada saraf begitu pula dengan otot
gastroknemus kanan maupun kiri itu sendiri. Kemudian pada pencubitan
saraf iskhiadikus kanan maupun kiri juga tidak memberikan respon pada
otot gastroknemius kanan maupun kiri begitu juga dengan saraf
iskhiadikus itu sendiri. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri dari neuron sensorik,
kelompok neuron yang disebut ganglia, dan saraf menghubungkan mereka
satu sama lain dan sistem saraf pusat. Daerah ini semua saling
berhubungan melalui jalur saraf yang kompleks (Kimbal, 1983). Dengan
diputusnya saraf iskhiadikus dari medulla spinalis menyebabkan tidak
adanya respon yang terjadi.

B. Rangsangan Termis
 Sebelum Saraf Medulla Spinalis dipotong

Perlakuan rangsangan termis dilakukan dengan menggunakan batang


pengaduk yang dihangatkan dengan api. Kemudian batang pengaduk
tersebut disentuhkan ke sediaan saraf dan otot gastroknemius bagian
kanan dan kiri katak. Pada katak yang belum di potong salah satu medula
spinalisnya, ketika otot gastroknemius kanan disentuh menggunakan
batang pengaduk yang sudah dipanaskan tidak terjadi respon pada otot
gastroknemius kanan. Begitu juga dengan otot gastroknemius bagian kiri,
ketika disentuh menggunakan batang pengaduk yang sudah dipanaskan
tidak terjadi respon otot gastroknemius kiri. Hal yang sama terjadi pula
ketika saraf kanan dan kiri disentuh menggunakan batang pengaduk yang
sudah dipanaskan yang tidak ada respon pada saraf kanan dan kiri serta
otot gastroknemius kanan dan kiri.

 Sesudah Saraf Medulla Spinalis dipotong

Sama halnya dengan pada saat katak yang belum di potong salah satu
medula spinalisnya, katak yang medula spinalisnya sudah dipotong ketika
diberi perlakuan termis pada otot gastroknemius kanan dan kiri serta saraf
kanan dan kiri juga tidak menunjukkan respon apapun pada otot
gastroknemius kanan dan kiri maupun saraf kanan dan kiri. Salah satu
penyebab tidak terjadinya respon pada otot gastroknemius maupun saraf
yaitu pendeknya periode laten. Periode laten adalah waktu yang
dibutuhkan untuk mempersiapkan kontraksi, yang terjadi karena
keterlambatan antara potensial aksi otot dan awal ketegangan otot yang
mewakili waktu yang diperlukan untuk pelepasan Ca2+ dan mengikat
troponin. Peristiwa periode laten termasuk penciptaan potensial aksi otot,
pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma, dan difusi Ca2+ ke lamung
kontraktil (Silverthorn dan Johnson, 2010).

C. Rangsangan Kimia
 Sebelum Saraf Medulla Spinalis dipotong

Perlakuan ke-3 yaitu menggunakan rangsangan kimia yang ditetesi


larutan HCl 1% sebanyak 1-2 tetes. HCl 1% diteteskan sebanyak 2 tetes
ke saraf dan otot gastroknemius katak bagian kiri dan kanan kaki katak.
Pada katak sebelum dipotong medula spinalisnya, otot dari gastroknemius
kanan dan kiri tidak menunjukkan respon. Selanjutnya rangsangan kimia
diberikan pada otot gastroknemius kanan dan kiri tidak menunjukkan
respon.
Berdasarkan hal tersebut maka hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya
diberikan rangsangan lewat saraf atau langsung pada otot dan meyebutkan
bahwa reaksi paling kuat adalah dengan menggunkan HCl 1%.
Penggunaan zat HCl 1% akan ditangkap oleh kemoreseptor dan dapat
ditransduksikan sampai ke sistem saraf katak sehingga respon yang
diberikan tampak kuat (J.L, kee, dkk.1996). Respon yang ditunjukkan oleh
sel otot umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang pada sel
saraf tidak dapat diamati,sebab merupakan proses pembentukan potensial
aksi yang kemudia dirambatkan berupa implus. Adanya respon sel saraf
dapat diamati pada efaktornya (Susilowati dkk, 2016). Implus saraf
merupakan gerakan potensial listrik yang berlangsung cepat sehingga
disebut potensial aksi (subianto, 1994).Ketika implus masuk ke dalam
suatu membran maka beda potensial dari membran berubah. Jika implus
yang diberikan melampaui ambang batas maka implus saraf tersebut dapat
diteruskan sehingga akan memberikan respon berupa kontarksi otot pada
katak. Tidak terjadinya respon pada otot gastroknemius kanan dan kiri
katak mungkin karana konsentrasi dari HCl yang rendah, sehingga respon
yang diberikan sangat kecil sehingga tidak terlihat jelas. Dalam teori
menyebutkan bahwa
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lintasan implus saraf dari
reseptor sampai efektor disebut lengkung refleks. Lintasan tersebut adalah
reseptor saraf sensorik saraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang) saraf motorik efektor. Berdasarkan prktikum tersebut
maka saraf pusat yang mengendalikan refleks adalah sumsum tulang
belakang. Karena otak pada katak tersebut sudah tidak ada perlakuan yang
diberikan tesebut berpengaruh terhadap kecepatan respon katak. Karena
semakin besar stimulus yang diberikan maka implusnya semakin besar

