Anda di halaman 1dari 19

1.

1 Cronic Kidney Disease (CKD)


1.1.1 Pengertian
a. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
b. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkangangguan fungsiginjal
yaitupenurunanlajufiltrasiglomerulus yang
dapatdigolongkandalamkategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,
2007).
c. CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal
untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

1.1.2 Etiologi
. Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan –
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang –
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan
arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,
sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:

c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)


Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price,
2005:925)

d. Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price,
2005:937)

e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)

f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat
perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi
lima fase atau stadium:
a) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin
II danprostaglandin.
b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
c) Stadium 3 (Nefropati insipient)
d) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
e) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)

1.1.3 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada
ginjal, sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah
nefron mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal
maka hasil metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi
ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai
dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak
mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah.
Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan
peningkatan kadar serum dan kadar nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor
meningkat dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ
organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan
BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini
BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria
diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine
normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar
90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai
GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10
ml/menit. Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari)
karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.

1.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction sub pericardial
`````2. Sistem Pulmoner
a. Krekel
b. Nafas dangkal
c. Kusmaull
d. Sputum kental dan liat
3. Sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan pardarahan mulut
d. Nafas berbau ammonia
4. Sistem musculoskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
5. Sistem Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Pruritis
c. Kulit kering bersisik
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Sistem Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis

1.1.5 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau
adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3. IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

1.1.6 Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami
CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan
IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan
tersebut.
b. emberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak
cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan
makanan.
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control
volume intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan
tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis
metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan
tiga kali seminggu.
h. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium
dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin
dan asam folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara
cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein
yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging
sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

1.1.7 Komplikasi
1. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan
kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak
ditangani dengan serius.
2. Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal
6. Dehidrasi
7. Kulit : gatal gatal
8. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau
nafas menyerupai urin
9. Endokrin
 Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta
motilitas sperma
 Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
 Anak anak: retardasi pertumbuhan
 Dewasa : kehilangan massa otot
10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi
neurologis (tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
bkejang)

1.1.8 Pencegahan
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan
mengurangi resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut
ini :
1) Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak
berlebihan. Namun alangkah lebih baik jika anda menghindari minuman
tersebut
2) Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk
penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis
yang terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika
mempunyai sejarah keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada
dokter tentang obat apa yang sesuai.
3) Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
4) Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok
5) Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui
kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.

2.2 Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (
ureum ), dan gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit saat ini


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala
dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatn apa.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.

6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

1. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital


 Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
 Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat.
 TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Pernafasan B1 (breath)

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

b. Kardiovaskuler B2 (blood)

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya


friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik,
palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan
gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang
timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
c. Persyarafan B3 (brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti


perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome,
kram otot, dan nyeri otot.

d. Perkemihan B4 (bladder)

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat.

e. Pencernaan B5 (bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

f. Musculoskeletal/integument B6 (bone)

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan


atrium kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine,
diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
2.2.3 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan


bendungan atrium kiri.

Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak
Terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal :
· PH = 7,35 -7,45
· PO2 = 80-100 mmHg
· Saturasi O2 = > 95 %
· PCO2 = 35-45 mmHg
· HCO3 = 22-26mEq/L
· BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat 1. Takipneu adalah mekanisme
peningkatan respirasi atau kompensasi untuk hipoksemia
perubahan pola nafas. dan peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara 2. Suara nafas mungkin tidak sama
nafas dan adanya bunyi nafas atau tidak ada ditemukan. Crakles
tambahan seperti crakles, dan terjadi karena peningkatan cairan
wheezing. di permukaan jaringan yang
disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveoli –
kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya
mukus pada jalan nafas
3. Kaji adanya cyanosis. 3. Selalu berarti bila diberikan
oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb)
sebelum cyanosis muncul. Tanda
cyanosis dapat dinilai pada mulut,
bibir yang indikasi adanya
hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan
4. Observasi adanya somnolen, ekstremitas adalah vasokontriksi.
confusion, apatis, dan 4. Hipoksemia dapat menyebabkan
ketidakmampuan beristirahat iritabilitas dari miokardium
5. Berikan istirahat yang cukup
dan nyaman 5. Menyimpan tenaga pasien,
Kolaboratif : mengurangi penggunaan oksigen.
1. Berikan humidifier oksigen
dengan masker CPAP jika 1. Memaksimalkan pertukaran
ada indikasi. oksigen secara terus menerus
dengan tekanan yang sesuai
2. Berikan pencegahan IPPB 2. Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi
3. Review X-ray dada. 3. Memperlihatkan kongesti paru
yang progresif
4. Berikan obat-obat jika ada 4. Untuk mencegah gngguan pola
indikasi seperti steroids, napas
antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke
jaringan menurun

Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan


sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan 1. dengan mobilisasi meningkatkan
mobilisasi sirkulasi darah.
2. meningkatkan melancarkan aliran
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat darah balik sehingga tidak terjadi
meningkatkan aliran darah : Tinggikan oedema.
kaki sedikit lebih rendah dari jantung (
posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari
balutan ketat, hindari penggunaan bantal, 3. kolestrol tinggi dapat
di belakang lutut dan sebagainya. mempercepat terjadinya
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor arterosklerosis, merokok dapat
resiko berupa : Hindari diet tinggi menyebabkan terjadinya
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan vasokontriksi pembuluh darah,
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat relaksasi untuk mengurangi efek
vasokontriksi. dari stres.
4. pemberian vasodilator akan
meningkatkan dilatasi pembuluh
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain
darah sehingga perfusi jaringan
dalam pemberian vasodilator,
dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dan
pemeriksaan gula darah secara
terapi oksigen ( HBO ).
rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran


urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD:
120/80; T: 36,5-37,5 0C)
d. Tidak ada edema, Turgor kulit baik
f. Membran mukosa lembab
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Identifikasi faktor penyebab 1. Untuk menentukan tindakan
keperawatan
2. Batasi masukan cairan 2. Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urin, dan respon
3. Anjurkan klien untuk terhadap terapi.
melakukan aktifitas pergerakan 3. Agar tidak terjadi imobilitasi
seperti berdiri, meninggikan
kaki
4. Kurangi asupan garam, 4. Agar tidak terjadi peningkatan
pertimbangkan penggunaan natrium
garam pengganti
5. Kolaborasi :
1. Berikan diuretic 1. Diuretic bertujuan untuk
furosemide, spironolakton, menurunkan volume plasma
hidronolakton dan menurunkan retensi cairan
Adenokortikosteroid, golongan di jaringan sehingga
prednisone menurunkan resiko terjadinya
edema paru.
Adenokortikosteroid, golongan
predison digunakan untuk
menurunkan proteinuri.

2.2.4 Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang


direncanakan.

2.2.5 Evaluasi

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan


bendungan atrium kiri.
 Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke
jaringan menurun
 Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
 Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
 Kulit sekitar luka teraba hangat.
 Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
 Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
 BB stabil.
 TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD:
120/80; T: 36,5-37,5 0C)
 Tidak ada edema, Turgor kulit baik
 Membran mukosa lembab
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler


Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang

Anda mungkin juga menyukai