 Sebelum Saraf Medulla Spinalis dipotong

Perlakuan selanjutnya adalah dilakukan dengan meneteskan HCl 1%


pada otot gastroknemius dan saraf iskhiadikus sebelah kiri dan kanan,
rangsangan kimia tidak menunjukkan pengaruh apapun terhadap otot dan
saraf sebelah kiri dan kanan. Hasil dari prktikum bisa dihubungkan
berdasarkan teori bahwa saraf iskhiadikus merupakan saraf yang kerjanya
memerlukan adanya medula spinalis. Sehingga pada saraf yang sudah
diputus tidak menunjukkan kontraksi apapun pada otot gastonekmiusnya.
Hal ini terjadi akibat bebrapa faktor. Kemungkinan salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah konsentrasi dari HCl yang rendah. Sehingga
respon yang diberikan sangat kecil, dan tidak terlihat dengan jelas.

D. Rangsangan Osmotis
 Sebelum Saraf Medulla Spinalis dipotong

Pada percobaan rangsangan osmotis pada katak sebelum medulla


spinalis diputus. Pada saat otot kanan diberi perlakuan otot kanan dan kiri
tidak menimbulkan gerakan. Dan saraf kanan dan saraf kiri juga tidak
menimbulkan gerakan. Begitupula dengan perlakuan pada saat otot kiri,
saraf kanan, dan saraf kiri, juga tidak menimbulkan gerakan. Hal ini
disebabkan oleh periode latennya masih kurang dan pada saat pemberian
NaCl tidak tepat mengenai saraf iskhiadikus yang menyebabkan
rangsangannya termasuk rangsang bawah ambang. Menurut Soewolo (
1999) Rangsangan bawah ambang merupakan rangsangan yang tidak
menimbulkan respon.
 Sesudah saraf Medulla Spinalis dipotong

Pada percobaan rangsangan osmotis pada katak setelah saraf


iskhiadikus kanan dari medulla spinalis diputus . Pada saat saraf iskhiadus
kanan dan otot iskhiadikus kanan tidak menimbulkan gerakan.
Disebabkan karena tidak terhubungnya saraf kanan dengan medulla
spinalis. Dimana medulla spinalis merupakan pusat dari gerak refleks.
Sesuai dengan pendapat dari Soewolo (1999) bahwa saraf iskhiadikus
yaitu saraf yang cara kerjanya dipengaruhi oleh medulla spinalis. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa ketika saraf iskhiadikus kanan diputus dari
medulla spinalis maka saraf tersebut tidak dapat menghantarkan impuls.
(Soewolo, 1999)
E. Rangsangan Listrik
 Sebelum Saraf Medulla Spinalis dipotong

Perlakuan rangsangan listik pada sediaan otot dan saraf katak terdapat
gerakan. Jika otot kanan diberi rangsangan listrik maka otot kanan, otot
kiri, saraf kanan, dan saraf kiri memberikan respon dengan gerakan, begitu
juga sebaliknya ketika otot kiri diberi rangsangan listrik. Maka semua otot
dan saraf bergerak baik yang kanan maupun yang kiri. Hal tersebut juga
terjadi ketika rangsangan listrik diberikan pada saraf kanan, dimana semua
saraf dan otot memberikan respon berupa gerakan baik yang kanan
maupun yang kiri. Pemberian rangsangan listrik pada saraf kiri juga
terjadi peristiwa yang sama, yaitu saraf dan otot baik yang kanan maupun
yang kiri bergerak. Pergerakan otot ketika diberi rangsangan listrik sesuai
dengan dengan pernyataan Susilowati, et al (2016) yang menyatakan
bahwa otot akan menunjukkan respon berupa gerakan ketika diberi
rangsangan yang baik berupa rangsangan listrik. Respon pada otot terjadi
ketika rangsangan diberikan melalui saraf atau langsung pada otot.
Namun, pergerakan saraf pada hasil pengamatan tidak sesuai dengan
pertanyaan Soewolo (2003). Menurut Soewolo (2003) rangsangan yang
diberikan pada otot dan saraf, hanya akan terjadi perubahan pada otot.
Hal ini disebabkan karena saraf hanya berperan sebagai penghantar impuls
stimulus untuk diberikan kepada otot dan kemudian akan terjadi respon
yang dilakukan oleh otot. (Soewolo, 2003).
Menurut Guyton & Hall (1997) rangsangan listrik merupakan stimulus
ambang otot, sehingga rangsangan listrik merupakan stimulus yang paling
cepat dari pada rangsangan mekanis, termis, kimia, dan osmotis. Jika
stimulus yang diberikan tidak mencapai ambang batas, maka otot tidak
akan memberikan respon. (Guyton & Hall, 1997)

 Sesudah Saraf Medulla Spinalis dipotong

Perlakuan terakhir pada praktikum ini yaitu memberikan rangsangan


listrik ketika saraf medulla spinalis kanan dipotong. Perlakuan tersebut
mendapatkan hasil bahwa ketika otot kanan diberi rangsangan, maka otot
kiri dan saraf kiri memberi respon. Ketika otot kiri diberi rangsangan,
maka otot kiri dan saraf kiri memberi respon. Hal ini juga terjadi pada
pemberian rangsangan disara, dimana ketika saraf kiri diberi rangsangan
maka otot kiri dan saraf kiri bergerak. Namun, hal tersebut tidak terjadi
pada saraf kana dimana ketika saraf kanan diberikan rangsangan otot dan
saraf baik yang kanan maupun yang kiri tidak memberikan respon. Tidak
adanya respon pada otot kanan ketika diberi rangsangan listrik
dikarenakan hubungan antara otot kanan dan saraf kanan sudah terputus.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Husna, et al (2013) yang mana saraf
iskhiadiskus merupakan saraf perifer yang kinerja sarafnya dipengaruhi
oleh medulla spinalis dan ketika saraf medulla spinalis terputus atau
tergangggu maka saraf iskhiadiskus tidak dapat menerima stimulus.
(Husna, 2013).
Hasil pengamatan mengenai pergerakan saraf terjadi kesalahan ini
dikarenakan kurang telitinya praktikan dalam mengisi tabel pengamatan,
sehingga pada saraf kanan dan kiri ketika diberi rangsangan listrik terjadi
pergerakan. Berdasarkan pernyataan Susilowati, et al (2003) respon pada
saraf tidak dapat diamati karena respon yang dihasilkan pada saraf hanya
berupa potensial aksi yang kemudian dirambatkan dalam bentuk impuls.
(Susilowati, et al. 2016)

KESIMPULAN

1. Sifat iritabilitas otot dan saraf sebelum saraf diputus dari medulla spinalis
yaitu saraf dan otot masih dapat berkontraksi dan melakukan iritabilitas.
Walaupun tidak semua saraf dan otot dapat berkontraksi. Dikarenakan periode
laten.
2. Sifat iritabilitas otot dan saraf setelah saraf diputus dari medulla spinalis yaitu
saraf dan otot mengalami penurunan dan tidak dapat lagi melakukan
iritabilitas. Disebabkan fungsi medulla spinalis itu sendiri adalah sebagai
pusat pengendali gerak otot dan refleks spinalis.

DAFTAR RUJUKAN

Haryono, S. 2010. Jaringan Hewan. (Online)


(http://ktp09004.files.wordpress.com/2010/03/jaringan-hewan.pdf) diakses pada
tanggal ) 1 Oktober 2018
John,W Kimball. 1983. Biologi jilid 1. Jakarta : Erlangga
Jusuf, A., Antarianto, R. 2009. Aspek Histologis dalam Neurosains. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kee,J.L., Hayes, E.R. 1996. Farmakologi, pendekatan proseskeperawatan.Penerbit
buku kedokteran EGC, Jakarta
Silverthorn, D.U., Johnson, B.R., 2010. Human physiology: an integrated approach,
5th ed. ed. Pearson/Benjamin Cummings, San Francisco.
Soewolo. 1999. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang : Proyek pengembangan guru
sekolah menengah
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Susilowati., Lestari, S., Wulandari, N., dan Gofur, A. 2016. Petunjuk Praktikum
Fisiologi Hewan dan Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Subianto, 1994. Fisiologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang
LAMPIRAN

No Perlakuan Gambar
1 Perlakuan sebelum saraf diputus
dari medulla spinalis :
Rangsangan mekanis

2 Perlakuan sebelum saraf diputus


dari medulla spinalis :
Rangsangan termis

3 Perlakuan sebelum saraf diputus


dari medulla spinalis :
Rangsangan Kimia
4 Perlakuan sebelum saraf diputus
dari medulla spinalis :
Rangsangan osmotis

5 Perlakuan sebelum saraf diputus


dari medulla spinalis :
Rangsangan listrik
6 Perlakuan setelah saraf diputus dari
medulla spinalis :
Rangsangan mekanis

7 Perlakuan setelah saraf diputus dari


medulla spinalis :
Rangsangan termis

8 Perlakuan setelah saraf diputus dari


medulla spinalis :
Rangsangan osmotis
9 Perlakuan setelah saraf diputus dari
medulla spinalis :
Rangsangan listrik

10 Perlakuan setelah saraf diputus dari


medulla spinalis :
Rangsangan kimia

Anda mungkin juga menyukai